Anda di halaman 1dari 10

Produksi Bakteriosin (17-25) El-Hayah Vol. 4, No.

1September 2013

PRODUKSI BAKTERIOSIN OLEH Lactobacillus plantarum DJ3 DAN APLIKASINYA


SEBAGAI PENGAWET DAGING

Liliek Hariani

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

ABSTRACT

Lactic acid bacteria (LAB) are able to inhibit other bacteria by producing protein,
named as bacteriocin. Bacteriocin which produced by LAB is useful to inhibit
pathogenic bacteria that harmful to human health or even makes food spoil.
Bacteriocin is effective as antibacterial agent against pathogenic bacteria. Crude
Extract of bacteriocin that produced by Lactobacillus plantarum DJ3 is able to
inhibits the growth of E. Coli (4 mm) and S. aureus (5.33 mm). Application of
bacteriocin in beef show that it able to inhibita the growth of bacteria. The amount
of bacteria in beef that stored in 8 hours with bacteriocin addition are 1,3 X 108
CFU/g, and 3.7 X 108 CFU/g without bacteriocin addition. While the amount of
bacteria in beef that stored in 12 hours with bacteriocin addition are 2.0 x 109
CFU/g and 1.5 x 1011 without bacteriocin addition.

Key words : Bacteriocin, Lactobacillus plantarum DJ3, meat preservation

PENDAHULUAN Pediococcusyang berasal dari berbagai bahan


Penggunaan agensia pengawet kimia makanan, misalnya nisin diproduksi oleh
seperti formalin pada makanan walaupun di Lactococcus lactis, pediosin AcH dihasilkan
satu sisi dapat memperpanjang umur simpan Pediococcus acidilactic. Beberapa kelebihan
makanan, namun dilain pihak keamanannya bakteriosin sehingga potensial digunakan
masih dipertanyakan. Residu bahan kimia yang sebagai biopreservatif yaitu: (i) bukan bahan
tertinggal di dalam tubuh dapat memicu toksik dan mudah mengalami degradasi oleh
timbulnya berbagai macam penyakit enzim proteolitik karena merupakan senyawa
diantaranya kanker (Nugroho dan Rahayu, protein; (ii) tidak membahayakan mikroflora
2003). Untuk mengatasi hal tersebut maka usus karena mudah dicerna oleh enzim saluran
pemanfaatan bahan pengawet alami pencernaan; (iii) dapat mengurangi
(biopreservasi) sangat potensial untuk penggunaan bahan kimia sebagai pengawet
diaplikasikan dalam pengawetan pangan pangan; (iv) penggunaannya fleksibel; dan (v)
(Ammor,et al., 2006) karena dapat mengontrol stabil terhadap pH dan suhu yang cukup luas
pertumbuhan bakteri patogen secara alami dan sehingga tahan terhadap proses pengolahan
aman (Mataragas,et al., 2003). yang melibatkan asam dan basa, serta kondisi
Salah satu agen biopreservatif yang panas dan dingin (Cleveland et al., 2001).
sangat potensial digunakan sebagai pengawet Pemakaian bakteriosin komersial
pangan adalah bakteriosin. Karena bakteriosin sebagai biopreservatif sudah dilakukan di
mampu mencegah pembusukan pangan dengan beberapa negara dan diaplikasikan pada
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. beberapa jenis makanan.Di Indonesia salah
Bakteriosin mampu diproduksi oleh kelompok satu yang telah mencoba penggunaan
Bakteri Asam Laktat (BAL). Beberapa galur bakteriosin sebagai pengawet alami adalah
Bakteri Asam Laktat (BAL) dapat Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
menghasilkan senyawa protein yang disebut Pascapanen Pertanian untuk pengawetan
bakteriosin, dan bersifat bakterisidal terhadap daging ayam dan hasil aplikasinya
bakteri gram positif dan gram negatif (Tahara menunjukkan bahwa daging ayam dapat
et al., 1996). Bakteriosin dapat diproduksi oleh dipertahankan kesegarannya selama 18 jam,
Lactococcus, Lactobacillus dan padahal daging ayam tanpa pengawet biasanya

17
Liliek Harianie

bertahan segar selama 10 jam (bila Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian


penanganannya bersih) dan 6 jam (bila ini adalah untuk mengetahui
penanganannya tidak bersih). Bakteri patogen kemampuanLactobacillus plantarumDJ3
yang banyak dijumpai pada daging mentah dalam memproduksi bakteriosin dan lama
antara lain Escherichia coli, Salmonella penyimpanan daging yang diberi pengawet
sp.,dan Listeria monocytogenes (Usmiati, S., bakteriosin
dan Marwati, T., 2007).Bakteriosin sebagai
agen biopreservatif sangat potensial digunakan METODE PENELITIAN
untuk mengendalikan beberapa bakteri patogen
pada daging, tetapi secara komersial Rancangan Penelitian
ketersediaanya masih sedikit dan harganya Penelitian dilakukan secara diskriptif yang
sangat mahal, padahalkoleksi bakteri asam terdiri dari 2 tahap dan setiap tahap diulang 3
laktat (BAL) di Indonesia tersedia cukup (tiga) kali : Tahap I : Produksi bakteriosin oleh
banyak Lactobacillus plantarum. Tahap II : Lama
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini penyimpanan daging (P) yang diberi pengawet
bertujuan untuk mengaplikasikan bakteriosin bakteriosin, P1: 8 jam dan P2: 12 jam
yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp.pada
daging sapi. Sebagaimana diketahui bahwa Pelaksanaan Penelitian
daging sapi berperanan cukup besar dalam Pembuatan Media
konteks ketahanan pangan nasional karena Media MRS agar dibuat dengan
merupakan salah satu komoditas sumber melarutkan 6.28 g dalam 100 ml, media
protein hewani yang penting untuk kesehatan MRSbroth dibuat dengan melarutkan 5.22 g
dan pertumbuhan. Kesehatan daging dalam 100 ml, media Nutrient Agar dibuat
merupakan bagian yang penting bagi dengan melarutkan 2.3 g dalam 100 ml dan
keamanan pangan dan selalu menjadi pokok media Nutrient Broth dibuat dengan
permasalahan yang mendapatkan perhatian melarutkan 0.9 g dalam 100 ml Semua bahan
khusus dalam penyediaan daging untuk dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk
konsumen. Daging yang disimpan pada suhu hingga larut, kemudian media tersebut
kamar pada waktu tertentu akan mengalami dimasukkan ke dalam enlenmeyer dan ditutup
kerusakan. Hal ini karena daging merupakan kapas, kemudian disterilisasi dalam autoklaf
bahan pangan yang bergizi tinggi dan media menggunakan suhu 121 °C dan tekanan 1 atm
yang baik untuk pertumbuhan mikroba. selama 15 menit.
Kerusakan daging oleh mikroba
mengakibatkan penurunan mutu daging. Peremajaan Bakteri
Jumlah dan jenis mikroba yang mencemari Peremajaan bakteri dilakukan dengan
permukaan daging ditentukan oleh penanganan mengambil 2 ose bakteri Lactobacillus
sebelum penyembelihan ternak dan tingkat plantarum DJ3 dan digoreskan pada media
pengendalian hiegines dan sistem sanitasi yang MRSA miring. Sedangkan untuk bakteri
baik selama penanganan hingga dikonsumsi. patogen yaitu Escherichia coli dan
Besarnya kontaminasi mikroba pada daging Staphylococcus aureus digoreskan pada media
menentukan kualitas dan masa simpan daging. NA miring.
Untuk menghindari kerusakan, daging perlu
diawetkan dengan memperhatikan persyaratan Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri
keamanan pangan (Usmiati, 2010). Lactobacillus plantarum DJ3
Penggunaan bakteriosin untuk pengawet Pembuatan kurva pertumbuhan
alami perlu mempertimbangkan pula sifat-sifat dilakukan dengan cara menginokulasikan
kestabilan bakteriosin tersebut, karena di sebanyak 2 ose masing-masing bakteri
dalam pengolahan makanan sering melibatkan Lactobacillus plantarum DJ3 hasil peremajaan
proses suhu baik tinggi maupun suhu rendah. ke dalam 200 mL media MRS broth, kemudian
Mengingat besarnya manfaat bakteriosin untuk diinkubasi pada shakerincubator dengan
keamanan pangan maka penelitian tentang kecepatan 100 rpm pada suhu 30oC selama 24
produksi bakteriosin oleh BAL Lactobacillus jam dan setiap 3 jam sekali diambil 4 ml
plantarumDJ3 serta aplikasinya untuk untuk diukur kekeruhannya (OD) pada panjang
pengawetan daging sapi. gelombang 600 nm. Kurva pertumbuhan
dilakukan sampai fase logaritmik.

18
Produksi Bakteriosin (17-25) El-Hayah Vol. 4, No.1September 2013

dan diinkubasi pada suhu 300C selama 18


Pembuatan Inokulum (Kultur Aktif) jam. Masing-masing bakteri uji
Lactobacillus sp. diinokulasikan sebanyak 25 µl kedalam NA
Pembuatan inokulum dilakukan dengan (Nutrient Agar) secara pour plate dan
cara menginokulasikan sebanyak 2 ose dibiarkan mengeras,
masing-masing hasil peremajaan bakteri 2. Media NA yang telah mengeras kemudian
Lactobacillus plantarum DJ3 ke dalam 25 ml dibuat sumuran dengan alat bor yang steril
media MRS broth kemudian diinkubasi pada di bagian tengah cawan petri,
shakerincubator dengan suhu 300C dan 3. Kertas cakram dengan diameter 6 mm
kecepatan 100 rpm sampai fase logaritmik. direndam dalam filtrat bakteriosin selama
30 menit, kemudian diletakkan di atas
Produksi Bakteriosin oleh Lactobacillus media NA yang berisi bakteri uji.
plantarum DJ3 (Razak, dkk. 2009) 4. Diinkubasi pada 300C selama 24 jam,
Inokulum L. plantarum DJ3 diinokulasi 5. Diameter zona bening yang terbentuk
sebanyak 5 ml ke dalam 45 ml media MRS disekitar kertas cakram diukur sebagai zona
broth yang telah ditambahkan yeast extract 2% penghambatan bakteriosin terhadap bakteri
(b/v) dan diinkubasi pada shakerincubator uji (bakteri patogen).
dengan suhu 300C dan kecepatan 100 rpm
selama 24 jam sehingga pH media Analisis Data
menunjukkan sekitar 4. Filtrat hasil fermentasi Datadiolah mengggunakan metode
dipisahkan dari endapan selnya dengan deskriptif. Data hasil penelitian disusun dalam
disentrifugasi pada 5000 rpm, 40C selama 30 tabel-tabel, diklasifikasikan sehingga
menit. dan selanjutnya filtrat bebas sel merupakan suatu susunan urutan data dan
dinetralkan dengan NaOH 1N sampai pH 7. dimuat dalam grafik untuk kemudian
Filtrat hasil fermentasi tersebut merupakan diinterpretasikan sesuai dengan hasil
ekstrak kasar bakteriosin yang akan dipakai pengamatan yang ada.
untuk penelitian berikutnya..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Lama Penyimpanan Daging yang Diberi
Pengawet Bakteriosin Konfirmasi Pewarnaan Gram dan Uji
Uji ini dilakukan dengan membuat Katalase
potongan daging sapi segar 10 gram dan Konfirmasi pewarnaan gram dan uji
merendamnya selama 30 menit dalam 10 ml katalase dilakukan untuk melihat kemurnian
larutan bakteriosin, ditiriskan untuk BAL yaitu L.plantarum DJ3 yang akan
mengeluarkan sisa filtrat selama 30 menit dan digunakan untuk penelitian ini. Hasil
dikemas rapat dalam cawan petri, kemudian pewarnaan Gram menunjukkan bahwa
disimpan pada suhu ruang selama 12 jam. Pada L.plantarum DJ3adalah Gram positif dengan
jam ke 8 dan 12 dihitung jumlah mikroba bentuk sel batang. Pewarnaan gram merupakan
kontaminan yang tumbuh pada daging dengan penentuan karakter isolat berdasarkan
Total Plate Count (TPC). perbedaan struktur dinding sel bakteri gram
positif dan negatif. Lapisan peptidoglikan yang
Uji Akivitas Antibakteri dari Baktriosin terdapat pada dinding sel bakteri gram positif
Uji penghambatan bakteriosinterhadap lebih tebal jika dibandingkan dengan bakteri
bakteri patogen yang digunakan dalam gram negatif.Menurut Brooks et al., (2005),
penelitian ini adalah Escherichia coli dan bakteri gram positif memiliki unsur khusus
Staphylococcus aureus. Pemilihan bakteri ini yaitu teichoic sebanyak 50% dari berat kering
mewakili bakteri Gram positif dan Gram dinding sel. Unsur ini memiliki fungsi untuk
negatif serta mewakili keberadaan bakteri menjaga transportasi ion, integritas dinding sel,
patogen pada daging. Prosedur pengujiannya penggantian choline oleh ethanolamine
dilakukan dengan metode difusi cakram sehingga resisten terhadap autolisis dan
menurut Schillinger dan Lucke (1989) yaitu menjaga permeabilitas eksternal. Hasil
sebagai berikut: pewarnaan gram seperti pada Gambar 1.
1. Satu ose kultur bakteri uji (E. coli dan S.
aureus) masing-masing diinokulasikan
kedalam media NB (Nutrient Broth) 10 ml

19
Liliek Harianie

pertumbuhan yang dilakukan pada penelitian


ini hanya sampai pada fase logaritmik.
Pengamatan adanya pertumbuhan sel
dilakukan dengan melihat terjadinya
kekeruhan pada medium tumbuh BAL yaitu
MRS broth dan setiap 3 jam mengukur nilai
Optical Density (OD) pada panjang gelombang
600 nm dengan pengenceran 10-1.
Gambar 2 menunjukkan bahwa kurva
Gambar 1. Hasil Pewarnaan Gram L. pertumbuhan L.plantarum DJ3 ditandai dengan
plantarum DJ3 meningkatnya nilai OD medium sejalan
dengan meningkatnya lama waktu inkubasi.
Hasil uji katalase menunjukkan Tahapan fase lambat (Lag Phase) pada
L.plantarum DJ3 adalah katalase negatif. Uji pertumbuhan L.plantarum DJ3 tidak terlihat
katalase yang dilakukan pada isolat untuk sehingga fase adaptasi terjadi sebelum jam ke
mengetahui kemampuannya dalam 3.
menghasilkan enzim katalase serta toleransi
isolat terhadap oksigen. Enzim katalase
merupakan enzim yang mampu mengkatalis
konversi hidrogen peroksida (H2O2) yang 1.5
toksik bagi sel menjadi air (H2O) dan oksigen.
BAL merupakan kelompok bakteri yang tidak
memiliki enzim katalase, tetapi memiliki 1
enzim peroksidase untuk mengubah H2O2 yang OD
bersifat toksik menjadi H2O. Berbeda dengan 0.5
enzim katalase yang secara langsung
mengkatalisasi H2O2 menjadi H2O dan O2,
enzim peroksidase membutuhkan reduktan 0
seperti NADH untuk mengkatalisasi H2O2
0 3 6 9 12 15 18 21 24
menjadi H2O. Persamaan reaksi kimia yang Jam ke
dihasilkan oleh katalisasi enzim peroksidase
terhadap H2O2 : Gambar 2. Kurva Pertumbuhan L. Plantarum
DJ3
H2O2 + NADH + H+ 2 H2O + O2
(Brooks, dkk, 2005; Garbutt, 1997) Pada fase lambat ini populasi
L.plantarum DJ3belum mengalami
Menurut Bergey’s (1994), ciri-ciri dari pertumbuhan yang berarti, dikarenakan baru
genus Lactobacillus adalah berbentuk batang, saja menyesuaikan dalam medium yang baru.
Gram positif, facultative anaerob, dengan ciri Menurut Madigan et al.,(2000) dalam Astuti
koloni ukuran 2-5 mm, convex, entire, keruh dan Rahmawati (2010), hal tersebut
dan tanpa pigmen. Sehingga uji konfirmasi dan menyebabkan sel belum dapat melakukan
kemurnian terhadap L.plantarum DJ3yang reproduksi atau pembelahan, tetapi masih
digunakan dalam penelitian ini adalah sudah beradaptasi dengan medium atau lingkungan
benar. L.plantarum yang digunakan dalam barunya. Fase lambat ini memungkinkan
penelitian ini merupakan hasil isolasi dari usus terjadinya penambahan ukuran sel, tetapi
itik petelur pada penelitian sebelumnya dan bukan pada jumlah selnyakarena pada jam
telah diidentifikasi sampai tingkat spesies awal inkubasi ini densitas belum meningkat
menggunakan kit API 50 CH (Muwakhid dan secara nyata. Fase logaritmik (Exponential
Maunatin, 2012). Phase) ditandai dengan bertambahnya populasi
secara signifikan. Jumlah sel meningkat
Kurva Pertumbuahan L.plantarum setelah jam ke-3 sampai jam ke-24. Sebelum
Pembuatan kurva pertumbuhan L. perlakuan produksi bakteriosin, inokulum yang
plantarum DJ3 dilakukan dengan dipakai berumur 18 jam, karena pada jam ke-
menggunakan shaker incubator pada suhu 18 L.plantarum DJ3 pada fase logaritmik,
300C kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Kurva

20
Produksi Bakteriosin (17-25) El-Hayah Vol. 4, No.1September 2013

sehingga telah siap dipakai sebagai inokulum.


Sedangkan pada produksi bakteriosin Adanya aktivitas bakteriosin dari filtrat
fermentasi dilakukan selama 24 jam. Menurut hasil fermentasi L.plantarum DJ3 dapat
Djide dan Sartini (2008), umumnya bakteri diketahui dengan melakukan uji aktivitas anti
asam laktat menghasilkan senyawa metabolit mikroba dari bakteriosin menggunakan metode
primer seperti asam laktat, asam asetat, difusi cakram dengan bakteri uji Eschericia
hidrogen peroksida dan bakteriosin pada fase coli dan Staphylococcus aureus kemudian
logaritmik dan fase stasioner. Fardiaz (1988), setelah inkubasi pada suhu ruang selama 24
metabolit primer seperti asam laktat, asam jam maka zona penghambatan yang terbentuk
asetat dan hidrogen peroksida berfungsi diamati. Bakteri uji yang digunakan dalam
sebagai antibakteri. Menurut Sarkono et al., penelitian ini mewakili bakteri gram positif
(2006), Giraud et al., (1994) dalam Harmayani yaitu Staphylococcus aureus dan bakteri gram
et al., (2009), bakteri asam laktat memproduksi negatif yaitu Eschericia coli, agar dapat
metabolit primer pada akhir fase logaritmik diketahui keefektifan ekstrak kasar bakteriosin
jam ke-18 sampai jam ke-24. Yuliana (2007), dalam menghambat kedua jenis bakteri
menyatakan bahwa untuk bakteri asam laktat patogen tersebut. Zona bening yang terbentuk
fase logaritmik biasanya dicapai pada inkubasi di sekitar kertas cakram menunjukkan bahwa
18 – 24 jam tergantung media dan jenis BAL. bakteri uji tidak dapat tumbuh. Adapun
diameter zona penghambatan bakteriosin
Produksi Bakteriosin oleh Lactobacillus terhadap bakteri patogen disajikan pada Tabel
plantarum DJ3 1.
Penelitian tahap I melakukan produksi
bakteriosin yang dihasilkan oleh L.plantarum Tabel 1. Zona Penghambat Bakteriosin
DJ3 dan dilakukan uji aktivitas bakteriosin Terhadap Bakteri Patogen
tersebut terhadap bakteri patogen. Produksi
bakteriosin secara fermentasi pada penelitian Jenis Bakt Diameter zona Ra
ini dilakukan dengan menggunakan shaker BAL eri hambat (mm) ta-
incubator pada suhu 300C kecepatan 100 rpm pato Ulan Ulan Ulan Ra
selama 24 jam. Produksi bakteriosin mencapai gen gan 1 gan 2 gan 3 ta
maksimal pada pertengahan fase logaritmik L.plant E.col 4 4 4 4
sampai awal fase stasioner. Umumnya arum i
aktivitas bakteriosin setelah memasuki fase S.aur 5 6 5 5.3
stasioner mengalami penurunan karena eus 3
meningkatnya produksi enzim-enzim
proteolitik yang akan mereduksi bakteriosin Tabel 1 menunjukkan bahwa
(Jimenez, 1993). Adapun media produksi L.plantarum mempunyai aktivitas
bakteriosin pada penelitian ini menggunakan penghambatan bakteriosin lebih kuat terhadap
media MRS broth yang telah ditambahkan bakteri S.aureus daripada E .coli yaitu masing-
inducer yaitu yeast extract sebanyak 2% (b/v). masing penghambatan 4 mm untuk E.coli dan
Penelitian yang dilakukan oleh Ogunbanwo, et 5.33 mm untuk S.aureus. Hal ini sesuai
al., (2003) menunjukkan bahwa penambahan dengan penelitian yang telah dilakukan Jin, et
yeast extract sebanyak 2% pada media MRS al., (1996) bahwa Lactobacillus menunjukkan
broth dapat meningkatkan aktivitas bakteriosin sifat antibakterial dari bakteriosin yang lebih
sekitar dua kali. Ekstrak kasar bakteriosin yang kuat terhadap bakteri-bakteri gram positif
dihasilkan oleh L.plantarumDJ3 dapat dilihat (Staphylococcus aureus dan Listeria
pada Gambar 3. monocytogens) daripada bakteri-bakteri gram
negatif (Salmonella typhi dan E.coli).
Dinding sel bakteri merupakan kerangka
kaku di luar membran sel bakteri. Membran sel
bakteri membungkus suatu massa yang
bertekanan tinggi mencapai 20 atm karena
mengandung metabolit yang tekanannya lebih
tinggi dari tekanan sekitar sel. Bila tidak ada
dinding sel maka membran sel tidak mampu
Gambar 3. Ektrak Kasar Bakteriosin untuk menahan tekanan osmotik di dalam sel

21
Liliek Harianie

bakteri sehingga sel akan pecah (Januarsyah,


2007). Dinding sel bakteri gram negatif lebih
kompleks dan berlapis serta tidak mengandung
asam teikat sebagai salah satu reseptor
bakteriosin (Bhunia et al., 1991) sehingga akan
lebih resisten terhadap bakteriosin. Selain itu
adanya perlindungan membran luar yang
membentuk lapisan terluar dari selubung sel
akan berfungsi sebagai penghalang yang
efesien melawan larutan hidrofobik tertentu
dan makromolekul (Olasupo et al., 2003). Gambar 4. Penghambatan Bakteriosin
Beberapa penelitian mendapatkan hasil Terhadap E.coli
yang berbeda bahwa beberapa jenis bakteriosin
menunjukkan spektrum yang lebih luas. Ray
(1992) mengemukakan bahwa nisin dan
pediosin AcH memiliki aktivitas bakterisidal
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Bakteriosin lain yang dilaporkan aktif
melawan bakteri gram negatif terutama E.coli
dan S.typhimurium diantaranya bakteriosin dari
Lactococcus lactis KSA2386 dan lacticin
NK24 (Todorov dan Dicks, 2004), bakteriosin
dari Lactobacillus brevis OG1 (Ogunbanwo et
Gambar 5. Penghambatan Bakteriosin
al., 2003), bakteriosin dari Leuconostoc yang
Terhadap S.aureus
diisolasi dari produk daging kemas vakum
(Budde et al., 2003), serta bakteriosin yang
Aplikasi Bakteriosin Sebagai Pengawet
diproduksi dari Lactobacillus plantarum hasil
Daging Sapi
isolasi dari molasses (Todorov dan Diks,
Pemakaian bakteriosin komersial
2005).
sebagai biopreservatif sudah dilakukan di
Aktivitas bakteriosin yang dihasilkan
beberapa negara dan diaplikasikan pada
oleh L.plantarum DJ3 dalam penelitian ini
beberapa jenis makanan. Beberapagalur bakteri
lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian
asam laktat (BAL) dapat menghasilkan
yang telah dilakukan oleh Ogunbanwo, et al.,
senyawa protein yang disebut bakteriosin, dan
(2003) yang melaporkan bahwa bakteriosin
bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram
yang dihasilkan oleh L.plantarum F1 mampu
positif dan gram negatif (Tahara et al., 1996).
menghambat E.coli dan S.aureus dengan zona
Bakteriosin dapat diproduksi oleh
penghambatan masing-masing sebesar 8 mm,
Lactococcus, Lactobacillus dan Pediococcus,
sedangkan bakteriosin yang dihasilkan oleh
misalnya nisin diproduksi oleh Lactococcus
L.brevis OG1 mampu menghambat E.coli dan
lactis, pediosin AcH dihasilkan Pediococcus
S.aureus dengan zona penghambatan masing-
acidilactic.
masing sebesar 6 mm dan 5 mm. Sehingga
Beberapa kelebihan bakteriosin
bakteriosin yang diperoleh dalam penelitian ini
sehingga potensial digunakan sebagai
mempunyai kemampuan yang hampir sama
biopreservatif yaitu (Cleveland et al., 2001) :
dengan bakteriosin yang dihasilkan oleh
1. Bukan bahan toksik dan mudah mengalami
L.brevis OG1 dalam menghambat bakteri
degradasi oleh enzim proteolitik karena
patogen yaitu E.coli dan S.aureus.
merupakan senyawa protein;
Zona penghambatan bakteriosin
2. Tidak membahayakan mikroflora usus
terhadap E.coli dan S.aureus dapat dilihat pada
karena mudah dicerna oleh enzim
Gambar 4 dan 5. Adapun jumlah bakteri
saluranpencernaan;
patogen yang digunakan dalam penelitian ini
3. Dapat mengurangi penggunaan bahan kimia
mempunyai OD sebesar 0.3 atau setara dengan
sebagai pengawet pangan;
108cfu/ml.
4. Penggunaannya fleksibel; dan
5. Stabil terhadap pH dan suhu yang cukup
luas sehingga tahan terhadap proses

22
Produksi Bakteriosin (17-25) El-Hayah Vol. 4, No.1September 2013

pengolahan yang melibatkan asam dan bakteriosin yang dihasilkan oleh L.plantarum
basa, serta kondisi panas dan dingin DJ3. Bakteriosin mampu menghambat bakteri
Menurut Ray (1996), beberapa pathogen dan pembusuk dengan efektif.
bakteriosin BAL yang digunakan sebagai Pemberian pengawet bakteriosin dalam
biopreservatif dalam berbagai produk makanan penelitian ini dilakukan dengan cara
antara lain adalah bakteriosin yang dihasilkan perendaman daging dalam ekstrak kasar
oleh Lactobacillus sp. bakteriosin selama 30 menit, selanjutnya
Bakteriosin yang dihasilkannya daging yang telah diberi pengawet bakteriosin
memiliki spektrum yang luas sebagai pengawet disimpan pada suhu ruang.
makanan dan mampu melawan bakteri gram Lama penyimpanan daging sampai 12
negatif patogen. Lactobacillus sp. dapat jam dan pada jam ke 8 dan jam ke 12 jumlah
ditemukan di dalam daging, produk daging, bakteri yang tumbuh pada daging diamati
susu, saluran pencernaan, dan makanan yang dengan Total Plate Count (TPC) untuk
difermentasi secara terkontrol. Penelitian ini mengetahui tingkat kerusakan daging. Jumlah
menggunakan ekstrak kasar bakteriosin hasil bakteri yang ada pada daging dengan
fermentasi dari Lactobacillus plantarum DJ3. pemberian ekstrak kasar bakteriosin dan tanpa
Daging mudah rusak oleh kontaminasi ekstrak kasar bakteriosin pada penyimpanan
mikroba, untuk mencegahnya dapat dilakukan suhu ruang disajikan pada Tabel 2.
dengan pemberian pengawet alami yaitu

Tabel 2. Jumlah Bakteri pada Daging Setelah Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan Jumlah Bakteri (Cfu/g) Rata-rata


(Jam) 1 2 3
Pemberian 8 1.4x108 2.1x108 3.1x107 1.3x108
Bakteriosin 12 5.2x109 1x109 8.1x107 2x109
8 8
Tanpa 8 3.7x10 4.9x10 2.5x108 3.7x108
Bakteriosin 12 2x1011 2.2x1011 1.5x1010 1.5x1011
(Kontrol)

Jumlah awal bakteri pada daging yang pemberian ekstrak kasar bakteriosin (kontrol)
digunakan dalam penelitian ini cukuptinggi dimana pertumbuhan bakteri daging lebih
yaitu 2.3x105 Cfu/g. Hal ini bisa disebabkan cepat. Penyimpanan daging selama 8 jam
karena daging yang digunakan dalam menunjukkan jumlah bakteri yang tumbuh
penelitian ini dibeli dari pedagang di pasar adalah 1.3x108 cfu/g yaitu mengalami kenaikan
yang diperlakukan pada suhu ruang (bukan sebesar 3 log dari jumlah awal bakteri daging,
suhu rendah) sehingga secara internal daging sedangkan pada kontrol jumlah bakteri yang
akan terkontaminasi jika tidak didinginkan tumbuh adalah 3.7x108 cfu/g yaitu mengalami
setelah penyembelihan. kenaikan sebesar 3 log.
Jumlah dan jenis mikroorganisme yang Penyimpanan selama 8 jam belum
mencemari daging ditentukan oleh tingkat menunjukkan bau busuk untuk perlakuan
pengendalian higienis yang dilaksanakan dengan penambahan ekstrakkasar bakteriosin,
selama penanganan, diawali saat tetapi untuk daging yang tidak diberi ekstrak
penyembelihan ternak dan pembersihan karkas kasar bakteriosin sudah menunjukkan adanya
hingga sampai ke konsumen. Pertumbuhan bau busuk karena jumlah bakterinya lebih
mikroorganisme berhubungan erat dengan banyak. Menurut Russel (2001) bau busuk dan
kualitas daging segar. Peningkatan jumlah lendir timbul ketika jumlah bakteri mencapai
mikroorganisme pembusuk berpengaruh 1x108 cfu/cm2, sedangkan penelitian lain
terhadap daya tahan atau masa simpan daging. menyebutkan bahwa bau busuk timbul ketika
Penelitian ini menunjukkan bahwa pada jumlah bakteri mencapai 1.2x106 cfu/cm2 dan
semua perlakuan lama penyimpanan dengan lendir timbul ketika bakteri berjumlah sekitar
pemberian ekstrakkasar bakteriosin lebih 3.2x107 – 1x109 cfu/cm2. Bau busuk karena
mampu menghambat pertumbuhan bakteri produksi hidrogen sulfida (H2S), NH3 dan
pada daging jika dibandingkan dengan tanpa merkaptan yang merupakan bahan utama

23
Liliek Harianie

penyebab bau busuk akibat metabolisme KESIMPULAN


protein oleh mikroorganisme. Bakteri Ekstrak kasar bakteriosin yang
penyebab bau busuk diantaranya dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum
Pseudomonas, Shewanella, Serratia, dan DJ3mampu menghambat pertumbuhan E. coli
Brochothrix (Ray, 2004). Lendir umumnya dan S. aureus masing-masing sebesar 4 mm
disebabkan oleh bakteri berkapsul (Alcamo, dan 5.33 mm.
1983), di antaranya Pseudomonas dan Ekstrak kasar bakteriosin dari
Alcaligenes (Frazier dan Westhoff, 1988). Lactobacillus plantarum DJ3mampu
Daging dengan kontaminan 105 cfu/cm2 akan menghambat pertumbuhan bakteri daging.
menjadi busuk dalam 6 hari apabila disimpan Bakteri pada daging selama penyimpanan 8
pada suhu 50C dan daging dengan kontaminan jam adalah 1.3x108 cfu/g dengan pemberian
103 cfu/cm2 tidak akan menjadi busuk selama bakteriosin dan 3.7x108 tanpa pemberian
10-11 hari penyimpanan pada suhu 50C bakteriosin. Sedangkan jumlah bakteri pada
(Suyasa, 2002). Jumlah awal bakteri pada penyimpanan daging salama 12 jam adalah
daging yang digunakan dalam penelitian yaitu 2x109 cfu/g dengan pemberian bakteriosin dan
105 Cfu/g dan perlakuan penyimpanan daging 1.5x1011 tanpa pemberian bakteriosin.
dilakukan pada suhu ruang sehingga sangat
memungkinkan untuk menyebabkan kerusakan SARAN
daging lebih cepat. 1. Sebaiknya sampel daging sapi yang
Total bakteri daging yang diberi ekstrak digunakan diambil dari RPH
kasar bakteriosin pada jam ke 12 adalah 2x109 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
cfu/g yaitu mengalami kenaikan sebesar 4 log tentang aplikasi pengawetan daging
dari jumlah awal bakteri daging dan daging menggunakan ekstrak kasar bakteriosin dari
juga mulai berbau busuk, sedangkan pada Lactobacillus plantarum DJ3 dengan
kontrol jumlah bakteri adalah 1.5x1011 cfu/g penyimpanan pada suhu rendah.
yaitu mengalami kenaikan sebesar 6 log dan
bau busuk bertambah menyengat dibandingkan DAFTAR PUSTAKA
dengan penyimpanan selama 8 jam. Jumlah
bakteri yang lebih rendah pada daging dengan Alcamo, I. E. 1983. Fundamentals of
perlakuan pemberian ekstrak kasar bakteriosin Microbiology. Addison-Wesley
bisa terjadi karena bakteriosin bersifat Publishing Company, London.
melisiskan sel bakteri sehingga menyebabkan Ammor S., G. Tauveron, E. Dufour, and I.
proses kematian pada sel yang sensitif Chevallier. 2006. Antibacterial activity
terhadap bakteriosin (Gonzales et al., 1996). of lactic acid bacteria against spoilage
Hal ini mampu menghasilkan lingkungan yang and pathogenic bacteria isolated from
tidak menguntungkan bagi bakteri. the same meat smallscalefascility : 1-
Secara umum peningkatan jumlah Screening and characterization of the
populasi bakteri sejalan dengan lamanya waktu antibacterial compounds. Food
penyimpanan daging disebabkan oleh adanya Bhunia, A. K., M. C. Johnson, B. Ray, and N.
pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada Kalchaanand. 1991. Mode of action of
daging dengan kondisi lingkungan yang pediocin AcH from Pediococcus
mendukung. Daging merupakan media yang acidilactici H on sensitive bacteria
baik untuk pertumbuhan dan perkembangan strains. J. Appl. Bacteriol. 70 : 1-25.
mikroorganisme termasuk mikroorganisme Budde, B. B. and M. Jakobsen. 2000. Real-
pembusuk, hal ini karena : (1) mempunyai time Measurements Of The Interaction
kadar air yang tinggi sekitar 68-75% (2) kaya Between Single Cells of Listeria
akan zat yang mengandung nitrogen dengan monocytogenes and Nisin on A Solid
kompleksitasnya yang berbeda, (3) Surface. J. Appl. Environ. Microbiol. 66
mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat (8) : 3586-3591.
difermentasikan, (4) kaya akan mineral dan Cleveland, J., J.T. Montville, I.F.Nes and M.L.
kelengkapan faktor untuk pertumbuhan Chikindas. 2001. Bacteriocin: safe,
mikroorganisme, (5) mempunyai pH yang natural antimicrobils for food
menguntungkan untuk sejumlah preservation. International Journal of
mikroorganisme (Soeparno ,1994). Food Microbiology 71:1-20.

24
Produksi Bakteriosin (17-25) El-Hayah Vol. 4, No.1September 2013

Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1988. Food Ray, B. 2004. Fundamental Food


Microbiology. 4th Edition. McGraw-Hill Microbiology. 3rd Edition. CRC Press,
Book Company, Singapore. London.
Gonzales, B. E., F. Glaasker, F. R. S. Kunji. A. Razak, A.R, Patong, A.R, Harlim, T., Djide,
J. M. Driessen, J. E. Suarez, and W. N. M.N., Haslia dan Mahdalia. 2009.
Konings. 1996. Bactericidal mode of Produksi Senyawa Bakteriosin Secara
action of Plantaricin S. J. Appl. Environ. Fermentasi menggunakan isolat BAL
Microbiol. 62:2701-2709. Enterrrococcus faecium DU55 dari
Januarsyah, T., 2007, Kajian Aktivitas Hambat Dangke. J.Indonesia Chemica Acta Vol
Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat 2 (2) : ISSN 2085-014X
Galur SCG 1223. Skripsi, Fakultas Russel, S. M., 2001. Spoilage bacteria
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. associated with poultry. In : A. R. Sams
Lawrie, R.A., 2003, Ilmu Daging, Edisi (Editor). Poultry Meat Processing. CRC
kelima, Penerjemah Aminuddin P., Press, New York.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soeparno. 1998, Ilmu dan Teknologi Daging.
Loekman S, Maamoen A, Ridwan S, Suparmi, Gadjah Mada University Press,
Edison. 1991. Pengaruh Pengemasan Yogyakarta.
terhadap Mutu Ikan Baung(Macrones Suyasa, I. N. 2002. Penambahan asam asetat
sp)Asap. Jurnal Penelitian, Pusat dan asam laktat serta pengaruhnya
Penelitian Universitas Riau. terhadap kualitas daging sapi. Tesis.
Madigan MT, Martinko JM (2006). Brock: Program Pascasarjana Institut
Biology of Microorganism. Pearson Pertanian Bogor, Bogor.
Education International. ISBN 0-13- Tahara, T., M. Oshimura, C. Umezawa and K.
196893-9.Page.375-377 Kanatani. 1996. Isolation partial
Mataragas, M., E.H. Drosinos, and J. characterization and mode of action
Metaxopoulos. 2003. Antagonistic acidocin J1132, a two-compound
activity of lactic acid bacteria against bacteriocin produced by Lactobacillus
Listeria monocytogenes in sliced cooked acidophilus JCM 1132. Appl. Environ.
cured pork shoulder stored under Microbiol. 62:892-897.
vacuum or modified atmosphere at Todorov, S. D. and L. M. T. Dicks. 2005.
4±2°C. Food Microbiology 20: 259– Lactobacillus plantarum isolated from
265. molasses produces bacteriocins active
Muwakhid dan Maunatin, 2012, Uji against Gram-negative bacteria. J.
Kemampuan BAL Selulolitik Asal Usus Enz. Microb. Technol. 36 : 318-326.
Itik Petelur sebagai Probiotik. Usmiati, S. dan Marwati, T. 2007. Seleksi dan
Proceeding Greentech 3. UIN MALIKI Optimasi Proses Produksi Bakteriosin
Malang dari Lactobacillus sp. J. Pascapanen
Nugroho, D.A. dan Rahayu, E.S. 2003. 4(1) : 27-37
Ekstraksi dan Karakterisasi Bakteriosin Usmiati, S. 2009, Penggunaan Bakteriosin
yang Dihasilkan oleh Leuconostoc untuk mempertahankan Kesegaran
mesenteroides SM 22. J.Teknol.dan Daging Ayam. Balai Besar Penelitian
Industri Pangan, Vol XIV (3) dan Pengembangan Pascapanen
Ogunbanwo, S. T., A. I. Sanni, and A. A. Pertanian. Bogor
Onilude. 2003. Influence of cultural Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar
conditions on the production of dan Olahan.Balai Besar Penelitian dan
bacteriocin by Lactobacilus brevis OG1. Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Afric. J. Biotechnol. 2 (7) : 179-184. Bogor
Olasupo, N. A., D.J. Fitzgerald, M.J. Gasson,
and A. Narbad. 2003. Activity of natural
antimicrobial compounds against
Escherichia coli and Salmonella
enterica serovar typhimurium. Lett.
Appl. Microbiol. 36 : 448–451.
Ray, B. 1996. Fundamental Food
Microbiology. CRC Press, London.

25
Liliek Harianie

26

Anda mungkin juga menyukai