Anda di halaman 1dari 6

2. Bagaimana tatalaksana untuk pasien?

Prinsip – prinsip pengelolaan KAD adalah:

1. Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang


2. Menekan lipolysis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel hati dengan emberian insulin
3. Mengatasi mencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya pemantaun serta
penyesuaian pengobatan (PAPDI, 2015)

Penatalaksanaan HHS hampir serupa dengan KAD, yaitu meliputi 5 pendekatan;

1. Rehidrasi intravena agresif


2. Penggantian elektrolit
3. Pemberian insulin intravena
4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5. Pencegahan (PAPDI, 2015)

Terapi inisial pada pasien yang dicurigai mengalami krisis hiperglikemi setelah dilakukan primary
survey, anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah denganpemberian cairan yang adekuat dan mengambil
sampel darah untuk di darah lengkap disertai hitung jenis, cek gula darah, elektrolit, ureum
creatinin,dan analisis gas darah. Pengambilan sampel urin diperlukan untuk mengecek adanya keton
pada urin. Perlu juga dilakukan pengecekan EKG (PAPDI, 2015).

Pemberian cairan penting pada pasien KAD dan HHS, maka tatalaksana awal adalah dengan
memasang IV fluid berupa NaCl 0,9% 1 liter diberikan dalam 1 jam, Selanjutnya nilai status dehidrasi
pasien. Pemberian cairan pada pasien yang mengalami KAD atau HHS penting untuk memperbaiki
perfusi jaringan, memperluas volume intravascular, memperbaiki perfusi ginjal dan menurunkan
hormone kontraregulator insulin. Pada awal terapi cairan, kadar glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insuln diberikan, dan hal ini dapat menajdi indicator yang baik cukupnya terapi cairan yang
diberikan (American Diabetes Association, 2009).

Pasien diterapi saat di igd diberikan infus loading cairan menggunakan NaCl 0.9% 1000cc dalam 1
jam, dilanjutkan 1000 cc dalam 2 jam lalu dilanjutkan 1000 cc dalam 4 jam. Terapi inisial pada pasien
sesuai guidline ketoasidosis diabetikum dari American Diabetic Assosiation yaitu pemberian NaCl 0,9% 1
liter, lalu di pantau derajat hidrasi pasien. Pada pasien diberikan terapi berdasarkan derajat dehidrasi
sedang yaitu diberikan cairan berdasarkan hasil Natrium. Perioritas utama terapi pada kad adalah terapi
cairan. Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi da hanya dengan
pemberian cairan saja dapat menurunkan kadar gula darah menjadi lebih rendah.

Jika kadar kaliaum awal <3,3 mEq pe L pemberian di tunda dan diberikan kalium sampai tercapai
kadar kalium setidaknya 3,3 mEqq per L. Jika kadar kalium lebih besar dari 5.0 mEq per L kadar kalium
harus diturunkan sampai di bawah 5.0 mEq per L. jika kadar awal kalium antara 3,3-5.0 mEq per L maka
perlu diberikan 20-30 mEq kalium dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan untuk
mempertahankan kadar kalium antara 4.0-5,0 mEq per L (American Diabetes Association, 2009).

Pada pasien didapatkan nilai kalium pada tanggal 8/9/2019 hasil 4 mmol/L, berdasarkan guidline
tatalaksana kalium pasien di anjurkan diberikan 20-30 mEq kalium dalam setiap liter cairan infus agar
menjaga kalium berapa di antara 4-5 mmol/L. Pasien di berikan KSR 1200mg ( 30mEq/L). Hal ini di
berikan untuk mempertahankan kadar Kalium pada pasien agar tidak menurun. Meskipun terapat
kekurangan kalim secara total dalam tubuh, hyperkalemia ringan sampai sedang dapat terjadi. Hal ini
karena terjadi shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin,
hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis dan penambahan volume cairan akan
menurunkan konsentrasi kalium serum. Karena nilai K 4 mmol/L maka pasien dapat diberikan insulin
untuk terapi mencegah lipolysis sel lemak yang dapat mengakibatkan meningkatnya keton dalam darah
sehingga memperparah asidosis yang dialami pasien.

Tujuan pemberian insulin pada pasien KAD bukan untuk mencapai glukosa darah normal, tetapi
untuk mengatasi keadaan ketonemia. Dalam tatalaksana HHS pemberian insulin bukan merupakan
perioritas terapi. Insulin akan menyebabkan glukosa masuk ke dalam intrasel, sehingga cairan akan
berpindah juga ke intrasel. Hal ini berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vascular atau
kematian. Pemberian insulin dosis rendah diberikan apabila kondisi haemodinamik pasien dan perfusi
ginjal pasien sudah baik dan stabil. (PAPDI, 2015)

Pada pasien dosis awal insulin diberikan insulin 6 iu bolus pelan dan drip 4 iu/jam. Berdasarkan
guidline pemberian insulin bolus dengan dosis 0,1 iu/kg iv bolus dan 0,1 iu/kg/hr secara infus.
Pemberian insulin secara intravena dianjurkan agar lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan
kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat hilang, masuknya kalium ke inrasel lebih lambat,
komplikasi hipoglikemia dan hipokalemi lebih sedikit. Pemberian insulin pada terapi KAD berfungsi
untuk mentarpi keadaan asidosis yang dialami oleh psaien KAD dan keadaan oenurunan kesadaran dan
hiperosmolarity pada HHS.

Pemberian bikarbonat hanya diajurkan oada KAD yang berat, pemberiannya pun harus hati-hati
karena :

1. Dapat menurunkan pH intraseluler akibat difusi co2 yang dilepas bikarbonat.


2. Hipertonis dan kelebihan natrium
3. Meninkatkan insidensi hypokalemia
4. Ganguan fungsi serebral (PAPDI, 2015)

(American Diabetes Association, 2009)

Kriteria resolusi dari pasien KAD adalah: Gula darah <200mg/dl disertai 2 dari kriteria:
 Bicarbonate serum ≥15 mEq/L
 pH darah > 7.3
 anion gap ≤ 12 mEq/L

sedangkan kriteria resolusi pada HHS adalah: normal osmolaritas dan normal mental status. (Kitabchi,
Umpierrez, Miles, & Fisher, 2009)

Komplikasi yang paling sering terjadi pada DKA adalah hipoglikemia oleh karena penanganan yang
berlebihan dengan insulin. Pemeriksaan glukosa darah secara rutin selama 1-2 jam harus dilakukan pada
pasien untuk mendeteksi hipoglikemi pada pasien, karena beberapa pasien pasien yang mengalami
hipoglikemia selama terapi tidak mengalami manifestasi adrenergic berupa keringat dingin, lemah,
lapar, dan tachycardia. Selain itu dapat terjadi hypokalemia yang disebabkan oleh pembeian insulin dan
terapi asidosis dengan bikarbonat. Pada pasien yang mendapat terapi insulin dapat mengalami
hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinyu setelah perbaikan tanpa diberikan
insulin subkutan (American Diabetes Association, 2009).

Edem serebri dapat terjadi pada pasien yang mengalami krisis hiperglikemia, umumnya terjadi pada
anak-anak, jarang pada dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan kesadara,letargi, penurunan
arousal dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjaid berupa kejang, inkontinensia, perubahan
pupil, bradikardi dan kegagalan respirasi. Edem serebri pada pasien dapat terjadi akibat beberapa
mekanisme. Dapat terjadi akibat cerebral iskemik/hipoksia, efek dari munculnya mediator inflamasi,
peningkatan aliran darah keotak, terjadi karena terganggunya ion transport di membrane sell, dan juga
dapat akibat dari masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas
plasma menurun secara cepat saat terapi. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari
rehidrasi yang berlebihan, penurunan osmolaritas plasma yang terlalu cepat, penuruna glucose darah
secara gradual dan dipertahankan 250-300mg/dl sampai osmolaritas pasien kembali normal dan status
mental membaik. Infus manitol direkomendasikan pada pasien yang mengalamai cerebral edema
(American Diabetes Association, 2009).
Banyak kasus DKA dan HHS dapat dicegah dengan akses ke fasilitas medis yang cepat, edukasi pasien
dan keluarga yang baik dan komunikasi efektif antara dokter dan pasien. Pencegahan yang dapat
dilakukan oleh pasien dan keluarga adalah

1. Dengan mengenal tanda-tanda awal gejala hiperglikemia sehingga pasien dapat tertangani
dengan segera oleh tenaga kesehatan yang ahli.
2. Mengedukasi kepada pasien dan kelurga pentingnya penggunaan obat untuk diabetes mellitus
terutama insulin dan alasan kenapa tidak boleh menghentikan penggunaannya tanpa konsultasi
terlebih dahulu kepada dokter.
3. Rutin mnegecek kadar gula pasien sehingga dapat menyesuaikan dosis insulin tau obat-obat
diabetes lainnya.
4. Menekankan pentingnya control rutin kepada dokter untuk pasien yang memiliki diabetes
mellitus agar terpantau gula darah dan pemberian obat-obatan terutama dosis insulin yang
diberikan (PAPDI, 2015).
Bibliography
American Diabetes Association. (2009). Hyperglycemic Crises in Adult Patient With Diabetes.

Kitabchi, A. E., Umpierrez, G. E., Miles, J. M., & Fisher, J. N. (2009). Hyperglicemic Crisis in Adult patient
With Diabetes. American Diabetes Association.

PAPDI, P. (2015). EIMED PAPDI. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai