Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limbah sekam padi sering diartikan sebagai bahan buangan atau bahan sisa dari
proses pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung
lambat, sehingga limbah tidak hanya mengganggu lingkungan sekitarnyatetapi juga
mengganggu kesehatan manusia. Pada setiap penggilingan padi akan selalu kita lihat
tumpukan ataupun gunungan sekam yang semakin lama semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan
sekam padi tersebut masih sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang
mengganggu lingkungan.
Sekam padi merupakan lapisan keras yang yang meliputi kariopsis, terdiri dari
belahan lemma dan palea yang saling bertautan, umumnya ditemukan di areal penggilingan
padi. Dari proses penggilingan padi, biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak 8-12% ;
dan beras giling sebanyak 50-63,5% dari bobot awal gabah.
Sekam memiliki kerapatan jenis bulk density 125kg/mg, dengan nilai kalori 1 kg
sekam padi sebesar 3300 k.kalori dan ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung
karbon ( zat arang ) 1,33% hydrogen 1,54% oksigen 33,645, dan silika (SiO2 ) 16,89%
artinya sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industry kimia dan sebagai sumber
energy panas untuk keperluan manusia.

Kadar selulosa sekam yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata
dan stabil untuk memudahkan diversifikasi penggunaannya, maka sekam terlebih dahulu
melalui proses pembuatan arang sekam kemudian dipadatkan, dibentuk dan dikeringkan,
disebut dengan briket sekam padi.

Sekam merupakan kulit dari gabah yang memiliki persentase 14-26 % dari berat
gabah. Jika produksi gabah kering ( GKG ) menurut Badan Pusat Statistik 1 November 2005
sekitar 54 juta ton maka jumlah sekam yang dihasilkan lebih dari 10,8 juta ton. Melihat
potensi yang sangat besar pada sekam, sangat memungkinkan untuk memasyarakatkan
penggunaan sekam sebagai bahan bakar alternatif untuk rumah tangga atau industri kecil.

Sekam yang mengandung unsur karbon sebenarnya dapat dimanfaatkan secara


langsung sebagai bahan bakar dengan cara langsung dibakar. Akan tetapi hal itu menimbulkan
banyak keluhan tentang banyak asap yang dihasilkan dari pembakaran sekam. Salah satu cara
untuk pemanfaatan sekam sebagai bahan bakar alternatif dengan nilai kalor yang lebih tinggi
adalah dengan cara pembriketan sekam.

1
Briket didefinisikan sebagai pengempaan bahan-bahan yang ukuran partikelnya kecil
seperti serbuk gergaji, sekam, serasah daun, dan sebagainya kedalam suatu cetakan.
Pengempaan ini dapat dilakukan dengan tekanan dan pemanasan atau tekanan saja. Pada
umumnnya pembuatan briket dapat dicampur dengan bahan perekat ataupun tidak.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan yang menjadi permasalahannya
ialah :

1. Masyarakat desa Maranatha belum memanfaatkan hasil limbah pertanian yaitu sekam
padi.
2. Masyarakat desa Maranatha belum mengetahui cara pembuatan ataupun pemanfaatan
sekam padi yang dijadikan briket

1.3. Tujuan Dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bagamana cara pembuatan briket dari limbah pertanian yaitu sekam padi,

2. Memberikan pengetahuan tentang bahan bakar alternatif yaitu briket sekam padi serta

pengetahuan tentang pentingnya bahan organic sebagai alternatif penghasil energy kalor

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Limbah Pertanian

Suprihatin ( 1999 ) dan Nisandi ( 2007 ) dalam Juhansa ( 2010 ) menyatakan bahwa
berdasarkan asalnya, limbah dapat bdigolongkan sebagai berikut :

1. Limbah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan–bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya.
Limbah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.

2. Limbah anorganik yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tidak dapat diperbaharui
seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak
terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan
tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu
yang lama.

Limbah pertanian merupakan bagian dari tanaman pertanian yang tersisa setelah
dipanen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak
terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan seperti tempurung kelapa, serbuk gergaji, sekam
padi, ampas tebu, dan jerami
(Winarno et al., 1985).

Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan


limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia.
Melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping
yang berguna di samping produk utamanya (Himawanto, 2003).

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), di Indonesia banyak dijumpai limbah


organik sebagai hasil keluaran dari kegiatan industri dan pertanian. Semua bahan organik
yang sudah berbentuk limbah yang telah mengalami perombakan dan masih memiliki
sejumlah energi dapat diubah menjadi briket.

Briket (bioarang) merupakan smber energi biomassa yang ramah lingkungan dan
biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak, baik itu
minyak tanah, maupun elpiji. Biomassa ini merupakan sumber energi masa depan yang tidak

3
akan pernah habis, bahkan jumlahnya akan bertambah, sehingga sangat cocok sebagai sumber
bahan bakar rumah tangga. (Basriyanta, 2007).
2.2. Sekam
Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus butir gabah, terdiri atas dua
belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan
gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan
yang dapat memberi peluang usaha bila diolah lebih lanjut, pembuatan briket adalah salah
satu pemanfaatannya. Dari proses penggilingan gabah akan menghasilkan 16-28 % sekam.
(Pancapalaga, 2008).
Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi. Ditinjau dari komposisi
kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting seperti terlihat pada Tabel 1.
Komposisi kandungan kimia, sekam dapat dimanfaatkan untuk: (1) bahan baku industri bahan
bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada
pembuatan semen, bahan isolasi, dancampuran pada industri bata merah, dan (2) sumber
energi panas karena kadar selulosanya cukup tinggi sehingga dapat memberikan pembakaran
yang merata dan stabil. Bahan baku sekam yang akan dipakai untuk produksi briket sebaiknya
yang masih baru dan kering.Komposisi kimia sekam dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam

Komponen Persentase (%)


Kadar Air 9,02
Kadar Abu 17,71
Kadar Karbon 1,33
Protein Kasar 3,03
Lemak 1,18
Serat 35,68
Sumber : Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (2001) dalam Pancapalaga (2006)

Arang sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 3.300-
3600 kal/g sekam. Pembakaran sekam akan menghasilkan rendemen arang 75,46 %, kadar air
7,35 %, dan kadar abu 1 % (Nugraha S. dan Setiawati J., 1999 dalam Pancapalaga, 2008).

2.3. Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan bagian dari buah kelapa yang fungsinya secara
biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan
ketebalan berkisar antara 2-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi
mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air
sekitar 6-9 % (Pranata, 2007)

4
Karakteristik tempurung kelapa dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Kimia Tempurung Kelapa

Komponen Persentase (%)


Kadar Air 7,8
Kadar Abu 0,4
Kadar Karbon 18,80
Kadar Zat Menguap 80,80
Sumber : Pranata (2007)

Tempurung kelapa yang termasuk kayu keras, secara kimiawi memiliki komposisi
yang sama dengan kayu yaitu tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Komposisi
kimia tempurung kelapa dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa

Komponen Persentase (%)


Lignin 36,51
Hemiselulosa 19,27
Selulosa 33,61

Sumber : Pranata (2007)

2.4. Kotoran Sapi


Limbah ternak adalah sisa buangan suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan pengolahan produk ternak. Limbah tersebut
meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur,
lemak, darah, bulu, kuku, tulang, dan tanduk.
Berkembangnya usaha peternakan mengakibatkan banyaknya limbah yang
dihasilkan, selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak menghasilkan
gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu unsur yang diperlukan
dalam pembuatan briket.
Menurut Lingaiah dan Rajasekaran (1986) dalam Pancapalaga (2008), berdasarkan
hasil analisis diperoleh bahwa kotoran sapi mengandung selulosa (22,59 %), hemiselulosa
(18,32 %), lignin (10,20 %), total karbon organik (34,72 %), total nitrogen (1,26 %), ratio
C:N (27,56:1), P (0,73 %), dan K (0,68 %).

2.5 Perekat Tapioka


Perekat tepung tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket karena
banyak terdapat di pasaran, harganya relatif murah, dan cara membuatnya mudah yaitu cukup
mencampurkan tepung tapioka dengan air, lalu didihkan. Selama pemanasan tepung diaduk

5
terus agar tidak menggumpal. Warna tepung yang putih akan berubah menjadi transparan
setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa lengket di tangan.

Pemilihan perekat berdasarkan pada, perekat harus memiliki daya rekat yang baik,
perekat harus mudah didapat dalam jumlah banyak dan harganya murah, dan perekat tidak
boleh beracun dan berbahaya (Subroto, 2006).

Menurut Sudrajat dan Soleh (1994) dalam Capah (2007), perekat tapioka dalam
penggunaanya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan perekat lainnya.
Perekat tapioka akan menghasilkan briket yang nilainya rendah dalam hal kerapatan,
keteguhan tekan, kadar abu dan zat mudah menguap, tetapi akan lebih tinggi dalam hal kadar
air, kadar karbon dan nilai kalor.
Penggunaan perekat tepung tapioka memiliki keuntungan antara lain menghasilkan
kekuatan rekat kering yang tinggi. Namun perekat ini memiliki kelemahan, antara lain
ketahanan terhadap air rendah, mudah diserang jamur, bakteri dan binatang pemakan pati.
Kandungan kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung

Tapioka Komponen Persentase (%)


Kadar Air 8-9
Kadar Abu 0,1-0,8
Protein 0,3-1,0
Lemak 0,1-0,4
Serat Kasar 81-89
Sumber : Kirk dan Othmer (1967) dalam Triono (2006)

2.6. Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi karbon
berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau
seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil pembakaran berupa
abu dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan dengan perlahan.
(Kurniawan dan Marsono 2008).

Menurut Hasani (1996) dalam Pancapalaga (2008), proses karbonisasi merupakan


salah satu tahap yang penting dalam pembuatan briket. Pada umumnya proses ini dilakukan
pada temperatur 500–800 oC.
Karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan
organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta
menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan berupa selulosa,
hemiselulosa dan lignin serta membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan

6
hidrokarbon. Dengan adanya proses karbonisasi maka zat-zat terbang yang terkandung dalam
briket diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap.

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik


yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode karbonisasi yang paling
sederhana dilakukan adalah metode pengarangan di dalam drum. Arang yang dihasilkan lebih
hitam jika dibandingkan dengan metode pengarangan lainnya dan rendemen yang dicapai
mendekati angka 50–60 % dari berat semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik
digunakan untuk membuat arang. Bagian alas drum dilubangi kecil-kecil dengan paku atau
bor besi dengan jarak 1 cm x 1 cm, selanjutnya bahan baku dimasukkan ke dalam drum, lalu
api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar, berarti
pembakaran bahan baku telah berlangsung.

2.7 Briket
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket merupakan gumpalan arang yang
terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket
arang adalah berat jenis bahan atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu
karbonisasi, tekanan pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket. Proses
pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penumbukan,
pencampuran bahan baku, pencetakan dengan sistem hidrolik dan pengeringan pada kondisi
tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia
tertentu.

Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi
alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Pemilihan proses pembriketantentunya harus
mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, teknis dan lingkungan yang optimal.
Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat
digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan di dalam pembuatan briket antara lain (Himawanto, 2003) adalah :

1. Bahan Baku
Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi,
serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat di dalam bahan baku adalah selulosa.
Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat
terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.

2. Bahan Perekat
Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan
briket maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Teknologi

7
pembriketan secara sederhana didefinisikan sebagai proses densifikasi untuk memperbaiki
karakteristik bahan baku. Sifat-sifat penting dari briket yang mempengaruhi kualitas bahan bakar
adalah sifat fisik, kimia dan daya tahan briket, sebagai contoh adalah karakteristik densitas,
ukuran briket, kandungan air, dan kadar abu.
Energi yang terkandung dalam briket tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin
tinggi kandungan metana maka, semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada briket, dan
sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor (Djojonegoro, 1992).

Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan
bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar briket juga harus memenuhi kriteria : (1)
mudah dinyalakan, (2) emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, (3) kedap air dan
tidak berjamur bila disimpan dalam waktu yang lama, dan (4) menunjukkan upaya laju
pembakaran yang baik.

Briket yang baik juga harus memenuhi standard yang telah ditentukan Kualitas briket yang
dihasilkan menurut standar mutu Inggris dan Jepang dapat dilihat pada tabel berikut. Sebagai data
pembanding, sehingga dapat diketahui kualitas briket yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Kualitas mutu briket dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kualitas Mutu Briket Arang

Jenis Analisa Briket Arang


Inggris Jepang Amerika Indonesia
Kadar Air (%) 3,59 6-8 6,2 7,57
Kadar Abu 5,9 3–6 8,3 5,51
(%)
Kerapatan 0,48 1 – 1,2 1 0,4407
(gr/cm3)
Nilai Kalor 7289 6000 – 7000 6230 6814,11
(kal/gr)
Sumber: Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1994) dalam Bahri, S (2007)

2.8 Pencetakan dan Pengempaan Briket


Pencetakan bertujuan memperoleh bentuk yang seragam dan memudahkan dalam
pengemasan serta penggunaannya. Pencetakan briket akan memperbaiki penampilan dan
menambah nilai ekonomisnya. Ada berbagai macam alat pencetak yang dapat dipilih,
tergantung tujuan penggunaannya. Setiap cetakan menghendaki kekerasan atau kekuatan
pengempaan tertentu (Kurniawan dan Marsono, 2008).
Pengempaan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa
sebagai sumber energi. Pengempaan briket bertujuan untuk meningkatkan kerapatan,
memperbaiki sifat fisik briket, dan menurunkan masalah penanganan seperti penyimpanan
dan pengangkutan.

8
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), dipasaran bebas ditemukan berbagai
bentuk briket yang spesifikasinya sesuai dengan jumlah industri atau usaha yang ada,
tergantung dari penggunaannya. Berbagai bentuk cetakan briket yaitu :

 Bentuk Silinder
Ciri-ciri: sisinya membentuk lingkaran, permukaan atas dan bawah rata, bagian
tengah kadang ada yang berlubang, paling mudah dicetak, dan ukuran diameter bervariasi.

 Bentuk Kubus
Ciri-ciri: semua sisi sama panjang, sama lebar, dan sama tinggi, tidak ada lubang
ditengahnya, mudah dicetak, dan tepinya membentuk sudut.

 Bentuk Persegi Panjang


Ciri-ciri: berbentuk segi empat menyerupai bata, bagian tengah kadang ada yang
berlubang, dan sisi yang satu lebih panjang dari yang lain.
 Bentuk Heksagonal

Ciri-ciri: sisinya membentuk segi enam sama panjang, bagian tengah berlubang, dan
biasanya diproduksi untuk ekspor.
 Bentuk Piramid
Utara Ciri-ciri: sisinya membentuk segi tiga, bagian atas meruncing dan bawah rata,
dan tidak ada lubang di setiap sisi.

2.9 Pengeringan Briket


Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket hasil cetakan masih memiliki kadar
air yang sangat tinggi sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar
air dan menggeraskan hingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan
caranya ada 2 metode pengeringan, yakni pengeringan alami dan pengeringan buatan.
1. Pengeringan Alami

Briket dapat dikeringkan dengan penggunaan sinar matahari atau penjemuran


hasil cetakan disusun dalam tampah atau keranjang kawat yang berlubang, lalu
dihamparkan di tempat terbuka sehingga sinar matahari bebas masuk. Selama
penjemuran, briket dibolak-balik agar panasnya merata.
2. Pengeringan Buatan

Salah satu sarana pengeringan buatan adalah dengan menggunakan oven.


Pengeringan oven diterapkan untuk menurunkan kadar air karbon dengan cepat tanpa
terhalang oleh faktor iklim dan cuaca. Oven menggunakan elemen pemanas sebagai
komponen utamanya.

9
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Sejarah Singkat Desa


Menurut sejarahnya desa Masyarakat diwilayah pegunungan Palu Barat memiliki pola
hidup dengan cara berkebun berpindah-pindah, ini dilakukan sejak nenek moyang mereka
dahulu, hal ini dianggap pemerintah sebagai tindakan merambat hutan. Oleh karena itu
pemerintah melalui Dinas Sosial melakukan transmigrasi dengan cara membukah proyek yang
diberi nama PMST (Proyek Masyarakat Suku Terasing). Pada tahun 1969 pemerintah membuka
proyek di Rarantikala untuk masyarakat dari pegunungan Palu barat, rombongan pertama yang
berjumlah ±200 KK diturunkan dibawah pembinaan dan pimpinan proyek Bapak Warsito dari
Dinas Sosial kemudian digantikan oleh Bapak Sudarmanto, kemudian digantikan oleh Bapak
Yunus, kemudian digantikan oleh Bapak Drs. H. Radjid Achim.

Rarantikala berasal dari nama sejenis Tumbuhan yang berduri yaitu Tikala, sedangkan
Rara yang berarti Didalam. Karena didalam hutan itu banyak terdapat tumbuhan Tikala maka
tempat itu diberi nama RARANTIKALA. Nama rarantikala mengalami perubahan, masyarakat
ditempat itu bermusyawarah untuk mencari nama tempat itu, dibawah pimpinan pendeta (opsir
Bala Keselamatan) Bapak Mayor Samuel Sayo bersama tokoh masyarakat .

Dari musyawara tersebut menghasilkan nama baru diambil dari alkitab yaitu
MARANATHA yang berarti TUHAN DATANG. Karena ketika masih didaerah pegunungan ,
belum mendalami Agama, setelah diturunkan masyarakat dibawah bimbingan Rohaniawan
Opsir Bala keselamatan Bapak mayor Samuel Sayo mendalami dan menjalankan kegiatan
keagamaan.

Pada tanggal 7 Februari 1976 terjadi pengalihan pembinaan proyek rarantikala dari Dinas
Sosial kepada Departemen Dalam Negeri. Penyerahan proyek tersebut dilakukan oleh Mentri
Sosial Bapak H.M. Mintaredja SH. Kepada Gubernur kepala Daerah Propensi Sulawesi Tengah
Bapak A.M Tambunan. Pada tahun 1976 pada kesempatan ini pula wakil Presiden Republik
Indonesia Bapak Hamengkubuwono IX datang meninjau proyek PMST Sekaligus meresmikan
proyek rarantikala menjadi Desa MARANATHA. Yang menjabat sebagai kepala desa pertama
yaitu Bapak Anton Panga, kemudian digantikan oleh Bapak Obet Mbeti selama 1 (satu)
periode, kemudian digantikan oleh bapak Thoni Daga yang sampai sekarang sudah memasuki 2
(dua) periode.

Desa maranatha memiliki pasar yang di bangun oleh pemerintah pada Tahun 1972/1973
dengan luas 13,668 m2 dan pasar hewan dengan luas 1,504 m2. Kegiatan pasar dilakukan setiap
hari Sabtu dari jam 5.00 sampai jam 14.30.

10
Desa maranatha yang terletak di kecamatan sigi biromaru, kabupaten sigi pemakaran dari
kabupaten Donggala, memiliki luas 705 Ha. Adapun orang-orang yang menjabat sebagai
Kepala Kampung maupun Kepala Desa di desa Maranatha sejak tahun 1976 sampai dengan
tahun 2014 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. Nama-nama Kepala Kampung dan Kepala Desa Maranatha
No Nama Masa Jabatan Keterangan
1. Anton Panga Kepala Desa
2. Obet Mbeti Kepala Desa
3. Thoni Daga Kepala Desa
4. Otja Subainda Kepala Desa

Sumber : Kantor Desa Maranatha

3.2. Kondisi Geografis


1. Letak batas dan wilayah
a. Letak
Desa Maranatha merupakan salah satu dari 17 Desa di wilayah Kecamatan Sigi
Biromaru Kabupaten Sigi yang terletak 15 Km dari ibu kota Kecamatan dengan luas
wilayah seluas 6,2 Km2 dengan terbagi atas pasar hewan dengan luas 1,504 m2, kantor
desa m2, lapangan olahraga 10.000 m2, Kolam 1 Ha, Sekolah Dasar m2, SMP seluas
, SMK seluas , dan selebihnya adalah hutan negara/bebas seluas Ha.
Orbitasi desa Maranatha menunjukkan bahwa desa ini merupakan desa yang
mudah diakses melalui jalan darat baik dari wiilayah manapun. Kondisi ini
menunjukkan bahwa proses mobilisasi penduduk dalam melakukan akses ke luar desa
dapat dilakukan dengan mudah melalui jalan darat. Adapun gambaran jarak desa
dengan Ibu Kota Provinsi dan Kabupaten serta Kecamatan dapat dilihat sebagai
berikut :
1. Jarak ke Ibukota Provinsi : 25 Km
2. Jarak ke Ibukota Kabupaten : 10 Km
3. Jarak ke Ibukota Kecamatan : 15 Km

b. Batas Wilayah Desa Maranatha


Posisi secara kewilayahan administrasi desa Maranatha berbatasan wilayah antara lain:
1. Sebelah Utara : Desa Watubulah dan Soulowe
2. Sebelah Selatan : Desa Sidondo I
3. Sebelah Barat : Desa Maku dan Sidondo IV

11
4. Sebelah Timur : Desa Bora
2. Keadaan Iklim dan Curah Hujan
Secara umum gambaran Desa Maranatha adalah sebagai berikut :
 Ketinggian : ± 70 m dari permukaan laut
 Bentang wilayah : Datar
 Dataran : 70%
 Perbukitan : 10%
 Pegunungan : 20%

3.3. Kondisi Demografis


1. Jumlah Penduduk
Penduduk suatu desa merupakan potensi penggerak dalam proses pembangunan suatu
wilayah baik itu desa maupun kecamatan bahkan di tingkat Kabupaten. Perbandingan luas
wilayah desa dengan jumlah penduduk sangat berpengaruh dalam pengembangan desa
Maranatha. Daya dukung luas wilayah serta isinya merupakan potensi dan modal utama
dalam pembangunan desa dalam tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Selain itu
di desa Maranatha memiliki jumlah Penduduk sebanyak 2.682 jiwa, dengan jumlah KK
sebanyak 685 KK, dan jumlah KK miskin sebanyak 306 KK

Tabel 3.2. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin


No. Jenis Kelamin Penduduk(Jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 1369 51.04
2 Perempuan 1313 48.96
Jumlah 2682 100
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Desa Maranatha 2013

12
51,5
51
Persentase Jumlah Penduduk
50,5
50
49,5 Persentase
49
48,5
48
47,5
Laki-Laki Perempuan
Jenis Kelamin

Gambar 3.1. Grafik Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

2. Pendidikan
Berikut adalah gambaran informasi tentang ketersediaan potensi sumber daya manusia dari
aspek pendidikan :
Tabel 3.3. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
No. Jenis Pendidikan Penduduk(Jiwa) Persentase (%)
1 TK/Blm Sek./Tdk Sekolah - -
2 Tamat SD 898 56.58
3 Tamat SMP/SLTP 368 23.19
4 Tamat SMA/SLTA 276 17.39
5 Tamat Akademi/D1-D3 22 1,39
6 Tamat S1 – S3 23 1,45
Sumber : Data Monografi Desa Maranatha 2012
3. Mata Pencaharian Pokok
Tabel 3.4. Mata Pencaharian berdasarkan Jenis Profesi
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Keterangan
1 Pegawai Negeri 59 orang
2 TNI 4 orang
3 Wiraswasta 41 orang
4 Tani 598 orang
5 Pertukangan 5 orang
6 Buruh Tani 8 orang

13
Sumber : Data Monografi Desa Maranatha 2012

4. Jumlah Penduduk Menurut Agama


Tabel 3.5. Jumlah Penduduk menurut Agama yang Dianut
No. Agama Penduduk(Jiwa) Persentase (%)
1 Islam 300 15.93
2 Kristen 1583 84,07
3 Budha - -
4 Hindu - -
Jumlah 1883 100
Sumber : Data Monografi Desa Maranatha 2012

5. Etnis
Tabel 3.6. Jumlah Penuduk menurut Suku/ Etnis
No. Etnis Persentase (%)
1 Kaili 75%
2 Jawa 7%
3 Bugis 5%
4 Toraja 4%
5 Manado 4%
6 NTT 3%
7. Maluku 2%
Jumlah 100
Sumber : Data Monografi Desa Maranatha 2012

14
3.4. Kondisi Sosial Budaya Dan Ekonomi
1. Lembaga Pemerintahan Desa
Berjalan atau tidaknya roda pemerintahan desa tergantung dari ada tidaknya aparat
desa serta kemampuan sumber daya manusia dan besar kecilnya wilayah cakupan
pelayanan. Dari data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa jumlah aparat desa
serta aspek kemampuan sumber daya manusia cukup memadai. Adapun pemerintahan
Desa terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa dan empat Kaur (Kepala Urusan) yaitu
Kaur Pemerintahan, Kaur Keuangan, Kaur Pembangunan dan Kaur Umum.
2. Lembaga Pendidikan
Dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, maka fasilitas
pendidikan menjadi bagian yang sangat penting. Dari data yang ada menunjukkan bahwa
lembaga pendidikan yang tersedia di desa Maranatha berupa 4 unit Sekolah Dasar yang
terdiri dari 2 unit SD Inpres dan 2 unit SD Yayasan Bala Keselamatan, 1 unit SMP Bala
Keselamatan, dan 1 Unit SMK Bala Keselamatan. Sehingga hal ini sangat mempengaruhi
akses pendidikan dasar khususnya anak-anak usia sekolah, SMP, dan SMK/SMA di desa
Maranatha. Namun demikian kondisi wilayah tersebut tetap memungkinkan untuk akses
pendidikan ke Ibukota Kabupaten atau daerah Ibukota Provinsi.
3. Kelembagaan Keamanan
Aspek lain yang menjadi bagian atas keamanan serta kenyamanan masyarakat atas
situasi di dalam desa yakni ketersediaan fasilitas pos keamanan lingkkungan (Poskamling)
serta hansip sebanyak 22 orang.
4. Jenis Prasarana Desa
Aset prasarana yang dimilliki desa Maranatha cukup memadai sehingga dapat
diklasifikasikan dalam tipe Swasembada. Hal ini terlihat dari ketersediaan fasilitas umum
seperti Aula BPU, Kantor Desa, Kantor LSPBM, Kantor BPD, serta fasilitas pendukung
lain dalam meningkatkan pelayanan publik di desa Maranatha.
5. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
Dalam meningkatkan keadaan sosial ekonomi penduduk Maranatha, di Desa
Maranatha sendiri Pemerintah telah membangun Pasar dari Tahun 1972/1973 dimana
pasar tersebut merupakan salah satu pasar induk yang ada di Kecamatan Sigi Biromaru.
Selain itu dilihat dari Komposisi kewilayahan kependudukan serta kewilayahannya bahwa
dalam pengembangan sosial ekonomi masyarakat tertumpu pada jenis mata pencaharian
masyarakat serta potensi yang dominan pada wilayah tersebut.
Dari aspek pola penggunaan lahan di desa Maranatha sebagian besar lahan
digunakan untuk usaha pertanian persawahan seperti Padi, dan sebagiannya merupakan
saha pertanian palawija (jagung, kacang-kacangan) dan tanaman perkebunan seperti sayur-
sayuran dan lain-lainnya, sedangkan sisanya belum dipergunakan, masih dalam status

15
hutan negara. Sedangkan dari subsektor peternakan di desa Maranatha masih cukup besar
padang pengembalaan serta limbah pertanian pasca panen (jerami, kulit jagung, batang
jagung).

Tabel 3.7. Populasi Hewan Ternak di Desa Maranatha


No Hewan Ternak Jumlah Keterangan
1 Sapi 284
2 Kerbau -
3 Kuda -
4 Kambing 172
5 Domba 142
6 Babi 437
Jumlah 1035
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Desa Maranatha 2013

6. Sarana dan Prasarana Desa


Secara garis besar daya dukung terhadap keberhasilan program di tingkat desa
dipengaruhi oleh kondisi sarana dan prasarana umum yang tersedia. Daya dukung tersebut
sangat besar pengaruhnya terhadap mobilisasi penduduk baik dalam melakukan
pengembangan sosial ekonomi maupun aspek langsung yang terkait kebutuhan dasar
masyarakat setempat.

Tabel 3.8. Fasilitas Tempat Ibadah di Desa Maranatha


No Tempat Ibadah Jumlah Keterangan
1 Mesjid 1
2 Musholah 1
3 Gereja 6
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Desa Maranatha 2013
Tabel 3.9. Fasilitas Kesehatan dan tenaga Medis
Fasilitas Kesehatan Jumlah Tenaga Medis Jumlah
Puskesmas - Dokter/Bidan 2
Poskesdes - Mantri 1
Pustu 1 Dukun Bayi 5
Pos KB 1
Jumlah 2 Jumlah 8
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Desa Maranatha 2013

16
Tabel 3.10. Fasilitas Tempat Ibadah di Desa Maranatha
No Tempat Olahraga Jumlah Keterangan
1 Lapangan Sepak Bola 1
2 Lapangan Volly 5
3 Lapangan Takraw 5
Sumber : Data Monografi Desa Maranatha 2012

17
BAB IV

METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskritif
dengan teknik pengumpulan data yaitu teknik kepustakaan dimana penulisan menggunakan
buku-buku yang ada hubungannya dengan briket sekam arang, baik sebagai sumber data
maupun informasi sebagai landasan teori.
4.1 Penyuluhan

Penyuluhan pertanian secara umum adalah proses pendidikan nonformal yang


diberikan kepada keluarga tani dengan tujuan agar petani dapat memecahkan masalahnya
sendiri kususnya dalama bidang pertanian dan meningkatkan pendapatan nya.

Dalam haal ini penyuluhan yang diberikan ialah penyuluhan tentang bagaiman cara
memanfaatkan sekam padi yang ada di desa Maranatha dan bagaimana proses pembuatan
arang briket tersebut.

4.2 Pembuatan Briket


Proses pembuatan briket dari sekam padi dengan penambahan Polyethylene yang
dilaakukan terbagi atas beberapa tahap :
1. Proses perlakuan awal bahan baku terdiri atas
a. Pengecilan ukuran sekam dan Polyethylene
b. Pengeringan sekam
c. Pencampuran
2. Proses pengempaan sekam dan campuran Polyethylene
3. Proses pirolisis

Metodelogi pembuatan briket dari sekam padi ini menggunakan Polyethylene


dimulai dengan perlakuan awal bahan baku yang terdiri dari pengecilan sekam dan
Polyethylene yang kemudian diayak menggunakan mesin dengan ukuran 30/40 mesh.
Sekam padi yang telah diayak kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 105
derajat Celcius,sampai mencapai kadar minimum. Sekam yang telah dikeringkan dan
Polyethylene ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan dan dicampur
sampai homogen. Kemudian campuran tersebut dipanaskan dalam matres pada temperatur
130 derajat celcius lalu dikempa dengan menggunakan alat kempa mekanik. Briket yang
telah dihasilkan kemudian dipirolisis dalam furnace selama 3,5 jam. Untuk mengetahui
kualitas briket yang dihasilkan, briket hasil pirolisis dianalisis dengan uji nilai kalor dan
uji quick point

18
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan selama KNN-PPM di Desa Maranatha


Kecamatan Sigi biromaru Kabupaten Sigi , disini akan dibahas tentang bagaimana
memanfaatkan limbah pertanian yang ada, salah satunya ialah sekam padi. Dimana dalam hal
ini sekam padi tersebut akan dimanfaatkan dengan menjadikan bahan bakar alternatif yaitu
briket.

Salah satu alasan sehingga mengambil keputusan untuk memanfaatkan sekam padi
menjadi briket yaitu karena desa Marantha merupakan salah satu desa yang mayoritas
masyarakatnya adalah petani padi sawah, sehingga limbah pertanian yaitu sekam padi yang
dibuang begitu saja dapat dimanfaatkan dengan menjadikannya briket sebagai bahan bakar
alternatif guna untuk membantu masyrakat itu sendiri dari segi ekonomi.

Dalam proses pemanfaatan limbah sekam padi yang akan dijadikan briket yang terlebih
dahulu kita melakukan pembahasan yang mengenalkan apa dan guna dari briket tersebut, dalam
hal ini pula kita menjelaskaan bahwa limbah sekam padi tersebut bukan hanya sekedar buangan
sampah melainkan sangat berguna, salah satunya ialah dijadikan briket.

5.1 Nilai Ekonomi

Pembuatan arang briket dari sekam padi memiliki nilai ekonomi yang sangat
bermanfaat, yaitu menjadikan rumah tangga maupun industri yang menggunakan arang briket
tersebut menjadi lebih hemat dan mengurangi pengeluaran biaya. Penggunaan dan pembuatan
yang menggunakan bahan-bahan sederhana menjadikan briket arang sekam tersebut lebih
mudah untuk didpatkan dan lebih praktis tanpa harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak.

5.3. Keuntungan Briket

 Lebih murah
 Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama
 Tidak beresiko meledak/ terbakar
 Mengurangi limbah pertanian
 Bahan organik dan ramah Lingkungan.

5.4 Kegunaan Dan Keunggulan Briket Sekam Padi

1. Kegunaan Briket Sekam Padi

19
Briket sekam padi merupakan bahan bakar yang penggunaanya cukup fleksibel

karena dapat dicetak dengan berbagai macam bentuk dan ukuran sesuai dengan kebutuhan.

Bahan bakar ini dapat dimanfaatkan dengan teknologi sederhana, tetapi dengan nyala api

yang dihasilkan cukup besar, cukup lama dan aman.

Briket dengan ukuran kecil ( dibuat dengan kepalan tangan ) sangat cocok digunakan

untuk rumah tangga. Bahan bakar ini cocok pula digunakan oleh pedagang atau pengusaha

makanan.

2. Keunggulan Briket Sekam Padi

Keunggulan briket sekam padi adalah sebagai berikut :

 Bahan baku pembuatan sangat berlimpah, peralatan yang digunakan sangat sederhana,

dan proses pembuatannnya tidak rumit.

 Dapat langsung digunakan dan pemanasan yang dilakukan adalah pemanasan alami (

tidak menggunakan minyak )

20
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Desa maranatha merupakan salah satu desa yang mayoritas masyarakatnya adalah petani

padi sawah.

2. Limbah pertanian sekam padi masih kurang dimanfaatkan oleh masyarakat yang ada di
desa maranatha
3. Masyarakaat desa maranatha masih membutuhkan penyuluhan tentang manfaat dan cara
pembuatan briket dari limbah pertanian yang ada seperti sekam padi.

6.2 Saran
Adapun saran yang diajukan ialah diharapkan pada pemerintah ataupun penyuluh

pertanian yang ada di Desa Maranatha khususnya, dapat memberikan informasi kepada

masyarakat bahwa limbah-limbah pertanian yang ada bukan hanya untuk sekedar menjadi

sampah, tetapi dapat pula dijadikan manfaat untuk kebutuhan hidup. Salah satunya ialah

limbah sekam padi yang mudah didapatkan dari hasil buangan atau limbah pertanian yang ada.

Bukan hanya sekedar sekam padi, tetapi jerami padi pun dapat dimanfaatkan yaitu

menjadikannya briket.

21
Lampiran

22
 Proses Pembakaran Sekam Padi
.

 Penghalusan dan Pengayakkan Sekam yang sudah dibakar

 Pencampuran Sekam dengan Perekat

 Proses pencetakkan
Pencetakkan sekam yang telah dicampurkan dengan perekat, sesuai dengan bentuk yang
diinginkan.

23

Anda mungkin juga menyukai