Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DHF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Praktik Keperawatan V

Dosen Koordinator Pembimbing Ibu Ns. Fetty Rahmawati S.Kep., M.Kep

Di Ruangan Nilam RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin

NAMA : RISHA RISNA DEWI

NIM : PO.62.20.1.17.344

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKARAYA

PRODI D-IV KEPERAWATAN REGULER IV

TAHUN 2019
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal atau penurunan GFR <60 ml/menit/1.73m2 selama ≥3
bulan. Kerusakan ginjal yang dimaksud adalah adanya abnormalitas patologis atau
adanya marker kerusakan ginjal, termasuk abnormalitas pada pemeriksaan darah,
urine, atau imaging.
Nefropati Diabetik adalah salah satu manifestasi mikroangiopati diabetic atau
permulaan mikroangiopati diabetik pada ginjal, sebagai penyulit Diabetes Melitus
tipe I maupun tipe II, dengan tanda-tanda mikroproteinuria intermiten kemudian
persisten dan makroproteinuria yang kemudian disusul dengan penurunan fungsi
ginjal yang bertahap dan hipertensi, yang perjalanannya progresif menuju ke stadium
akhir dari gagal ginjal.

B. Etiologi CKD
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain:
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 2006)
Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik,
nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, penyebab lain seperti
hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui.
C. Klasifikasi CKD
Klasifikasi CKD berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(KDOQI) pada tahun 2002 yaitu:

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur ) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
*) Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

a) Stadium 1
Ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi
100% sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya
dalam stadium 1.
b) Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium 2
juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik,
walaupun dengan GFR yang mulai menurun.
c) Stadium 3
Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
d) Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit
tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
e) Stadium 5
Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.

Derajad penyakit ginjal akibat diabetes mellitus dibagi menjadi 5, yaitu


Derajad Penjelasan
I Hiperfiltrasi Peningkatan GFR sampai 40% di atas normal
disertai pembesaran ginjal
II The Silent Stage Terjadi perubahan struktur ginjal tetapi GFR masih
tinggi
III Mikroalbuminuria Tahap awal nefropati, terjadi penebalan membrane
basalis, GFR masih tinggi, dan terjadi peningkatan
tekanan darah
IV Makroalbuminuria Terjadi proteinuria yang nyata, tekanan darah
meningkat, GFR lebih rendah dari normal
V Uremia Terjadi gagal ginjal dan menunjukkan tanda-tanda
sindroma uremik sehingga perlu terapi pengganti
D. Patofisiologi
Diabetes Mellitus

Defisiensi insulin / penurunan


sensitivitas insulin

Kelainan metabolisme

Karbohidrat Lemak Protein

Glikogenolisis  Lipogenesis  Sintesis asam


Glukoneogenesis  Lipolisis  amino 
Glikogenesis 

Mobilitas asam lemak  Pertumbuhan jaringan


Hiperglikemia terhambat

Asetil ko A 
Luka sulit sembuh
Glukosa ke ginjal 

Ketogenesis  Sintesa kolesterol 


Osmotic diuresis Jantung IMA

∑ benda keton Kolesterol darah  Serebral Stroke


Poliuria

Ketonemia Artherosklerosis Makroangiopati Ekstremitas Gangrene


Dehidrasi

Ketoasidosis Mikroangiopati Retina Retinopati

Ginjal
Chronic Kidney Disease (CKD)

Gangguan sekresi retensi Na Kerusakan sel yg Retensi kalium


protein memproduksi EPO

Hiperkalemia
sindrom uremia edema

Produksi EPO ↓ Gangguan ritme


Perpospatemia kelebihan volume jantung
pruritus
Kerusakan cairan
Integritas Produksi eritrosit Risiko cardiac
urokrom Kulit ↓ arrest
perubahan beban jantung
tertimbun di kulit
warna kulit naik
Anemia

Toksisitas ureum Encepalopa Penurunan hipertrofi ventrikel


di otak ti kesadaran kiri Suplai O2 ↓

Ggn. asam - basa Mual payah jantung kiri


Gangguan Metab.anaerob
Muntah nutrisi

edema paru
Asam laktat ↑
Asidosis
metabolik Cardiac
output ↓ Penumpukan secret
pada jalan napas Fatigue
Kompensasi paru 
meningkatkan PaCO2
Ketidakefektivan
gangguan bersihan jalan napas
Hiperventilasi pola nafas
E. Manifestasi Klinik
Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda, tergantung
pada stadium CKD yang dialami.
1) Stadium 1
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan normal.
2) Stadium 2
Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan GFR ringan,
yaitu sebesar 60-89.
3) Stadium 3
Padastadium ini, gejala- gejala terkadang mulai dirasakan seperti:
 Fatigue: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
 Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi
ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap
mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga
kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal.
Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan
dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar
dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan
bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman
diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan
stadium 3, yaitu:
 Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
 Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
 Kehilangan nafsu makan
 Nausea.
 Sakit kepala.
 Merasa lelah.
 Tidak mampu berkonsentrasi.
 Gatal – gatal.
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
 Kram otot
 Perubahan warna kulit

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menentukan ada tidaknya
kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan
membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin
meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun,
protein menurun, Ht menurun karena adanya anemia, SDM menurun karena
terjadi defisiensi eritropoetin, GDA mengalami asidosis metabolic, Natrium
serum rendah.
Diagnosis stadium klinis nefropati diabetik secara klasik adalah dengan
ditemukannya proteinuria > 0,5 gram/hari. Diagnosis klinis nefropati diabetik
sudah dapat ditegakkan bila didapatkan makroalbuminuria persisten
(albuminuria > 300 mg/urin tampung 24 jam atau >200 μg/menit urin
sewaktu). Disebut persisten (menetap) adalah bila 2 dari 3 kali pemeriksaan,
yang dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan, memberikan hasil positif.
Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi albumin
dalam urin > 200 μg/menit urin sewaktu, atau > 300 mg/urin tampung 24 jam,
atau > 0,2 rasio albumin/kreatinin urin sewaktu.
Mikroalbuminuria, merupakan istilah untuk ekskresi albumin melalui
urin yang melebihi batas normal tetapi kadarnya tidak terdeteksi oleh metode
dipstik konvensional. Mikroalbuminuria digunakan untuk uji saring nefropati
pada pasien DM tipe 2. Mikroalbuminuria menunjukkan stadium yang
reversible pada disfungsi renal, sedangkan proteinuria klinis menunjukkan
penyakit yang irreversible.
b. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan
abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
c. Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
d. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
e. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
g. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
h. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

G. Penatalaksanaan
a) Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam
amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-
600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak.
Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan
vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.

b) Simptomatik
1. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan
cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobutamine dan dialisis.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
2. Anemia
Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-stimulating
agents (ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan anemia secara
signifikan. ESAs harus diberikan untuk mencapai dan mempertahankan
konsentrasi hemoglobin 11.0 sampai 12.0 gr/dL. Pasien juga harus menerima
suplemen zat besi selama menerima terapi ESA karena erythropoiesis yang
diinduksi secara farmakologis dibatasi oleh supply zat besi, ditunjukkan
dengan kebutuhan ESA yang lebih sedikit setelah pasien menerima suplemen
zat besi. Selain itu, karena tubuh membentuk banyak sel darah merah, tubuh
juga memerlukan banyak zat besi sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi.
Serum ferritin dan persen transferrin saturation mengalami penurunan setelah 1
minggu terapi ESA pada pasien dengan CKD yang menerima dialysis. Karena
pasien CKD mengalami gangguan metabolism zat besi, serum ferritin dan
persen transferrin saturation harus dipertahankan lebih tinggi daripada individu
normal. Maintenance serum ferritin yang disarankan yaitu ≥200 ng/mL, dan
persen transferrin saturation ≥20%. Sebagian besar pasien CKD membutuhkan
suplementasi zat besi parenteral untuk mencapai kadar zat besi yang
disarankan.

c) Terapi Pengganti
1. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal
karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik
dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal
merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain
kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi
kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.
Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru.
Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal
saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua
sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor
kadaver).
2. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama,
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu
dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dari berbagai aspek yang ada sehingga
dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada pasien dengan CKD. Pengkajian
pada pasien dengan CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doengoes (1999) dan Susan
Martin Tucker (1998) meliputi:
a. Sistem kardiovaskular
Tanda dan gejala: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema
periorbital, pembesaran vena jugularis, gagal jantung, pericarditis takikardia, dan
disritmia.
b. Sistem integument
Tanda dan gejala: warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk.
c. Sistem pulmoner
Tanda dan gejala: sputum kental, nafas dangkal, oedem paru, gangguan
pernapasan, asidosis metabolic, pneumonia, sesak napas.
d. Sistem gastrointestinal
Tanda dan gejala: anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, perdarahan dari GIT
e. Sistem neurologi
Tanda dan gejala: kelemahan dan keletihan, kejang, malaise
f. Sistem musculoskeletal
Tanda dan gejala: kram otot, kekuatan otot hilang
g. Sistem urinaria
Tanda dan gejala: oliguria, proteinuria, hematuria, anuria, abdomen kembung,
hipokalsemia, asidosis metabolic

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Kelebihan volume cairan
3. Fatigue
C. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d asidosis metabolik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam pola nafas klien
menunjukkan ventilasi yg adekuat dg kriteria:
 Tidak ada dispnea
 Kedalaman nafas normal
 Tidak ada retraksi dada / penggunaan otot bantuan pernafasan
Intervensi:
Monitor Pernafasan:
 Monitor irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.
 Perhatikan pergerakan dada.
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor peningkatan ketidakmampuan istirahat, kecemasan dan sesag
nafas.
Pengelolaan Jalan Nafas
 Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan
 Auskultasi bunyi nafas
 Bersihkan sekret jika ada dengan batuk efektif / suction jika perlu.

2. Kelebihan volume cairan


Ditandai dengan edema pada ekstremitas bawah, peningkatan TD, peningkatan
BB, penurunan urine output
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam, tanda-tanda
kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
 Bebas dari edema
 BB ideal
 Tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
 Monitor BB dengan alat ukur yang sama
 Monitor intake dan output
 Monitor TTV
 Monitor perubahan edema perifer
 Batasi pemasukan cairan
 Evaluasi derajat edema jika ada
 Kolaborasi untuk dialysis sesuai indikasi

3. Fatigue
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x4 jam, pasien tidak
mengalami kelemahan dengan kriteria hasil:
 TTV dalam batas normal
 Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal
 Kulit teraba hangat, merah muda dan kering
Intervensi:
 Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
 Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan
sesudah beraktivitas sesuai indikasi
 Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas
 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
 Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Cakro.2009. Hubungan Hipertensi dan Diabetes Mellitus


terhadap Gagal Ginjal Kronik. Kedokteran Islam 2009.

Cahyaningsih, D Niken. 2011. Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal.


Mitra Yogyakarta: Cendekia Press.

Colvy, Jack. 2010. Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal


Ginjal. Yogyakarta: DAFA Publishing.

De Goeij, Moniek CM j, Nora V, Nynke H, Dinanda J de Jager, Elisabeth


B,Yvo WJ Sijpkens, Friedo W Dekker and Diana C Grootendorst. 2011.

Fransisca, Kristina. 2011. 24 Penyebab Ginjal Rusak. Jakarta: Penerbit


Cerdas Sehat.

Hamid AJ, Azmi MT.2009. Predictor of Survival Among and Stage Renal
Failure Patients Undergoing Dialysis Treatment in Pahang From 2000 to
2004. Jurnal of Comunity Health 2009:Vol 15 Number 1 2009.

Anda mungkin juga menyukai