Anda di halaman 1dari 55

PEMERIKSAAN NERVUS KRANIAL III (OKULOMOTORIUS)

MATA KULIAH PENGKAJIAN FISIK


Oleh:
Kelompok 2 Kelas D
Erman Yudhi W. P. 172310101179 Nur Oktavia R. 172310101192
Putu Annesia W. 172310101180 Imroatus Sholeha 172310101193
Siti Nur Rofi’ah 172310101181 Devita Ayu S. 172310101194
Ayu Dwi A. 172310101182 Aldi Rahardian P. 172310101195
Anis Syahadah 172310101183 Deskita Prastiwi 172310101196
Dimas Setiawan N. H. 172310101184 Azin Linggar P. 172310101197
Aza Fatimatuzzahra 172310101185 Olifia Nafa J. 172310101198
Nadia Putri S. 172310101186 Muhammad Aldi 172310101199
Purwita Lestari 172310101187 Anggalia Nur M. 172310101200
Diana Newvitasari 172310101188 Wiwin Handayani 172310101201
Annisa Triekti C. S. 172310101189 Agista Edo S. 172310101202
Karinda Evita S. 172310101190 Anis Widyawati 172310101203
Jasmine Praditha S. 172310101191 Raka Putra A. 172310101204

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018

i
SARAF OLFAKTORIUS (N. 1)

Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbussubkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari
tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Sistem
olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan
bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan
sistempenciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis
talamus. Emosiyang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang
berhubungan dengantalamus, hipotalamus dan sistem limbik.
JUDUL SOP:

Fakultas Keperawatan PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALS (N.1


Universitas Jember OLFAKTORIUS)

1. PENGERTIAN Pemeriksaan saraf olfaktorius yaitu suatu pemeriksaan yang


dilakukan pada rongga hidung dengan atau tanpa alat yang
bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data yang
menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya.

2. TUJUAN Untuk menilai kondisi indra penciuman klien.

3. INDIKASI 1. ,

4. KONTRAINDIKASI 1. Jalan nafas harus diperhatikan bebas dari penyakit


2. Bahan yang dipakai harus dikenali oleh klien
3. Bahan yang digunakan bersifat non irritating
4. Tidak diperkenankan menggunakan bahan yang cepat
menguap

5. PERSIAPAN KLIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri Anda, dan identifikasi


klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien.
3. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi pada klien.
1. 4. Atur posisi klien sehingga merasa aman dan nyaman.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan
DAN BAHAN 2. Bubuk kopi
3. Cuka
4. Bubuk vanili
5. Buah jeruk

7. CARA KERJA

1. Beri tahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai


2. Posisikan kursi periksa sampai ketinggian kerja yang nyaman
3. Cek alat dan bahan yang akan digunakan
4. Posisikan klien senyaman mungkin
5. Lakukan pemeriksaan untuk memastikan ada tidaknya sumbatan atau kelainan pada
rongga hidung
6. Minta klien untuk menutup salah satu lubang hidung klien
7. Dekatkan bahan yang telah disediakan tadi dan minta klien untuk mencium bahan
tadi dan menyebutkan jenis bau yang diciumnya

Gambar 3. Pemeriksaan N I (diadaptasi dari Buckley, et al., 1980)

8. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung kontralateral


9. Beritahu bahwa tindakan sudah selesai
10. Bereskan alat dan bahan yang telah digunakan
11. Kaji respon klien(subyektif dan obyektif)
8. HASIL

Dokumentasikan Nama Tindakan/Tanggal/Jam Tindakan, Hasil yang Diperoleh, Respon


Klien Selama Tindakan, Nama dan Paraf Perawat Pelaksana.

9. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nervus olfaktorius


kedua sisi adalah baik.
2. Hilangnya kemampuan mengenali bau-bauan (anosmia) yang bersifat unilateral
tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan salah satu
tanda yang mendukung adanya neoplasma pada lobus frontalis cerebrum.
3. Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga
hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya meningioma pada
cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma ataupun pada meningitis. Pada orang tua dapat terjadi gangguan fungsi
indra penciuman ini dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini dapat
berupa penurunan daya pencium (hiposmia). Bentuk gangguan lainnya dapat
berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya minyak kayu
putih tercium sebagai bawang goreng, hal ini disebut parosmia.

4. Selain keadaan di atas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan penciuman yang
disebut hiperosmia, keadaan ini dapat terjadi akibat trauma kapitis, tetapi
kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi psikiatrik yang disebut konversi
histeri. Sensasi bau yang muncul tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi
olfaktorik. Hal ini dapat muncul sebagai aura pada epilepsi maupun pada
kondisi psikosis yang terkait dengan lesi organik pada unkus.

10. Referensi

Campbell, W.M., 2013. DeJong’s The Neurologic Examination 7th ed, Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.

Biller, J., Gruener, G., Brazis, P., 2011. DeMeyer’s The Neurologic Examination 6th ed.
McGraw Hill, New York.

Buckley, G., van Allen, M.W., & Rodnitzky, R. L., 1981. Pictorial Manual of
Neurological Tests, Year Book Medical Publisher, Chicago.

Sidharta, P., 1995. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian Rakyat,Jakarta.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST UJIAN LABORATORIUM SKILLS


Pemeriksaan Saraf Kranial (Olfaktorius)

Nama :
NIM :
Kelas :

No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2

1 Persiapan alat (Sarung tangan, bubuk kopi, cuka, bubuk vanili, dan
buah jeruk)
2
Cuci tangan

Tahap orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
7
Menjaga privasi pasien

Tahap Kerja
7
Inspeksi bentuk dan kesimetrisan hidung
8 Inspeksi untuk memastikan apakah ada tidaknya sumbatan atau
kelainan pada rongga hidung
9
Meminta pasien untuk menutup salah satu hidungnya
10
Meminta pasien untuk menutuk kedua matanya
11 Dekatkan bahan penciuman pada hidung pasien dan meminta pasien
untuk menhirup bahan tersebut dan meminta pasien untuk
menyebutkan jenis bahan tersebut

Tahap Terminasi
12
Evaluasi hasil pengkajian
13 Beri reinforcement positif pada klien

14 Kontrak pertemuan selanjutnya

15 Mengakhiri pertemuan dengan baik

16 Cuci tangan

17 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4


Total

Keterangan: Jember, …………………..2018


0=tidak dilakukan
Penilai,
1=dilakukan tapi tidak sempurna/dilakukan namun tidak
berurutan pada tahap kerja
2=dilakukan sempurna atau bila aspek tersebut tidak
dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak
memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario yang
sedang dilaksanakan).
( )
Nilai :
(Skor total/44X100 =
SARAF OPTIKUS (N. II)

Nervus optikus merupakan bagian dari Sistem Saraf Pusat (SSP) yang memiliki lebih
sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya berada di otak. Nervus optikus terdiri
dari akson sel ganglion retina dan sel glia. Jumlah akson cenderung tetap, sedangkan jumlah sel
glia dan mielin relatif bervariasi di berbagai tempat dibandingkan akson. Nervus optikus
membentang dari retina melewati foramen sklera posterior hingga ganglion genikulatum lateral di
thalamus.

Pada manusia, panjang nervus optikus yang terbentang dari belakang bola mata hingga
kiasma optikum adalah sekitar 50 mm dan terdiri dari empat bagian:

1. Bagian intraokuler (head nervus optikus) memiliki panjang sekitar 1 sampai 1.5 mm dengan
diameter transversal terhadap sklera sebesar 1,5 mm.

2. Bagian intraorbital dimulai dari bagian posterior permukaan sklera, memiliki panjang sekitar
30-40 dan diameter 3-4 mm. Bagian ini memiliki sinous course sehingga tetap
memungkinkan gerakan excursi bola mata. Sekitar 8-15 mm dibelakang bola mata,
a.centralis retina berpenetrasi kedalam nervus optikus.
3. Bagian intrakanalikuler yang memiliki panjang sekitar 5-8 mm terfiksasi erat di dalam
kanalis optikus.

4. Bagian intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm dan bergabung dengan nervus


kontralateral membentuk kiasma optikum. Karena merupakan bagian dari SSP, bagian
intarorbita nervus optikus diselubungi pula oleh lapisan piamater, araknoid, dan duramater.

JUDUL SOP

PEMERIKSAAN NERVUS II
Fakultas Keperawatan OPTIKUS
Universitas Jember
1. PENGERTIAN Pemeriksaan Nervus II Optikus merupakan suatu
pemeriksaan yang dilakukan pada mata yang bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada mata.
2 TUJUAN 1.Mengukur ketajaman penglihatan atau visus dan
menetukan apakah kelainan pada visus disebabkan oleh
kelainan okuler lokal atau kelainan saraf
2.Mempelajari layangan pandangan
3.Memeriksa upil optik
3. INDIKASI Semua klien yang ingin mengetahui dan mendeteksi
adanya gangguan pada penglihatan klien
4 KONTRA INDIKSI Menurunnya tingkat ketajaman penglihatan,buta
warna,katarak,glaukoma dan konjungtivitis
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindaakan
yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posoisi aman dan nyaman
(semi flowler)
6. PERSIAPAN ALAT 1. Koran
2. Buku
3. Snelen Chart
4. Kartu Isihara

7 CARA KERJA
1. Pemeriksaan Daya Penglihatan (Visus)
1. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa daya
penglihatannya.
2. Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada mata,
misalnya katarak, peradangan pada mata, jaringan parut atau kekeruhan pada
kornea.
3. Pemeriksa berada pada jarak 1 – 6 meter dari penderita.
4. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk memeriksa mata
sebelah kanan.
5. Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya.
6. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar, maka
pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan meminta penderita
menentukan arah gerakan tangan pemeriksa.
7. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan, maka
pemeriksa menggunakan cahaya lampu senter dan meminta penderita untuk
menunjuk asal cahaya yang disorotkan ke arahnya.
8. Menentukan visus penderita.
9. Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.

2. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan


1. Dilakukan dengan cara membandingkan ketajaman penglihatan pasien
dengan pemeriksa yang normal
2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh
3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku
4. Bila ketajaman pasien sama dengan pemeriksa, maka dianggap normal
5. Pemeriksa ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan visus
dengan menggunakan gambar snelen
6. Pemeriksaan snelen chart

3. Pemeriksaan Snelen Chart


1. Pasien disuruh membaca gambar snelen dari jarak 6 meter
2. Tentukan sampai barisan ia dapat membacanya
3. Bila pasien dapat membaca sampai barisan yang paling bawah, maka
ketajaman penglihatannya normal (6/6)
Bila tidak normal:
I. Misal 6/20 , berarti huruf yang seharusnya dibaca pada jarak 20 meter,
pasien hanya dapat membaca pada jarak 6 meter, namun bila pasien dapat
melihat melalui lubang kecil (kertas yang berlubang,lubang peniti), huruf
yang bertambah jelas, maka pasien mengalami refraksi
II. 1/300 = pasien dapat melihat gerakan tangan atau membedakan adanya
gerakan atau tidak
III. 1/~ = pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang
4. Pemeriksaan Lapang Pandang
1. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan
jarak kira-kira 1 meter
2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus
menutup mata kanannya.
3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan
pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antara pemeriksa dan pasien.
5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam.
6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus
memberitahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa
juga melihatnya.
7. Bila sekiranya ada gangguan penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan tersebut.
8. Lakukan pemeriksaan pada masing – masing mata pasien.

5. Pemeriksaan Buta Warna


1. Lakukan tes buta warna menggunakan buku isihara.
2. Meminta pasien untuk membaca dan menyebutkan angka serta alur yang
tampak pada setiap halaman.
3. Hasil bacaan pasien diinformasikan dengan jawaban yang tersedia untuk
menentukan diagnosis.

6. Pemeriksaan Fundus Mata


1. Sebelum diperiksa, pupil mata pasien perlu dilebarkan dengan obat yang
dapat melebarkan pupil yang bekerja singkat.
2. Mula – mula putar roda oftalmoskop sehingga mennjukkan angka 12.00

dioptri.
3. Oftalmoskop diletakkan 10 cm dari mata penderita. Pada saat ini fokus
terletak pada kornea atau lensa mata.
4. Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata akan terlihat bayangan yang
hitam pada dasar yang jingga.
5. Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada mata penderita dan roda
lensa oftalmoskop diputar, sehingga roda lensa menunjukkan angka
mendekati nol.
6. Sinar difokuskan pada pupil saraf optik, diperhatikan warna, tepi, dan
pembuluh darah yang keluar dari pupil saraf optik.
7. Mata penderita disuruh melihat sumber cahaya oftalmoskop yang dipegang
pemeriksa, dan pemeriksa dapat melihat keadaan makula lutea penderita.
8. Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina.
8 HASIL
Dokumentasikan Nama Tindakan/Tanggal/jam tindakan, Hasil Yang diperoleh, Respon
klien selama tindakan, Nama dan paraf perawat Pelaksana.
9 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Pada klien yang menggunakan alat bantu seperti kacamata dan kontak lensa
diharapkan dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukannya pemeriksaan
2. Jika klien memiliki gangguan atau kelainan pada gangguan optikus diharapkan
memberi tau pemeriksa
3. Gunakan APD sebelum memeriksa
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST UJIAN LABORATORIUM SKILLS


Pemeriksaan Saraf Kranial (Optikus)

Nama :
NIM :
Kelas :

No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2

1 Persiapan alat (Sarung tangan, bubuk kopi, cuka, bubuk vanili, dan
buah jeruk)
2
Cuci tangan

Tahap orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
7
Menjaga privasi pasien

Tahap Kerja

Pemeriksaan Daya Penglihatan (Visus)


8 1. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa
daya penglihatannya.

9 2. Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan


pada mata, misalnya katarak, peradangan pada mata,
jaringan parut atau kekeruhan pada kornea.

10
3. Pemeriksa berada pada jarak 1 – 6 meter dari penderita.
11 4. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri
untuk memeriksa mata sebelah kanan.
5. Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari
pemeriksa yang diperlihatkan kepadanya.
6. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari
dengan benar, maka pemeriksa menggunakan lambaian
tangan dan meminta penderita menentukan arah gerakan
tangan pemeriksa.
7. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian
tangan, maka pemeriksa menggunakan cahaya lampu
senter dan meminta penderita untuk menunjuk asal
cahaya yang disorotkan ke arahnya.

8. Menentukan visus penderita.

9. Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan


1. Dilakukan dengan cara membandingkan ketajaman
penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal

2. pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh


3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di
koran atau di buku
4. Bila ketajaman pasien sama dengan pemeriksa, maka
dianggap normal
5. Pemeriksa ketajaman penglihatan yang lebih teliti
dengan pemeriksaan visus dengan menggunakan
gambar snelen

6. Pemeriksaan snelen chart

Pemeriksaan Snelen Chart


1. Pasien disuruh membaca gambar snelen dari jarak 6
meter

2. Tentukan sampai barisan ia dapat membacanya


3. Bila pasien dapat membaca sampai barisan yang
paling bawah, maka ketajaman penglihatannya normal
(6/6)
Pemeriksaan Lapang Pandang
1. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan
pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter
2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata
kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau
kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata
kanan pasien.
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di
bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.

5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam.


6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari
pemeriksa, ia harus memberitahu dan dibandingkan
dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya.
7. Bila sekiranya ada gangguan penglihatan, maka
pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
8. Lakukan pemeriksaan pada masing – masing mata
pasien.

Pemeriksaan Buta Warna


1. Lakukan tes buta warna menggunakan buku
isihara.
2. Meminta pasien untuk membaca dan menyebutkan
angka serta alur yang tampak pada setiap halaman.
3. Hasil bacaan pasien diinformasikan dengan
jawaban yang tersedia untuk menentukan
diagnosis.

Pemeriksaan Fundus Mata


1. Sebelum diperiksa, pupil mata pasien perlu
dilebarkan dengan obat yang dapat melebarkan
pupil yang bekerja singkat.
2. Mula – mula putar roda oftalmoskop sehingga

mennjukkan angka 12.00 dioptri.


3. Oftalmoskop diletakkan 10 cm dari mata
penderita. Pada saat ini fokus terletak pada kornea
atau lensa mata.
4. Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata
akan terlihat bayangan yang hitam pada dasar
yang jingga.
5. Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada
mata penderita dan roda lensa oftalmoskop
diputar, sehingga roda lensa menunjukkan angka
mendekati nol.
6. Sinar difokuskan pada pupil saraf optik,
diperhatikan warna, tepi, dan pembuluh darah
yang keluar dari pupil saraf optik.
7. Mata penderita disuruh melihat sumber cahaya
oftalmoskop yang dipegang pemeriksa, dan
pemeriksa dapat melihat keadaan makula lutea
penderita.
8. Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian
retina.

Tahap Terminasi
12
Evaluasi hasil pengkajian
13 Beri reinforcement positif pada klien

14 Kontrak pertemuan selanjutnya

15 Mengakhiri pertemuan dengan baik

16 Cuci tangan

17 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4


Total
Keterangan: Jember, …………………..2018
0=tidak dilakukan Penilai,
1=dilakukan tapi tidak sempurna/dilakukan namun
tidak berurutan pada tahap kerja
2=dilakukan sempurna atau bila aspek tersebut tidak
dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak
memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
( )
Nilai :
(Skor total/44X100 =

SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot
oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos
tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif)
dari otot mata yang terinervasi ke otak.
Pemeriksaan saraf okulomotorius adalah sebagai berikut :

1) Inspeksi : ukuran (isokor/anisokor), bentuk, kedudukan bola mata (endo/eksoftalmus),


posisi bola mata (stabismus/juling)

2) Refleks pupil

 Cahaya  kontriksi

3) Refleks akomodasi

 Benda dekat ; akomodasi  pupil


mengecil
Anatomi Fisiologi Pupil

Pupil pada anak-anak berukuran kecil diakibatkan karena belum berkembangnya saraf
simpatis, pada remaja/orang dewasa ukuran pupilnya
adalah sedang, dan pada orang tua ukuran pupilnya
mengecil, diakibatkan rasa silau yang dibangkitkan
olehlensa yang sklerois. Fungsi pupil adalah untuk
mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke dalam
mata untuk mendapatkan fungsi visual terbaik pada
berbagai derajat intensitas cahaya (Ilyas, 2010).

Pupil mengecil disaat tidur, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur
sesungguhnya. Pupil mengecil saat tidur diakibatkan oleh sebagai berikut :

1. Berkurangnya rangsangan simpatis.


2. Kurangnya rangsangan hambatan miosis.
Bila subkorteks bekerja dengan sempurna maka akan terjadi miosis. Diwaktu bangun tidur
korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan
subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan meningkatkan
miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk
memperdalam focus seperti pada kamera foto yang diafragmanya dikecilkan (Ilyas, 2010).

Otot Rektus Inferior


Rektus inferior mempunyai origo pada
anulus Zinn, berjalan antara oblik
inferior dan bola mata atau sklera dan
insersi 6 mm dibelakang limbus yang
pada persilangan dengan oblik inferior
diikat oleh ligament lockwood (Ilyas, 2010).
JUDUL SOP:

Fakultas Keperawatan PEMERIKSAAN NERVUS KRANIAL III


Universitas Jember (NERVUS OKULOMOTORIUS)
1. PENGERTIAN Pemeriksaan nervus kranial adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk memberikan informasi tentang kondisi sistem
saraf pusat terutama batang otak pada nervus III
(okulomotorius). Pemeriksaan okulomotorius diantaranya
adalah pemeriksaan retraksi kelopak mata atas, ptosis, pupil,
gerakan bola mata, dan sikap bola mata.
2. TUJUAN Mengetahui kondisi pada pupil, bola mata dan kelopak mata
3. INDIKASI 1. Klien dengan gangguan saraf motorik, untuk mengangkat
kelopak mata keatas, konstriksi pupil, dan sebagian gerakan
ekstraokuler.
4. KONTRAINDIKASI 1. Klien dengan kelumpuhan otot
2. Klien dengan opthalmoplegic externa
3. Klien dengan opthalmoplegic interna
4. Klien dengan opthalmoplegic partialis
5. Klien dengan opthalmoplegic totali
5. PERSIAPAN KLIEN 4. Berikan salam, perkenalkan diri Anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat
5. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien.
6. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi pada klien.
7. Atur posisi klien sehingga merasa aman dan nyaman.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Pen light
2. Kertas
7. CARA KERJA
1. Beritahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
3. Periksa alat-alat yang akan digunakan
4. Posisikan klien senyaman mungkin
5. Inspeksi bentuk, ukuran dan ada tidaknya gerakan yang tidak dapat dikendalikan
oleh otot
6. Lakukan palpasi untuk menilai kekuatan otot tonus
7. Sorotkan senter kedalam tiap pupil arahkan dari belakang sisi klien dan sinari satu
mata. Perhatikan kontriksi pupil yang terkena sinar
8. Beritahu klien untuk melihat benda yang dipegang perawat
9. Beritahu klien untuk mengikuti gerak benda tersebut dimana benda tersebut
digerakkan menuju bagian tengah dari kedua mata klien
10. Beritahu klien untuk menutup salah satu matanya dengan kertas
11. Arahkan cahaya pada salah satu mata yang ditutupi. Amati fase kontriksinya
12. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
13. Berikan reinforcement positif pada klien
14. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
15. Akhiri kegiatan dengan baik
16. Kembalikan peralatan ke nurse station dan cuci tangan

8. HASIL
Dokumentasikan nama tindakan/Tanggal/jam tindakan, Hasil yag diperoleh, Respon
klien selama tindakan, Nama dan paraf perawat pelaksana
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Klien dengan kelumpuhan otot
10. Referensi
Morton, Patricia Gonce. (2003). Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi
Soapie. Jakarta: EGC.
Black, M., J. 2014. Buku Keperawatan Medikal Bedah
Jacson, M., Jackson , L. 2011. Buku Seri Panduan Praktik Keperawatan Klinis
https://gustinerz.com/12-nervus-kranial-fungsi-cara-pemeriksaannya/ [Di akses pada
tanggal 08 Mei 2018 pukul 20.54 WIB]
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST UJIAN LABORATORIUM SKILLS


Pemeriksaan 12 Saraf Kranials (Saraf Okulomotorius N. III )

Nama :
NIM :
Kelas :

No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2

1
Persiapan alat (Sarung tangan, pen light, kertas)
2
Cuci tangan

Tahap orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Tahap Kerja
7 Inspeksi bentuk, ukuran dan ada tidaknya gerakan yang tidak dapat
dikendalikan oleh otot

8 Lakukan palpasi untuk menilai kekuatan otot tonus

9 Sorotkan senter kedalam tiap pupil arahkan dari belakang sisi klien
dan sinari satu mata. Perhatikan kontriksi pupil yang terkena sinar
10 Beritahu klien untuk melihat benda yang dipegang perawat dan
beritahu klien untuk mengikuti gerak benda tersebut dimana benda
tersebut digerakkan menuju bagian tengah dari kedua mata klien

Tahap Terminasi
15
Evaluasi hasil pengkajian
16 Beri reinforcement positif pada klien

17 Kontrak pertemuan selanjutnya

18 Mengakhiri pertemuan dengan baik

19 Cuci tangan

20 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4


Total

Keterangan: Jember, …………………..2018


0=tidak dilakukan Penilai,
1=dilakukan tapi tidak sempurna/dilakukan namun
tidak berurutan pada tahap kerja
2=dilakukan sempurna atau bila aspek tersebut
tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak
memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
( )
JUDUL SOP :

PEMERIKSAAN NERVUS IV

Fakultas Keperawatan (NERVUS TROKLEARIS)


Universitas Jember

1. PENGERTIAN Melakukan pemeriksaan pada Nervus IV (Nervus


Troklearis)

2 TUJUAN Untuk mengetahui kedudukan atau posisi bola mata

3. INDIKASI Strabismus (posisi bola mata tidak simetris akibat adanya


kontraksi atau tarikan yang berlebihan daro otot mata)

4. KONTRAINDIKASI -

5. PERSIAPAN KLIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri, identifikasi


identitas klien
2. Jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan.
Beri kesempatan klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien
3. Beri privasi pada klien. Ciptakan suasan yang
tenang
4. Atur posisi klien hingga klien merasakan aman
dan nyaman

6. PERSIAPAN ALAT 1. Handscoen


2. Masker
7. CARA KERJA

1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai.


2. Posisikan klien senyaman mungkin
3. Dekatkan alat-alat dengan pemeriksa
4. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur keperawatan
5. Gunakan handscoen dan masker
6. Memperhatikan ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan klien
Gambar 1.1 Pergerakan Bola Mata
7. Pinta penderita untuk mengikuti jari pemeriksa
8. Jari pemeriksa digerakkan segala jurusan
9. Perhatikan ada tidaknya hambatan pada pergerakan bola mata klien
10. Pinta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya atau melirik
ke satu arah baik kanan, kiri, atas maupun bawah
11. Perhatikan gerakan bola mata pasien
12. Cuci tangan dan beritahu klien bahwa pemeriksaan telah selesai
dilakukan
8. HASIL

Dokumentasikan Nama tindakan/Tanggal/waktu tindakan, hasil yang diperoleh,


respon klien selama tindakan, nama dan paraf perawat pelaksana

9. Hal-hal yang perlu diperhatikan

- Usahakan ruang pemeriksaan dalam suasana yang tenang


ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS TRIGEMINUS (N. V)

Nervus trigeminus merupakan saraf otak terbesar. Pada hakikatnya, nervus trigeminus
adalah urat saraf sensorik yang melayani sebagian besar kulit kepala dan wajah, melayani selaput
lendir mulut, hidung, sinus paranasalis, gigi, dan juga dengan perantaraan cabang motorik kecil
yang mempersarafi otot-otot pengunyah. nervus trigeminus terdiri dari tiga cabang, yaitu nervus
optalmikus, nervus maksilaris, dan nervus mandibula. Nervus trigeminal merupakan saraf
gabungan antara saraf sensori dan motorik, namun sebagian besar terdiri dari saraf sesori. (James
Veldman, 2003; Evelyn C. Pearce, 2014).

Neuron motorik merupakan saraf yang berasal dari pons dan menginversi otot mastikasi,
kecuali otot buksinator. Sedangkan neuron sensori merupakan saraf yang terletak di dalam
ganglion trigeminal (semilunar) (James Veldman, 2003).

Berikut merupakan cabang-cabang dari nervus trigeminus menurut Iskandar Japardi (2003).

1. Nervus optalmikus
Nervus optalmikus merupakan cabang pertama yang berfungsi sebagai saraf sensori dan
mempersarafi bulbus, glandula lacrimalis, conjuntiva, mukasovakum nasi, kulit hidung,
palpebra, dahi, kulit kepala. Membentang ke ventral didinding sinus lateral cavernosus
dibawah n.okulamotorius dan troghlearis. Nervus optalmikus terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a. N.lakrimalis; cabang terkecil memasuki orbita melalui tepi lateral fissura orbitalis
superior, membentang pada tepi atas m.rectus lateralis bersama-sama a.lakrimalis.
Menerima r.zygomatikus n.maksilaris mengandung serabut sekretori untuk glandula
lakrimalis.
b. N.frontalis; memasuki rongga orbita melalui bagian FOS terletak diatas otot dan
membentang diantara m.levator palpebra superior dan peiosteum. Pada pertengahan
orbita bercabang dua menjadi n.supratroclearis dan n.supraorbitalis.
c. N.nasosiliaris; masuk orbita melalui bagian medial FOS, menyilang n.optikus menuju
dinding medial orbita dan selanjutnya sebagai n.ethmoidalis anterior, masuk kedalam
cavum cranii melalui foremen ethmoidalis anterior, berjalan diatas lamina kribosa dan
turun ke cavum nasi melalui celah disisi crista gali. N.nasosiliaris menerima
r.komunikan ganglion siliaris dan mempercabangkan n.siliaris longus,
n.infratrochlearis dan n.ethmoidalis posterior.
2. Nervus maksilaris

Nervus maksilaris terdapat di ganglion trigeminal divisi ini berjalan kedepan pada
dinding lateral sinus cavernosus dibawah N.VI, dan meninggalkan fossa crani melalui
foramen rotundum dan memasuki bagian superior dari fossa pterygopalatina. Sesudah
memutari sisi lateral processus orbitalis dari os platina, memasuki orbital melalui fissura
orbitalis inferior. Berjalan kedepan pada sulcus infraorbitali pada orbital floor dan
berubah nama menjadi n.infraobita. selanjutnya memasuki canalis dan keluar pada pipi
melalui foramen infraorbitalis untuk mempersarafi kulit palpebra inferior, kulit sisi
hidung dan pipi, bibir atas dan mucosa bibir atas dan pipi. Nervus maksilari terdiri dari 3
cabang, yaitu:

a. Pada fossa crani media : cabang meningeal


b. Pada fossa pterygopalatina :
1. Cabang langsung
(1) Cabang keganglion pterygopalatina
(2) N.zygomatikus
(3) N.alveolaris superrior posterior
2. Cabang tidak langsung melalui gang lion pterygopalatina :
(1) Cabang nasal
(2) Cabang platina
(3) Cabang pharyngeal
c. Pada canalis infraorbitalis
(1) Nervus alveoralis superior media
(2) Nervus alveoralis anterior media
d. Pada wajah
(1) Cabang palpebra
(2) Cabang nasal
(3) Cabang labia
Nervus mandibularis Divisi ini merupakan divesi yang terbesar. Dibentuk pada fossa
infratempolar tepat dibawah foramen ovale oleh gabungan motor root N.V dengan sensory
root V3. Nervus ini segera mempercabangkan dua cabang kecil : cabang meningea
(n.spinosus ) dan nervus untuk m.pterygoid media, kemudian terbagi dua menjadi divisi
anterior dan posterior . dari divisi posterior keluar N.buccalis dan nervus untuk M.masetter,
m.pterygoid lateral dan dua dee tempotal nervus. Nervus spinosus melewati foramen
spinosus untuk mencapai dasar fossa crani media untuk mempersarafi durameter pada fossa
anterior dan media serta membran mucosa cellulae mastoid.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST UJIAN LABORATORIUM SKILLS


Pemeriksaan 12 Saraf Kranials (Nervus Trigeminus N. V)

Nama :
NIM :
Kelas :

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2

1
Persiapan alat (Sarung tangan, pen light, kertas)
2
Cuci tangan

Tahap orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Tahap Kerja
7 Meminta klien merapatkan gigi. Kemudian perawat mengamati
muskulus masester dan muskulus temporalis

8 Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan menggunakan reflek


hammer pada bagian dahi, rahang, pipi
9 Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapan yang diberi air
hangat dan air hangat pada dahi, pipi, dan rahang
10 Melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan cara menyentuh
kornea dengan menggunakan kapas
11 Melakukan pemeriksaan mandibula dengan cara menyuruh pasien
menolah dan mendorong mandibula dengan arah yang berlawanan

Tahap Terminasi
15
Evaluasi hasil pengkajian
16 Beri reinforcement positif pada klien

17 Kontrak pertemuan selanjutnya

18 Mengakhiri pertemuan dengan baik

19 Cuci tangan

20 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4


Total
Keterangan: Jember, …………………..2018
0=tidak dilakukan Penilai,
1=dilakukan tapi tidak sempurna/dilakukan
namun tidak berurutan pada tahap kerja
2=dilakukan sempurna atau bila aspek tersebut
tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang
tidak memungkinkan (tidak diperlukan dalam
skenario yang sedang dilaksanakan).
( )
ANATOMI DAN FISIOLOGI NERVUS VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Nervus Vestibularis

Nervus Vertibularis intinya terdiri dari 4 bagian yaitu medial, superior, inferior dan
lateral. Nukleus ini terletak di bagian dorsal antara pons dan medulla sehingga menjadi
bagian depan/dinding dari ventrikel IV. Pengetahuan mengenai nukleus vestibularis
inferior masih sangat sedikit. Nukleus vestibularis lateral dan medial berperan dalam
refleks labiryntine statis, sedangkan nukleus vestibularis medial dan superior berperan
dalam refleks dinamis dan vestibuloocular.

Pada daerah fundus dari meatus acustikus internus, bagian vestibuler dari
N.vestibulocochlearis, meluas untuk membentuk ganglion vestibuler yang kemudian
terbagi menjadi divisi dan superior clan inferior. Kedua divisi ini kemudian berhubungan
dengan canalis semisirkularis.

Didalam canalis semisirkularis terdapat sel-sel bipolar yang mengumpulkan


impuls dari sel-sel rambut untuk diteruskan ke batang otak terutama ke nucleus
vestibularis superior, inferior, medial dan lateral serta sebagian langsung ke lobus
flokullonodularis dari cerebellum melalui pedunkulus cerebellaris inferior homolateral.

Nervus Cochlearis

Nervus Cochlearis intinya dari dua bagian, yaitu ventral dan dorsal, letaknya
disebelah lateral pedunkulus serebelli inferior. Tonjolan inti cochlearis pada dinding
ventrikel IV disebut acoustic tubercle. Serabut dari N.Cochlearis akan berjalan ke cochlea
dan membentuk ganglion spirale cochlea, serabutnya berakhir Pada sel-sel rambut
organon corti di ductus cochlearis.

Serabut dari nucleus vestibularis dan cochlearis berjalan ke ventrolateral dan


keluar dari batang otak pada daerah pontomedularry junction bersama N. VII yang
terletak disebelah medialnya, kemudian berjalan masuk ke os petrosus melalui meatus
acustikus internus, jarak dari pontomedullari ke meatus acustikus internus 10 mm (6-15
mm).

Di dalam meatus akustikus infernos nervus vestibularis berjalan di sebelah dorsal,


sedangkan nervus cochlearis berjalan di sebelah ventralnya. Di atasnya berjalan nervus
intermedius (N VII) dan serabut motorik nervus VII. Perjalanan selanjutnya agak
berputar sedikit, sehingga nervus cochlearis berada di sebelah bawah, diatasnya nervus
vestibularis.

Fisiologi

1. Pendengaran

Suara merupakan gelombang getaran akan diterima oleh membrana tympani dan
getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di
rongga telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke
rongga cochlea serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga cochlea terbagi
oleh dua sera menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibuli, scala tympani dan scala
perilimfe dan endolimfe. Antara scala tympani dan scala medial terdapat membran
basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus cochlearis.

2. Jaras Auditory Sentrifugal

Merupakan jaras eferen ke sensori sel-sel rambut di cochlea dan otot-otot


pendengaran di rongga telinga tengah. Jaras ini berasal dari group neuron yang berada di
bagian medial kompleks olivary superior (retro olivary group). Serabut eferen ini
mengakibatkan hiperpolarisasi sel-sel rambut cochlea dan kontraksi otot-otot di rongga
telinga sehingga transmisi dari vibrasi suara pada membrana tympani turun/berkurang.

Dengan kontraksi otot-otot tersebut menurunkan transmisi dari vibrasi suara dari
gendang telinga ke oval window. Dengan demikian mekanisme ini membantu melindungi
organ pendengaran apabila ada stimulasi yang terlalu tinggi dan dapat mengakibatkan
kerusakan reseptor cochlea.

3. Reseptor Vestibularis

Labrynth membranosa yang terletak dalam pars petrosa os temporalis berisi


endolymfe yang kaya akan kalium. Labyrinth membranosa terdiri dari lima buah struktur
vestibuler yaitu utrikulus, sacculus ynang mengandung macula dan bertanggung jawab
terhadap respop accelerasi linier seperti gaya tarik bumi dan 3 buah canalis semisirkularis
yang mengandung ampula yang berespon terhadap deteksi accelerasi angular dari cristae.

1. Traktus Vestibulospinalis
Serabut aferen yang berasal dari canalis semicircularis berjalan sebagai nervus
vestibularis, masuk ke inti nervus vestibularis, selanjutnya ada yang berjalan ke serebelum
(floculus, nodulus dan nucleus fastigial). Di dalam ini nervus vestibularis akan berganti sinaps,
serabutnya akan berjalan ke medulla spinalis ada dua macam yaitu tractus vestibulospinalis
lateralis (sifatnya inhibisi atau eksitasi) terhadap otot-otot pergerakan dan penting dalam
menjaga keseimbangan postural
1. PENGERTIAN Pemeriksaan saraf vestibulokoklearis yaitu suatu pemeriksaan
yang dilakukan pada bagian telinga.
2. TUJUAN 1. Mengetahui keseimbangan klien
2. Mengetahui ada tidaknya gangguan pada N.VIII
3. INDIKASI 1. -

4. KONTRAINDIKASI 1. Pasien mengalami sakit kepala berat


5. PERSIAPAN KLIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri Anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien.
3. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi pada klien.
4. Atur posisi klien sehingga merasa aman dan nyaman.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan
DAN BAHAN 2. Garpu tala
3. Jam tangan

7. CARA KERJA
1. Beri tahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Cek alat dan bahan yang akan digunakan
3. Posisikan klien senyaman mungkin
4. Detik Arloji
Arloji di tempelkan di telinga, kemudian di jatuhkan sedikit demi sedikit sampai
tak terdengar lagi di bandingkan kanan dan kiri

5. Gesekan Jari
6. Tes Webber
- Garputala diletakkan di dahi penderita.
- Pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (penderita tidak dapat
menentukan di mana yang lebih keras).
- Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena otitis media, pada
tes
- Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi di sebelah kiri, maka
tes Weber terdengar lebih keras di kanan.

7. Tes Rinne
- Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
penderita.
- Pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar lebih lama daripada
melalui tulang.
- Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita tidak dapat
mendengarnya lagi, kemudian garpu tala dipindahkan ke depan meatus
eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif,
pada orang normal atau tuli persepsi, tes Rinne ini positif. Pada tuli konduksi tes
Rinne negatif.
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
1.Pemeriksaan dengan Tes Kalori :
- Bila telinga kiri dimasukkan air dingin timbul nistagmus ke kanan. Bila telinga kiri
dimasukkan air hangat akan timbul nistagmus ke kiri.
- Bila ada gangguan keseimbangan,maka perubahan temperatur air dingin dan hangat ini
tidak menimbulkan reaksi.
2.Pemeriksaan dengan Past Ponting Test:
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,
kemudian dengan mata tertutup penderita diminta untuk mengulangi, normal penderita
harus dapat melakukannya
3.Berdiri dengan mata tertutu dengan salah satu kaki klien diangkat selama 30 detik.
8. HASIL
Dokumentasikan Nama Tindakan/Tanggal/Jam Tindakan, Hasil yang Diperoleh, Respon
Klien Selama Tindakan, Nama dan Paraf Perawat Pelaksana.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Kesehatan klien sebelum dan sesudah tindakan.
2. Privasi klien saat tindakan.
10. Referensi
Campbell, W.M., 2013. DeJong’s The Neurologic Examination 7th ed, Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.

Biller, J., Gruener, G., Brazis, P., 2011. DeMeyer’s The Neurologic Examination 6th ed.
McGraw Hill, New York.

Buckley, G., van Allen, M.W., & Rodnitzky, R. L., 1981. Pictorial Manual of
Neurological Tests, Year Book Medical Publisher, Chicago.

Sidharta, P., 1995. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian Rakyat,Jakarta.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST UJIAN LABORATORIUM SKILLS


Pemeriksaan Nervus Akustikus

Nama :
NIM :
Kelas :

No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2

1
Persiapan alat (Sarung tangan, Garpu tala dan Jam tangan )
2
Cuci tangan

Tahap Orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Tahap Kerja

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

Pemeriksaan Weber
9
Melakukan Pemeriksaan Weber dengan benar
10
Menjelaskan interpretasi pemeriksaan weber dengan benar

Pemeriksaan Rinne
12
Melakukan Pemeriksaan Rinne dengan benar
13
Menjelaskan interpretasi Rinne dengan benar

Pemeriksaan Schwabach
14
Melakukan pemeriksaan Schawabach dengan benar
16 Menjelaskan interpretasi pemeriksaan Schawabach dengan benar

Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan

Pemeriksaan dengan Tes Kalori

17 Melakukan pemeriksaan Tes kalori dengan benar

20 Melakukan Interpretasi pemeriksaan Rinne dengan benar

Pemeriksaan dengan Past Pointing Test

21 Melakukan pemeriksaan Past Pointing Test dengan benar

22 Menjelaskan Interpretasi pemeriksaan Past Pointing Test dengan


benar
23 Melakukan hasil pemeriksaan N.Akustikus dengan benar

24 Berdiri dengan mata tertutup dengan salah satu kaki klien diangkat
selama 30 detik
Tahap Terminasi

25 Evaluasi hasil pengkajian

26 Beri reinforcement positif pada klien

27 Kontrak pertemuan selanjutnya

28 Mengakhiri pertemuan dengan baik

29 Cuci tangan

30 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)


PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4
Total

Keterangan: Jember, …………………..2018


0=tidak dilakukan Penilai,
1=dilakukan tapi tidak sempurna/dilakukan namun tidak
berurutan pada tahap kerja
2=dilakukan sempurna atau bila aspek tersebut tidak
dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak
memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario yang ( )
sedang dilaksanakan).

Nilai : Jumlah Skor x 100%


22

Review Anatomi Fisiologi Nervus Glosofaringeal (Nervus IX)


Nervus glosofaringeus memiliki empat komponen, yaitu komponen motoris, sensoris,
menghantarkan rasa pengecap, dan parasimpatis. Nukleus nervus glosofaringeus ada tiga
yaitu nucleus motoris, sensoris, dan nucleus salivatoris. Nucleus motoris dan salivatorius
inferior merupakan nucleus parasimpatis. Komponen syaraf yang menghantarkan rasa kecap
berakhir pada nucleus salivatorius (Syaifuddin, 2017:206).

Nucleus nervus glosofaringeus berada dalam medulla oblongata. Serat-seratnya


berjalan kea rah ventrolateral meninggalkan batang otak bersama nervus X dan keluar di
rongga tengkorak melalui foramen jugulare (Syaifuddin, 2017:206).

Syaraf glosofaringeus merupakan syaraf motoric utama bagi faring, yang berperan
penting dalam proses menelan. Selain tugas motoric, syaraf glosofaringeus mengatur inervasi
sensorik eksteroseptif permukaan orofaring dan pengecapan setengan bagian belakang lidah
(Arif, 2008:49)

Fungsi nervus glosofaringeus sebagai saraf lidah dan tekak. Saraf ini melewati lorong
diantara tulang belakang dan tulang karang, terdapat dua buah simpul saraf sebelah atas
dinamakan ganglion jugularis. Sebelah bawah ganglion petrosum saraf berhubungan dengan
nervus fasialis dan nervus simpatis ranting XI untuk faring dan tekak (Syaifuddin, 2017:206).

Gangguan terhadap saraf glosofaringeus dapat menimbulkan gangguan menelan,


gangguan pengecapan, dan gangguan perasaan protopatik di sekitar osofaring. Proses menelan
dimulai dengan persiapan makanan untuk bisa ditelan, yaitu dikunyah (saraf trigeminus) dan
makanan dipindah-pindahkan untuk dapat dipecah dan digiling oleh gigi di kedua sisi.
Kemudian makanan di dorong ke orofarings. Pemindahan ini dilakukan oleh otot-otot lidah.
Adanya tekanan di ruang mulut meningkatkan kontraksi otot-otot pipi . agar tekanan
meninggi ini mampu mendorong makanan ke orofaring, palatum menutup hubungan antara
nasofaring dan orofaring. Agar makanan yang dipindahkan dari ruang mulut ke orofaring
tidak tiba di laring, pintu laring di tutup oleh epiglotis (Nervus vagus). Setelah makanan tiba
di orofaring, makanan oleh faring diatur oleh glosofaringeus dan vagus. Melalui sfingter
hipofaringeus, makanan dimasukkan ke dalam esophagus (Arif, 2008:49).

JUDUL SOP:

Fakultas Keperawatan PEMERIKSAAN NERVUS GLASOFARINGEUS


Universitas Jember

1. PENGERTIAN Pemeriksaan pada nervus ke-9 agar klien dapat membedakan


rasa manis dan asam

2. TUJUAN Membedakan rasa manis dan asam

3. INDIKASI Pasien dengan gangguan nervus glasofaringeus yaitu,


neuralgia (dimana rasa nyerinya yang menyengat)

4. KONTRAINDIKASI 1. Terdapat lesi pada bagian lidah


2. Flu berat
5. PERSIAPAN 1. Berikan penjelasan pada klien tentang tindakan yang
KLIEN akan dilakukan dan jelaskan alasan tindakan dilakukan.
2. Klien diposisikan duduk
6. PERSIAPAN ALAT 1. Larutan cuka
2. Garam

7. CARA BEKERJA

1. Kaji program terapi klien


2. Cuci tangan
3. Jelaskan tujuan tindakan pada klien
4. Berikan posisi duduk atau high fowler
5. Dekatkan alat-alat di samping klien
6. Minta klien merasakan larutan cuka
7. Minta klien kumur-kumur agar pada pengecapan kedua rasa di lidah tidak
tercampur
8. Minta klien merasakan garam
9. Beritau bahwa tindakan sudah selesai
10. Bereskan alat-alat yang telah digunakan
11. Beri posisi nyaman pada klien
12. Evaluasi respon klien
13. Cuci tangan
8. HASIL

Dokumentasikan :

1. Tanggal/jam tindakan
2. Nama tindakan
3. Respon klien selama tindakan (respon subyektif dan obyektif)
4. Catat jika ada ekspresi dari klien ketika tindakan pemberian larutan cuka dan
garam, reflek muntah dan reflek palatal.
5. Nama dan para perawat
9. Hal-hal yang diperlukan

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST PEMERIKSAAN NEUROLOGI


Pemeriksaan Nervus Glusofaringeal

Nama :
NIM :
Kelas :
No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2

1
Persiapan alat (Sarung tangan, Penlight)
2
Cuci tangan
Tahap orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Tahap Kerja
Melakukan Pemeriksaan N. IX

7 Untuk memeriksa fungsi motorik, perhatikan kualitas suara pasien


apakah suaranya normal atau suaranya berkurang, serak (Disfonia)
atau tidak ada suara sama sekali (Afonia)
8 Inspeksi gerakan Ovula (saat klien mengucapkan “aaah”) perhatikan
apakah simetris dan tertarik keatas
9 Refleks menelan : Dengan cara menekan pada bagian posterior
dinding faring atau pangkal lidah dengan tonguespatel. Dalam hal
ini akan terlihat klien seperti menelan.

Tahap Terminasi
10
Evaluasi hasil pengkajian
11 Beri reinforcement positif pada klien

12 Kontrak pertemuan selanjutnya

13 Mengakhiri pertemuan dengan baik

14 Cuci tangan

15 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4


Total

Jember, …………………..2018
Penilai,

( )
SYARAF KRANIAL NERVUS XII

Saraf otak (nervus cranialis) adalah saraf perifer yang berpangkal pada batang otak dan otak.
Fungsinya sebagai sensorik, motorik dan khusus. Fungsi khusus adalah fungsi yang bersifat
panca indera, seperti penghidu, penglihatan, pengecapan, pendengaran dan keseimbangan.

Saraf otak terdiri atas 12 pasang, saraf otak pertama langsung berhubungan dengan otak tanpa
melalui batang otak, saraf otak kedua sampai keduabelas semuanya berasal dari batang otak.
Saraf otak kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon, saraf otak keempat, lima, enam dan
tujuh berinduk di pons, dan saraf otak kedelapan sampai keduabelas berasal dari medulla
oblongata. (1)

ANATOMI
Nervus hipoglosus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di samping bagian dorsal
fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medulla oblongata. Radiksnya melintasi
substansia retikularis di samping fasikulus longitudinalis medialis, lemniskus medialis dan
bagian medial piramis. Ia muncul pada permukaan ventral dan melalui kanalis hipoglosus ia
keluar dari tengkorak. Di leher ia turun ke bawah melalui tulang hioid. Dari situ ia membelok
ke medial dan menuju ke lidah. Dalam perjalanan ke situ ia melewati arteria karotis interna
dan eksterna, dan terletak dibawah otot digastrikus dan stilohiodeus. Otot-otot lidah yang
menggerakkan lidah terdiri dari muskulus stiloglosus, hipoglosus, genioglosus, longitudinalis
inferior dan longitudinalis superior. Mereka semua dipersarafi nervus hipoglosus. Kontraksi
otot stiloglosus mengerakkan lidah keatas dan ke belakang. Jika otot genioglosus
berkontraksi, lidah keluar dan menuju ke bawah. Kedua otot longitudinal memendekkan dan
mengangkat lidah bagian garis tengah. Dan otot hipoglosus menarik lidah ke belakang dan ke
bawah. (1)
DEFINISI
Nervus hipoglosus (N. XII) adalah saraf motorik ekstrinsik dan intrinsik lidah. (2)
Parese nervus hipoglosus adalah gangguan fungsi motorik akibat adanya lesi jaringan saraf
pada nervus hipoglosus. (1,3)
ETIOLOGI
Parese nervus hipoglosus dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.


2. Meningitis basalis tuberkulosa atau luetika.
3. Fraktur basis kranii (atau traksi pada nervus hipoglosus pada trauma kapitis).
4. Siringobulbi.
5. Infeksi retrofaringeal.

MANIFESTASI KLINIS
Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:

1. Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi longgar dab
berkeriput. Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada otot-otot lidah yang atrofis.
2. Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu memperlihatkan
deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi yang sakit timbul karena
kontraksi M. genioglussus di sisi kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri
berkontraksi dan kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke
depan, Bila satu otot adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi
dari ujung lidah ke sisi otot yang lumpuh).
3. Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong ke sisi yang
sehat. Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di sisi yang sehat adalah
melebihi tonus otot-otot lidah di sisi yang sakit.
4. Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya akan tampak ada
sisa-sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
5. Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi, maka gejala-gejala
kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa sukar menelan dan bicara pelo. (1,4,5,6)
Nervus hipoglosus mungkin mengalami lesi sendiri-sendiri terlepas daripada yang lainnya,
tetapi dapat pula mengalami gangguan bersama, misalnya parese nervus hipoglosus, parese
nervus asesorius, parese nervus vagus, dan parese nervus glosofaringeus. (4,6)
Dalam hal yang terakhir ini akan timbul bermacam-macam sindrom, yaitu:

1. Sindrom bulbar
Pada sindrom bulbar akan tampak paralisis nervus hipoglosus, nervus asesorius, nervus vagus,
dan nervus glosofaringeus.

Hal ini dapat ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring, (2)
meningitis tuberculosa atau luetika, (3) fraktur basis kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut
pada trauma kapitis).

2. Sindrom foramen jugulare


Pada sindrom foramen jugularis tampak paralysis dari nervus glosofaringeus, nervus vagus
dan nervus asesorius (nervus hipoglosus dalam keadaan baik)

Sindrom ini dapat ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring, (2)
fraktur basis kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis), (3) meningitis
tuberculosa atau luetika, (4) periflebitis/trombosis dari vena jugularis.

3. Sindrom spasium parafaringeum


Pada sindrom ini tampak kelumpuhan dari nervus glosofaringeus, nervus vagus dan nervus
hipoglosus. Di samping itu akan tampak sindrom Horner’s di sisi yang sakit.

Sindrom spasmium parafaringeal dapat timbul pada: (1) abses retrofaringeal, (2) abses
peritonsiler.
DIAGNOSIS
Diagnosis parese nervus hipoglosus ditegakkan dengan anamnesis serta gejala kinis yang ada,
anamnesis mengenai ada tidaknya riwayat trauma kapitis (sebagaimana telah dijelaskan diatas
bahwa trauma kapitis dapat menyebabkan traksi pada nervus hipoglosus sehingga terjadi
parese pada nervus hipoglosus) atau fraktur basis kranii.

Ananmesis yang lain yang tentunya akan mengarahkan kita kepada riwayat-riwayat penyakit
ataupun tumor yang secara lansung ataupun tidak langsung akan menyebabkan parese nervus
hipoglosus.
Untuk mengetahui gejala-gejala atau manifestasi yang ditimbulkan oleh parese nervus
hipoglosus, dapat dilakukan pemeriksaan nervus hipoglosus dengan cara:

 Menyusuh pasien menjulurkan lidah lurus-lurus, kemudian menarik dan menjulurkan


lagi dengan cepat.
 Lidah kemudian disuruh bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat kemudian
menekankan pada pipi kiri dan kanan sementara pemeriksa melakukan palpasi pada
kedua pipi untuk mengetahui/merasakan kekuatan lidah.
 Pada lesi bilateral ® gerakan lidah kurang lincah
 Pada lesi unilateral ® lidah akan membelok ke sisi lesi saat dijulur-kan dan akan
membelok ke sisi yang sehat saat diam di dalam mulut.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN aksonal ® atropi.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN nuklear ® atropi dan fasikulasi.
 Paralisis N. hipoglosus ® sukar menelan dan bicara pelo
JUDUL SOP:

Fakultas Keperawatan PEMERIKSAAN NERVUS HIPOGLOSUS


Universitas Jember

1. PENGERTIAN Pemeriksaan saraf olfaktorius adalah saraf motoric untuk


pergerakan lidah. Nervus hipoglosus berinti di nucleus yang
terletak di samping bagian dorsal ( punggung ) fasikulus
longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medulla blongata.

2. TUJUAN Untuk menilai kondisi pergerakan lidah

3. INDIKASI 1. Akibat gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-


perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik
(disartria)
2. Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya
bergeser ke daerah sehat karena tonus di sini
menurun.
3. Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi
sakit.

4. KONTRAINDIKASI Tidak ada

5. PERSIAPAN KLIEN 5. Berikan salam, perkenalkan diri Anda, dan identifikasi


klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat
6. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien.
7. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi pada klien.
8. Atur posisi klien sehingga merasa aman dan nyaman.
6. PERSIAPAN ALAT Alat dan bahan :
DAN BAHAN
 Handscoon
 Spatel
 Kasa
 Alkohol
7. CARA KERJA

8. Mencuci tangan
9. Beri tahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai
10. Lindungi privasi klien dengan menutup tirai ruangan
11. Posisikan kursi periksa sampai ketinggian kerja yang nyaman
12. Cek alat dan bahan yang akan digunakan
13. Posisikan klien senyaman mungkin
14. Suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat
dan bergerak
15. Minta pasien menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah posisi lidah simetris atau
mencong
16. Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong ke sisi yang lumpuh.

Gambar 1. Nervus Hipoglossus Prosedur

17. Jika terdapat kelumpuhan pada dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau
dijulurkan.
18. Terdapat disartria (cadel, pelo) dan kesukaran menelan. Selain itu juga
didapatkan kesukaran bernapas, karena lidah dapat terjatuh ke belakang,
sehingga menghalangi jalan napas.
19. Untuk menilai tenaga lidah kita suruh pasien menggerakkan lidahnya ke segala
jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian pasien disuruh
menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan
menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat parese lidah bagian
kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi ke sebelah kiri
dapat. (Alwiucil, 2015)
20. Beritahu bahwa tindakan sudah selesai
21. Bereskan alat dan bahan yang telah digunakan
22. Kaji respon klien(subyektif dan obyektif)
8. HASIL

Dokumentasikan Nama Tindakan/Tanggal/Jam Tindakan, Hasil yang Diperoleh, Respon


Klien Selama Tindakan, Nama dan Paraf Perawat Pelaksana.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Kondisi mulut pasien jika ada sariawan atau luka.


10. Referensi

Campbell, W.M., 2013. DeJong’s The Neurologic Examination 7th ed, Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.

Biller, J., Gruener, G., Brazis, P., 2011. DeMeyer’s The Neurologic Examination 6th ed.
McGraw Hill, New York.

Buckley, G., van Allen, M.W., & Rodnitzky, R. L., 1981. Pictorial Manual of
Neurological Tests, Year Book Medical Publisher, Chicago.

Sidharta, P., 1995. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian Rakyat,Jakarta.

Alwiucil. 2015. SOP PEMERIKSAAN 12 NERVUS


https://dokumen.tips/documents/sop-pemeriksaan-12-nervus.html
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember

LEMBAR CHECKLIST UJIAN LABORATORIUM SKILLS


Pemeriksaan Nervus Hipoglosus (N.V XII)

Nama :
NIM :
Kelas :

No Aspek yang dinilai Nilai

0 1 2

1
Persiapan alat (Hanscoon, spatel, kasa)
2
Cuci tangan

Tahap orientasi
3
Memperkenalkan diri
4
Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
5
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
6
Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Tahap Kerja
7
Posisikan klien senyaman mungkin
8
Posisikan klien senyaman mungkin
9 Suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan
istirahat dan bergerak
10 Minta pasien menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah posisi lidah
simetris atau mencong (Pada parese satu sisi, lidah
dijulurkan mencong ke sisi yang lumpuh & Jika terdapat kelumpuhan
pada dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau dijulurkan)
11 Menilai tenaga lidah kita suruh pasien menggerakkan lidahnya ke
segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian pasien
disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya
ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika
terdapat parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi
sebelah kanan, tetapi ke sebelah kiri dapat
12
Beritahu bahwa tindakan sudah selesai
Tahap Terminasi
13
Evaluasi hasil pengkajian
14 Beri reinforcement positif pada klien

15 Kontrak pertemuan selanjutnya

16 Mengakhiri pertemuan dengan baik

17 Cuci tangan

18 Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4


Total

Keterangan: Jember, …………………..2018


0=tidak dilakukan Penilai,
1=dilakukan tapi tidak sempurna/dilakukan namun tidak
berurutan pada tahap kerja
2=dilakukan sempurna atau bila aspek tersebut tidak
dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak
memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario yang ( )
sedang dilaksanakan).

Nilai :
(Skor total/44X100 =...........
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin. 2017. Anatomi Fisisologi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : EGC

Anonymous.2015.Anatomi dan Fisiologi saraf Cranial. Diunduh di


https://dokumen.tips/documents/anatomi-dan-fisiologi-nervus-cranialis
55c381729c3bf.html (pada tanggal 6 Juni 2015)

Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika

Nugroho. 2013. Anatomi fisiologi sistem saraf. http://staff.unila.ac.id/gnugroho [Diakses pada


tanggal 6 Juni 2018].

Japardi, Iskandar. 2003. Trigeminal nerve. http://library.usu.ac.id. [Diakses pada tanggal 6


Juni 2018].

Scribd.2013.Anatomi Dan Fisiologi Nervus Cranials.


https://www.scribd.com/doc/137733363/Anatomi-Dan-Fisiologi-Nervus-Cranialis
[diakses pada 6 Juni 2018]

Iskandar, Edi. 2018. Parese Nervus Hipoglosus. Edi Iskandar. (diakses pada tanggal 6 juni
2018) https://www.scribd.com/doc/142769515/Parese-Nervus-Hipoglosus

Anda mungkin juga menyukai