Anda di halaman 1dari 6

1.

Objektif

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kegiatan promosi EBF yang telah dilakukan
oleh kader ISP selama ini di area kerja CHC di Rumbai Pesisir Pekanbaru Riau.

metode

Desain penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Responden
dalam penelitian ini adalah kader ISP dengan penentuan responden menggunakan pendekatan
purposive sampling, sehingga diperoleh 11 responden yang sesuai kriteria inklusi sebagai
berikut: kader yang aktif mempromosikan EBF eksklusif, koperasi, usia ≤ 55 tahun, menjadi
kader selama minimal 2 tahun. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui
diskusi kelompok terarah (FGD). Pemrosesan data dari FGD dianalisis sesuai dengan metode
Colaizzi.

Hasil

Hasil analisis data menemukan lima tema, yaitu: (1) Jenis kegiatan promosi EBF yang
dilakukan oleh kader, (2) perilaku kader dalam promosi EBF, (3) kemampuan kader untuk
mempromosikan EBF, (4) kendala dalam membawa mengeluarkan promosi EBF, (5)
perlunya kader untuk meningkatkan kemampuan promosi EBF.

Kesimpulan

Kebutuhan akan pelatihan promosi EBF dan buku panduan kader, bimbingan dan
pengawasan oleh pusat kesehatan masyarakat (CHC) dalam pelaksanaan promosi EBF ini.

pengantar

ISP adalah salah satu bentuk upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat yang dikelola
dari, oleh, untuk, dan dengan masyarakat, untuk memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan dasar. 1
Dalam implementasinya, kegiatan ISP dilakukan oleh kader ISP. Kader ISP adalah anggota
komunitas lokal yang dipilih dari dan oleh komunitas, bersedia dan mampu bekerja sama
dalam berbagai kegiatan komunitas sukarela. 2

Hasil wawancara pendahuluan dengan beberapa kader ISP di wilayah kerja CHC Rumbai
Pesisir mengenai EBF menunjukkan bahwa banyak ibu telah menyediakan makanan atau
minuman selain ASI sebelum bayi berusia enam bulan. Meskipun kegiatan konseling tentang
EBF telah dilakukan di ISP. Selain itu, beberapa kader ISP merasa bahwa kegiatan promosi
EBF yang telah dilakukan tidak maksimal.

metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, deskriptif,


yang sesuai dengan tujuan penentuan peserta, menggunakan pendekatan purposive sampling,
dengan kriteria inklusi: kader ISP aktif, kader ISP yang telah bertugas minimal dua tahun,
kader ISP berusia ≤ 55 tahun. Jadi berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan, 11 peserta
diperoleh dari kader ISP. Metode pengumpulan data adalah melalui diskusi kelompok terarah
(FGD). Data dalam bentuk FGD dianalisis sesuai dengan metode Colaizzi. 3

Hasil

Hasil analisis data kualitatif dalam FGD menemukan lima tema utama, yaitu:

1. Jenis kegiatan promosi pemberian ASI eksklusif yang dilakukan oleh kader ISP

Jenis kegiatan ini adalah dalam bentuk memberikan informasi tentang arti dan manfaat EBF,
mengundang, mengingatkan dan juga merekomendasikan memberikan EBF dan membantu
sebanyak mungkin jika ibu memiliki masalah menyusui. Seperti yang dijelaskan oleh kader
ISP di bawah ini:

" Sampai sekarang ... hanya menjelaskan tentang EBF ... seperti konseling, Bu. Kami juga
selalu menyarankan dan mengingatkan ibu untuk memberikan EBF ”(FGD: P2).

2. Perilaku kader di EBF

Kader lebih fokus pada promosi pemberian ASI eksklusif di ISP sehingga mereka tidak
melibatkan keluarga, jika ada banyak kegiatan di ISP, promosi EBF tidak dilakukan sehingga
belum dilakukan secara rutin, belum menjadi kegiatan prioritas dibandingkan dengan
kegiatan lain di EBF. Seperti yang dinyatakan oleh kader ISP di bawah ini:

“ Kami hanya memberikan penyuluhan di ISP, Bu,… tetapi jika ada ibu hamil dan menyusui
yang datang berkunjung, maka… tidak bisa dilakukan secara rutin ” (FGD: P6).

3. Kemampuan kader untuk melakukan promosi EBF

Kemampuan kader masih kurang, baik pengetahuan maupun keterampilan. Akibatnya, para
kader kesulitan meyakinkan ibu dan mengatasi masalah menyusui yang ditemukan di ISP.
Seperti yang dijelaskan oleh kader ISP di bawah ini:

" Saya merasa bahwa pengetahuan saya tentang promosi EBF masih sangat kurang ... bahkan
saya masih bingung, apa yang harus kita lakukan untuk promosi EBF ini ... selain
menjelaskan tentang EBF " (FGD: P1).

4. Kendala dalam melakukan promosi pemberian ASI eksklusif

 (1)

Keluarga tidak mendukung

Keluarga (nenek dan suami) masih belum yakin bahwa ASI cukup untuk bayi hingga
usia 6 bulan, jadi rekomendasikan pemberian susu formula dan makanan tambahan
lainnya. Seperti yang dinyatakan oleh beberapa peserta di bawah ini:

“ Kadang-kadang ibunya ingin memberikan EBF, tetapi nenek dan suaminya


menyuruhnya untuk memberikan susu formula ... alasannya adalah ASI ibu kurang ”
(FGD: P8).
 (2)

Ada petugas kesehatan yang belum mendukung.

Beberapa petugas kesehatan di fasilitas kesehatan seperti klinik bersalin dan rumah
sakit, memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir. Ada beberapa alasan,
karena bayi dirawat di kamar bayi terpisah dengan ibu dan ASI belum keluar. Seperti
dijelaskan oleh beberapa peserta di bawah ini:

“ Tetangga saya melahirkan di klinik bidan, bayi diberi susu formula oleh bidan
karena ASI belum keluar ” (FGD: P3).

5. Kebutuhan kader untuk meningkatkan kemampuan promosi EBF

 (1)

Pelatihan dan buku panduan

Kader tidak pernah menerima pelatihan promosi EBF secara khusus dan juga tidak
memiliki buku panduan dalam memberikan promosi kepada masyarakat. Seperti
dijelaskan oleh beberapa peserta di bawah ini:

“ Kami ingin mendapatkan pelatihan khusus promosi EBF ini ... sehingga kami bisa
menjadi lebih baik. Kami juga belum memiliki buku panduan ”(FGD: P10).

 (2)

Pelatihan, pengawasan dan evaluasi

Sejauh ini belum ada panduan, pengawasan dan evaluasi kegiatan oleh karyawan
CHC. Seperti dijelaskan di atas, kader ISP dijelaskan di bawah ini:

“ Staf CHC harus memberikan bimbingan dan pengawasan kepada kami dalam
promosi EBF ini, bu ” (D: P1).

Diskusi

Tema-tema yang dihasilkan akan dibahas satu per satu di bawah ini:

1. Jenis kegiatan promosi EBF yang dilakukan oleh kader ISP

Kegiatan konseling yang dilakukan oleh kader-kader ini sesuai dengan salah satu kegiatan
utama di ISP, yaitu memberikan konseling yang dilakukan pada tabel 4 di ISP. 2 Namun,
kegiatan promosi EBF ini masih belum sesuai dengan tujuan dan strategi promosi kesehatan.
Tujuan dari promosi kesehatan adalah: tujuan program, tujuan pendidikan, tujuan perilaku,
dan tujuan intervensi perilaku dalam promosi kesehatan. 4 Sedangkan strategi promosi
kesehatan adalah: (1) Advokasi, (2) dukungan sosial, (3) pemberdayaan masyarakat. 5

2. Perilaku kader dalam promosi EBF


Dapat dikatakan bahwa dalam mempromosikan EBF, kader hanya menunggu di ISP.
Meskipun konseling tatap muka, baik di rumah ibu, di klinik, atau di ISP yang merupakan
dukungan langsung, adalah instrumen yang dapat memperkuat kebiasaan menyusui yang
positif. 6 Perilaku kader menunjukkan bahwa kinerja mereka dalam promosi EBF masih
rendah. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kinerja dan perilaku kader seperti persepsi
kader yang menganggap bahwa peningkatan status, harga diri dan tanggung jawab yang
berarti dalam masyarakat dipandang sebagai apresiasi atas layanan sukarela. Selain itu,
insentif juga memengaruhi motivasi dan kinerja seseorang. 7 Faktor sosial budaya (termasuk
norma dan nilai gender serta stigma terkait penyakit), keselamatan dan keamanan, serta
tingkat pendidikan dan pengetahuan kelompok sasaran adalah faktor yang juga dapat
memengaruhi kinerja dan perilaku kader. 8

3. Kemampuan kader untuk melakukan promosi EBF

Kader belum dapat melakukan kegiatan promosi EBF sesuai dengan prinsip-prinsip promosi
kesehatan. Ini karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan promosi EBF. Pengetahuan
yang rendah dapat menjadi penyebab ketidakmampuan kader untuk mengubah perilaku di
masyarakat untuk EBF. 9 Beberapa faktor dapat mempengaruhi kemampuan, yaitu:
Keyakinan dan nilai-nilai, keterampilan, pengalaman, karakteristik kepribadian, motivasi,
masalah emosional, kemampuan intelektual, budaya organisasi. 10

4. Kendala dalam melakukan promosi EBF

 (1)

Keluarga tidak mendukung

Pengaruh negatif dari keluarga dapat mempengaruhi ibu untuk memberikan EBF,
seperti anggapan keluarga bahwa ASI tidak cukup untuk bayi baru lahir, ada beberapa
batasan yang tidak boleh dimakan oleh ibu menyusui dan kebiasaan menyediakan
makanan atau minuman selain dari payudara. susu sebelum keputusan ibu bayi
berusia 6 bulan untuk EBF. Dukungan dari suami dan nenek si bayi memiliki
hubungan yang erat dengan lamanya dan keberhasilan EBF. 11 Selain itu, dukungan
komunikasi dan pengalaman positif nenek dalam menyusui memengaruhi ibu untuk
menyusui bayinya. 12 Dukungan keluarga yang memadai untuk ibu dikaitkan dengan
peningkatan praktik EBF sebanyak 2,85 kali (relatif terhadap mereka yang memiliki
dukungan keluarga yang buruk). 13

 (2)

Ada petugas kesehatan yang belum mendukung.

Bayi yang lahir di beberapa klinik bersalin dan rumah sakit, oleh bidan diberikan susu
formula dengan alasan bahwa ASI belum keluar dan tidak cukup untuk bayi. Salah
satu pemicu untuk ini adalah diberikan paket susu formula gratis oleh produsen susu
formula ke rumah sakit, menawarkan berbagai hadiah kepada petugas kesehatan,
mensponsori kegiatan keagamaan, mendanai seminar untuk para profesional
kesehatan, dan melakukan kegiatan kesehatan masyarakat untuk mempromosikan
produk mereka. 14,15 Susu formula yang diberikan oleh bidan saat kembali ke rumah
akan mendorong ibu untuk menghentikan EBF. 16 Ibu juga lebih mungkin
menghentikan EBF jika penyedia layanan kesehatan merekomendasikan penggunaan
suplemen formula, apa lagi kondisi ibu yang masih lemah setelah melahirkan. 17,18

5. Kebutuhan kader untuk meningkatkan kemampuan promosi EBF

Pelatihan kader ISP adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi kader
ISP dalam hal kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis dan dedikasi kader. 19
Kompetensi dalam pengetahuan dan keterampilan cenderung lebih mudah untuk
dikembangkan dengan pendidikan dan pelatihan. 20 Jadi untuk meningkatkan kompetensi
kader ISP, diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
Pelatihan berkelanjutan dapat meningkatkan keterampilan dan kinerja tugas tertentu. 21,22
Pelatihan petugas kesehatan menciptakan kesadaran di antara staf untuk meningkatkan
hubungan perawatan pasien-kesehatan di lembaga untuk perubahan dalam organisasi. 23
Kinerja yang lebih baik setelah pelatihan dikaitkan dengan pengawasan. 24,25

Fungsi pembinaan adalah agar karyawan melakukan tugas sesuai dengan apa yang diinginkan
untuk mencapai tujuan organisasi dan meningkatkan semangat tim dalam kerja sama.
Pembinaan yang efektif akan meningkatkan kemampuan dan kemauan staf untuk
menciptakan keselarasan antara tujuan manajemen dan tujuan staf. 26

Kesimpulan

Perlunya pelatihan promosi EBF dan buku panduan untuk kader, serta kebutuhan akan
bimbingan dan pengawasan oleh pusat kesehatan masyarakat sehingga pelaksanaan promosi
EBF dimaksimalkan.

2.

Komitmen, Motivasi, dan Kinerja Kader Posyandu

Abstrak
Kader posyandu adalah bagian dari petugas kesehatan yang berperan dalam
membangun komunitas yang sehat melalui pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium (MDGs). Kader posyandu memiliki peran dalam memberdayakan
masyarakat sebagai motivator, pendidik, dan peduli kesehatan. Keunggulan kader
dalam berkoordinasi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah mendukung
kemampuan mereka dalam mengidentifikasi kebutuhan dan kendala dalam
menyediakan layanan kesehatan. Komitmen dan motivasi kader posyandu sebagai
bagian dari masyarakat yang memiliki tugas sebagai pendidik kesehatan yang paling
dekat dengan masyarakat, menentukan terwujudnya masyarakat yang sehat. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komitmen dan motivasi terhadap kinerja
kader kesehatan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif.
Sebanyak 87 responden dari 91 sampel ditanyai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua variabel komitmen dan motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja kader Posyandu.
3.

Pengaruh Kinerja Kader Posyandu Balita Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Balita Di
Posyandu Melati 9 Puskesmas Liliba Kota Kupang

Latar Belakang: Salah satu masalah yang sering dihadapi saat ini adalah ketidakmampuan ibu
balita dalam memperoleh layanan kesehatan untuk anak di bawah lima tahun karena
kurangnya kinerja petugas kesehatan Posyandu. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui Pengaruh Kinerja Kader Posyandu Balita Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu
Balita Di Posyandu Melati 9 Puskesmas Liliba Kota Kupang Metode: Desain penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional.
Responden diambil dengan teknik Simple Random Sampling. Populasi mempelajari Semua
Ibu Balita di Posyandu Melati 9 Puskesmas Liliba Kota Kupang dengan sampel 39 ibu.
Variabel Independen yang diteliti adalah Kinerja Balita Posyandu dan Variabel Dependen
adalah Tingkat Kepuasan Ibu Balita. Hasilnya dianalisis dengan menggunakan uji statistik
Regresi Ordinal. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kinerja Kader diketahui bahwa
hampir separuh responden dalam kategori Baik adalah sebanyak 14 (36%) responden.
Tingkat kepuasan Ibu Balita diketahui bahwa sebagian besar responden dalam kategori
Sangat Puas adalah sebanyak 20 (51%) responden. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
tingkat signifikansi 0,000 <α = 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima sehingga Ada
Pengaruh Kinerja Kader Balita Posyandu Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Balita Di
Posyandu Melati 9 Puskesmas Liliba Kota Kupang. Kesimpulan: Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui bahwa kepuasan ibu balita terhadap pelayanan posyandu dimana kader
selalu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap posyandu. Selain itu, juga didukung oleh
pelatihan kader dan studi banding kader posyandu ke posyandu lainnya sebagai media
pembelajaran sehingga mereka dapat mengikuti upaya peningkatan yang telah dilakukan

Anda mungkin juga menyukai