Abstrak
Stunting menjadi isu yang mendesak untuk diselesaikan karena berdampak pada kualitas sumber daya
manusia Indonesia di masa depan. Sumber daya manusia adalah faktor utama penentu kesuksesan sebuah
negara. Studi ini bertujuan melihat hulu-hilir upaya penanggulangan stunting di Indonesia. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisa deskriptif. Sumber data berupa analisis dokumen
kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di hulu (level kebijakan) telah banyak sekali kebijakan
pemerintah yang dilahirkan sebagai upaya percepatan penanggulangan stunting, namun pada kenyataannya
angka penurunan stunting masih jauh dari yang ditargetkan. Di hilir, masih terdapat banyak masyarakat
maupun implementer program di level akar rumput yang belum memiliki penguasaan pengetahuan yang
memadai terkait stunting itu sendiri, baik dampaknya, faktor penyebabnya, hingga cara penanggulangannya.
Kebijakan penanggulangan stunting terkesan masih berada pada tataran menara gading, sementara pada
tataran akar rumput sendiri yang merupakan ujung tombak upaya percepatan penanggulangan stunting, isu
stunting seolah masih terdengar asing. Oleh karena itu, masih sangat diperlukan sosialisasi secara massif
terkait stunting, dampak yang ditimbulkan, urgensi penanggulangannya, dan upaya penanggulangan stunting
pada tataran akar rumput, sebagai bentuk upaya preventif individual tanpa bergantung pada program
pemerintah saja, sebab penanggulangan stunting adalah masalah mendesak yang mesti ditangani oleh semua
pihak dengan segera tanpa menunggu apapun.
Abstract
Stunting is an urgent issue to be resolved because it impacts on the quality of Indonesia's human resources in
the future. Human resources are the main factor determining the success of a country. This study aims to
look at the upstream-downstream efforts to overcome stunting in Indonesia. The research method used is a
qualitative approach with descriptive analysis. Source of data in the form of policy document analysis. The
results of the study show that, in the upstream (policy level) there have been a lot of government policies that
were born as an effort to acceleratecontrol stunting, but in reality thereduction rate is stunting still far from
the target. In the downstream area, there are still many communities and the implementation of programs at
the grassroots level that do not have sufficient mastery of knowledge related to stunting itself, both the
impact, the causes, and how to overcome them.prevention policies Stunting seem to still be at the ivory tower
level, while at the grassroots level itself is the spearhead of efforts to accelerateprevention stunting, the issue
of stunting seems to still sound strange. Therefore, there is still a need for massive socialization related to
stunting, the impact, the urgency of overcoming it, and efforts to overcome stunting at the grassroots level, as
a form of individual preventive efforts without relying on government programs, because stunting is an
urgent problem that must be addressed by all parties immediately without waiting for anything.
1
Jurusan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung
Email: riniardhasaputri@gmail.com
2
Jurusan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung
To citate this article, please refer to: Saputri, R., & Tumangger, J.
(2019). HULU-HILIR PENANGGULANGAN STUNTING DI
INDONESIA. JPI: Journal of Political Issues, 1(1), 1-9.
https://doi.org/10.33019/jpi.v1i1.2
2 − JPI : Journal of Political Issues Volume 1│Nomor 1│Juli 2019
dekat, ibu yang terlalu muda, terlalu tua, pada balita, telah ditetapkan program
terlalu sering melahirkan, serta asupan pemberian makan tambahan (PMT)
nutrisi yang kurang pada saat kehamilan, khususnya untuk balita kurus berupa PMT
tidak terlaksananya inisiasi menyusui dini lokal maupun PMT pabrikan yaitu biskuit
(IMD), gagalnya pemberian air susu ibu MT balita. Jika berat badan telah sesuai
(ASI) ekslusif, dan proses penyapihan dengan perhitungan berat badan menurut
dini, kuantitas, kualitas, dan kemanan tinggi badan, maka MT balita kurus dapat
pangan MPASI yang diberikan dapat dihentikan dan dilanjutkan dengan
menjadi salah satu faktor terjadinya makanan keluarga gizi seimbang (Situasi
stunting (Situasi Balita Pendek (Stunting) Balita Pendek (Stunting) di Indonesia,
di Indonesia, 2018). 2018).
Kondisi sosial ekonomi dan
sanitasi tempat tinggal juga berkaitan Kerangka Intervensi Stunting di
dengan terjadinya stunting. Kondisi Indonesia
ekonomi erat kaitanya dengan Pada tahun 2012, Indonesia
kemampuan dalam memenuhi asupan bergabung dalam sebuah gerakan yang
yang bergizi dan pelayanan kesehatan dikenal dengan scalling-up Nutrition
untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan (SUN). SUN merupakan sebuah gerakan
sanitasi dan keamanan pangan dapat global yang diluncurkan dengan prinsip
meningkatkan risiko terjadinya penyakit dasar bahwa semua penduduk berhak
infeksi. Penyakit infeksi yang disebabkan untuk memperoleh akses ke makanan
oleh hygiene dan sanitasi yang buruk yang cukup dan bergizi. Pemerintah
(misalnya diare dan kecacingan) dapat Indonesia bergabung dalam gerakan
menganggu penyerapan nutrisi pada tersebut melalui perancangan dua
proses pencernaan. Beberapa penyakit kerangka besar Intervensi Stunting. Di
infeksi yang diderita bayi dapat Indoensia, kebijakan Scalling up Nutrition
menyebabkan berat badan bayi turun. Jika telah diterjemahkan kedalam Gerakan
Kondisi ini terjadi dalam waktu yang Nasional Seribu Hari Pertama Kehidupan.
cukup lama dan tidak disertai dengan Kerangka Intervensi Stunting tersebut
pemberian asupan yang cukup untuk kemudian diterjemahkan menjadi berbagai
proses penyembuhan maka dapat macam program yang dilakukan oleh
mengakibatkan stunting (Situasi Balita Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait.
Pendek (Stunting) di Indonesia, 2018). Kerangka Intervensi Stunting yang
Namun demikian, anak kerdil yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
terjadi di Indonesia sebenarnya tidak terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi
hanya dialami oleh rumah tangga/keluarga Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.
yang miskin dan kurang mampu saja, Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi
karena stunting juga dialami oleh rumah Spesifik. Ini merupakan intervensi yang
tangga/keluarga yang tidak miskin/yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari
berada di atas 40% tingkat kesejahteraan Pertama Kehidupan (HPK) dan
sosial dan ekonomi (10 Kabupaten/Koota berkontribusi pada 30% penurunan
Prioritas untuk Itervensi Anak Kerdil stunting. Kerangka kegiatan intervensi
(Stunting), 2017). gizi spesifik umumnya dilakukan pada
Asupan zat gizi pada balita sangat sektor kesehatan. Intervensi ini juga
penting dalam mendukung pertumbuhan bersifat jangka pendek dimana hasilnya
sesuai dengan grafik pertumbuhannya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk
faltering) yang dapat menyebabkan melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik
stunting. Untuk memenuhi kecukupan gizi dapat dibagai menjadi beberapa intervensi
utama yang dimulai dari masa kehamilan Kerangka Intervensi Stunting yang
ibu hingga melahirkan balita: direncanakan oleh Pemerintah yang kedua
1. Intervensi Gizi Spesifik adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka
dengan sasaran Ibu Hamil. ini idealnya dilakukan melalui berbagai
Intervensi ini meliputi kegiatan kegiatan pembangunan di luar sektor
memberikan makanan kesehatan dan berkontribusi pada 70%
tambahan (PMT) pada ibu Intervensi Stunting. Sasaran dari
hamil untuk mengatasi intervensi gizi sensitif adalah masyarakat
kekurangan energi dan protein secara umum dan tidak khusus ibu hamil
kronis, mengatasi kekurangan dan balita pada 1000 Hari Pertama
zat besi dan asam folat, Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait
mengatasi kekurangan iodium, Intervensi Gizi Sensitif dapat
menanggulangi kecacingan dilaksanakan melalui beberapa kegiatan
pada ibu hamil serta yang umumnya makro dan dilakukan
melindungi ibu hamil dari secara lintas Kementerian dan Lembaga.
Malaria. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi
2. Intervensi Gizi Spesifik pada penurunan stunting melalui
dengan sasaran Ibu Intervensi Gizi Sensitif sebagai berikut:
Menyusui dan Anak Usia 0-6 1) Menyediakan dan
Bulan. Intervensi ini dilakukan memastikan akses terhadap
melalui beberapa kegiatan air bersih melalui program
yang mendorong inisiasi PAMSIMAS (Penyediaan
menyusui dini/IMD terutama Air Bersih dan Sanitasi
melalui pemberian ASI berbasis Masyarakat).
jolong/coloctrum serta Menyediakan dan
mendorong pemberian ASI memastikan akses terhadap
Ekslusif. sanitasi melalui kebijakan
3. Intervensi Gizi Spesifik 2) Melakukan fortifikasi
dengan sasaran Ibu bahan pangan
Menyusui dan Anak Usia 7- 3) Menyediakan akses kepada
23 bulan. Intervensi ini layanan kesehatan dan
meliputi kegiatan untuk Keluarga Berencana (KB)
mendorong penerusan 4) Menyediakan Jaminan
pemberian ASI hingga Kesehatan Nasional (JKN)
anak/bayi berusia 23 bulan. 5) Menyediakan Jaminan
Kemudian, setelah bayi berusia Persalinan Universal
diatas 6 bulan didampingi oleh (Jampersal)
pemberian MP-ASI, 6) Memberikan pendidikan
menyediakan obat cacing, pengasuhan pada orang tua
menyediakan suplemen zink, 7) Memberikan Pendidikan
melakukan fortifikasi zat besi Anak Usia Dini (PAUD)
ke dalam makanan, Universal
memberikan perlindungan 8) Memberikan pendidikan
terhadap malaria, memberikan gizi masyarakat
imunisasi lengkap, serta 9) Memberikan edukasi
melakukan pencegahan dan kesehatan seksual dan
pengobatan diare. reproduksi, serta gizi pada
remaja
10) Menyediakan banyuan dan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara
jaminan sosial bagi Ekslusif Pada Bayi di Indonesia
keluarga miskin 8) Peraturan Menteri Kesehatan
11) Meningkatkan ketahanan (Permenkes) No. 15/2013 tentang
pangan dan gizi. Tata Cara Penyediaan Fasilitas
Kedua kerangka Intervensi Khusus Menyusui dan/atau Memerah
Stunting diatas sudah direncanakan dan Air Susu Ibu.
dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia 9) Permenkes No.3/2014 tentang
sebagai bagian dari upaya nasional untuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
mencegah dan mengurangi prevalensi (STBM)
stunting. 10) Permenkes No.23/2014 tentang
Upaya Perbaikan Gizi
Kebijakan dan Program Terkait 11) Kerangka Kebijakan Gerakan
Intervensi Stunting Nasional Percepatan Gizi Dalam
Terkait upaya untuk mengurangi Rangka Seribu Hari Pertama
serta menangani prevalensi stunting. Kehidupan (Gerakan 1000 HPK),
Pemerintah di tingkat nasional telah 2013.
mengeluarkan berbagai kebijakan serta 12) Hari Pertama Kehidupan (Gerakan
regulasi yang diharapkan dapat 1000 HPK), 2013
berkontribusi pada pengurangan Selain mengeluarkan paket
prevalensi stunting, termasuk diantaranya: kebijakan dan regulasi.
1) Rencana Pembangunan Jangka Kementerian/Lembaga (K/L) juga
Panjang Nasional (RPJPN) 2005- sebenarnya telah memiliki program baik
2025 (Pemerintah melalui program terkait intervensi gizi spesifik maupun
pembangunan nasional ‘Akses intervensi gizi sensitif, yang potensial
Universal Air Minum dan Sanitasi untuk menurunkan stunting. Intervensi
Tahun 2019’, menetapkan bahwa Program Gizi Spesifik dilakukan oleh
pada tahun 2019, Indonesia dapat kementerian Kesehatan (Kemenkes)
menyediakan layanan air minum dan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat
sanitasi yang layak bagi 100% rakyat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu
Indonesia). (Posyandu) melalui Gerakan 1000 Hari
2) Rencana Pembangunan Jangka Pertama Kehidupan (HPK) (10
Menengah (RPJM) 2015-2019 (target Kabupaten/Koota Prioritas untuk Itervensi
penurunan prevalensi stunting Anak Kerdil (Stunting), 2017).
menjadi 28% pada 2019). Selain itu beberapa program
3) Rencana Aksi Nasional Pangan dan lainnya adalah Pemberian Makanan
Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011 Tambahan (PMT) Balita Gizi Kurang
4) Undang-Undang (UU) No. 36/2009 Oleh Kementerian Kesehatan/Kemenkes
tentang Kesehatan melalui Puskesmas dan Posyandu.
5) Peraturan Pemerintah (PP) No. Program terkait meliputi pembinaan
33/2012 tentang Air Susu Ibu Posyandu dan penyuluhan serta
Ekslusif penyediaan makanan pendukung gizi
6) Peraturan Presiden (Perpres) No. untuk balita kurang gizi usia 6-59 bulan
42/2013 tentang Gerakan Nasional berbasis pangan lokal (misalnya melalui
Percepatan Perbaikan Gizi Hari Makan Anak/HMA). Anggaran
7) Keputusan Menteri Kesehatan program berasal dari Bantuan Operasional
(Kepmenkes) No. Kesehatan (BOK) -Dana Alokasi Khusus
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang (DAK) Non Fisik sebesar Rp.
200.000.000,- per tahun per Puskesmas di
DAFTAR PUSTAKA