Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“FILSAFAT ISLAM”

Dosen Pengampu : Mokhammad Arifin S.Kep, M.Kep.

Disusun Oleh :

Kelas 2B

Kelompok VII :

1. Reny Naji’ah Pratiwi (10.0574.S)


2. Resti Dian Puspatiwi (10.0575.S)
3. Rini Widiarti (10.0578.S)
4. Riskian Eva Melati (10.0579.S)
5. Satiya Devi Kanafuri (10.0586.S)
6. Zulfa Khaerunisa (10.0611.S)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2011
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak dapat disangkal lagi bahwa sejarah perkembangan pemikiran baik
barat maupun islam memperlihatkan kesinambungan untuk itu dalam mempelajari
filsafat di dalam Islam, harus mengetahui perkembangan filsafat sebelumnya.
Kronologi historis inilh yang akan mengantarkan pemahaman akan hakekat
Filsafat Islam dan posisinya dalam konstelasi pemikiran dan peradaban manusia,
khususnya dalam sejarah islam.
Memang tidak mudah untuk menemukan jalan dalam menguraikan sejarah
dalam filsafat Islam secara singkat dan tepat, karena adanya rentang waktu yang
demikian panjang, dan juga adanya tradisi tradisi, kultur serta pemikiran. Oleh
karena itu kita dapat melihat beberapa kemungkinan di dalam cara penulisan
sejarah filsafat Islam. Pertama di dalam abad dua puluh ini, dalam mempelajari
filsafat harus mengenai aliran-alirannya. Kedua, dalam mempelajari filsafat harus
menurut tema yang di bicarakan.
Adapun jalan yang dipilih ialah dengan membentangkan beberapa filosof
Islam beserta aliran-alirannya, yang dianggap penting dalam sejarah
perkembangan filsafat dann bermaksud untuk memahami pokok dasar
pembicaraan filosofis.
Dan kiranya menarik juga untuk menerka alasan mengapa suatu gerakan
keagamaan merasa perlu meminjam setiap pemikiran teoritis dari luar. Gerakan
itu perlu tahu bahwa sistem pemikirannya sudah cukup untuk mengahadapi isu
dan masalah yang timbul di kemudian hari sehingga tidak mengejutkan bila ada
orang muslim yang menyebut bahwa sistem pengetahuannya adalah ilmu
keislaman (Oliver Leman, 2002:1).
Dengan demikin penulusuran historis ini selain akan melibatkan dimensi
waktu, juga tokoh dan peristiwa serta tema-tema dan peristiwa serta tema-tema
pokok yang terungkap dalam panggung ejarah. Juga di upayakan untuk menarik
hubungan antar peristiwa sejarah yang satu dengan yang lainnya dalam suatu alur
tertentu.
B. Tujuan Penulisan
I. Tujuan Umum

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh


dosen pengampu mata kuliah FILSAFAT yaitu Mokhamad Arifin S.Kep,
M.Kep.

II. Tujuan Khusus


Tujuan pembahasan makalah yang berjudul “Filsafat Islam” ini
yaitu :
1. Bahwa kita harus taat dan tunduk kepada Allah SWT yang telah
menciptakan alam semesta ini.
2. Dalam konsep filsafat islam adalah wujud atau eksistensi Tuhan
dalam kehidupan ini dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran
Tuhan atau ayat-ayat-Nya. Oleh sebab itu kita sebagai manusia
tidak pantas kalau kita mengagung-agungkan diri (sombong) pahal
pepatah mengatakan “Diatas langit masih ada langit”.
3. Dan tujuan pembahasan ini yaitu untuk membenarkan bahwa alam
semesta ini diciptakan oleh Allah SWT, hal ini juga dibuktikan
dengan adanya ayat-ayat Alquran tentang adanya alam semesta.
BAB II
ISI

A. Definisi

Sebelum mengetahui secara clear dan distinc hakikat filsafat islam, maka
terlebih dahulu perlu diketahui hakikat islam secara umum. Pada prinsipnya
pengertian filsafat dalam sejarah peradaban mengalami evolusi.
Makna filsafat sebagai cara/proses berpikir inilah yang perlu ditekankan
dan sekaligus sebagai acuan untuk memaknai filsafat islam.
a) Filsafat tentang islam berarti usaha untuk memfilsafati/mengkonsepsikan hal-hal
yang berhubungan debgan islam secara ilmiah dan rasional. Islam disini dalam
artian luas, mulai islam sebagai makna subsansial Alquran, islam dalam Alquran
dan Alhadist, islam dalam arti apa yang dipraktekkan oleh Rasulullah
Muhammad, islam dalam makna apa yang dipraktekkan oleh para sahabat nabi,
islam yang dipikirkan para ulama dan pemikiran muslim terdahulu sebagimana
tertera dalm kitab-kitab dan islam yang dipikirkan oleh umat muslim zaman
sekarang sampai yang dipratekkan umat islam dewasa ini dimanpun berada.
b) Filsafat yang diislamkan
Istilah ini mengandung usaha ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk
mewarnai produk-produk penmikiran filsafat, terutama filsafat barat (mulai
filsafat Yunani sampai Eropa modern), dengan bingkai atau perspektif ajaran
islam. Dengan kata lain mencari legitimasi pemmikiran filsafat umum dengan
doktrin-doktrin ajaran islam yang ada, baik dengan Alquran, Hadist, maupum
pemikiran para tokoh terdahulu.
c) Filsafat yang islami
Makna istilah ini adalah cara berpikir yang menganut prinsip-prinsip filsafat
(ilmiah, rasional, mendalam, radiks, sistematis, holistic dan komprehensif) tentang
masalah hidup dan kehidupan manusia. Tuhan dan alam secara islami; menganut
prinsip tauhid dengan mendasarkan pada Alquran dan hadist serta menjadikan
Nabi Muhammad SAW swbagi aswah teladan dalam pemikiran tersebut.
d) Filsafatnya orang-orang islam
Istilah ini maksudnya bahwa pemikiran yang dilakukan dengan menganut prinsip
filsafat tentang masalah apapun yang dilakukan oleh manusia muslimah, maka
hsil pemikirannya adalah filsafat islam. Jadi pemikiran tersebut disebut filsafat
islam lebih karena pemikirnya adalah seorang muslim. Kemusliman disini tidak
asal muslim namun kemusliman seseorang yang diyakini secara mendalam dan
komprehensif akan keberislaman, sehingga dia merasa terikat dengan nilai-nilai
islam yang harus diaplikasikan dengan setiap pemikiran yang dia lakukan.
e) Filsafat yang tumbuh diwilayah Islam
Pengertian filsafat ini menisbahkan filsafat islam pada tempat atau wilayah
dimana pemikiran tersebut tumbuh dan berkembang, yaitu mendasarkan pada
wilayah Arab, yang dihuni mayoritas muslim, atau bahkan disebut wilayah islam.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Filsafat Islam


Faktor internal
a. Karakteristik al-Quran
Wahyu al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Memiliki
karakteristik petunjuk yang lebih bersifat global, simbolik dan mutasyabihat-
konotatif. Global karena wahyu ini lebih banyak memuat hal-hal yang bersifat
prinsip-prinsip umum yang akan berlaku dan diberlakukan dimanapun kaum
muslimin berada dan sampai waktu yang tidak terbatas. Bahkan harus
menjadi petunjuk bagi seluruh alam semesta ini. Wajar kalau wahyu dikemas
dalam bahasa yang lebih bersifat simbolik-mutasyabihat-konotatif dari pada
denotatifnya. Ini artinya al-Quran tidak menyediakan petunjuk hidup yang
bersifat teknis-praktis-paragmatis bagi semua permasalahan hidup yang selalu
berkembang. Al-Quran hanya menyediakan dan memuat pokok-pokok ajaran
dan nilai-nilai fundamental yang harus diungkapkan terlebih dahulu dengan
berbagai metode pemahaman dan pemikiran dan harus terus dikembangkan
sebagai paradigma penyelesaian masalah.
b. Krisis kepemimpinan
Sudah menjadi maklum bahwa sepeninggal nabi, pesoalan yang pertama kali
muncul adalah siapa yang berhak menggantikanya sebagai pemimpin umat,
baik dalam hal agama maupun pemerintahan. Dalam konteks kenabian, sudah
sepakat tidak ada kenabian setelahnya, apalagi kenabian tidak dapat
diwariskan. Namun dalam memimpin umat dalam bidang pemerintahan dan
keagamaan membutuhkan pengambil kebijakan puncak. Hal ini menjadi
persoalan karena nabi tidak pernah secara tegas siapa tabuk kepemimpinan
diserahkan.
c. Kompleksitas persoalan
Persoalan demi persoalan setelah wafatnya Nabi terus baertambah, apalagi
setelah wilayah pemerintahan islam telah meluas ke berbagai daerah diluar
tanah arab, seperti irak, syiria, syam, mesir, afrika, spanyol dan bahkan ke
asia dan eropa. Persoalan tersebut baik yang bersifat umum, maupun spesifik.
Hadist yang tidak mengkover persoalan, dan pendapat ulama yang tidak
menjangkau masalah, mendorong umat untuk berfikir, berijtihad menemukan
hukum-hukum yang dapat dilaksanakan dengan tetap mengacu kepada
sumber utama yaitu alquran, untuk menjawab seluruh persoalan-persoalan
yang muncul ditengah umat islam yang semakin plural dan heterogen. Pada
konteks ini pula melahirkan perbedaan pendapat dan pandangan yang pada
taraf selanjutnya memunculkan aliran dan madzhab, selain faktor politik
kekuasaan suku-suku arab dan kelompok.

Faktor eksternal
a. Pertemuan budaya
Seiring dengan perluasan wilayah Islam, maka Islam dan umat Islam
dihadapkan pada berbagai macam budaya dari daerah-daerah yang
dikuasainya maupun budaya dari luar wilayah yang bertemu sebagai suatu
proses sosial yang alamiah. Diantara budaya luar yang dimaksu adalah
budaya negeri Syam, Irak, Mesir, Yunani, India, Afrika dan sebagainya yang
masing-masing juga memiliki keragamannya.
b. Konsekuensi budaya plural
Dengan bertemunya berbagai budaya, maka pluralisme tidak dapat di hindari
oleh masyarakat muslim. Budaya plural tersebut akan menuntut umat islam
dapat bersikap yang bijak untuk dapat hidup bersama dengan masyarakat
yang berbeda dengan masyarakat yang menjadi rujukan dasar islam, yaitu
masyarakat arab yang terkonsentrasi di Madinah dan Makkah.
Sudah barang tentu permasalahan yang dihadapi paa masyarakat plural-
heterogen berbeda dengan masyarakat yang relatif homogen, sehingga banyak
persoalan yang harus dikonsultasikan kepada otoritas keagamaan berkaitan
dengan hukum syar’i nya, demikian juga tantangan pengembangan
masyarakat kedepan. Dalam rangka inilah berpikir filosofis menjadi
kebutuhan untuk dapat mengambil keputusan yang bijak berdasarkan
pertimbangan akal dan naqal sekaligus. Dengan kata lain kebutuhan islam
adalah mengkontruksi problem solving ang dapat diterima oleh komunitas
yang semakin plural dengan mengakomodir berbagai pertimbangan baik yang
bersifat teks-normatif-teologis maupun konteks-sosial-historis-antropologis.
c. Tantangan terhadap islam
Sebagai masyarakat plural, maka umat islam harus siap menghadapi berbagai
persoalan dan pertanyaan yang muncul dari manapun, yang mempertanyakan
beberapa aspek keislaman. Apalagi pertanyaan dan masalah tersebut berasa
dari masyarakat non islam yang sengaja mempertanyakan konsep-konsep
islam berhubungan dengan suatu masalah pokok yang menjadi konsern atau
tema besar dalam kerangka keagamaan maupun pengembangan imu
pengetahuan secara umumnya. Mereka bisa mempersoalkan, mengkonfirmasi
atau minta penjelasan tentang konsep ketuhanan, kenabian, kejiwaan,
kemanusiaan, fenomena alam, hubungan sosial, etika, eskatologi dan
sebagainya.
Untuk memberikan jawaban yanng memenuhi selera rasio-akal, diterima
secara ilmiah dan manusiawi, maka disinilah islam membutuhkan cara
berpikir yang sistematis-rasional-fundamental berdasarkan nilai-nilai
keislaman.
Yang perlu disadari adalah bahwa faktor eksternal, banyak dipengaruhi
pemikiran Yunani yang diformulasikan dalam buku-buku yang sudah cukup
baik.

C. Fase Perkembangan Filsafat Islam


1. Fase sebelum islam
Sebelum lahirnya filsafat islam, baik didunia timur maupun
didunia barat, telah terdapat berbagai macam alam pikiran, diantaranya
yang terkenal ialah pikiran Mesir Kuno, pikiran Sumeria, pikiran
Babilonia, pikiran Assyuria, pikiran India, pikiran Cina, dan pikiran
Yunani.

Yang dimaksud dengan fase Hellanisme ialah fase dimana


pemikiran filsafat Yunani hanya dimiliki orang-orang Yunani, yaitu sejak
abad ke-6 atau abad ke-5 sebelum Masehi sampai akhir abad ke-4
sebelum Masehi. Sedang fase Hellanisme Romawi ialah fase yang dating
sesudah fase Hellanisme, dan yang meliputi semua pemikiran filsafat
yang ada pada masa kerajaan Romawi, pemikiran ini meliputi wilayah-
wilayah dibarat dan ditimur seperti Mesir dan Siria.

2. Fase sesudah islam


Penerjemah buku-buku, terutama buku-buku filsafat, menjadi batas
pemisah yang jelas antara dua fase yang dialami oleh dunia pemikiran
islam yaitu:
a. Fase perkenalan filsafat
Fase perkenalan islam dengan filsafat Yunani terjadi pada abad ke-1.
Fase dimana umat islam mengenal ilmu-ilmu filsafat sebagai induk
ilmu yang seluruh bidang keilmuan baik alam, social, pemikiran,
spekulatif, dan sebagainya. Pada fase ini segi ketuhanan dan
kenabian masih murni, karena masih belum tercampur dengan
lingkungan asing.
Pada fase paling awal dari kelahiran islam, kaum muslimin secara
alamiah mendapatkan pengaruh dari filsafat Yunani yang telah
tersebar diwilayah sekitar semenanjung Saudi Arabia dan mudahnya
mendapatkan pengetahuan tersebut karena sebagian besar telah
diterjemahkan kedalam bahasa Suryani dan Persia.
b. Fase Penterjemah Buku-buku Filsafat (8 M)
Fase ini dapat dikatakan terjadi pada abad ke-2 hijriah, setelah secara
berangsur terjadi perkenalan islam dengan filsafat. Pada masa ini
konsentrasi umat adalah memindahkan bahasa ilmu pengetahuan dari
bahasa Yunani, Suryani, India dan sebagainya kedalam bahasa Arab
agar dapat dengan mudah umat islam mempelajari dan
menguasainya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan bangsa.
c. Fase Produktif dan Penyebaran Pemikiran Islam (9-11 M)
Masa produktif ini dapat dibagi kedalam tahapan-tahapan
perkembangan sebagai berikut :
1) Masa pengulasan buku-buku filsafat, atau masa pemaduan
antara pemikiran Yunani dengan ketentuan-ketentuan agama
diantara tokohnya adalah :
1. Al-Kindi, menguraikan 4 macam pokok mengenai Tuhan yang
satu adalah sebab dari kesatuan segala sesuatu kenaikan jiwa,
cara alam raya mematuhi Allah SWT, dan mengenai kenabian.
2. Alfarabi, orang yang banyak mengomentari Aristoteles dan
menulis beberapa risalah mengenai filosofis.
3. Ibnu Sina, orang yang membahas filsafat social dan pengikut
Aristoteles yang baik.
2) Masa kritikan terhadap pemakaian metode pemikiran dalam
memahami soal-soal akidah yang berarti mengkritik cara aliran-
aliran filsafat dan teologi islam dalam memperkuat kepercayaan.
Tokohnya, Al-Iji, At-Thusi, dan Sa’aduddin At-Taftazani
3) Masa kritikan terhadap pemakaian metode pemikiran dengan
mengikuti madzhab-madzhab aqidah tertentu dalam memahami
kepercayaan agama. Sedangkan masa kritikan terhadap filsafat
Yunani, namun kadang-kadang dipakai sebagai alat memperkuat
kepercayaan, tokohnya antara lain Al-Ghazali.
4) Masa kelangsungan kritikan terhadap filsafat Yunani, beserta
ulasan-ulasannya dari golongan rasionalis (filosof-filosof islam),
dibawah pengaruh buku tahafut al-Falasifah, disamping
mempersempit daerah akal dalam memahami soal-soal aqidah.
Tokohnya, yaitu Al-Iji, Al-Thusi, dan Sa’aduddin At-Tafzani.
5) Masa pembelaan terhadap filsafat Yunani dinegeri islam bagian
barat (Spanyol dan sekitarnya), dan dalam waktu yang sama
filsafat dipakai untuk memperkuat kepercayaan. Tokohnya Ibnu
Rusyd.

Dengan tingkat produktifitas pemikiran Islam yang sedemikian


tinggi pada masa ini, maka pada masa inilah proses kelahiran
dan pematangan ilmu-ilmu islam terjadi. Ini artinya produktifitas
tersebut telah benar-benar menghasilkan buah yang sangat
melimpah berupa karya-karya pemikiran tentang berbagai
macam ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai bidang, tidak
hanya terkait dengan ilmu keagamaan dalam artian sempit,
namun pengembangan mencakup seluruh bidang kehidupan
manusia. Pada masa puncak inilah islam benar-benar telah
mencakup berbagai dimensi yang menyatu.

d. Fase Kegelapan
Setelah dinasti Abbasiyyah berakhir dengan serangan tentara
Mongol (1258 M) yang sangat bengis sehingga menghancurkan
puluhan ribu hasil karya pemikiran para tokoh islam, banyak
ahli sejarah yang kemudian menyatakan masa ini menandai
masa kegelapan umat islam. Pemikiran filsafat islam dianggap
juga telah mengalami kematian. Hal nini ditandai dengan
kehancuran peradaban islam, ketertutupan piintu ijtihad dan
umat islam kemudian mengalihkan perhatiannya kedalam dunia
mistis-praktis.
e. Fase Kebangkitan (abad 20-sekarang)
Pada awal abad 20, umat islam tersadarkan oleh keadaannya
yang terpuruk dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga
mengalami kemiskinan, kebodohan dan menjadi sasaran
penjajahan asing Eropa. Kesadaran akan pentingnya pemikiran
islam bangkit ini dimulai dari pemikiran Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Dengan modal ilmu pengetahuan modern dari barat, muncullah
beberapa pembaharu pemikiran diberbagai Negara muslim
diantara tokoh-tokoh yang patut disebut sebagai filsuf muslim
modern adalah Fazlur Rahman, Ahmaad Amin, Qosim Amin,
Mahmud Syaltut, Muhammad Iqbal, HAMKA, Nur Kholis
Majdid, Harun Nasution, Mukti Ali, Abdurrahman Wahid dan
sebagainya. Dalam konteks Indonesia, kelahiran IAIN atau UIN
dan STAIN tidak dapat dilepaskan dari semangat kebangkitan
pemikiran filsafat islam ini.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian filsafat islam yang secara garis besarnya akan
meliputi bahasan tentang Tuhan, manusia dan alam.
Secara khusus atau objek kajian tersebut dapat dirinci menjadi :
a) Ontologi, berhubungan dengan bahasan apa yang ada, mana atau apa
yang sebenarnya ada yang menjadi landasan/sumber keberadaan yang
lainnya, ada berada sesuatu yang sds itu, mengapa sesuatu ada dan
bagaimana mengadanya. Dalam konteks islam berkaitan dengan apa dan
siapa yang benar-benar wujud (hakiki/mutlak/”bakau”)? Apa sifat yang
hakiki dan sebaliknya.
b) Teologi, yaitu pembahasan tentang ketuhanan yang akan meliputi
eksistensi,esensi,sifat,nama dan perbuatan-Nya.
c) Epistemologi, yaitu pembahasan tentang sumber asal segala sesuatu, dan
metode mengada atau cara mendapatkan sesuatu. Bila berhubungan
dengan ilmu,maka berarti sumber-sumber ilmu dan metode
memperolehnya.
d) Aksiologi, yaitu pembahasan tentang nilai, kegunaan dan manfaat segala
sesuatu.
e) Etika, pembahasan tentang baik buruknya perilaku manusia berdasarkan
dalil-dalil tertentu. Bila dalil naqli (qur’an hadist) namanya akhlaq, bila
berdalil aqli namanya etika dan bila bersandar pada budaya masyarakat
maka moral namanya.
f) Estetika, yaitu pembahasan tentang keindahan, seni dari berbagai dimensi
dan cabangnya. Keindahan tersebut mencakup keindahan haqiqi,
keindahan natural dan artifisial.
g) Logika, berhubungan dengan pembahasan benar salahnya suatu
pemikiran resiko atau akal berdasarkan sistem tertentu atau berkaitan
dengan cara atau metode berfikir yang dapat dipertanggungjawabkan dan
menghasilkan kebenaran yang sesungguhnya.
h) Metafisika, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang berada diluar
jangkauan mata fisik atau material yang tidak nampak, yang dalam
bahasa agama disebut pembahasan yang ghaib.
i) Antropologi, membahas masalah hakekat manusia dan hubungannya
dengan fungsi dan perannyadari berbagai sudut pandang.
j) Psikologi, membahas masalah aspek kejiwaan manusia, hakekatnya,
sifat-sifatnya dan relasi dengan realitas yang lainnya serta pengaruhnya
pada perilaku lahir dan batinnya manusia.
k) Kosmologi, membahas hakekat alam, dari mana asal dan bagaimana
penciptaannya serta jenis dan cakupannya.
l) Eskatologi, membahas tentang masalah kehidupan setelah kematian.
m) Dll.
E. Hubungan Dengan Ilmu-ilmu Lainnya
1. Filsafat islam merupakan ilmu alat berpikir mendalam dan merenungkan
secara serius atas persoalan keislaman kemudian mengformulasikannya
dalam suatu disiplin tertentu yang akhirnya melahirkan berbaai ilmu-ilmu
keislaman lainnya (fikih, sejarah, tasawuf, dll)
2. Islam merupakan suatu sejarah yang syamil dan kamil serta kaffah yang
bagian dari bagiannya tidak dapat dipisahkan. Kerangka untuk
membingkai berbagai ilmu-ilmu dalam satu kesatuan islam inilah tugas
filsafat islam.
3. Filsafat islam dengan tumpuan utama epistemologisnya pada akal/rasio
menjadi partner bagi keilmuwan lain yang tumpuan landasan utamanya
pada waktu maupun dzaug/qolbu dan juga fakta empiric.
4. Filsafat islam berusaha agar semua aspek ajaran keislaman dengan
berbagai problematika dapat mudah diterima oleh mainstream manusia.
F. Sumber dan Landasan
Sumber asal yang dipakai dalam filsafat islam adalah:
a. Al-qur’an
b. Al-hadis
c. Praktek berfikirnya para sahabat
d. Pemikiran para tokoh muslim termasyhur dari masa ke masa
e. Pemikiran tradisi dan tokoh dari Yunani, Mesir Kuno, India,Jjawa, dan
sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada pertanyaan yang cukup mendasar yang perlu dijawab dalam
masalah ini, yaitu mengapa Islam membutuhkan filsafat? Bagaimana konteks
pertemuan antara filafat Yunani dengan Islam dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinnya? Untuk menjawab ini, berikut di paparkan penjelasannya,
baik latar historis secara internal maupun internalnya. Faktor eksternal
meliputi karakteristik al-quran,krisis kepemimpinan, kompleksitas persoalan,
sedangkan factor internal meliputi pertemuan budaya, konsekwensi budaya
plural, dan tantangan terhadap islam.
Sebelum mengetahui secara clear dan distinc hakikat filsafat islam,
maka terlebih dahulu perlu diketahui hakikat islam secara umum. Pada
prinsipnya pengertian filsafat dalam sejarah peradaban mengalami evolusi.

B. Saran
Saran yang dapat kita berikan yaitu untuk dapat memahami filsafat Islam
sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman terhadap perkembangan
filsafat Islam baik sekarang maupun masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Al juharie, Imam Khanafie. 2010.Filsafat Islam:Pendekatan Tematik.Pekalongan:STAIN


PRESS

Anda mungkin juga menyukai