BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1.2 Klasifikasi
Menurut Hadi (2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu :
1. Batu Kolesterol
a. Soliter (single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal
Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto
rontgen terlihat intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan
permukaan licin atau noduler. Batu ini tidak mengandung kalsium
sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.
b. Batu kolesterol campuran
Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu
yaitu mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada
permukaannya terdapat endapan pigmen kalsium.
1
2
1.3 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3
3. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin,
diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama
untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
4. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat
hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi
bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog
somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kantung empedu.
5. Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.
Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu.
Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
6. Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya
adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar
identik fraternal.
7. Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan
pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler
sebagai pusat presipitasi.
8. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau
kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen
pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan
konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu empedu.
9. Aktifitas fisik
4
1.4 Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu
dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu.
Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang Hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,
atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel deb yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. (Schwartz S 2000)
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion
ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya
5
Pathway
6
1.5 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari kolelitiasis :
1. Kolesistitis akut, hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan duktus
sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantung empedu.
2 Empiema, empiema adalah lanjutan dari kolisistisis akut. Pada empiema atau
kolesistisis supuratif, kandung empedu berisi nanah. Penderita menjadi
semakin toksik, demam tinggi, menggigil dan leukositosis.
3 Nekrosis dan Perforasi, Kolesistisis akut bisa berlanjut ke nekrosis dinding
kantung empedu dan perforasi. Batu empedu yang tertahan bias menggoresi
dinding nekrotik terinfeksi yang berdilatasi bias memberika titik lemah bagi
ruptura.
4 Pritonitis, Ruptura bebas empedu ke dalam cvitas peritonialis menyebabkan
syok parah. Karena efek iritan garam empedu, peritoneum mengalami
peradangan.
5 Kolesistitis kronis
6 Kolangitis, Kolangitis dapat berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan
infeksi.mEmpedu yang terkena infeksi akan berwarna coklat tua dan gelap.
7 Pankreatitis, Radang pankreas akibat autodigesti oleh enzim yang keluar dari
saluran pankreas. Ini disebebkan karena batu yang berada di dalam duktus
koledokus bergerak menutupi ampula vetri.
7.4 PemeriksaanPenunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus
2. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang
7
lain. Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup
kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
3. Ultrasonografi (USG)
Prosedur ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa
pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan
kembali. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik.
4. Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi
5. Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan
adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.
7.5 Penatalaksanaan
Ada dua penatalaksanaan pada kolelitiasis :
1. Penatalaksanaan Non-Pembedahan
Sasaran utama terapi medikal adalah untuk mengurangi insiden serangan akut
nyeri kandung empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan
diit, dan jika memungkinkan, untuk menyingkirkan penyebab dengan
farmakoterapi, prosedur-prosedur endoskopi, atau intervensi pembedahan.
a. Penatalaksanaan Supotif dan Diet
Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, pengisapan nasogastric, analgesic dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
semakin memburuk.
b. Farmakoterapi
Asam Kenodeoksikolat.Dosisnya 12-15 mg/kg/hari pada orang yang tidak
mengalami kegemukan. Kegemukan jelas telah meningkatkan kolesterol
8
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
tersebut. (P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak (Q):
Nyeri dirasakan hebat (R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan
atas dan menjalar ke punggung atau bahu kanan. (S): Nyeri terasa saat
melakukan inspirasi (T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis.
3. Pemeriksaan fisik
Pendekatan dengan metode 6B:
a. B1-Breath
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal, terjadi
peningkatan frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
b. B2-Blood
Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon
inflamasi.
c. B3-Brain
d. B4-Bladder
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu.
e. B5-Bowel
Feses berwarna kelabu “clay colored” akibat obstruksi duktus biliaris
sehingga pigmen empedu tidak dibuang melalui feses.
f. B6-Bone
3. Kelola nyeri
pascaoperasi awal
dengan pemberian opiat
yang terjadwal
(misalnya, setiap 4 jam
atau 36 jam) atau PCA.
4. Berikan perubahan
posisi, masase
punggung, dan relaksasi.
4. 4.
Posisikan pasien untuk Nafas pendek tidak
mengoptimalkan ada (3)
pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
16