Anda di halaman 1dari 22

B.

Jenis/ Klasifikasi
Penyakit jantung koroner pada umumnya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Chronic Stable Angina (Angina Pectoris Stabil-APS)
APS adalah bentuk awal dari PJK ditandai dengan nyeri dada atau rasa tidak enak
didada, rahang, bahu, punggung atau lengan yang berkaitan dengan kurangnya
aliran darah ke jantung, tanpa disertai kerusakan sel-sel jantung. Biasanya APS
disebabkan oleh suatu aktivitas fisik atau stress emosi dan hilang dengan obat
nitrat. Gambar EKG pada penderita ini tidak khas tetapi suatu kelainan.
2. Acute Coronary Syndrome (ACS)
ACS adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi, dan biasanya dibagi menjadi 3,
yaitu :
a). Unstable angina (UA-Angina Pectoris tidak stabil-APTS).
UA hampir sama dengan APS tetapi mekanisme patofisiologi dan sifat nyeri
berbeda, tetapi tetap belum ada kerusakan sel-sel otot jantung. Sifat nyeri UA
adalah nyeri timbul saat istirahat, nyeri makin hari makin sering timbul atau
lebih berat dari sebelumnya, nyeri dada yang timbul baru pertama kalinya,
prinztmetal angina, dan angina pectoris setelah serangan jantung (myocard
infarction) sebelumnya. Gambaran EKG bisa ada kelainan kadang juga tidak
ditemukan kelainan.
b). Acute non ST elevasi myocardial infarction (Acute Nstemi)
Keadaan ini sudah terdapat kerusakan dari sel otot jantung yang ditandai
dengan keluarnya enzim yang ada di dalam sel otot jantung seperti: CK,
CKMB, Trop T, dan lain-lain. Tetapi pada EKG mungkin tidak ada kelainan,
tetapi yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru.
c). Acute ST elevasi myocardial infarction (Acute Stemi)
Keadaan ini mirip dengan Acute Nstemi tetapi sudah ada kelainan yang baru
atau timbulnya Bundle Branch Block yang baru.
(www.info-sehat.com)
F. Penatalaksanaan
Kadar serum kolesterol dapat di kontrol dengan diet dan latihan. Mengurangi jumlah
lemak yang di makan sehari-hari dapat menurunkan kadar lemak untuk metabolisme
dan kadar lemak yang akan di konservasi ke kolesterol.
a. Kontrol diet
Makanan yang larut dalam air dapat membantu menurunkan kolesterol. Serat
yang larut dalam air seperti pektin (terdapat dalam buah segar) meningkatkan
sekresi kolesterol yang di metabolisi efek serat dalam menurunkan kadar
kolesterol masih terus dalam penelitian.
 Pembatasan kandungan kalori.
 Hindari penggunaan lemak jenuh.
 Untuk mengurangi beban kerja jantung,berikan porsi makan
kecil,dengan frekuensi yang lebih sering.
 Pengurangan garam untuk kenaikan tekanan darah dan edema.
 Hindari bahan makanan yang menimbulkan gas dalam lambung.
 Hindari kue dan makanan yang terlalu manis dan berlemak.
b. Latihan
Dapat meningkatkan HDL,yang pada giliranya membantu proses metabolisme
dan menurunkan kadar LDL.
 Olah raga fisik.
c. Obat-obatan
Obat yang di gunakan di kelompokan dalam dua tipe :
 Obat yang di gunakan untuk menurunkan sintesa lipoprotein,seperti
asam nikotinat dan alofibrat.
 Obat yang di gunakan untuk meningkatkan pemecahan lipoprotein
(katabolisme), seperti holestriamin,sitesterol, dan D-tiroksin.
d. Merokok
Bukti epidemiologi menunjukan bahwa resiko infark miokard pada pasien yang
menderita angina berkurang bila berhenti merokok.
e. Olahraga dan gaya hidup
Olahraga teratur menurunkan resiko PJK, dan dikaitkan dengan gaya hidup yang
lebih sehat. Olahraga memiliki efek kardioprotektif dan terapeutik
pascainfarkmiokard akut.
(Aubrey Leatham, Ed.4 hal:123)
G. Komplikasi
A. Ateriosklerosis

Istilah arteriosklerosis berasal dari bahasa yunani yaitu athere yang berarti
bubur atau lunak. Istilah ini menggambarkan penampilan kasar bahan plak.
Arteriosklerosis secara nyata adalah suatu proses panjang yang dimulai jauh sebelum
terjadinya gejala. Pada arteriosklerosis, intima (lapisan dalam) arteri mengalami
perubahan. Arteriosklerosis pembuluh koroner merupakan penyakit arteri koronaria
yang paling sering ditemukan.

Faktor Risiko Peningkatan Arteriosklerosis

Ada beberapa pendapat yang beranggapan bahwa arteriosklerosis akibat


proses penuaan saja. timbulnya “bercak-bercak lemak” pada dinding arteri koronaria
sejak masa kanak-kanak sudah merupakan fenomena alamiah dan tidak selalu harus
menjadi lesi arteriosklerosis.

Faktor-faktor Risiko Framingham’s

 Hiperkolesterolemia: >275 mg/dl


 Merokok sigaret: >20/hari
 Kegemukan: >120% dari berat
badan ideal
 Hipertensi: >160/90 mmHg
 Gaya hidup monoton

Sekarang dianggap bahwa terdapat banyak faktor yang berkaitan dalam memepercepat proses
arteriosklerosis. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya arteriosklerosis koroner pada individu tertentu.

Empat faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan
riwayat keluarga. Kerentanan terhadap arteriosklerosis koroner meningkat denagn
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum berusia 40 tahun. Tetapi
hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan
yang lebih panjang terhadap faktor-faktor arteriogenesis. Wanita memiliki risiko yang lebih
rendah terhadap penyakit ini sampai setelah menopause dan kemudian memiliki risiko yang
sama besar dengan pria. Estrogen dianggap sebagi hormon yang memberikan imunitas pada
wanita sebelum menapouse. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula menjadi komponen
lingkungan yang kuat yang menjadikan wanita memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
penyakit arteriosklerosis seperti gaya hidup yang menimbulkan stress atau obesitas.

a. Hiperlipidemia

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas berasal eksogen
dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis
lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan arteriogenesis.
Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada protein sebagai mekanisme transport dalam
serum. Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya risiko terhadap
koronaria , sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya berperan sebagi faktor
pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.

b. Hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling membahayakan karena biasanya tidak
menunjukkan gejala sampai kondisi telah menjadi lanjut atau kronis. Tekanan darah tinggi
menyebabkan tingginya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan suplai kebutuhan
oksigen jantung meningkat.

c. Merokok

Risiko merokok bergantung pada jumlah rokok yang digunakan per hari, buakn pada lamanya
seseorang merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu bungkus rokok sehari berisiko
mengalami masalah kesehatan khususnya gangguan jantung dua kali lebih besar daripada
mereka yang tidak merokok. Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit arteri
koroner melaui tiga cara meliputi:

1. Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbonmonoksida (CO) darah hemoglobin,


komponen darah yang mengangkut oksigen, lebih mudah terikat pada
karbonmonksida daripada oksigen. Hal ini menyebabkan oksigen yang disuplai ke
jantung menjadi sangat berkurang, sehingga jantung bekerja lebih berat untuk
mengahasilkan energi yang sama besarnya.
2. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin, yang menyebabkan
konstriksi arteri
3. Merokok meningkatkan adhesi trombosit, mengakibatkan peningkatan pembentukan
trombus.
d. Diabetes Melitus

Penderita diabetes melitus cenderung memiliki pravalensi arteriosklerosis yang lebih


tinggi, demikian pada kasus arteriosklerosis koroner prematur dan berat. Hiperglikemia
menyebabkan peningkatan agregrasi trombosit, yang dapat menyebabkan trombus.
Hiperglikemia bisa menjadi penyebab kelainan metabolisme lemak atau predisposisi
terhadap degenerasi vaskular yang berkaitan dengan gangguan toleransi terhadap glukosa.
e. Diet

Diet yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam, merupakan salah satu
faktor yang berperan penting dalam timbulnya penyakit hiperlipoproteinemia dan
obesitas. Obesitas meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.

f. Gaya Hidup

Gaya hidup yang kurang bergerak serta ketegangan psikososial pada masa kini cukup
berperan menimbulkan penyakit jantung koroner. Rosenman dan Friedman telah
mempopulerkan hubungan yang menarik antara pola tingkah laku tipe A dengan
arteriogenesis yang dipercepat. Kepribadian yang termasuk dalam tipe A adalah mereka
yang memperlihatakan persaingan yang kuat, ambisius, agresif, tempramental, serat
merasa diburu waktu. Sudah banyak diketahui bahwa stress dapat menyebabkan
pelepasan katekolamin , tetapi masih dipertanyakan apakah stres yang memang bersifat
arteriogenesis atau hanya mempercepat serangan.

B. Iskemia

Secara patologis adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai oksigen ke


miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan
reversibel pada tingkat sel ke dalam jaringan , dan menekan fungsi miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat
aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik yang melalui lintasan
glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik yang
melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs. Hasil akhir metabolisme anaerob , yaitu
asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia,
berkurangnya energi yang tersedia , serta asidosisdapat mempercepat gangguan fungsi
ventrikel kiri. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan pada jantung akan
mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervarisi sesuai ukuran segmen
yang mengalami iskemia, dan derajat respon reflkes kompensasi sistem saraf otonom.
Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung karena berkurangnya
curah sekuncup.

Metabolisme anaerobik hanya memberikan 6% dari energi total yang diperlukan.


Ambilan glukosa oleh sel sangat meningkat saat simpanan glikogen dan adenosin trifosfat
berkurang. Kalium dengan cepat bergerak keluar dari sel miokardium selama iskemia.
Asidosis seluler terjadi, selanjutnya mengganggu metabolisme seluler.

(Arif Muttaqin, 2009)


C. Angina Pektoralis
Angina pektoralis adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Mekanisme yang tepat bagaimana iskemia dapat menyebabkan nyeri masih belum
jelas. Reseptor saraf nyeri masih terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh
suatu zat kimia antara yang belum diketahui,atau oleh stres mekaniklokal akibat
kontraksi miokardium yang abnormal. Nyeri di gambarkan sebagai suatu tekanan
substernal. Kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang
menggenggam dan di letakkan di atas sternum melukiskan pola angina pektoralis
klasik. Akan tetepi banyak klien tidak mengalami angina yang khas, nyeri angina
dapat menyerupai nyeri karena pencernaan yang tidak baik atau sakit gigi.
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan nyeri angina meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Latihan fisik dapat memicu seranagan dengan cara meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung.
2. Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokontriksi dan
peningkatan tekanan darah di sertai peningkatan kebutuhan oksigen.
3. Memakan makanan berat atau meningkatkan aliran darah ke darah
mesenterik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan
darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang sangat parah, pintasan
darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk.
4. Stres atau berbagau emosi akibat situasi yang menegangkan,
menyebabkan frekuensi jantung meningkatakibat pelepasan adrenalin
dan meningkatnya tekanan darah. Dengan demikian beban kerja
jantung juga meningkat.
Tipe Angina

Tipe Angina Karakteristik


Angina Nonstabil ( Frekuensi, intensits, dan durasi serangan
angina angina meningkat secara progresif.
prainfark;angina
kesendo)
Angina stabil kronis Dapat di perkirakan konsisten terjadi saat
latihan dan hilang dengan istrirahat.
Angina nokturnal Nyeri terjadi saat malam hari, biasanya saat
tidur : dapat di kurangi dengan duduk
tegak.biasanya akibat gagal ventrikel kiri.
Angina dekubitus Angina saat berbaring.
Angina refrakter Angina yang sangat berat sampai tudak
tertahankan.
Angina prinzmental Nyeri angina yang bersifat spontan di sertai
(varian : istrirahat) elevasi segmen ST pada EKG, di duga di
sebabkan oleh spasme arteri koroner.
Berhubungan dengan resiko terjadinya
infark.
Iskemia tersamar Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes
pada sires ) tetapi klien tidak menunjukkan
gejala.

(Arif Muttaqin, 2009)


D. Infark Miokardium
Infark miokardium akut (IMA) di definesikan sebagai nekrosis miokardium
yang di sebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada
arteri koroner. Sumbatan ini sebagaian besar di sebabkan oleh ruptur plak areroma
pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi,
reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat
pula di sebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. (Perki.2004)
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler yang permanen dan kematian otot atau nekrosis. Area miokardium
yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi
dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada keadaan daerah iskemik tersebut.
Bila tepi daerah yang mengelilingi area iskemik ini mengalami mengalami nekrosis
maka area infark akan bertambah luas, sedangkan perbaikan iskemia akan mengecil
area nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan : sedangkan infark
subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.
Infark transmural mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan miokardium.
Karena fungsi jantung adalah sebagai pompa, upaya sistolik untuk mengosongkan
ventrikel dapat berkurang secara bermakna oleh satu segmen dinding miokardium
yang mati dan tidak berfungsi.
Bila area infark transmural kecil, jaringan nekroti mungkin “diskinetik”. Saat
dinding dinding otot ini memompa pada fase sistolik atau rileks pada pengisian
diastolik, jaringan diskinetik tetap melakukan gerakan yang sama dengan dinding
miokardium sehat. Jika area ini infark transmural besar, jaringan mati menjadi
“akinetik”, kekurangan gerak dan karenanya mempengaruhi pemompaan yang efisien.
Kondisi hemodinamika sesudah infark miokardium bervariasi. Curah jantung
dapat berkurang atau sedikit atau di pertahankan dalam batas-batas normal.
Meningkatnya frekuensi jantung biasanya tak berlangsung terus menerus kecuali jika
terjadi depresi miokardium yang hebat. Respon autonom terhadap infark miokardium
tidak selalu merupakan mekanisme saraf simpatis terhadap sirkulasi yang terancam
bahaya. Infark miokardium klasik memiliki trias diagnostik yang khas.

(Arif Muttaqin, 2009)

Dan dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokardium berkurang.


Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah ke bagian-bagian jantung yang
sebelumnya tidak rusak oleh infark semula. Embolus tersebut juga dapat mengalir ke
organ lain, menghambat aliran darah nya dan menyebabkan infark di organ tersebut.

Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa
keluar semua darah yang diterimanya. Gagal jantung dapat timbul segera setelah infark
apabila infark awal berkurang sangat luas, atau timbul setelah pengaktifan refleks-
refleks baroreseptor dengan diaktifkannya refleks-refleks baroreseptor terjadi
peningkatan darah yang kembali ke jantung yang rusak serta kontriksi arteri dan arteriol
disebelah hilir hal ini menyebabkan darah berkumpul di jantung dan menimbulkan
peregangan berlebihan terhadap sel-sel otot jantung apabila peregangan tersebut cukup
hebat maka kontraktilitas jantung dapat berkurang karena sel-sel otot tertinggal pada
kurva panjang-tegangan.
Disritmia adalah komplikasi liserin pada infark. Disritmia dapat timbul akibat
perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan pH.daerah-daerah dijantung yang
mudah teriritasi dapat mulai melepaskan potensial aksi sehingga terjadi disretmia.
Nodus SA dan AV,atau jalur transduksi (serat purkinje atau berkas his) dapat
merupakan bagian dari zona iskemik atau nikrotik yang mempengaruhi pencetusan atau
penghantaran sinar sinyal. Fibrilasi adalah sebab utama kematian pada infark
miokardium di luar rumah sakit.
Dapat terjadi syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam
waktu lama.syok kardiogenik dapat fatal pada waktu infark,atau menimbulkan kematian
atau kelemahan beberapa hari atau minggu kemudian akibat gagal paru atau gagal ginjal
karena organ-organ ini mengalami iskemia. Syok kardiogenik biasanya berkaitan
dengan kerusakan sebanyak 40% masa otot jantung.
Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah seatu infark ter
besar.
Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung,(bisanya beberapa hari
setelah infark). Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi peradangan setelah cedera
dan kematian sel. Sebagian jenis perikarditis dapat timbul beberapa minggu setelah
infark, dan mungkin mencerminkan suatu reaksi hipersensitivitas imun terhadap
nekrosis jaringan.
Setelah infark miokardium sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan
sel-sel miokardium yang mati.apabila jaringan parut ini cukup luas, maka kontraktilitas
jantung dapat berkurang secara permanent. Pada sebagian kasus, jaringan parut tersebut
lemah sehingga kemudian dapat terjadi rupture miokardium atau aneurisma.

H. Pengkajian Fokus
Perawat memegang peranan penting dalam mengidentifikasi pasien yang
menderita myocardial infark dan kaitannya dengan masalah-masalah keperawatan.
Informasi dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, monitor ECG, dan pengukuran
status hemodinamik. Karena pasien mungkin mengalami nyeri akut dan disritmia, maka
riwayat keperawatan sebaiknya diperoleh dari keluarga. Pasien miokardial infark
mengalami suatu nyeri substernal tiba-tiba, tajam, serasa di dalam, dan mungkin
menjalar pada lengan kiri, kedua lengan atau rahang. Nyeri mungkin dirasakan sampai
selama 30 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitroglycerin. Nyeri
ini sering membingungkan dengan nyeri yang dirasakan pada gangguan indigesti atau
kandung empedu. Depriveasi oksigen ke myocardium melemahkan tekanan kontraksi
jantung, sehimgga sirkulasi melambat. Pasien menjadi kepayahan. Kemudian pasien
tachycardiak dan meningkatkan tekanan darah. Mungkin juga menstimulasi vegal,
yang menyebabkan penurunan kecepatan jantung, sehingga tekanan darah drop. Banyak
pasien yang menunjukkan gejala-gejala seperti peningkatan angina, fatique, atau
indigesti. Pasien biasanya sadar dengan kondisi ini meningkatkan intensitas nyeri dan
dispnea.
Dari pemeriksaan fisien menunjukkan pasien pucat, diporesis, dan merasakan
nyeri. Adanya stimulasi, menyebabkan mual dan muntah dari auskultasi mungkin
ditemukan bunyi jantung tiga dan empat mur-mur maupun gerakan pericardial.
Dari rekaman ECG menunjukkan gelombang Q jelas, intervensi gelombang T
dan elevasi segmen ST, dan pasien harus dimonitor secara terus menerys terhadap
disritmia maupun kontrksi ventrikuler prematur yang pada umumnya tidak segera
menyertai infark.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat memperjelas terjadinya infark, laju endap
dan angka leukosit meninggi sebagai respon kematian jaringan. Suhu tubuh biasanya
meningkat 38,50 C pada bebera hari pertama.dalam 24 jam, enzim-enzim seperti SGOT,
LDH, dan CDK yang dibebaskan sewaktu terjadi nekrosis jaringan perlu diobservasi,
terutama CDK. Pemeriksaan enzim dari daerah harus dilakukan segera, karena enzim
dari otot yang luka akibat infeksi sering mengakumulasi hasil. Perawat perlu memahami
berbagai kadar enzim selama terjadi miokardial infark. Untuk membantu diagnosa,
digunakan iso enzin (bentuk molekuler dengan enzim nilai fisik dan kimia yang
berbeda), yang dapat membedakan apakah jaringan mengalami nekrosis atau akibat
yang lain. CPK IMB dan LDH mempunyai nilai kusus pada perlukaan jaringan
miokardial. Pola-pola serangan yang khusus, peak, dan durasi juga dapat membantu
dalam menegakan diagnose.
Dari pemeriksaan radiologi mungkin menunjukan pembesaran jantung. Tehnik”
myocardial imaging” dapat digunakan untuk menentukan area nekrosis. Untuk
menentukan fungsi hemodinamik dilakukan echocardiografik.
Data hemodinamik didapatkan dari monitoring kateter dan pemeriksaan cardiak
output berguna dalan menentukan fungsi myocardial. Volume struke ventrikel kiri dan
cardiak output mungkin menurun, sedangkan akhir diastolik ventrikel kiri dan volume
akhir sistolik mungkin naik.
Pengkajian pada klien dengan penyakit jantung koroner merupakan salah satu aspek
penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan
selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar tentang informasi status terkini dari
klien melalui pengkajian sistem kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian.
Pengkajian harus di lakukan dengan sistematis, mencakup riwayat sebelumnya.
Pengkajian keperawatan pada pasien jantung kronis memerlukan riwayat kesehatan
yang berbeda dari pasien jantung akut. Saat merawat pasien jantung kronis, perawat
pertama kali harus memusatkan pada pengkajian jantung dan curah jantung. Pasien
dengan penyakit arteri koroner biasanya mengalami gejala di bawah ini :
 Nyeri dada ( angina pektoris atau infark miokardium ).
 Sulit bernapas/keringat dingin.
 Napas pendek , kelelahan, dan penurunan haluaran urin (gagal jantung
kiri dengan penurunan curah jantung).
 Palpitasi dan pusing ( distritmia, aneurisma, stress, atau
ketidakseimbanagan elektrolit).
 Edema dan pertambahan berat badan (gagal jantung kanan).
 Hipotensi postural dengan pusing dan rasa melayang pada saat berdiri
( keilangan volume intravaskuler akibat terapi diuretik).

1. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, pingsan.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara
PQRST yang meliputi :
 Provoking Incident : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istrirahat.
 Quality of pain : Seperti apa nyeri yang di rasakan atau di
gambarkan klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, di peras,
atau di remas.
 Region : Lokasi nyeri di sebelah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu
dan tangan.
 Severity of pain : Klien di tanya dengan menggunakan rentang
0-4 atau 0-10 dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang
di rasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 ( skala 0-4 ) atau 7-9 ( skala 0-10 ).
 Time : Sifat mula timbulnya. Biasanya gejala nyeri timbul
mendadak , lama timbulnya ( durasi ) nyeri dada umumnya di
keluhkan lebih dari 15 menit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung
kelengkapan data kondisi saat ini. Data ini di peroleh dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, diabetes melitus,
atau hiperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti
nitrat dan penghambat beta serta obat-obatan antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan
reaksi yang timbul, sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek
samping obat.
4. Riwayat keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga,anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab
kenatian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunanya.
5. Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungan. Demikian
pula dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup
misalnya minum alkohol atau obat-obat tertentu. Kebiasaan merokok di kaji
dengan menanyakan kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang per
hari, dan jenis rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan di atas, data biografi
juga merupakan data yang perlu di ketahui seperti nama, umur, jenis kelamin,
tempat tinggal, suku, dan agama yang di anut klien.
6. Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tak perlu,
kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuanagan. Gejala perubahan integritas
ego yang dapat di kaji adalah klien menolak, menyangkal, cemas, kurang
kontak mata, gelisah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang di alami klien terjadi karena stres yang
di alami klien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, atau kesulitan koping dengan stresor yang ada.
7. Pengkajian pola kesehatan fungsional
Pengkajian pola kesehatan fungsional meliputi :
a. Aktivitas dan istrirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin
di dapatkan tachycardia dan dispnea pada saat beristrirahat atau
pada saat beraktivitas ).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, penyakit jantung koroner,
CHF, tekanan darah tinggi, diabates melitus, tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capillari refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4
mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi
katub atau musculus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau mengalami
penurunan ( tachy atau bradi cardia ). Irama jantung mungkin
ireguler atau juga normal.
Edema : juguler vena distension, odema anasarka,
crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna
kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit,
berkeringt banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada
saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang
dengan beristrirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substrenal yang
mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang, dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri
yang sangat pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut
mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan
postur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan
irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit
serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif,
riwayat perokok dengan penyakit pernapasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi,
pucat/cianosis, suara napas cracles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/pink tinged.

i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor,
emosi yng tidak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit
jantung, diabetes melitus, stroke, hipertensi, dan perokok.
k. Studi diagnostik
ECG menunjukkan : adanya S-T elevasi yang
merupakan tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang
yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya necrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung : CPK-MB
meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada
36 jam.
Elektrolit ketidakseimbangan yang memungkinkan
terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell : leukositosis mungkin timbul pada
keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah : menunjukkan terjadinya hipoksia
atau proses penyakit paru yang kronis atau akut.
Kolesterol atau trigleserid : mungkin mengalami
peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray : mungkin normal atau adanya
cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler.
Echocardiogram : mungkin harus di lakukan guna
menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang
pada jantung.
Exercise stress test : menunjukkan kemampuan jantung
beradaptasi terhadap suatu stres/aktivitas.
(Yasmin.A,1993)
I. Fokus Intervensi
Rencana perawatan harus dilaksanakan segera karena sekitar 60% kematian
akibat myocardial terjadi pada 2 jam pertama setelah serangan nyeri dada.
Rencana/tindakan terhadap keadaan darurat perlu di buat secara jelas baik di
masyarakat maupun di rumah sakit.
Selama masa penyembuhan, pasien di rawat di ICU maupun ICCU, dan rencana
perawatan di buat bersama si pasien untuk mengupayakan penyembuhan dan mencegah
kerusakan myokcardial lebih lanjut.
Rencana rehabilitasi direncanakan sejak myocardial infark diketahui dan bila
pasien telah sembuh, maka perlu ditingkatkan kemampuan pasien dalam merawat diri.
(Yasmin.A,1993)
2. Analisa Data

Data Problem Etiologi


DS: Penurunan perfsusi jaringan Gangguan aliran darah
-Klien mengeluh sesak sekunder akibat gangguan
napas dan nyeri dada sebelah vaskuler arterioskulerosis
kiri dan biasa merokok.
DO:
-Ekstremitas terasa hangat.
-Capilary reffil 3 detik.
-Pada pemeriksaan
Arteriografi terlihat adanya
plak pada arteri coroner
dengan penyempitan lumen
arteri koronaria.
DS: Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi paru
-Klien mengeluh sesak napas
DO:
-R/r 26 x/menit
-Klien terpasang 02 3lt/menit
DS: Nyeri Trauma jaringan dan refleks
-Klien mengatakan sesak spasme otot sekunder akibat
napas dan nyeri dada sebelah gangguan viseral jantung
kiri
DO:
-Pada pemeriksaan EKG
tampak adanya gelombang T
inversi dan semen ST
mengalami depresi.

3. Diagnosa keperawatan

1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder


akibat gangguan vaskuler arteriosklerosis.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
gangguan viseral jantung.
4. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler arteriosklerosis.
 Tujuan : Perifer ada/kuat (perfusi jaringan kembali normal).
 Kriteria Hasil : Memepertahankan perfusi jaringan adekuat secara individual.

 Intervensi :
a. Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya hemiparalisis, atasia,
kejang, muntah, peningkatan tekanan darah.
 Rasional : Indikator yang menunjukkan embolisasi sistemik pada
otot.
b. Sedikit nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang yang disertai dengan
takipnea, nyeri pleuritik, sianosis pucat.
 Rasional : Emboliarteri, mempengaruhi jantung dan organ vital
lain, dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit katup dan/disretmia
kronis.
c. Observasi ekstremitas terhadap pembengkakan, eritema.
 Rasional : Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan statis
vena, meningkatkan resiko pembentukan trombosis vena.
d. Tingkatkan tirah baring dengan tepat
 Rasional : Dapat membantu mencegah pembentukan atau migrasi
emboli pada pasien dengan endokarditis.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.


 Tujuan : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Kriteria Hasil : Mempertahankan pola napas normal/efektif bebas sianosis
dan tanda/gejala lain dari hipoksia dengan bebas napas sama secara bilateral,
area paru bersih, menunjukkan reekspansi lengkap dengan tak ada
pneumothoraks/hemothorak.
 Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi pernapasan dan kedalaman, catat upaya
pernapasan.
 Rasional : Respon klien bervariasi, kecepatan dan upaya mungkin
meningkat karena nyeri, takut, demam, dan lain-lain.
b. Auskultasi bunyi napas.
 Rasional : Bunyi napas sering menurun pada dasar paru selama
periode waktu setelah pembedahan sehubungan dengan terjadinya
atelektasis.
c. Observasi penyimpangan dada.
 Rasional : Udara atau cairan pada areal pleural mencegah ekspansi
lengkap dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.
d. Lihat kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis.
 Rasional : Sianosis menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan
dengan gagal jantung atau komplikasi paru.
e. Tinggikan kepala tempat tidur.
 Rasional : Merangsang fungsi pernapasan/ekspansi paru.

3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder
akibat gangguan viseral jantung.
 Tujuan : Individu menyatakan peredaan setelah suatu tindakan
peredaan yang memuaskan yang dibuktikan oleh nyeri dapat
teratasi/terkontrol.
 Kriteria Hasil : Mengajarkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
pengalihan sesuai indikasi untuk situasi individual.
 Intervensi :
a. Selidiki keluhan nyeri dada.
 Rasional : nyeri perikarditis secara khas terletak substernal dan
dapat menyebar ke leher dan punggung.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan, misal :
perubahan posisi, penggunaan kompres panas/dingin, dukung
emosional.
 Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan titik dan emosional
pasien.
c. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
 Rasional : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi
dalam tingkat aktivitas individu.

B. Saran
Saran yang dapat kita berikan yaitu bagi penderita penyakit jantung koroner
(PJK) agar melakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui sejauh mana kondisi dan
seberapa parah penyakit yang diderita
Daftar Pustaka
Leatham, Aubrey. 2003. Kardiologi. Erlangga.
www.medicastore.com
www.info-sehat.com
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta : Salemba medika.
Yasmin A.1993.Proses Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta : EGC.
Rilantono, Lili Ismudiati.2001.Buku Ajar Kardiologi.Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.Jakarta : EGC
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER

Dosen Pengampu : Neti Mustikawati S.Kep,Ns.

Disusun Oleh :
Kelas 2 B
KELOMPOK 6

1. Fikamila (10.0524.S)
2. Muhammad Sulaiman (10.0560.S)
3. Riskian Eva Melati (10.0579.S)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN 2011-2012
A. Definisi

Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu


kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang
mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan
antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.

www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai