Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TIC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKR DENGAN HEMATOMA DAN


EDEMA SEREBRI

Oleh :

Desy Anggreani Herlingga Setya Nugraha

Annissa Puspa Juwita Nadya Quamilla Irwan

Eka Noor Hidayati Aina Rahayu Dewi

Cintyakarin Cikal A

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
GAMBARAN KASUS

Nn. N berusia 17 tahun dibawa oleh keluarga ke RS Abdul Aziz Singkawang pada pukul
00:30 dinihari karena mengalami kecelakaan lalu lintas, Nn N jatuh dari sepeda motor dengan
benturan dikepala, sehingga terdapat luka terbuka dikepala serta lecet- lecet di wajah. Klien
tidak mengingat bagaimana kronologi klien bisa terjatuh dan klien sempat mengalami
pingsan. Klien didiagnosa cidera kepala ringan (CKR) disertai edema serebri dan hematoma.

TD 100/80 mmHg
N 82 x/menit
RR 19 x/menit
T 36,7 C
Pemeriksaan Laboratorium 01 Januari 2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,4 11,7 – 15,3
Leukosit 11.860 3.600 – 11.000
Trombosit 456.000 150.000 – 440.000
Hematokrit 38,7 35 - 47
Eritrosit 4,64 3,8 – 5,2

A. STEP 1 (Kata sulit)


1. Apa itu CKR ?
Jawab : CKR atau trauma kepala ringan adalah kondisi cedera kepala yang terjadi
akibat benturan, kecelakaan, atau dipukul dengan benda keras. Cedera kepala jenis
ini dapat menyebabkan trauma kepala dan kehilangan kesadaran selama kurang
dari 30 menit.
2. Apa itu edema serebri?
Jawab : Edema serebri adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan
oleh akumulasi cairan yang terjadi di otak. Cairan ini meningkatkan tekanan di
dalam tengkorak (tekanan intrakranial) atau juga dikenal sebagai pembengkakan
otak.
3. Apa itu hematoma?
Jawab : hematoma adalah kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah.
Kondisi ini dapat terjadi saat dinding pembuluh darah arteri, vena, atau kapiler
mengalami kerusakan sehingga darah keluar menuju jaringan yang bukan
tempatnya.
B. STEP 2
1. Apa penyebab CKR ?
2. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada CKR?
3. Apa penyebab edema serebri ?
4. Apa penyebab hematoma ?
5. Diagnosa apa saja yang dapat diangkat pada kasus CKR ?
6. Bagaimana penataksanaan CKR ?

C. STEP 3
1. Cedera kepala umumnya disebabkan oleh hentakan, pukulan, maupun luka pada
kepala atau tubuh. Beberapa penyebab cedera kepala adalah: Jatuh dari
ketinggian, tabrakan dengan kendaraan, tindak kekerasan (misalnya akibat
tembakan, pukulan pada kepala, guncangan kasar dan keras pada bayi), cedera
olahraga (misalnya pada sepak bola, tinju, hockey, dan olahraga ekstrem), terkena
ledakan keras (misalnya pada bom eksplosif saat peperangan).
2. Komplikasi yang muncul dari CKR yaitu dapat menyebabkan kemunduran pada
kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral
progressifdan herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab paling umum dari
peningkatan tekanan intrakaranial pada pasien yang mendapat cedera kepala.
Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi ( tidak dapat mencium bau-
bauan, abnormalitas gerakan mata, afasia defek memoi, dan epilepsi).Saat
melahirkan dapat terjadi perdarahan, kematian ibu dan bayi, robekan perineum
serta infeksi.
3. Edema serebri disebabkan oleh kecelakaan atau beberapa kondisi medis tertentu.
Otak sangat rentan terhadap kerusakan akibat edema (pembengkakan), karena
terletak di dalam rongga tengkorak yang tertutup. Otak bisa saja membengkak
akibat luka atau cedera, menderita penyakit, kondisi medis tertentu seperti infeksi,
tumor atau stroke, bahkan karena berada di ketinggian. Pembengkakan otak terjadi
ketika adanya timbunan cairan yang berlebihan di dalam jaringan otak. Dan ini
bukanlah hal yang sepele, karena pembengkakan otak bisa menyebabkan
kematian.
4. Penyebab umum terjadinya hematoma adalah cedera. Cedera yang terjadi bisa
disebabkan karena kecelakaan, terjatuh, terbentur, terkilir, patah tulang, luka
tembak, atau bersin yang terlampau keras.
5. - Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
- Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
- Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran
-resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
-nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
- Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
6. Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda
asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

D. STEP 4

ETIOLOGI FAKTOR RESIKO

CKR (CIDERA KEPALA


RINGAN)

EDEMA SEREBRI DAN


HEMATOMA

PENGERTIAN MANIFESTASI
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

PATOFISIOLOGI

ASUHAN
PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
E. STEP 5
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi dan pathway
4. Manifestasi klinis
5. Pemeriksaan penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Asuhan keperawatan
8. Evidence Based Practice (Jurnal)

F. STEP 6
1. Pengertian
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan
jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan
penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005),
cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008). Trauma kepala adalah suatu trauma
yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Rita
juliani, 2001).
2. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.

3. Manifestasi klinis
a. Nyeri yang menetap atau setempat.
b. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
c. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea
serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea
serebrospiral (les keluar dari hidung).
d. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
e. Penurunan kesadaran.
f. Pusing / berkunang-kunang.
g. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
h. Peningkatan TIK
i. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstremitas
j. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 -
60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

5. Pemeriksaan penunjang
a. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda
fisik eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis,
atau tanda neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio
temporoparietal pada pasien yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan
hematom ekstradural, yang disebabkan oleh robekan arteri meningea media
(Ginsberg, 2007).
b. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran
atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau
tanda neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk
melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti
hematom epidural dan hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).
c. Penatalaksanaan
a. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari muntahan,perdarahan dan
debris.
b. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak.jika
tidak berikan oksigen melalui masker.oksigen minimal 95% jika klien tidak
memperoleh oksigen yang adekuat (PaO2 >95% dan PaCO2 <40%mmHG
serta saturasi O2 >95% ) atau muntah maka klien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahli anastesi.
c. Menilai sirkulasi : hentikan semua perdarahan dengan menekan
arterinya,perhatikan cedera intraabdomen dan dada.
d. Obati kejang : berikan diazepam 10mg intra vena perlahan-lahan dan dapat
diulangi 2x jika masih kejang.bila tidak berhasil berikan penitoin 15mg/kg
BB.
e. Untuk cidera kepala terbuka diperlukan antibiotik.
f. Tirah baring.

G. STEP 7 (Asuhan Keperawatan)

PENGKAJIAN

1. Identitas Klien
Nama : Nn.N
Usia : 17 Th
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosa Medis : CKR + Hematoma + Edema Serebri
Hari/Tanggal : 3 Januari 2020
2. Pengkajian Data Fokus
a. Data subjektif
1. Klien berkata ia merasa pusing terutama saat klien bangun dari baringnya,
pusingnya serasa berputar
2. Klien mengeluhkan nyeri pada luka kepalanya serta luka luka di wajah dan
tangan
P: Luka trauma
Q: Seperti tekena benda tajam
R: Kepala
S: 4-5
T: Hilang datang
3. Klien mengatakan sulit memulai tidur dan sering terbangun di malam hari
karena klien merasa asing dengan ruang perawatan sehingga klien merasa
kurang nyaman.
b. Data objektif
1) Klien pucat, konjungtiva kemerahan dan sclera putih keruh
2) TD 100/80 mmHg
3) N 82x/menit
4) RR 19x/menit
5) T 36,3 C
6) Mukosa bibir kering
7) Kesadaran komposmentis
8) Terdapat luka di bagian kepala serta wajah

Pemeriksaan Laboratorium Desember 2019


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,4 11,7 – 15,3
Leukosit 11.860 3.600 – 11.000
Trombosit 456.000 150.000 – 440.000
Hematokrit 38,7 35 - 47
Eritrosit 4,64 3,8 – 5,2
Terapi Medikasi :

a. Infus asering 20 tpm

b. Injeksi lonso 1x1 vial via IV

c. Injeksi manitol 4x125 cc

d. Injeksi dexketo 2x1 ampul via IV

ANALISA DATA

Data Fokus Etiologi Masalah Kepeawatan


DS: Trauma kepala Ketidakefektifan perfusi
- Klien berkata ia merasa jaringan
pusing yang tak kunjung
hilang, pusing datang
terutama saat kien bangun
dari baringnya
DO:
- klien tampak terbaring
lemah
- klien tampak pucat
TD 100/80 mmHg
N 82x/menit
RR 19x/menit
T 36,3 C
DS: klien mengatakan nyeri Agen cidera fisik Nyeri akut
pada luka di kepala serta luka
di wajah dan tangannya
P: trauma
Q: seperti terkena benda
tajam
R:kepala
S:4-5
T:terus menerus
DO:
-klien tampak meringis
menahan nyeri
-terdapat luka di kepala
-Klien tampak pucat
- adamya keluaran darah di
kasa saat balutan di buka.
DS: Tidak familier dengan Gangguan pola tidur
-Klien mengeluhkan sulit lingkungan
memulai tidur dan sering
terbangun di malam hari
-Klien mengatakan merasa
mengantuk tapi sulit tidur
DO :
-klien tampak sering
menguap dipagi hari
-klien beberapa kali tertidur
sebentar
TD 100/80 mmHg
N 82x/menit
RR 19x/menit
T 36,3 C
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC Rasional


Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1 Memhgetahui
perfusi jaringan intervensi selama 1 2. Monitor adanya perubahan TTV klien
serebri b/d trauma x 2 jam, diharapkan nyeri kepala dan 2 Mengetahui adanya
kepala perfusi jaringan tanda peningkatan peningkatan TIK
serebri kembali TIK 3 memantau tingkat
efektif dengan 3. Monitor level kesadaran klien
kriteria hasil : kebingungan dan 4 menjaga
- ttv dalam batas orientasi kesimbangan intake
normal 4. Monitor status dan output
- tidak ada tanda cairan 5 agar klien merasa
PTIK 5. Berikan posisi lebih nyaman
- klien mampu nyaman
berkomuniksi
dengan jelas
- kosnetrasi dan
orientasi klien
baik
- tingkat kesadaran
membaik

Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Tanda vital


cidera fisik intervensi selama 1 karakteristik akan berubah
x 2 jam, diharapkan nyeri secara jika terjadi
klien dapat komprehensif perdarahan
mengontrol nyeri 2. Ajarkan klien 2. Agar resiko
dengan kriteria hasil relaksasi nafas perdarahan
: dalam dan terkontrol
-Klien dapat distraksi 3. Untuk
menerapkan setiap nyeri memperlambat
relaksasi non- datang perdarahan
farmakologii 3. Kolaborasi 4. Vasopressin
-Klien melaporkan pemberilan adalah obat
nyeri terkontrol analgetik yang dapat
4. Kaji TTV menghentikan
klien perdarahan
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan 1. jelaskan 1. klien mengetahui
b/d lingkungan yang tidakan keperawatan pentingnya tidur yang pentingnya cukup tidur
tidak familier selama 3x24jam adekuat 2. lingkungan yang
diharapkan pola 2. ciptakan nyaman memudahkan
tidur kembali lingkungan yang klien untuk tidur
normal dengan nyaman 3. memudahkan klien
krikteria hasil; 3. diskusikan untuk tidur sesuai
-jumlah jam tidur mengenai teknik tidur kebiasaan
dalam batas normal pasien 4. memantau
(6-8 jam perhari) 4. monitor kebutuhan kebutuhan tidur pasien
Kualitas dan pola tidur pasien per hari setiap hari
tidur dalam batas
normal
-perasaan segar
sesudah tidur atau
istirahat
-mampu
mengientifikasi hal
hal yang dapat
meningkatkan tidur
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal Waktu Implementasi Evaluasi


1 /1 /2020 08.00 1. Memonitor TTV S : klien mengatakan pusingnya
2. Memonitor adanya nyeri mulai sedikit berkurang
kepala dan tanda O: klien terbaring dengan
peningkatan TIK lemah
3. Memonitor level TD: 110/90 mmHg
kebingungan dan orientasi HR: 85 x/menit
4. Memonitor status cairan RR: 20 x/ menit
5. Memberikan posisi nyaman T: 36,5
A : ketidakefektifan perfusi
jaringan serebri
P : Lanjutkan Intervensi
-monitor TTV
- Memonitor adanya nyeri
kepala dan tanda peningkatan
TIK
- Memonitor level kebingungan
dan orientasi
-Memonitor status cairan
-Memberikan posisi nyaman
1 /1 /2020 10.15 1. Kaji nyeri klien secara S : Klien berkata nyerinya
komprehensif masih belum terlalu berkurang,
2. ajarkan klien teknik klien berkata mengerti cara
relaksasi nafas dalam dan relaksasi nafas dalam dan
distraksi untuk mengurangi distraksi.
nyeri O : klien masih mengernyit dan
3. kolaborasi pemberian menyentuh area sekitar luka di
analgesik kepala
A : Nyeri Akut b.d agen cedera
fisik
P : lanjutkan intervensi
- ajarkan klien teknik relaksasi
nafas dalam dan distraksi untuk
mengurangi nyeri
-kolaborasi pemberian
analgesik
1/1/2020 11.00 1. menjelaskan pentingnya S: klien mengatakan sudah
tidur yang adekuat mengerti tentang pentingnya
2. menciptakan lingkungan cukup tidur
yang nyaman Klien megatakan sudah mulai
3. mendiskusikan mengenai bisa tidur sebentar sebentar
teknik tidur pasien O: klien tampat tertidur
4. memonitor kebutuhan tidur A: gangguan pola tidur
pasien per hari P: Lanjutkan Intervensi
- ciptakan lingkungan yang
nyaman
-diskusikan mengenai teknik
tidur pasien
- monitor kebutuhan tidur
pasien per hari
H. STEP 8 (Jurnal Evidence Based Practice)

AROMATERAPI MENURUNKAN TINGKAT NYERI KEPALA PENDERITA


MIGREN

JURNAL ILMU KESEHATAN


Copyright © 2017, Jurnalners_psikunair
p-ISSN:1858-3598 (offline)
e-ISSN:2502-5791) (online)

Penderita nyeri kepala masih menggunakan obat kimia untuk mengatasi nyeri kepala.
Obat-obatan yang diberikan umumnya golongan NSAIDs. Jenis obat lain yang diberikan
untuk vasokontriksi pembuluh darah otak dan mengembalikan perubahan kimiawi otak. Obat
golongan beta blocker juga diberikan untuk penderita jantung dan hipertensi. Obat yang
dikonsumsi, selain memberikan efek farmakologis untuk mengatasi nyeri kepala migren, juga
memberikan efek samping. Efek samping yang diperoleh lebih banyak daripada efek
farmakologis
Banyak pengobatan alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi nyeri kepala.
Pengobatan alternatif ditujukan untuk mengurangi faktor pemicu nyeri kepala, terutama yang
berkaitan dengan sakit di leher dan punggung. Aromaterapi merupakan salah satu pengobatan
alternatif yang efektif dan efisien (Agusta, 2002). Efektif karena penggunaan aromaterapi
dapat dilakukan di rumah dan dengan berbagai cara. Efisien karena tidak diperlukan keahlian
khusus atau sertifikat khusus untuk dapat menggunakan aromaterapi. Hanya diperlukan dosis
dan penggunaan yang tepat untuk dapat memperoleh manfaat dari aromaterapi secara
optimal. Aromaterapi dipercaya langsung mempengaruhi otak untuk menghasilkan perubahan
emosi dan mood seseorang. Seseorang yang diberikan aromaterapi tersebut dapat kembali
rileks dan kembali dengan keadaan emosi dan mood yang baik, sehingga pemicu nyeri kepala
karena kelelahan atau stres dapat ditekan dan akhirnya tidak menimbulkan nyeri kepala
ataupun migren

Terdapat pengaruh yang signifikan pemberian aromaterapi terhadap perubahan


(penurunan) tingkat nyeri dan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri post
test kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Terdapat bukti yang kuat tentang pengaruh
pemberian aromaterapi terhadap penurunan nyeri kepala migren, hal ini dapat dijadikan dasar
dalam pelaksanaan terapi alternatif dalam mengatasi nyeri kepala migren.
Pemberian aromaterapi dapat memodulasi otak untuk memberikan perasaan tenang dan
rileks. Intervensi ini dapat mempengaruhi keterlibatan otak dalam menginterpretasikan
stimulus nyeri. Perasaan tenang yang ditimbulkan dari intervensi pemberian aromaterapi
dapat mengeliminasi perasaan cemas, takut dan interpretasi lain dari stimulus nyeri yang
diterima otak, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan persepsi nyeri kepala migren
yang dirasakan penderita.
Pemberian aromaterapi diberikan dengan cara inhalasi melalui metode penguapan.
Molekul-molekul aromaterapi ditangkap oleh epitel olfactorii yang kemudian diteruskan
menuju sel olfactorii. Pada sel olfactorii terdapat silia olfactorii yang berfungsi sebagai alas
padat pada mukus yang bereaksi terhadap bau di udara. Bau tersebut kemudian berikatan
dengan protein reseptor yang mengaktifasi kompleks protein-G. Hal ini kemudian
mengaktifasi banyak molekul adenili siklase di bagian dalam membrane olfactorii. Kemudian
menyebabkan banyak terbentuk molekul cAMP yang membuka saluran ion natrium yang
masih banyak tersisa. Dari saluran ion natrium kemudian diteruskan ke bulbus olfactorius.
Dalam bulbus olfactorius tampak akson-akson pendek yang berakhir di struktur globular
yang multipel disebut glomeruli. Sel-sel glomeruli ini kemudian mengirimkan
akson-akson melalui traktus olfactorius untuk kemudian dijalarkan sensasi olfaktori ke dalam
sistem saraf pusat. Dari sistem saraf pusat sensasi olfaktori diteruskan menuju sistem limbik
lalu ke hipothalamus dan amygdala. Dari amygdala sensasi olfaktori memberikan perasaan
tenang (Guyton dan Hall, 1997). Penderita menjadi rileks, lalu ketegangan akan menurun.
Hal ini kemudian menyebabkan perbaikan vaskuler pada otak. Pembuluh darah berangsur
bergerak normal kembali, dengan kenormalan pembuluh darah otak maka nyeri kepala pada
penderita migren akan menurun (Chopra, 1994)
Dengan demikian pemberian aromaterapi dapat digunakan karena lebih efektif, waktu
yang dibutuhkan untuk meredakan nyeri kepala migren cukup singkat, sehingga penderita
dapat melakukan aktifitasnya kembali.
Pemberian aromaterapi dapat menurunkan keluhan migren, sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu intervensi asuhan keperawatan pada penderita migren. Pemberian
aromaterapi akan menimbulkan perasaan tenang, rileks lalu ketegangan akan menurun. Hal
ini kemudian menyebabkan perbaikan vaskuler pada otak. Pembuluh darah di otak pada
penderita migren mengalami perbaikan, dengan kenormalan pembuluh darah otak maka nyeri
kepala pada penderita migren akan menurun. Aromaterapi yang paling banyak diminati oleh
klien adalah wangi peppermint, hal ini disebabkan klien lebih mengenal wangi peppermint
dibandingkan wangi lavender.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D., & Perry, S.E. (2005). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Alih Bahasa: Maria A.W., & Peter I.N.
Jakarta: EGC.
Carpenito, I.J.(2001). Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, M. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. Jakarta:
EGC.
Forster, D. (2012). Perineal Pain Following Childbirth: Prevalence, Effects on Postnatal
Recovery and Analgesia Usage. Midwifery. 28(1): 93-97.
Manuaba, L.B. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda NIC NOC. Jakarta: EGC.
Prawiroharjo, S. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Gramedia.
Shen et al. (2012). Beneficial Effects of Cinnamon on the Metabolic Syndrome,
Inflammation, and Pain, and Mechanisms Underlying These Effects – A Review
Journal of Traditional and Complementary Medicine 2 (2012).
Simon, L. S. (2013). Nonsteroidal antiinflammatory drugs and theirrisk: a story still in
development. Arthritis Res Ther
Winkjosastro, H. Dkk.(2008). Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta.
Wulandari,E.. (2017). Herbal untuk Perawatan Masa Nifas; Penggunaan Kayu Manis
untuk Nyeri Perineum dan Luka Episiotomi. AISYAH: JURNAL ILMU
KESEHATAN. 2 (2) 2017, 93 – 98
Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa
oleh : I Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC.
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI,
Jakarta
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita
Cedera Kepala. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai