Anda di halaman 1dari 23

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1 Defenisi
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah
manusia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh
Demam berdarah Dengue adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropadborn Virus) dan di
tularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides albipices dan Aedes Aegypti).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty

2 Etiologi
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah virus dengue. Virus ini
tergolong dalam family/suku/grup flaviviridae yang dikenal ada 4 serotipe, dengue 1, dengue 2, dengue 3, dengue 4,
yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan
antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain

3 Manifestasi Klinis
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinik, yaitu: demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai 40 0C
atau lebih dan terkadang disertai dengan kejang, demam, sakit kepala,anoreksia, mual muntah, epigastrik,
discomfort, nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun
hanya berupa uji tourniquet positif. Selain itu, pendarahan kulit dapat terwujud memar atau juga berupa pendarahan
spontan mulai dari petekie pada ektremitas, tubuh, dan muka, sampai epistaksis dan pendarahan gusi. Sementara
pendarahan gastrointestinal masih lebih jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang
berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan sub konjungtiva
terkadang juga ditemukan. Pada masa konvalisen seringkali ditemukan eritema pada telapak kaki dan hepatomegali.
Hepatomegali biasanya dapat diraba pada permukaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa ikters maupun kegagalan pendarahan.
4 Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF adalah system sirkulasi. System
sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dari paru-paru ke
sela-sela tubuh. Selain itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme
dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung.
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau
dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos
yaitu diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis.
Disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks cordis. Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan,
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara
kosa V dan VI dua jari dibawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyut jantung yang disebut iktus
kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
a. arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah keseluru bagian dan alat tubuh.
Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri ini mempunyai
dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic dan terdiri dari 3 lapisan.
Arteri yang paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan arteri pulmonalis, garis tengahnya kira-kira 1-3 cm. arteri ini
mempunyai cabang-cabang keseluruhan tubuh yang disebut arteriola yang akhirnya akan menjadi pembuluh darah
rambut (kapiler). Arteri mendapat darah dari darah yang mengalir didalamnya tetapi hanya untuk tunika intima.
Sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat darah dari pembuluh darah yang disebut vasa vasorum.
b. Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian/alat-alat tubuh masuk
ke dalam jantung. Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan pembuluh darah yang menguasai vena sama
dengan pada arteri. Katup-katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk mencegah
darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan vena pulmonalis. Vena
ini juga mempunyai cabang tang lebih kecil yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
c. Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Diameternya kira-kira 0,008 mm.
Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel. Bagian tubuh yang tidak terdapat kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang
rawan. Pembuluh darah rambut/kapiler pada umumnya meliputi sel-sel jaringan. Oleh karen itu dindingnya sangat
tipis maka plasma dan zat makanan mudah merembes ke cairan jaringan antar sel.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian: bagian cair disebut plasma dan bagian padat disebut sel
darah. Warna merah pada darah keadaannya tidak tetap bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida
didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah
diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran/metabolisme didalam tubuh.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah seanyak kira-kira 1/3 dari berat badan atau kira-kira 4
sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan
jantung atau pembuluh darah.
Fungsi darah:
a. Sebagai alat pengangkut
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan
antibody/zat-zat antiracun.
c. Mengatur panas keselurh tubuh.
Adapun proses pembentukan sel dara terdapat tiga tempat yaitu: sumsung tulang, hepar, dan limpa
.
5 Patofisiologi
. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh
tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi
akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >
20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit
dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun
dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang
diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3
faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia,
seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening,
hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga
serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab
lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/
DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
Klasifikasi DHF menurut WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia,
dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit
( £ 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/70 ® 80/0 ® 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat
dan kulit tampak biru.

6 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Trombosit menurun
2. Hematokrit meningkat 20% atau lebih
3. Leukosit menurun pada hari kedua dan ketiga
4. Kadar albumin menurun dan bersifat sementara
5. Hipoproteinemia( Protein darah rendah )
6. Hiponatremia( NA rendah )

b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto trorax( pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura

7 Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak
c. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam)
d. Pemberian cairan melalui infuse
e. Pemberian obat-obtan; antibiotic, antipiretik
f. Antikonulsi jika terjadi kejang
g. Monitor TTV
h. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
i. Monitor tanda-tanda pendarahan lanjut
j. Periksa HB, HT, dan trombosit setiap hari

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU


1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnose medis.
b. Keluhan utama meliputi alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF saat dating ke rumah sakit
c. Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utam yang merupakan keluhan klien, data yang dikaji yang dirasakan
klien saat ini.
d. Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit yang diderita sekarang.
e. 11 pola pengkajian Gordon:
v Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan dan praktek pencegahan penyakit,
keamanan/proteksi, tumbuh kembang, riwayat sakit yang lalu, perubahan status kesehatan dalam kurun waktu
tertentu
v Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai konsumsi makanan dan cairan, tipe intake makan dan
minum sehari, penggunaan suplemen, vitamin makanan. Masalah nafsu makan, mual, rasa panas diperut, lapar dan
haus berlebihan.

v Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai pola BAB, BAK frekwensi karakter BAB terakhir,
frekwensi BAK.
v Aktivitas – Latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan energy, tipe dan keteraturan latihan, aktivitas
yang dilakukan dirumah, atau tempat sakit.
v Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat pasien tentang frekwensi dan durasi periode istirahat tidur, penggunaan obat tidur, kondisi
lingkungan saat tidur, masalah yang dirasakan saat tidur.
v Kognitif- perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori, kenyamanan dan nyeri, fungsi kognitif, status pendengaran,
penglihatan, masalah dengan pengecap dan pembau, sensasi perabaan, baal, kesemutan
v Konsep diri-persepsi diri
Meliputi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan peran social, kepuasan dan ketidakpuasan dengan peran
v Seksual reproduksi
Meliputi informasi tentang focus pasutri terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dengan seks, orientasi seksual
v Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk mengatasi atau koping terhadap stress
v Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan dengan pilihan membuat
keputusan kepercayaan spiritual

2. Diagnosa
a. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue
b. Risiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
c. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak adekuat
akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

3. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


1 Hipertermi b/d proses NOC : Thermoregulation NIC :
infeksi virus dengue
Kriteria Hasil : Fever treatment
v Suhu tubuh dalam rentang § Monitor suhu sesering mungkin
normal § Monitor IWL
v Nadi dan RR dalam § Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal § Monitor tekanan darah, nadi
v Tidak ada perubahan dan RR
warna kulit dan tidak ada § Monitor penurunan tingkat
pusing, merasa nyaman kesadaran
§ Monitor WBC, Hb, dan Hct
§ Berikan anti piretik
§ Selimuti pasien
§ Berikan cairan intravena
§ Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
Temperature regulation
§ Monitor suhu minimal tiap 2
jam
§ Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
§ Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
§ Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


§ Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2 Nyeri berhubungan NOC : NIC :
dengan proses
Pain Level, Pain Management
patologis penyakit
Pain control, § Lakukan pengkajian nyeri
Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan faktor
penyebab nyeri, presipitasi
Melaporkan bahwa nyeri § Observasi reaksi nonverbal
berkurang dengan dari ketidaknyamanan
menggunakan manajemen § Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri § Pilih dan lakukan penanganan
Mampu mengenali nyeri (skala, nyeri (farmakologi, non
intensitas, frekuensi dan farmakologi dan inter personal)
tanda nyeri) § Kaji tipe dan sumber nyeri
Menyatakan rasa nyaman untuk menentukan intervensi
setelah nyeri berkurang § Ajarkan tentang teknik non
Tanda vital dalam rentang farmakologi
normal § Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
§ Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
§ Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
§ Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
§ Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
§ Cek riwayat alergi
§ Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
§ Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
§ Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
§ Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

3 Risiko gangguan NOC : NIC :


pemenuhan kebutuhan
Nutritional Status : food and Nutrition Management
nutrisi kurang dari
Fluid Intake § Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh b/d
intake nutrisi yang tidak Kriteria Hasil : § Kolaborasi dengan ahli gizi
adekuat akibat mual Adanya peningkatan berat untuk menentukan jumlah kalori
dan nafsu makan yang badan sesuai dengan tujuan dan nutrisi yang dibutuhkan
menurun Berat badan ideal sesuai pasien.
dengan tinggi badan § Anjurkan pasien untuk
Mampu mengidentifikasi meningkatkan protein dan vitamin
kebutuhan nutrisi C
Tidak ada tanda tanda § Yakinkan diet yang dimakan
malnutrisi mengandung tinggi serat untuk
Tidak terjadi penurunan berat mencegah konstipasi
badan yang berarti § Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
§ Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
§ Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas normal
§ Monitor adanya penurunan
berat badan
§ Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
§ Monitor turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
§ Monitor mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
§ Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
§ Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

C. Daftar Pustaka
Marsjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid I. Jakarta : Media Aesculopius
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA.
Pengertian
Dengue Haemoragic Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina) dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.

Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypty. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil, stabil pada suhu 70 º C.

Berikut adalah pathway DHF, silahkan dilihat


Patofisiologi
Ada dua perubahan patofisiologis utama terjadi pada DHF. Pertama adalah peningkatan permeabilitas vaskuler yang
meningkatkan kehilangan plasma dan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda syok lain, bila kehilangan
plasma sangat membahayakan. Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostatis yang mencakup perubahan
vaskuler, trombositopenia dan koagulopati (WHO).
Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti organ sasaran dari virus adalah
hepar, nodus limfaticus, sum-sum tulang serta paru-paru. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakakan DHF dari dengue klasik ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadi hipotensi, trombositopeni, dan diatesis hemoragic. Pada kasus berat, renjatan
terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menirunnya
volume plasma dan meningginya hematokrit bukti yang mendukung dugaan ini adalah di temukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Perdarahan pada DBD sangat kompleks dan mungin melibatkan satu
atau lebih trombositopeni,kerusakan pembuluh darah kecil, gangguan fungsi trombosit dan disseminated
intravascular disease (DIC).
Kerusakan trombosit dapat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu pasien dengan trombosit lebih dari
100.000/mm3 mungkin didapat waktu perdarahan yang memanjang. DIC terjadi pada renjatan yang berkepanjangan
dan berat serta menyebabkan perdarahan hebat dan irreversible shok dengan prognosis buruk.

Klasifikasi DHF
klasifikasi DHF menurut WHO, sebagai berikut:
a. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )
b. Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah,
hipotensi )
d. Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

2.1 Imunologi
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua
aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem
imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit
autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-
komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin
ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin.

2.1 Mekanisme imunitas dan peran sel imun


2.1.1. Mekanisme imun

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap
pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta seltumor. Sistem ini mendeteksi
berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh
dari infeksi, bakteri, virus sampaicacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka
dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena
adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
organisme uniselular seperti bakteridimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus.
Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern,
seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga.

Mekanisme tersebut termasukpeptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem
komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya
evolusivertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang
berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem
vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori
imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen
tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.

Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang,
membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun
kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit
genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom
defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun
yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun
yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran
penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian.

2.1.2. Peran sel imun

Didalam tubuh kita terdapat mekanisme perlindungan yang dinamakan sistem imun. Ia dirancang
untukmempertahankan tubuh kita terhadap jutaan bakteri, mikroba, virus, racun dan parasit yang setiap saat
menyerang tubuh kita.
Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang semuanya siap bertindak begitu
tubuh kita diserang oleh berbagai bibit penyakit seperti virus, bakteri, mikroba, parasit dan polutan. Sebagai contoh
adalah cytokines yang mengarahkan sel-sel imun ke tempat infeksi, untuk melakukan proses penyembuhan.

SEL-SEL SISTEM IMUN


Sel-Sel dalam sistem imun :
a. Fagosit monokulear
Sistem fagosit monokulear terdiri atas monosit dalam sirkulasi dan makrofag dalam jaringan
1. Monosit
Selama hematopoiesis dalam sumsum tulang, sel progenitor granulosit/monosit berdiferensiasi menjadi
premonosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam sirkulasi untuk selanjutnya
berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan dalam berbagai fungsi. Monosit adalah fagosit yang
didistribusikan secara luas sekali di organ limfoid dan organ lainnya.
2. Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen, berbentuk khusus yang
tergantung dari alat/jaringan yang ditempati, dan dinamakan sesuai dengan lokasi jaringan sebagai berikut :
· Usus : makrofag intestinal
· Kulit : sel dendritik atau sel langerhans
· Paru ; makrofag alveolar, sel langerhans
· Jaringan ikat ; histiosit
· Hati : sel kuppfer
· Ginjal : sel mesangial
· Otak : sel microglia
· Tulang : osteoklas
Makrofag di aktifkan oleh berbagai rangsanggan, dapat memakan, menangkap, mencerna anti gen
eksogen, seluruh mikro organisme, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel penjamu yang cedera
atau mati.
Makrofag sel utama fagositosis. Terdiri dari 2 macam : makrofag bebas dan makrofag fiksasi (tinggal di
organ). Sel makrofag sebagai sel APC (Antigen Presenting Cell) yang mempunyai molekul MHC. MHC kelas I aken
mengaktivasi sel Tc, Kelas II mengaktivasi sel Th, MHC kelas III menstimulasi sistem komplemen.

b. Fagosit polimorfonuklear
Fagosit polimorfonuclear atau polimorf atau granulosit dibentuk dalam sumsum tulang dalam kecepatan 8
juta/menit dan hidup selama 2-3 hari, sedang monosit/makrofag dapat hidup untuk beberapa bulan sampai
tahun. Granulosit merupakan sekitar 60-70% dari seluruh jumlah sel darah putihnormal dan dapat keluar dari
pembuluh darah.
Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologik menjadi neutrofil dan eosinofil.
1. Neutrofil
Merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi. Biasanya hanya berada dalam sirkulasi kurang dari
7-10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan. Neutrofil
mempunyai reseptor untuk IgGdan komplemen
2. Eosinofil
Merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tannpa alergi. Seperti neutrofil, eosinofil juga dapat
berfungsi sebagai fagosit. Eosinofil dapat pula di rangsang untuk degranulasi seperti halnya dengan sel
mast dan basofil serta melepas mediator. Eosinofil juga berperan dalam imunitas parasit dan memiliki
berbagai reseptor. Fungsi utama eosinofil adalah melawan infeksi parasit dan dapat juga memakan antigen
antibody.

Sel lain :
o Sel dendritik : menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II
o Sel Langerhans : menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II

Organ –Organ dalam Sistem Imun (Organ Limfoid) :


Berdasarkan fungsinya :
1. Organ Limfoid Primer : organ yang terlibat dalam sintesis/ produksi sel imun, yaitu kelenjar timus dan susmsum tulang.
2. Organ Limfoid Sekunder : organ yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses-proses reaksi imun. Misalnya :
nodus limfe, limpa, the loose clusters of follicles, peyer patches, MALT (Mucosa Assosiated Lymphoid Tissue), tonsil.
RES (Reticuloendothelial System): bagian sistem imun yang terdiri dari sel-sel fagosit yang terdapat pada reticular
connective tissue terutama adalah monosit dan makrofag.
Human Lymphoid Sistem :
Terdiri dari : Pembuluh limfatik, Organ limfoid, sel dan Jaringan imun, dan limfe (cairan sistem limfoid)
Mekanisme Kerja Sel Imun :
· NK cell (Natural Killer Cell).Bekerja secara non-spesifik (tanpa pengenaan lebih lanjut), tapi buka sel fagositik.
Bekerja dengan cara kontak langsung dengan sel terinfeksi. NK cell disebut sebagai “immune surveylence” (seperti
polisi dalam tubuh). Ketika NK cell menempel pada sel terinfeksi, maka golgi dari NK cell akan mensekresi protein
killer (perforin). Perforin ini akan membentuk suatu ‘jembatan’ antara NK cell dengan sel terinfeksi, melalui ‘jembatan’
ini terjadi pengeluaran elektrolit berlebih dari sel terinfeksi yang menyebabkan litik osmotik. Peristiwa penyerangan
dengan ‘jembatan’ ini disebut membrane attack complex.
· Sel B.Secara umum berfungsi sebagai APC. Sel B akan menerima antigen kemudian melalui MHC kelas II, antigen
ini disajikan ke permukaan sel untuk mengaktivasi sel T helper. Sel T helper akan mensekresikan sitokin yang dapat
menstimulasi sel B berproliferasi menjadi sel memori, selain itu juga mengaktifkan sel B untuk menjadi sel plasma
penghasil antibodi.
· Sel T. Setelah sel B berikatan dengan sel T helper, sel T helper tidak bisa langsung teraktivasi tanpa adanya
stimulasi dari Co-stimulatory sitokin. Di antara yang termasuk sitokin adalah : IL (Interleukin I,II,..dst); interferon α,β,γ;
Tumor Necrosis Factor; Prostaglandin, dll.
· Non Specific Killer Cells. Yaitu : NK cell dan LAK cell; ADCC (K) cell; Activated macrophage; Eosinophils
(diaktivasi oleh IgE karena IgE mentriger/memicu eosinofil untuk mengeliminasi cacing).

1.3 Respon imun humoral dan seluler


Respons imun alamiah: respons imun alamiah tidak memiliki spesifisitas dan memori sehingga pertahanan
tidak meningkat dengan adanya infeksi berulang. Respons ini diperankan oleh sel fagosit dan sel NK dengan
menggunakan faktor soluble yaitu lisosom, komplemen, acute phase proteins (CRP), dan interferon. Mikroorganisme
yang masuk dalam tubuh akan melalui dua mekanisme pertahanan utama, yaitu efek destruksi oleh enzim yang
bersifat bakterisidal dan mekanisme fagositosis oleh sel-sel fagosit (gambar 4). Sel fagosit akan mengenali berbagai
mikroorganisme. Mekanisme ini akan menimbulkan respons inflamasi akibat migrasi sel-sel yang terlibat dalam
respons imun serta mengakibatkan vasodilatasi.

Respons imun adaptif terjadi melalui identifikasi dan pengenalan terhadap adanya stimulus, misalnya bakteri
dan virus. Respons ini memiliki tiga karakter utama, yaitu spesifik, memori, dan intensitas yang bervariasi. Komponen
respons imun spesifik terdiri dari respons imun humoral dan respons imun seluler.

1. Respons Imun Humoral

Respons imun humoral diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi satu populasi (klon) sama yang
memproduksi antibodi spesifik dan limfosit B memori. Antibodi akan berikatan dengan antigen untuk mengaktivasi
komplemen yang mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Tiga elemen penting dalam respons imun humoral,
yaitu: antibodi, reseptor sel T (T cell receptors), dan molekul MHC (Major Histocompatibility Complex).7,19 Antibodi
berfungsi untuk pertahanan host karena menjadikan mikroorganisme infektif sebagai target, merekrut mekanisme
efektor host yang dapat merusak, menetralkan toksin, dan menyingkirkan antigen asing dari sirkulasi. TCR
berinteraksi bukan dengan antigen secara keseluruhan, tetapi dengan segmen pendek dari asam amino (antigen
peptida). Fungsi TCR adalah untuk mengikat dan mengenali kompleks antigen spesifik dengan molekul MHC. MHC
berfungsi untuk menentukan kemampuan sistem imun seseorang dalam membedakan self dan nonself, mengatur
berbagai interaksi antara berbagai jenis sel yang terlibat dalam respons imun, dan menentukan kemampuan individu
untuk bereaksi terhadap antigen spesifik dan kecenderungan untuk menderita kelainan imunologik.

2. Respons Imun Seluler

Antibodi tidak dapat menjangkau mikroorganisme yang berkembang biak intraseluler. Oleh karena itu, sistem
imunitas tubuh mengaktivasi limfosit T untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut. Setelah antigen eksogen
diproses oleh APC, akan terbentuk fragmen peptida yang kemudian dapat berinteraksi dengan TCR bersamaan
membentuk kompleks dengan MHC. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu Th (CD4), untuk mengenal antigen
bekerja sama dengan MHC kelas II. Antigen endogen dihasilkan oleh tubuh inang. Sebagai contoh adalah protein
yang disintesis virus dan protein yang disintesis oleh sel kanker. Antigen endogen dirombak menjadi fraksi peptida
yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya,
yaitu Tc (CD8), untuk mengenali antigen endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I. Sel Th1
Pada dasarnya, respons imun alamiah dan adaptif bekerja saling melengkapi. Sel-sel imun saling berinteraksi dalam
regulasi sistem imun.
ü Respon Imun terhadap Alergen dan Iritan
Faktor yang terpenting dalam reaksi anafilaktik adalah IgE, yang disebut antibodi homostitotropik atau reagin.
IgE mempunyai sifat khas yang tidak dimiliki oleh imunoglobulin kelas lain yang afinitasnya tinggi pada mastosit (sel
mast) dan basofil melalui reseptor Fc pada permukaan sel bersangkutan yang mengikat fragmen Fc IgE. Sekali
terikat, IgE dapat melekat pada permukaan mastosit dan basofil selama beberapa minggu dan IgE yang terikat inilah
yang berperan besar pada reaksi anafilaktik. Selain IgE, IgG4 diketahui mempunyai kemampuan serupa, tetapi
dengan afinitas yang jauh lebih rendah. Penelitian-penelitian terakhir mengungkapkan bahwa berbagai jenis limfokin
dan sitokin dengan peran multi fungsi juga dilepaskan pada reaksi ini sebagai akibat aktivitas mastosit oleh IgE. IL-3
dan IL-4 mungkin mempunyai dampak autokrin pada sel mast bersangkutan dan substansi ini bersama-sama dengan
sitokin yang lain meningkatkan produksi IgE oleh sel B. Disamping itu, beberapa jenis sitokin lain, termasuk produk
golongan gen IL-8/IL-9, berperan dalam proses kemotaksis dan aktifitas sel-sel inflamasi di daerah terjadinya alergi.
Apabila IgE yang melekat pada mastosit atau basofil, mengalami pemaparan ulang pada alergen spesifik
yang dikenalnya, maka alergen akan diikat oleh IgE demikian rupa sehingga alergen tersebut membentuk jembatan
antara 2 molekul IgE pada permukaan sel (crosslinking). Crosslinking hanya terjadi dengan antigen yang bivalen atau
multivalen tetapi tidak terjadi dengan antigen univalen. Crosslinking yang sama hanya dapat terjadi bila fragmen Fc-
IgE bereaksi dengan anti IgE, atau bila reseptor Fc dihubungkan satu dengan lain oleh anti reseptor Fc. Crosslinking
merupakan mekanisme awal atau sinyal untuk degranulasi sel mast atau basofil.
Segera setelah ada sinyal pada membran sel, terjadi serangkaian reaksi biokimia intraseluler secara
berurutan menyerupai kaskade, dimulai dengan aktivitas enzim metiltransferase dan serine esterase, diikuti dengan
perombakan fosfatidilinositol menjadi inositol trifosfat (IP3), pembentukan diasilgliserol dan peningkatan ion Ca2+
intrasitoplasmatik. Reaksi-reaksi biokimia ini menyebabkan terbentuknya zat-zat yang memudahkan fusi membran
granula sehingga terjadi degranulasi. Degranulasi mengakibatkan pelepasan mediator-mediator yang sebelumnya
telah ada di dalam sel misalnya histamin, heparin, faktor kemotaktik neutrofil (neutrophil chemotactic factor = NCF),
platelet activating factor (PAF), maupun pembentukan berbagai mediator baru. Diantara mediator baru yang dibentuk
adalah slow reacting substances anapltylaxis yang terdiri atas substansi-substansi dengan potensi spasmogenik dan
vasodilatasi yang kuat yaitu leukotrien LTB4, LTC4, dan LTD4, disamping beberapa jenis prostaglandin dan
tromboksan. Mediator-mediator tersebut mempunyai dampak langsung pada jaringan, misalnya histamin
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, penyempitan bronkus, edema pada mukosa, dan
hipersekresi.
Iritan yang mengenai tubuh akan memicu sel mast untuk melepaskan neuropeptida substansi P yang akan
merangsang serabut saraf C (n.trigeminus) sehingga timbul nyeri. Substansi P terletak dalam sel saraf yang
terpencar di seluruh tubuh sel dan dalam sel endokrin khusus di usus. Neuropeptida ini dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah dan merupakan neurotransmiter rasa nyeri, raba, dan temperatur.
1.4 Pembentukan anti gen antibody
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B. Pengikatan tersebut
menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma kemudian akan membentuk antibody
yang mampu berikatan dengan antigen yang merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya
antibody pada antigen disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.

1.2 Fungsi dan peran anti gen antibody pada mekanisme pertahanan tubuh
Yang diartikan dengan imunokompromais ialah fungsi sistim imun yang
menurun. Sistim imun terdiri atas komponen nonspesifik dan spesifik. Fungsi
masing-masing komponen atau keduanya dapat terganggu baik oleh sebab
kongenital maupun sebab yang didapat. Pada hal yang akhir, sistim imun
tersebut sebelumnya berfungsi baik. Hal inilah yang dalam praktek sehari-
hari dimaksudkan dengan imunokompromais.

Keadaan imunokompromais yang sering ditemukan di dalam klinik dapat


terjadi oleh infeksi (AIDS, virus mononukleosis, rubela dan campak),
tindakan pengobatan (steroid, penyinaran, kemoterapi, imunosupresi, serum
anti-limfosit), neoplasma dan penyakit hematologik (limfoma/Hodgkin,
leukemi, mieloma, neutropenia, anemi aplastik, anemi sel sabit), penyakit
metabolik (enteropati dengan kehilangan protein, sindrom nefrotik, diabetes
melitus, malnutrisi), trauma dan tindakan bedah (luka bakar, splenektomi,
anestesi) dan lainnya (lupus eritematosus sistemik), hepatitis kronis)
Berbagai 'tnikroorganisme (kuman, virus, parasit, jamur) yang ada di
lingkungan maupun yang sudah ada dalam badan penderita, yang dalam
keadaan normal tidak patogenik atau memiliki patogenesitas rendah, dalam
keadaan imunokompromais dapat menjadi invasif dan menimbulkan berbagai
penyakit. Oleh karena itu penderita yang imunokompromais mempunyai
risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari badan sendiri
maupun yang nosokomial dibanding dengan yang tidak imunokompromais.
Untuk mengerti hal-hal yang dapat terjadi pada keadaan imunokompromais,
komponen-komponen sistim imun dan fungsinya masing-masing, respons
imun serta mekanisme eliminasi antigen perlu dimengerti dengan baik.
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua
jenis organisme/toksin yang merusak jaringan dan organ. Kemampuan
tersebut dinamakan kekebalan. Kekebalan dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
1. Kekebalan didapat/kekebalan khusus, yang membentuk antobodi serta
limfosit peka yang menyerang dan menghancurkan organisme
spesifik/toksin.
2. Kekebalan bawaan/alamiah, membuat tubuh manusia resisten terhadap
penyakit-penyakit
pada binatang, kolera, campak, penyakit virus yang membunuh. Kekebalan
ini disebabkan oleh proses berikut:
• Fagositosis bakteri dan penyerang lain oleh sel darah putih dan sel dari
sistem makrofag jaringan.
• Destruksi organisme yang tertelan dalam lambung oleh enzim-enzim
pencernaan.
• Daya tahan kulit terhadap invasi oleh organisme asing.
• Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang menyerang organism
asing/toksin dan menghancurkannya.
Tubuh manusia mempunyai kekebalan spesifik yang sangat kuat terhadap tiap-tiap agen
penyerang seperti bakteri, virus, toksin. Sistem kekebalan didapat ini penting sebagai pertahanan terhadap
organisme penyerang karena tubuh tidak mempunyai kekebalan bawaan/alamiah. Tubuh tidak menghambat invasi
pada serangan pertama, tetapi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu terserang menyebabkan sistem imun
khusus timbul dengan kuat untuk menahan penginvasi/toksin, sehingga timbul daya tahan sangat
spesifik untuk penginvasi tertentu dan tidak untuk penginvasi jenis lainnya. Kekebalan didapat sering dapat
memberikan proteksi ekstrim, misalnya toksin tertentu/tetanus dapat memproteksi dalam dosis 100 ribu kali jumlah
yang akan menimbulkan kematian tanpa kekebalan tersebut. Karena alas an ini proses yang dikenal dengan
vaksinasi sangat penting dalam melindungi manusia terhadap penyakit tertentu. Dalam tubuh manusia terdapat 2
jenis dasar kekebalan yang didapat/khusus dan berhubungan sangat erat, yaitu:
1. Kekebalan humoral, tubuh manusia membentuk antibodi yang beredar,
yang merupakan molekul globulin yang mampu menyerang agen penginvasi.
2. Kekebalan seluler/limfositik, didapat melalui pembentukan limfosit yang
sangat khusus dalam jumlah besar yang peka terhadap agen asing, yang
mempunyai kemampuan menyerang agen asing dan menghancurkannya.
Tiap-tiap toksin atau jenis organisme penginvasi mengandung satu senyawa
kimia spesifik atau lebih yang membedakannya dari semua senyawa lainnya.
Umumnya senyawa ini adalah suatu protein, polisakarida besar, atau
kompleks lipoprotein besar, dan inilah yang menyebabkan kekebalan
didapat, zat ini disebut antigen. Hal sama pada jaringan, seperti jantung
yang ditransplantasikan dari manusia lain juga mengandung sejumlah
antigen yang dapat menimbulkan proses imun dan selanjutnya menyebabkan
destruksi cangkokan.
Zat-zat yang bersifat antigenik biasanya harus mempunyai berat molekul
yang besar, selanjutnya proses antigenisitas mungkin tergantung atas rantai
prostetik yang secara teratur timbul pada permukaan molekul besar, yang
mungkin menerangkan mengapa protein dan polisakarida hampir selalu
bersifat antigenik, karena mereka mempunyai kedua jenis sifat streokimia
ini.
Kekebalan didapat adalah hasil dari jaringan limfoid tubuh. Pada orang yang
secara genetik tidak mengandung jaringan limfoid atau rusak oleh radiasi
atau zat kimia, kekebalan didapatnya tidak terbentuk. Jaringan limfoid
hampir selalu terletak pada nodus limfatikus, tetapi juga ditemukan dalam
jaringan limfoid khusus seperti limpa, daerah submukosa saluran
pencernaaan, dan dalam jumlah kecil pada sumsum tulang.
Walaupun sebagain besar limfoit dalam jaringan limfoid normal, sel-sel ini
secara nyata dibagi atas 2 golongan, yaitu:
1. Limfosit T, bergantung jawab dalam pebentukan limfosit yang disensitisasi
yang memberikan kekebalan seluler, dimana Limfosit T dibentuk dalam
timus,
2. Limfosit B, untuk pembentukan antibodi yang memberikan kekebalan
humoral, dimana limfosit B dibentuk dalam hati fetus.
Limfosit bersikulasi dalam darah selama beberapa jam tetapi kemudian
terjebak oleh jala retikulum di dalam jaringan limfoid, selanjutnya limfosit
terus berproduksi dan tumbuh jaringan limfoid seluruh tubuh.
Sebenarnya bila orang menjadi kebal terhadap jaringannya sendiri, proses
kekebalan didapat akan menghancurkan tubuhnya sendiri. Untungnya,
mekanisme kekebalan normal mengenali jaringannya sendiri sebagai

DAFTAR PUSTAKA

Bratawijaya Karnen Grana dan renganis Iris. 2010. Imunologi Dasar, edisi ke-9. jakarta : FKUI

Julia Mardana dan wahab Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.jakarta : Widya
medika.

Komposisi sistem kekebalan tubuh

Sel-sel sistem kekebalan tubuh adalah sel darah putih atau leukosit. Tugasnya adalah untuk membunuh organisme

yang menyebabkan infeksi dan penyakit dalam tubuh. Leukosit dibentuk di berbagai bagian tubuh seperti timus ,

limpa (limpa), dan sumsum tulang .

Ada dua jenis leukosit:


1. Fagosit - Sel-sel ini tampaknya menyerang organisme. Neutrofil adalah bentuk paling umum dari fagosit. Fungsi

utama mereka adalah untuk melawan bakteri.

2. Limfosit - Sel-sel ini yang pertama dn bertugas mencari organisme dan membantu untuk memerangi mereka.

Limfosit dimulai di sumsum tulang secara aktif mencari organisme penyebab penyakit dalam tubuh,

Cara kerja sistem imun tubuh

Sistem kekebalan melindungi tubuh dalam tiga cara:

1. Membentuk penghalang yang mencegah bakteri dan virus memasuki tubuh.

2. Ketika bakteri atau virus masuk ke dalam tubuh, sistem kekebalan tubuhmengenali nya dan membunuh

sebelum organisme berbahaya berusaha memperbanyak diri / berkembang biak

3. Ketika bakteri atau virus berkembang biak dan menyebabkan masalah dalam tubuh, sistem kekebalan

tubuh bertanggung jawab untuk memerangi dan membunuh organisme berbahaya.

Jenis-jenis sistem kekebalan tubuh

1. Imunitas bawaan atau kekebalan alami

Sistem kekebalan tubuh bawaan merupakan Imunitas yang di memiliki seseorang dari saat kelahiran. Termasuk

hambatan anatomis seperti kulit dan selaput lendir seperti ditemukan dalam hidung dan tenggorokan .
2. Kekebalan aktif atau kekebalan adaptif

Merupakan kekebalan yang terbentuk seiring berjalannya waktu. sistem kekebalan tubuh adaptif terhadap

organisme berbahaya yang menyerang tubuh (antigen ). Sistem kekebalan adaptif mengetahui dan dapat

mengidentifikasi suatu jenis organisme. Jika antigen tersebut kembali menyerang ke tubuh dimasa yang akan

datang, sistem kekebalan adaptif lebih mudah mempertahankan tubuh.

Artikel lain : Pentingnya pemberian imunisasi dasar pada bayi dan balita

3. Imunitas pasif

Imunitas pasif merupakan kekebalan yang "meminjam" hanya efek sementara. Sebagai contoh, ASI memiliki antibodi

yang membantu memberikan perlindungan pada bayi terhadap penyakit yang dialami ibu.

Artikel lain : Cara meningkatkan kekebalan tubuh agar tidak mudah sakit

Macam-macam Penyakit sistem kekebalan tubuh

Jenis-jenis penyakit yang menyerang sistem imunitas tubuh antara lain :

1. Gangguan Immunodeficiency

Ketika bagian dari sistem kekebalan tubuh tidak bekerja dengan baik, Anda mungkin memiliki gangguan

immunodeficiency. Immunodeficiency yang akan berhubungan dengan genetik dan hormonal

disebut immunodeficiency primerdan selain itu immunodeficiency sekunder sering dijumpai pada beberapa kondisi

medis seperti Hiv.


Beberapa penyakit yang disebabkan oleh immunodeficiency primer adalah sebagai berikut:

 SCID atau Bubble Boy Disease - Penyakit kronis ini karena sistem kekebalan tubuh atas kurangnya Sel B

dan sel T dalam tubuh.

 Sindrom DiGeorge (displasia thymus) - Ini adalah cacat di mana orang dilahirkan tanpa kelenjar timus.

 Sindrom Chediak-Higashi dan Penyakit Kronis Granulomatous - Ini adalah penyakit yang disebabkan oleh

kelemahan dan kurangnya tindakan neutrofil.

Artikel lain : Perbedaan antara penyakit akut dan Kronik

Sementara penyakit yang disebabkan oleh immunodeficiency sekunder Sebagai berikut:

 HIV (Human Immunodeficiency Virus) / AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) . Ini adalah penyakit

yang perlahan-lahan dan memerangi sistem imun. HIV adalah virus yang membunuh sel-sel T. Ketika

kekebalan tubuh menurun maka tubuh tidak mampu melawan berbagai macam infeksi terinfeksi.

 Immunodeficiency ini disebabkan oleh obat-obatan, seperti yang digunakan dalam kemoterapi pengobatan

kanker . Sementara kemoterapi membunuh sel-sel yang menyebabkan kanker, tetapi sel-sel sehat juga ikut

terpengaruh

Artikel lain : Pengertian dan Efek samping Kemoterapi

2. Gangguan autoimun

Ini adalah penyakit di mana sistem kekebalan tubuh mengalami kesalahan mengidentifikasi terhadap penyakit dan

Mengira bagian tubuh yang sehat sebagai organisme yang buruk penyebab penyakit. yang disebabkan oleh:
 Lupus

 Juvenile rheumatoid arthritis

 Juvenile on-set diabetes

 Scleroderma

 Ankylosing spondylitis

 Dermatomiositis Juvenile

Artikel lain : Sejarah penemuan Antibiotik yang menyelamatkan miliar nyawa

3. Gangguan Alergi

Ketika reaksi terlalu kuat dari sistem kekebalan tubuh untuk alergen, tubuh menderita alergi. Sistem kekebalan tubuh

menunjukkan gejala seperti bersin, konjungtivitis, radang bagian-bagian tertentu dari tubuh dan, dalam beberapa

kasus, anafilaksis .

Obat antihistamin untuk alergi sering menyebabkan alergi. Beberapa contoh dari alergi asma , eksim, reaksi alergi

terhadap makanan, obat-obatan, pada saat itu, dan lingkungan (misalnya debu).

4. Kanker pada sistem kekebalan tubuh

Infeksi pada sel-sel tulang, dapat menyebabkan kanker. Limfoma adalah salah satu jenis kanker yang umum dalam

sistem kekebalan tubuh, selain itu leukemia (kanker darah) juga untuk orang-orang muda.

Anda mungkin juga menyukai