Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu
unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak
dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh
organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter
yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas
dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan
tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya (Prasetyawati, 2010).
WHO (2015) menekankan bahwa kunci untuk meningkatkan status
kesehatan dan mencapai Millenium Development Goals (MDGs) 2015
adalah dengan memperkuat sistem pelayanan kesehatan primer (Primary
Health Care). Perlu adanya integrasi dari Community Oriented Medical
Education (COME) ke Family OrientedMedical Education (FOME), salah
satunya adalah dengan pelayanan Kedokteran Keluarga yang melaksanakan
pelayanan kesehatan holistik meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif dengan pendekatan keluarga.
Prinsip utama pelayanan dokter keluarga adalah secara holistic, seperti
yang telah disebutkan di atas, perlu diketahui berbagai latar belakang pasien
yang menjadi tanggungannya, serta dapat selalu menjaga kesinambungan
pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Untuk dapat
mewujudkannya, banyak upaya yang dapat dilakukan. Salah satu di
antaranya yang dipandang mempunyai peranan amat penting adalah
melakukan kunjungan rumah (home visit) serta melakukan perawatan pasien
di rumah (home care) terhadap keluarga yang membutuhkan (Merry, 2015).
Home care atau home visit adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan
yang komprehensif bertujuan memandirikan pasien dan keluarganya,
pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal pasien dengan melibatkan

1
2

pasien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi


merencanakan kegiatan pelayanan. Selain itu, menurut World Health
Organization, home care merupakan serangkaian pelayanan kesehatan dan
dukungan sosial kepada pasien di rumah masing-masing. World Health
Organization menambahkan bahwa perawatan jangka panjang merupakan
bagian integral dari sistem kesehatan dan social (Merry, 2015).
Hypertensive Heart Disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan
untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,
dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan
darah, baik secara langsung maupun tidak langsung (AHA, 2014).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan satu
milyar orang di dunia menderita Hipertensi, 2/3 diantaranya berada di
negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Prevalensi
Hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun 2025
sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena Hipertensi. Hipertensi
telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5
juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang 1/3 populasinya menderita
Hipertensi sehingga dapat menyebabkan peningkatan beban biaya kesehatan
(Depkes RI, 2015).
Untuk menurunkan angka kejadian Hipertensi Heart Disease di
Indonesia, salah satu upaya pemerintah yang diterapkan oleh Klinik Dokter
Keluarga Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang adalah
melakukan kunjungan rumah (home visit) pada pasien agar meningkatnya
atau mempertahankan kualitas hidup pasien pada taraf yang baik dengan
cara mengontrol pasien untuk meminum obat secara teratur .
Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka kami melakukan
kunjungan rumah kepada seorang penderita HHD, sebagai salah satu proses
belajar dan pemenuhan Tugas Pengenalan Profesi dengan judul “home visit
kasus Hypertensive Heart Disease (HHD) di Lingkungan Klinik Dokter
Keluarga Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang”.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
3

Mengetahui pendekatan kedokteran keluarga pada pasien HHD di


wilayah kerja KDK FK UMP tahun 2019.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi masalah-masalah pada pasien secara holistik.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
masalah pasien.
3. Melakukan tatalaksana kasus pada pasien secara komprehensif.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan referensi dan
studi kepustakaan tentang penatalaksanaan HHD melalui pendekatan
kedokteran keluarga.

1.3.2 Manfaat Praktis


Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk
melatih keterampilan dan menambah pengalaman dalam pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kunjungan Rumah (Home Visit)


2.1.1 Definisi Kunjungan Rumah (home visit)
Secara sederhana yang dimaksud dengan kunjungan rumah
(home visit) adalah kedatangan petugas kesehatan ke rumah pasien
untuk lebih mengenal kehidupan pasien dan atau memberikan
pertolongan kedokteran sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien.
Sedangkan yang dimaksud dengan perawatan pasien di rumah (home
care) adalah apabila pertolongan kedokteran yang dilakukan di rumah
tersebut tidak termasuk lagi dalam kelompok pelayanan rawat jalan
(ambulatory services), tetapi dalam kelompok rawat inap (hospital-
ization). Jika diperhatikan kedua batasan di atas, ruang lingkup kegiatan
pada kunjungan rumah lebih bersifat terbatas jika dibandingkan dengan
ruang lingkup kegiatan pada perawatan pasien di rumah. Ruang lingkup
kegiatan pada kunjungan rumah hanya untuk lebih mengenal kehidupan
pasien serta melakukan pertolongan kedokteran yang bersifat rawat
jalan saja. Sedangkan pada perawatan pasien di rumah, ruang lingkup
kegiatan tersebut telah mencakup kegiatan pertolongan kedokteran yang
bersifat rawat inap (Prasetyawati, 2010).

2.1.2 Tujuan dilakukan Kunjungan dan Perawat di Rumah dalam


Kedokteran Keluarga
Berikut ini terdapat beberapa tujuan dilakukan kunjungan di rumah
dalam kedokteran keluarga adalah: (Prasetyawati, 2010).
1. Untuk lebih mengenal kehidupan pasien.
Telah disebutkan bahwa pelayanan dokter keluarga adalah
pelayanan kedokteran menyeluruh. Untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kedokteran menyeluruh ini, diperlukan antara lain
tersedianya data yang lengkap tentang keadaan pasien, sedemikian

4
5

rupa sehingga dapat dikenal kehidupan pasien secara lebih


lengkap.Untuk dapat mengumpulkan data ini tidak ada upaya lain
yang dapat dilakukan kecuali melakukan kunjungan ke rumah
pasien.
2. Untuk melakukan pertolongan kedokteran
Telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik pokok pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
berkesinambungan. Untuk dapat mewujudkan pelayanan
kedokteran yang seperti ini, tentu tidak cukup jika pelayanan dokter
keluarga yang diselenggarakan hanya bersifat pasif, dalam arti
hanya menanti pasien berkunjung ke tempat praktek saja.
Pelayanan dokter keluarga yang baik harus bersifat aktif, dalam
arti, jika memang diperlukan, melakukan kunjungan dan atau
merawat pasien di rumah pasien.Banyak alasan kenapa pertolongan
kedokteran perlu dilakukan melalui kunjungan dan ataupun
perawatan di rumah tersebut. Dua di antaranya yang dipandang
mempunyai peranan yang amat penting, yakni:
a. Karena keadaan kesehatan pasien tidak memungkinkan untuk
datang ke tempat praktek alasan pertama perlunya dilakukan
pertolongan kedokteran melaluikunjungan dan atau perawatan di
rumah adalah karena keadaan kesehatan pasien tidak
memungkinkan untuk datang berobat ke tempat praktek, atau kalau
tetap dipaksakan, akan lebih memperberat keadaan pasien. Keadaan
yang tidak memungkinkan tersebut banyak macamnya.
Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam, yakni :
1) Karena menderita penyakit akut yang tidak memungkinkan
pasien luntuk dibawa ke tempat praktek, atau kalau dibawa dan
kebetulan menderita penyakit menular, dapat membahayakan
orang lain.
2) Karena menderita penyakit kronis, terutama apabila dialami ole
orang yang telah lanjut usia
6

3) Karena menderita penyakit stadium terminal yang telah tidak


ada harapan untuk hidup lagi.

b. Sebagai Tindak Lanjut Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit


Alasan kedua perlunya dilakukan pertolongan kedokteran melalui
kunjungan dan atau perawatan di rumah adalah untuk
menindaklanjuti pelayanan rawat inap bagi pasien yang baru saja
keluar dari rumah sakit. Dokter keluarga yang baik seyogyanya
dapat melakukan pelayanan tindak lanjut ini, sedemikian rupa
sehingga keadaan kesehatan pasien kembali pada keadaan semula
serta dapat melakukankegiatan rutin sehari - hari. Pada akhir - akhir
ini, pelayanan tindak lanjut rawat inap melalui kunjungan dan atau
perawatan di rumah,tampak semakin bertambah penting. Penyebab
utamanya adalah karenamahalnya biaya perawatan di rumah sakit,
sehingga pasien karena kesulitan biaya, meskipun belum sembuh
sempurna telah minta untuk segera dipulangkan.

2.1.3 Faktor-faktor Pendorong Kunjungan Rumah


Faktor - faktor pendorong yang dimaksudkan di sini secara umum
dapat dibedakan atas tiga macam, yakni: (Hanks, 2011).
a) Makin meningkatnya usia hidup rata - rata anggota masyarakat
Faktor pertama yang diperkirakan mempunyai peranan yang amat
besar dalam mendorong makin pentingnya pelayanan kunjungan
dalam perawatan pasien di rumah adalah makin meningkatnya usia
hidup rata - rata dari anggota masyarakat. Akibatnya jumlah
penduduk lanjut usia akan semakin banyak ditemukan. Keadaan
yang seperti ini pasti akan besar peranannya dalam mengubah
sistem pelayanan kedokteran. Sebagai akibat dari masalah kesehatan
penduduk lanjut usia yang bersifat khas, menyebabkan pelayanan
kedokteran telah tidak dapat lagi jika hanya mengandalkan diri pada
pelayanan yang bersifat pasif saja. Untuk hasil yang optimal dari
pelayanan kedokteran orang usia lanjut tersebut diperlukan
pelayanan kedokteran yang lebih aktif, yang antara lain dapat
7

diwujudkan melalui pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di


rumah.

b) Makin meningkatnya biaya pelayanan rawat inap di rumah sakit


Pada saat ini, sebagai pengaruh dari berbagai faktor, termasuk
penggunaan berbagai alat kedokteran canggih, menyebabkan biaya
pelayanan kesehatan, terutama pelayanan rawat inap di rumah sakit,
tampak semakin meningkat. Dalam keadaan yang seperti ini tidak
mengherankan jika banyak anggota masyarakat mencoba
menghindar dari perawatan rumah sakit. Atau kalaupun sempat
dirawat, berusaha untuk segera pulang, meskipun sebenarnya
keadaan kesehatan orang tersebut belum sepenuhnya pulih. Untuk
dapat tetap memperoleh pertolongan kedokteran sesuai dengan
kebutuhan, banyak anggota masyarakat akhirnya memang lebih suka
memilih perawatan di rumah saja untuk hasilnya yang optimal, jelas
sangat memerlukan pelayanan kunjungan dan ataupun perawatan
pasien di rumah.
c) Karena desakan program asuransi kesehatan
Sebagai akibat dari makin meningkatnya biaya kesehatan, banyak
pihak mulai mengembangkan program asuransi kesehatan. Untuk
memperkecil risiko finansial, perusahaan asuransi kesehatan
biasanya tidak memperlakukan sistem pembiayaan atas dasar tagihan
(indemnity), melainkan atas dasar kapitasi (capitation). Dengan
sistem pembiayaan yang seperti ini, tidak ada pilihan lain bagi dokter
kecuali aktif menyelenggarakan pelayanan pencegahan penyakit,
yang antara lain dapat dilakukan melalui pelayanan kunjungan dan
perawatan pasien di rumah.

2.1.4 Manfaat Kunjungan dan Perawatan di Rumah dalam Kedokteran


Keluarga
8

Menurut Hanks (2011), apabila kunjungan dan atau perawatan di


rumah dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan diperoleh banyak
manfaat. Beberapa dari manfaat tersebut antara lain adalah:
1. Dapat lebih meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien.
Adanya peningkatan pemahaman yang seperti ini mudah
dimengerti, karena memanglah dengan dilakukannya kunjungan dan
atau perawatan pasien di rumah tersebut, dokter akan memperoleh
banyak keterangan tentang pasien yang dimaksud.
2. Dapat lebih meningkatkan hubungan dokter - pasien Sama halnya
dengan pemahaman, peningkatan hubungan dokter - pasien ini
adalah juga sebagai hasil dari dilakukannya kunjungan dan atau
perawatan pasien di rumah.
3. Dapat lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan
kesehatan pasien Dengan makin meningkatnya pemahaman dokter
tentang keadaan pasien, dan atau dengan makin baiknya hubungan
dokter-pasien, berarti sekaligus akan meningkatkan pula
pemahaman dokter tentang kebutuhan serta tuntutan kesehatan
pasien. Adanya pemahaman yang seperti ini jelas akan berperanan
besar dalam upaya lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan dan
tuntutan kesehatan pasien.
4. Dapat lebih meningkatkan kepuasan pasien Pelayanan kedokteran
yang dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien,
apalagi jika disertai dengan hubungan dokter - pasien yang baik,
pasti mempunyai peranan yang amat besar dalam lebih
meningkatkan kepuasan pasien (patient satisfaction). Sesuatu yang
pada akhir-akhir ini telah disepakati sebagai salah satu tolok ukur
yang paling penting dari pelayanan kesehatan yang bermutu.
(Hanks, 2011).

2.1.5 Tata Cara Kunjungan Pasien di Rumah


9

Menurut Murti (2013), berikut ini prosedur kerja home visit, yaitu:
A. Hari 1:
1. Mempelajari data-data pasien rawat jalan di puskesmas
setempat untuk memilih sasaran keluarga yang akan dikunjungi
sesuai jumlah kelompok kecil
2. Melakukan survey pasien yang akan dikunjungi pada hari
kedua dan membuat janji jadwal kkunjungan yang akan
dilakukan kemudian dikonsultasikan kepada instruktur
lapangan
3. Mengindentifikasi dan membuat prioritas masalah yang ada di
dalam kelluarga yang akan dikunjungi untuk persiapan
pemberian nasehat/penyuluhan pada saat pelaksanaan kegiatan
kunjungan pasien di rumah
4. Mengisi form pelaporan kegiatan kunjungan rumah yang ada
di klinik dokter keluarga
5. Mempersiapkan alat yang akan dipakai dalam kunjungan
pasien di rumah (tensimeter, stetoskop, termometer, senter,
media penyuluhan).
B. Hari II:
1. Melaksanakan kunjungan rumah sesuai engan tata cara yang
telah dipelajari sebelumnya
2. Mengisi form-form data kunjungan rumah yang telah
ditentukan
3. Melaporkan secara lisa kegiatan yang telah dilaksanakan kepada
instruktur atau pihak puskesmas
4. Membuat analisa atas data-data yang telah dikumpulkan
5. Menyusun laporan akhir kegiatan

C. Hari III:
1. Mengumpulkan laporan akhir dan presentasi hasil kunjungan
rumah.
10

Menurut Murti (2013), tata cara kunjungan pasien di rumah


mencakup bidang yang amat luas. Jika ditinjau dari tenaga
pelaksana, dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, dilakukan
sendiri oleh dokter yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga. Kedua, dilakukan oleh petugas kesehatan khusus, lazimnya
tenaga paramedis, yang telah mendapatkan pelatihan. Sedangkan,
jika ditinjau dari pihak yang mengambil inisiatif, juga dapat
dibedakan atas dua macam. Pertama, atas inisiatif dokter keluarga
yang melaksanakan pelayanan dokter keluarga. Kedua, atas inisiatif
pasien yang memerlukan pertolongan kedokteran dari dokter
keluarga. Tata cara yang dimaksud secara umum dapat dibedakan
atas tiga macam hal, yaitu:
a. Untuk Mengumpulkan Data tentang Pasien
Jika tujuan kunjungan rumah adalah untuk mengumpulkan
data tentang pasien, tata cara yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1) Mempersiapkan daftar nama keluarga yang akan dikunjungi,
Apabila memang ada kemampuan, seyogyanya dokter
keluarga dapat melakukan kunjungan rumah kepada semua
keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, terutama apabila
keluarga tersebut merupakan pasien baru. Tetapi apabila
kemampuan tersebut tidak dimiliki, kunjungan rumah untuk
pengumpulan data cukup dilakukan terhadap keluarga yang
sangat membutuhkan saja, yakni keluarga yang termasuk
dalam kelompok berisiko tinggi (high risk family), seperti
misalnya menderita penyakit menular, isteri sedang hamil,
atau keluarga dengan anak balita. Siapkanlah daftar nama
keluarga yang akan dikunjungi tersebut.
2) Mengatur jadwal kunjungan
Tidak ada gunanya melakukan kunjungan rumah apabila
kepala keluarga yang dapat menjelaskan tentang kehidupan
keluarga yang ingin diketahui dan atau anggota keluarga
yang ingin dikunjungi, sedang tidak berada di tempat. Untuk
menghindari kunjungan rumah yang sia - sia ini, perlulah
11

dilakukan pengaturan jadwal kunjungan rumah yang sebaik -


baiknya.
3) Mempersiapkan macam data yang akan dikumpulkan
Macam data yang akan dikumpulkan banyak macamnya,
yang kesemuanya sangat tergantung dari masalah kesehatan
yang ada pada keluarga. Macam data minimal yang patut
dikumpulkan adalah tentang identitas keluarga, keadaan
rumah dan lingkungan pemukiman pasien, struktur keluarga
(genogram), fungsi keluarga serta interaksi anggota keluarga
dalam menjalankan fungsi keluarga. Data minimal ini sering
disebut sebagai data dasar (database) keluarga dan atau
disebut pula sebagai profil keluarga.
4) Melakukan pengumpulan data
Apabila ketiga persiapan di atas selesai dilakukan, kegiatan
dilanjutkan dengan melakukan kunjungan rumah serta
mengumpulkan data sesuai dengan yang telah direncanakan.
Kumpulkanlah data tersebut selengkap-lengkapnya, tetapi
jangan terburu-buru karena kecuali dapat meninggalkan
kesan yang kurang baik, juga biasanya data yang
dikumpulkan melalui satu kunjungan saja, sering tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
5) Melakukan pencatatan data
Kegiatan berikutnya yang dilakukan adalah mencatat semua
data yang berhasil dikumpulkan. Catatan data dasar pasien
ini biasanya dilakukan pada rekam medis khusus yang
disebut dengan nama rekam medis keluarga.
6) Menyampaikan nasehat dan atau penyuluhan kesehatan
Sekalipun tujuan utama kunjungan rumah adalah untuk
mengumpulkan data pasien, namun sangat dianjurkan pada
waktu kunjungan rumah tersebut dapat sekaligus
disampaikan nasehat dan ataupun dilakukan penyuluhan
kesehatan, sesuai dengan hasil temuan. Misalnya,
menyampaikan nasehat tentang kebersihan perseorangan,
kebersihan lingkungan pemukiman, dan lain sebagainya.
Sesungguhnyalah melalui kunjungan rumah akan dapat
12

dikumpulkan data tentang pasien secara lengkap, yang jika


dilakukan hanya melalui wawancara di ruang praktek, hampir
tidak mungkin diperoleh. Pasien memang akan lebih bersikap
terbuka jika berada di lingkungan yang lebih dikenalnya,
yakni lingkungan rumah dan keluarganya, bukan lingkungan
tempat praktik (Murti, 2013).
b. Untuk Memberikan Pertolongan Kedokteran Atas Inisiatif
Dokter Keluarga
Jika tujuan kunjungan rumah tersebut adalah untuk
memberikan pertolongan kedokteran atas inisiatif dokter
keluarga, misalnya untuk keperluan pelayanan tindak lanjut
yang telah terjadwal dan disepakati bersama, maka tata cara
yang dilakukan mencakup enam kegiatan pokok sebagai
berikut:
1) Mempersiapkan jadwal kunjungan
Kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah
mempersiapkan jadwal kunjungan yang berisikan daftar
nama pasien yang akan dikunjungi sesuai dengan tanggal
dan jam kunjungan yang telah ditetapkan dan disepakati
oleh pasien. Ada baiknya jadwal kunjungan tersebut
disusun untuk satu minggu sekali.
2) Menyampaikan jadwal kunjungan yang telah disusun
kepada pasien
Jika keadaan memungkinkan ada baiknya jadwal
kunjungan tersebut disampaikan kepada pasien yang
akan dikunjungi. Misalnya melalui surat dan ataupun
telepon, yang sebaiknya disampaikan minimal tiga hari
sebelum tanggal kunjungan. Maksudnya untuk
mengingatkan kembali pasien tentang perjanjian
kunjungan yang akan dilakukan, yang apabila ada
perubahan, masih sempat diperbaiki.
3) Mempersiapkan keperluan kunjungan
Sebelum berkunjung ke tempat pasien, dokter harus
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, sesuai
dengan pertolongan kedokteran yang akan dilakukan.
13

Jangan lupa pula membawa rekam medis keluarga untuk


pasien yang akan dikunjungi tersebut.
4) Melakukan kunjungan dan pertolongan kedokteran
Sesuai dengan tanggal dan jam yang telah ditetapkan
dalam jadwal kunjungan, dokter keluarga berkunjung ke
tempat pasien serta melakukan pertolongan kedokteran
sesuai dengan keperluan pasien. Patut diingat dalam
pertolongan kedokteran ini termasuk pula pemberian
nasehat atau penyuluhan kesehatan yang ada
hubungannya dengan kesehatan pasien.
5) Mengisi rekam medis keluarga
Kegiatan kelima yang dilakukan adalah mencatat semua
hasil temuan serta tindakan kedokteran yang dilakukan
pada rekam medis keluarga. lsilah rekam medis keluarga
tersebut dengan lengkap.
6) Menyusun rencana tidak lanjut
Kegiatan terakhir yang dilakukan adalah bersama pasien
menyusun rencana pelayanan tindak lanjut yang perlu
dilakukan. Jika memang perlu pelayanan rawat inap di
rumah sakit, bicarakanlah dengan sebaik – baiknya
(Murti, 2013).
c. Untuk Memberikan Pertolongan Kedokteran Atas Inisiatif
Pasien Atau Pihak Keluarga
Jika pihak yang mengambil inisiatif adalah pasien atau
keluarganya, yang biasanya terjadi apabila menderita penyakit
yang bersifat mendadak (acute), tata cara yang ditempuh adalah
sebagai berikut:
1) Menanyakan selengkapnya tentang keadaan pasien
Kegiatan pertama yang dilakukan ialah menanyakan
selengkapnya tentang keadaan pasien yang memerlukan
kunjungan dan atau perawatan di rumah yang bersifat
mendadak tersebut. Jika panggilan melalui anggota keluarga,
pertanyaan dapat langsung ditanyakan kepada anggota
keluarga. Tetapi jika panggilan diterima melalui telepon,
usahakanlah berbicara langsung dengan pasien yang
memerlukan pertolongan kedokteran di rumah tersebut.
14

2) Mempersiapkan keperluan kunjungan


Kegiatan kedua yang dilakukan adalah mempersiapkan
segala sesuatu yang diperlukan, sesuai dengan pertolongan
kedokteran yang diperkirakan akan dilakukan. Bawalah
semua alat dan ataupun obat yang diperlukan. Jangan lupa
pula membawa rekam medis keluarga untuk pasien yang
akan memperoleh pertolongan kedokteran tersebut.
3) Melakukan kunjungan serta pertolongan kedokteran
Kegiatan ketiga yang dilakukan adalah mengunjungi rumah
pasien serta melakukan pertolongan kedokteran sesuai
dengan keperluan pasien. Sama halnya dengan kunjungan
rumah atas inisiatif dokter, dalam pertolongan kedokteran
yang dimaksudkan di sini termasuk pula pemberian nasehat
atau penyuluhan kesehatan yang ada hubungannya dengan
kesehatan pasien.
4) Mengisi rekam medis keluarga
Kegiatan keempat yang dilakukan adalah mencatat semua
hasil temuan serta tindakan kedokteran yang dilakukan pada
rekam medis keluarga. Isilah rekam medis keluarga tersebut
dengan lengkap.
5) Menyusun rencana tindak lanjut
Kegiatan kelima yang dilakukan adalah bersama pasien
menyusun rencana pelayanan tindak lanjut yang perlu
dilakukan. Jika memang diperlukan pelayanan rawat inap di
rumah sakit, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya (Murti,
2013).

2.1.6 Fungsi Keluarga


Sementara menurut WHO fungsi keluarga terdiri dari: (Whinney, 2009).
a. Fungsi Biologis meliputi: fungsi untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat
anggota keluarga, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
b. Fungsi Psikologi meliputi: fungsi dalam memberikan kasih sayang
dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
15

membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga,serta


memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi meliputi: fungsi dalam membina sosialisasi pada
anak, meneruskan nilai-nilai keluarga, dan membina norma-norma
tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
d. Fungsi Ekonomi meliputi : fungsi dalam mencari sumber-sumber
penghasilan, mengatur dalam pengunaan penghasilan keluarga
dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga, serta menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa mendatang.
e. Fungsi Pendidikan meliputi : fungsi dalam mendidik anak sesuai
dengan tingkatan perkembangannya, menyekolahkan anak agar
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku
anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, serta
mempersiapkan anak dalam mememuhi peranannya sebagai orang
dewasa untuk kehidupan dewasa di masa yang akan datang.
2.1.7 Pengukuran Fungsi Keluarga
Ada beberapa alat sebagai perangkat penilaian keluarga, yaitu:
1. Family Genogram
Family genogram merupakan grafik yang menggambarkan
anatomi/struktur keluarga, termasuk: pohon keluarga, grafik
fungsional, riwayat sakit pada keluarga
2. Family life cycle
Siklus hidup keluarga merupakan cara dokter memahami
perkembangan keluarga agar dapat membentuk hipotesis yang baik
tentang permassalahan yang sedang dialami pasien, dan dapat
membantu anggota keluarga menyiapkan diri dari masalah dan
membantu memecahkannya. Siklus hidup keluara konsepnya dibuat
menjadi tahapan-tahapan
3. Family Life Line
Jalur hidup keluarga merupakan gambaran kronologis kehidupan
atau kejadian klinis dan pemecahannya
16

4. Family APGAR (Adaptasi, Partnership, Growth, Affection, &


Resolve)
Family APGAR merupakan alat screening untuk disfungsi keluarga,
kepuasan individu mengenai hubungan kekeluargaan
5. Family SCREEM (Social, Cultural, Religious, Economic,
Educational, Medical)
Family SCREEM merupakan gambaran ketersediaan sumber,
penilaian kapasitas keluarga dalam berpartisipasi pada ketentuan
pelayanan kesehatan yang mengatasi krisis (Whinney, 2009).

2.2 Kedokteran Keluarga


2.2.1 Definisi Kedokteran Keluarga
Menurut National University of Singapore (2004) kedokteran
keluarga adalah ilmu yang menekankan pentingnya pemberian
pelayanan kesehatan yang personal, primer, komprehensif dan
berkelanjutan (kontinu) kepada individu dalam hubungannya dengan
keluarga, komunitas, dan lingkungannya. Istilah lain dari kedokteran
keluarga adalah Primary Care Medicine, General Practice, Family
Medicine. Kedokteran keluarga menekankan keluarga sebagai unit
sosial yang memberikan dukungan kepada individu.

2.2.2 Karakteristik Kedokteran Keluarga


Menurut McWhinney dan Freeman (2009), karakteristik utama dari
kedokteran keluarga, yaitu:
1. Memusatkan perhatian pada pribadi, bukan pada bagaian-bagian
ilmu kelompok penyakit atau teknik-teknik khusus
17

2. Mencari pemahamamn konteks penyakit (probadi, keluarga,


jejaring sosial dan lingkungan penderita)
3. Melihat setiap kontak pasien sebagai peluang melkaukan
pencegahan atau pendidikan keehatan
4. Meninjau (pasien) dalam praktik sebagai bagian dalri populasi
yang berisiko
5. Melakukan sharing habitat dengan pasien (idealnnya tinggal
dalam wilayah yang sama dengan pasien-pasiennya
(bertetanggaan)
6. Melihat pasien di rumah mereka
7. Menaruh perhatian pada aspek-aspek subjektif praktik
kedokteran
8. Berperan sebagai manager sumber daya manusia

2.2.3 Prinsip Kedokteran Keluarga


Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti
anjuran WHO dan WONCA yang mencantumkan prinsip-prinsip ini
dalam banyak terbitannya.Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan
untuk dapat meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam
melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip-prinsip pelayanan atau
pendekatan kedokteran keluarga adalah memberikan dan mewujudkan:
(Azwar, 1996).
1. Komprehensif dan holistik
Memberikan pelayanan secara paripurna berarti melakukan
pemeriksaan secara keseluruhan dengan menimbang rasionalitas dan
mafaatnya bagi pasien. Sebagai contoh misalnya, seorang yang sakit
kepala, pada awalnya mungkin saja hanya diberi parasetamol atau
analgetik lainnya. Jika sakit kepala berulang-ulang, harus digali sejauh
mungkin berbagai kemungkinan penyebabnya, dan bila dipandang perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis
penyebabnya. Tentu saja, rujukan harus dilakukan jika memang
18

diperlukan, sekalipun pasien ybs tidak memintanya. Selain itu,


ancangan holistik harus dilakukan juga agar terasa lebih manusiawi.
Dokter keluarga lebih mempertimbangkan siapa yang sakit daripada
sekedar penyakit yang disandang.
2. Pelayanan kontak pertama dan kesinambungannya
Sebagai dokter layanan primer, DK merupakan tempat kontak
pertama dengan pasien, tanpa mamandang jenis kelamin, usia, keluhan
utamanya atau sistem organ yang terganggu. Sebenarnya 85% masalah
kesehatan dapat diselesaikan di layanan primer jika kinerja DPU/DK
dapat diandalkan. Oleh karena itu yang memerlukan rujukan ke rumah
sakit seharusnya hanya 15%. Jelaslah kiranya kinerja seperti apa yang
harus diwujudkan oleh para DPU/DK agar dapat menyelesaikan 85%
masalah yang dihadapinya.
Dokter keluarga merupakan ujung tombak pelayanan medis tempat
kontak pertama dengan pasien untuk selanjutnya harus menjaga
kontinuitas pelayanan dalam arti, pemantauan kepada pasien dilakukan
secara terus-menerus mengunakan rekam medis yang akurat dan sistem
rujukan yang terkendali.Untuk menunjang kesinambungan pelayanan,
klinik harus dilengkapi dengan rekam medis yang memadai dan sarana
komunikasi yang handal sehingga dokter dapat dihubungi sewaktu-
waktu diperlukan. Demikian pula, jangan lupa membuat surat rujuk
pindah jika ada pasien yang hendak pindah tempat tinggal misalnya
pindah kota atau pindah klinik. Dalam surat rujuk pindah itu harus
dilengkapi dengan data kesehatan yang penting, dengan data tambahan
data yang diperlukan. Boleh dikatakan pemantauan pada setiap pasien
dilakukan mulai dari konsepsi sampai mati.
3. Pelayanan promotif dan preventif
Dokter Keluarga harus berusaha meningkatkan taraf kesehatan
setiap pasien yang menjadi tanggung-jawabnya. Bagaimanapun dokter
keluarga harus berupaya menerapkan seluruh tingkat pencegahan.
Dengan demikian ia harus memberikan ceramah kesehatan dan
vaksinasi, menyelengarakan KB dan KIA dan bahkan acara senam pagi
secara rutin. Selain itu DK harus cepat dan tepat membuat diagnosis
penyakit dan mengobatinya.
19

4. Pelayanan koordinatif dan kolaboratif


Koordinasi ini dilakukan ketika pasien memerlukan beberapa
konsultasi spesialistis atau pemeriksaan penunjang dalam waktu yang
bersamaan. Selain itu koordinasi pun dilakukan dengan keluarga dan
lingkungannya guna meningkatkan efisiensi pengobatan.
Pelayanan kolaboratif artinya bekerja sama juga dengan berbagai
pihak yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, guna
mengefektifkan dan mengefisienkan pelayanan. Misalnya, bekerjasama
dengan labotarotium untuk memantau pasien dengan dugaan DHF
tetapi belum perlu dirawat. Untuk kasus seperti ini pihak laboratorium
diminta untuk memantau perubahan indikator perkembangan penyakit
dan segera melaporkan hasilnya sehinga pasien dapat istirahat di rumah
tanpa bolak-balik ke klinik. Dokter keluarga bukan hanya
mempertimbangkan segi medis tetapi juga ekonomi, sosial dan budaya
sehingga sering perlu melibatkan atau kerjasama dengan berbagai
pihak.
5. Pelayanan personal
Titik tolak pelayanan DK adalah pelayanan personal seorang
individu sebagai bagian integral dari keluarganya. Seorang individu,
sekalipun menjadi bagian dari sebuah keluarga, dibenarkan mempunyai
DK sendiri yang mungkin dapat berbeda atau sama dengan anggota
keluarga yang lain.
6. Mempertimbangkan keluarga, komunitas, dan lingkungannya.
Dalam mengobati pasien, DK tidak boleh lupa bahwa pasien
merupakan bagian integral dari keluarga dan komunitasnya.
Kesembuhan penyakit sangat dipengaruhi lingkungannya dan
sebaliknya penyakit pasien dapat mempengaruhi lingkungannya juga.
7. Sadar etika dan hukum
Sadar etika dalam praktiknya diwujudkan dalam perilaku dokter
dalam menghadapi pasiennya tanda memandang status sosial, jenis
kelamin, jenis penyakit, ataupun sistem oragn ayng sakit. Semua dalah
pasiennya dan harus dilayani secara profesional. Demikian pula dengan
sadar hukum, sangat dekat dengan perilaku dokter untuk tetap bekerja
dalam batas-batas kewenanangan dan selalau mentaati kewajiban yang
digariskan oleh hukum yang berolaku di daerah tempat praktiknya.
20

8. Sadar biaya
Yang tidak kalah pentingnya adalah sadar biaya yang juga
sebenarnya menyangkut perilaku DK dalam pertimbangkan ”cost
effectiveness” dari biaya yang dikeluarkan oleh pasien. Dengan kata
lain biaya harus menjadi pertimbangan akan tetapi tidak boleh
menurunkan mutu pelayanan.
9. Menyelenggarakan pelayanan yang dapat diaudit dan
dipertanggungjawabkan.
Sebenarnya yang diaudit mencakup selurut strata pelayanan
kesehatan bukan hanya layanan DK. Kenyataannya sampai sekarang
audit medis masih jauh dari harapan terutama di Indonesia. Namun
demikian praktik DK harus memulai mempersiapkan diri untuk
sewaktu-waktu dapat diaudit oleh pihak yang berwenang. Audit medis
ini merupakan upaya peningkaan kualitas pelayanan dan sala sekali
bukan upaya untuk memata-matai praktik dokter (Azwar, 1996).

2.2.4 Anamnesis Holistik dan Diagnosis Holistik


Anamnesis holistik adalah bagian dari prosedur diagnosis,
wawancara medis akan mencari jawaban mengenai mekanisme dan
penybab seseorang dapat akit, serta penyebab hal tersebut terjadi pada
waktu tertentu secara menyeluruh. Anamnesis diarahkan berdasarkan
Sacred Seven dan Based (fundamental) four (Soetjiningsih, 2008).
1. The sacred seven
Untuk mendapatkan deskripsi yang jelas tentang penyakit pasien,
kita harus melakukan analisis keluan utama dari penyakit yang
sekarang dalam bentuk tujuh dimensi. Berikut urutannya.
a. Lokasi (Location)
Organ atau sistem mana yang mengalami keluhan. Apabila keluhan
berupa batuk atau mencret, maka lokasi keluhan otomatis kita
ketahui lokasinya pada saluran pernafasan atau saluran cerna.
Apabila keluhan berupa nyeri perut, perlu dijelasan nyeri perut
daerah mana (mis: perut kanan bawah, perut daerah ulu hati).
21

Karena dengan mengetahui lokasi yang jelas, dokter akan dapat


memperkirakan organ perut mana yang kira-kira sakit.
b.Onset (Onset)
Sejak kapan keluhan mulai dirasakan? Apakah keluhan terjadi
secara mendadak atau perlahan-lahan? Apakah keluhan didahului
kejadian atau keadaan tertentu. Misalnya nyeri dada timbul secara
mendadak setelah olah raga berat.
c. Kualitas (Quality)
Misalnya nyeri pada dada, apakah seperti tertusuk-tusuk atau
mungkin seperti tertimpa beban berat. Gambaran yang diceritakan
dalam surat konsultasi hendaknya bisa menjawab pertanyaan
“Seperti apakah rasa nyeri itu?”
d.Kuantitas (Severity)
Apakah beratnya keluhan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari
atau mengganggu tidur? Misalnya sesak sampai tidak bisa aktivitas
ringan (mis: tidak bisa mandi, berjalan ke kamar mandi), atau tidur
terlentang saja sudah sesak, ini mencerminkan beratnya sesak.
e. Kronologis (Chronology)
Hal yang musti dijabarkan pasien hendaknya dapat menjelaskan
kronologis keluhan tersebut sejak pertama kali dirasakan sampai
saat ini dan bagaimana perkembangannya.
f. Faktor Modifikasi (Modifying factors)
Adalah keadaan yang dapat memperingan atau memperberat
keluhan. Jawaban pertanyaan ini dapat menjelaskan jenis
penyebabnya. Misalnya sesak saat aktivitas berat dan berkurang
apabila istirahat, mencerminkan penyebabnya berhubungan dengan
jantung.
g.Keluhan Penyerta (Assocciated Symptoms)
Sering sekali setiap penyakit mempunyai banyak gejala. Yang
dirasakan paling keras merupakan keluhan utama, sedangkan
keluhan lainnya merupakan keluhan penyerta.
2. Basic fundamental four
22

a. Present illness (riwayat penyakit sekarang) yang sering dipisahkan


dalam: keluha utama dan anailisi keluhan utama dalam tujuh
dimensi (sacred seven), kemudian diikuti dengan kajian sistem
yang relevan dengan problem yang dihadapii pasien.
b. Past health history, yaitu riwayat kesehatan yang lalu/sebelumnya
c. Family health history, yaitu riwayat kesehatan keluarga
d. Personal/social history, yaitu riwayat pribadi/sosial pasien.
Tanyakan pada pasien mengenai hubungan sosial, pekerjaan,
pendidikan, rkreasi, hobi, perjalanan, kebiasaan pribadi (merokok,
minum alkohol, kopi, kebiasaan tidur, diet, dan olahrga), aktivitas
sosial, keuangan, dan agama.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasikan
dan menentukan dasar dan penyebab (disease), luka (injury), serta
kegawatan yang diperoleh dari keluhan riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan penunjang dan penilaian internal dan eksternal dalam
kehidupan pasien dan keluarganya. Holistik merupakan salah satu
konsep yang meliputi dimensi personal, fisik, psikologi, sosial, dan
spiritual dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit. Dalam
pendekatan holistik, dipercayai bahwa kesehatan seseorang tidak
hanya bergantung pada apa yang sedang terjadi secara fisik pada
tubuh seseorang, tetapi juga terkait dengan kondisi psikologi,
emosi, sosial, spiritual, dan lingkungan.
Ada 5 aspek dalam diagnostik holistik, yaitu : (Kekalih, 2008).
1. Aspek Personal: alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran dan
persepsi pasien
2. Aspek Klinis: Masalah medis, diagnosis kerja berdasarkan
gejala dan tanda
3. Aspek risiko internal: seperti pengaruh genetik, gaya hidup,
kepribadian, usia, gender
4. Aspek risiko eksternal dan psikososial: berasal dari lingkungan
(keluarga, tempat kerja, tetangga, budaya)
23

5. Penilaian Fungsi Sosial: Penilaian terhadap derajat fungsional


pasien pada saat ini (diwaktu yang bersangkutan).

2.3 Hypertensive Heart Disease (HHD)


2.3.1 Definisi HHD
Hypertensive Heart Disease adalah suatu penyakit yang berkaitan
dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang
lama dan berkepanjangan. Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak
terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan
sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner,
gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard
yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina, infark miokard,
aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.
Sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis
mengalami pembesaran ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy)
dengan tujuh kali lipat kemungkinan lebih dapat terkena dan memiliki
resiko kematian akibat kegagalan jantung kongestif, gangguan ritme
jantung (ventrikel arrhythmias), dan serangan jantung (myocardial
infarction) (AHA, 2014).
2.3.2 Epidemiologi HHD
Prevalensi hipertensi pada tahun 2005 adalah 35.3 juta pada
laki-laki dan 38.3 jutapada wanita. Sedangkan prevalensi pada LVH
tidak diketahui. Jumlah LVH yang ditemukan berdasarkan EKG adalah
2,9% pada laki-laki dan 1,5% pada wanita. Pasien-pasien tanpa LVH
33% telah memiliki distolik disfungsi yang asimtomatik. Menurut
penelitian Framingham, hipertensi merupakan penyebab seperempat
gagal jantung. Pada populasi dewasa hipertensi berkonstribusi 68%
terhadap terjadinya gagal jantung. Pasien dengan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lipat pada laki-laki dan tiga kali lipat pada wanita (Riaz,
2008).
Sedangkan menurut Sudoyo (2014) sampai saat ini prevalensi
hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10% sedangkan tercatat pada
tahun 1978 proporsi hypertensive heart disease sekitar 14,3% dan
24

meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab


penyakit jantung di Indonesia.

2.3.3 Etiologi HHD


Hypertensive Heart Disease (HHD) disebabkan oleh hipertensi
dalam jangka lama. Hypertensive Heart Disease ini bisa terjadi karena
otot jantung mengalami penebalan (hipertrofi) dan juga dapat terjadi
pada pembuluh darah koroner yang mengalami proses aterosklerosis.
Dalam kenyataannya antara kedua mekanisme tersebut terdapat kaitan
yang erat dan sering terjadi bersamaan. HHD adalah istilah yang
digunakan secara umum untuk penyakit jantung, seperti hipertrofi
ventrikel kiri, gagal jantung, iskemik miokard, dan aritmia kardia , yang
disebabkan oleh efek langsung maupun tidak langsung peningkatan
tekanan darah (Riaz, 2008).
Adapun faktor-faktor risiko terjadinya Hypertensive Heart Disease:
1. Jenis kelamin
Prevalensi peningkatan HHD ini lebih jelas pada pria dibandingkan
pada wanita sampai masa menopause, ketika tekanan darah
meningkat lebih tinggi dan mencapai tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan pada pria. Dengan demikian, prevalensi HHD pada
pria dibandingkan pada wanita lebih muda dari 55 tahun, namun
angka ini lebih tinggi pada wanita yang lebih tua dari 55 tahun.
Prevalensi HHD mengikuti pola yang sama dan dipengaruhi oleh
tingkat keparahan tekanan darah meningkat.
2. Obesitas
Obesitas telah dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kiri dalam
berbagai studi epidemiologi, dengan sebanyak 50% dari pasien
obesitas memiliki beberapa derajat hipertensi dan sebanyak 60-70%
pasien dengan hipertensi yang obesitas. Obesitas adalah suatu
keadaan dimana terjadinya kelebihan berat badan yang sangat
berlebih. Untuk menentukan seseorang mengalami obesitas atau
tidak dilakukan pengukuran indeks masa tubuh.
3. Umur
25

Umur merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya HHD.


Dalam sebuah penelitian disebutkan pada usia 18-24 tahun 0,3 per
100 orang menderita Hypertensive Heart Disease sedangkan pada
usia 75-79 tahun 31,8 per 100 orang. Pada usia yang lebih tua
penderita HHD akan lebih tinggi daripada hipertensi, ini
mengindikasikan bahwa seseorang yang menderita hipertensi juga
akan mengalami HHD. Diluar perhitungan dari orang yang telah
memiliki tekanan darah pasti hipertensi yang telah dilakukan
pemeriksaan, sekitar 2 dari 10 menderita HHD pada umur 18-24
tahun, 4 dari 10 menderita HHD pada umur 45-54 tahun, dan 7 dari
10 menderita HHD pada umur 75-79 tahun. Kemungkinan penyakit
jantung dapat dibuktikan dengan penemuan EKG yang LVH (Left
Ventricular Hypertension) yang hal ini juga berkaitan dengan
peningkatan umur, selain itu bukti juga dapat didapatkan pada
tambahan pemeriksaan X-Ray.
4. Ras
Pada setiap kelompok umur laki-laki ataupun perempuan prevalensi
penderita HHD lebih banyak pada ras negro daripada ras kulit putih.
HHD diderita sekitar 3 kali lipat pada laki-laki negro dibanding laki-
laki kulit putih dan 2 kali lipat pada perempuan negro dibanding
perempuan kulit putih. Penemuan pada pemeriksaan EKG yang LVH
(Left Ventricular Hypertension) lebih banyak pada bangsa negro,
selain itu bukti juga dapat didapatkan pada tambahan pemeriksaan
X-Ray (CDC, 2015).

2.3.4 Patofisiologi HHD


Patofisiologi terjadinya HHD adalah dimulai dari hipertensi
yang tidak terkendali yang memicu kelainan pada miokardium.
Selanjutnya akan terjadi hipertrofi ventrikel kiri (HVK). Adanya faktor
HVK dapat memicu terjadinya komplikasi dari hipertensi yang diderita
berupa HHD, gagal jantung, dan aritmia kordis (AHA, 2014).
Menurut Sudoyo (2014), hipertrofi ventrikel kiri (HVK)
merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi
ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan
26

konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan


mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,
kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA (renin-angiotensin-
aldosteron) memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan
volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya
akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan atau gangguan
fungsi sistolik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung,
dan lain-lain) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses
aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat
dari HVK. HVK, iskemia miokard, dan gangguan fungsi endotel
merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi (AHA,
2014).
2.3.5 Manifestasi Klinis HHD
Menurut Sudoyo (2014), manifestasi klinis HHD terdiri dari dua
aspek yaitu tanda dan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
a. Tanda dan gejala
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan
simpatis yang kronik. Pada stadium awal, seperti hipertensi pada
umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik,
maka biasanya menurut Sudoyo (2014) disebabkan oleh:
1. Peninggian tekanan darah itu sendiri dapat
bermanifestasi seperti berdebar-debar, rasa melayang
(dizzy) bahkan impotensi. Cepat lelah, sesak napas, sakit
dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular
lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena
perdarahan retina, transient cerebral ischemic dapat terjadi.
2. Gejala penyakit dasar yang mejadi penyebab hipertensi pada
hipertensi sekunder seperti: polidipsia, poliuria, kelemahan
otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan
cepat dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing.
Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit
27

kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat


berdiri (postural dizzy)
3. Jantung berdenyut cepat dan kuat, terjadi hipersirkulasi yang
mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem
neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium
selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung
berupa hipertrofi ventrikel kiri yang difus dan peningkatan
tahanan pembuluh darah perifer.

Timbulnya iskemia miokard menunjukkan tidak seimbangnya


suplai O2 miokard dengan kebutuhan O2. Hipertensi bersama-sama
faktor risiko lain mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner.
Penderita hipertensi lebih sering menunjukkkan silent
ischemia dan painless myocardial infarct. Dibanding tensi normal
akibat sensitivitas terhadap rasa sakit berkurang. Kenaikan tekanan
darah yang akut dapat menjadi pemicu angina. Tekanan
darah yang turun mendadak jika terjadi infark miokard yang luas
disertai fungsi pompa yang menurun (Sudoyo, 2014).
Gambaran klinis seperti sesak napas adalah salah satu gejala
gangguan fungsi diastolik dan peningkatan tekanan pengisian
ventrikel walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang
terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhimya menjadi dilatasi
ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini
kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran
darah koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi
mekanik/pompa jantung yang selektif (Sudoyo, 2014).

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimuai melalui keadaan umum, keadaan
spesifik seperti cushing, feokromasitoma, perkembangan tidak
proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang sering ditemukan
pada koarkstasio aorta. Pengukuran tekanan darah tangan kiri dan
kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi keith-
28

Wagener-barker sangat berguna untuk menilai stenosis atau oklusi


(Sudoyo, 2014).
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung
ditunjukan untuk menilai LVH dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls
apeks yang prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat
kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur
diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau
presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium
kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel) ditemukan bila tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel
kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop.
Paru perlu diperhatikan apakah ada suara nafas tambahan seperti
rongki basah atau rongki kering. Pemeriksaan abdomen ditunjukan
untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan asites.
Auskultasi bising sekitar umbilikus. Arteri radialis, arteri femoralis
dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah pada region
cruris harus diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda
(kurang dari 30 tahun) (Sudoyo, 2014).

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang HHD


Pemeriksaan laboratorium meliputi :
 Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silindris.
 Hemoglobin/hematokrit.
 Ureum/Kreatinin.
 Gula darah puasa.
 Kolesterol total.
 Elektrokardiografi menunjukan HVK pada sekitar 20-50% (kurang
sensitif) tetapi masih menjadi metode standar.
Ada beberapa pemeriksaan lain antara lain adalah pemeriksaan :
 TSH.
 Leukosit darah.
 Trigliserida.
 Kalsium dan fosfor.
 Foto toraks.
 Ekokardiografi dlakukan karena dapat menemukan HVK lenih dini
dan spesifik. Indikasi Ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah:
1. Konfirmasi gangguan jantung.
29

2. Hipertensi dengan kelainan katup.


3. Hipertensi pada anak dan remaja.
4. Hipertensi saat beraktifitas, tetapi normal saat istirahat.
5. Hipertesi bersama sesak nafas yang penyebabnya belum jelas atau
belum diketahui.
 Ekokardiografi-Dopler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik
(gangguan fungsi relaksasi venntrikel kiri, pseudo-normal atau tipe
restriktif). (Sudoyo, 2014).
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan
adanya kerusakan organ target data dilakukan secara rutin, sedangkan
pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung
oleh keluhan dan gejala pasien. pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya
kerusakan organ target menurut Sudoyo (2014) meliputi:
1. Jantung: pemeriksaan fisik, foto polos dada (untuk melohat
pemebesaran jantung, kondisi arteri intra toraks, dan sirkulasi
pulmoner), elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan
konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri), ekokardiografi
2. pembuluh darah: pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse
pressure, ultrasonografi (USG) karotis, fungsi endotel
3. otak : pemeriksaan neurologis, diagnosis stroke ditegakkan dengan
menggunakan cranial computed tomo-graphy (CT) scan atau
magnetic resonance imaging (MRI) (untuk pasien dengan keluhan
gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4. Mata: funduskopi retina
5. Fungsi ginjal: pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria/ mikroalbuminuria, serta rasio albumin kreatinin urin,
perkiraan laju filtrasi glomerolus).

2.3.7 Tatalaksana HHD


Tatalaksana HHD berupa tatalaksana non farmakologi dan farmakologi.
1. Tatalaksana Non Farmakologi
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan
garam tidak lebih dari 1/4 -1/2 sendok teh 96 gram/hari),
menurnkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok,
dan minuman beralkohol. Olahraga juga dianjurkan, seperti jalan,
lari, jogging, bersepeda selaam 20-25 menit dengan frekuensi 3-5
30

kali per minggu. Penting jug untuk cukup istirahat (6-8) jam dan
mengendalikan stress (Kemenkes RI, 2014).
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi:
a. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,
minyak kelapa, gajih)
b. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
(biskuit, keripik dan makanan kerinng yang asin)
c. Makanan dan minuman kaleng 9sarden, sosis, kornet, sayuran,
serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink)
d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon,
ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang)
e. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnasie, serta
sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging
merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam
f. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus
sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandung garam natrium
g. Alkohol dan makann yang mengandung alkohol seperti durian
dan tape. (Kemenkes RI, 2014)

2. Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana hypertensive heart disease (HHD) melibatkan 6 obat
anti hipertensi, yaitu: 12
1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan
ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah.
Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek
proteksi kardiovaskuler diuretik belum terkalahkan oleh obat
lain sehingga diuretik dianjurkan untuk sebagian besar kasus
hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan
kombinasi dua atu lebih anti hipertensi, maka salah satunya
dianjurkan diuretik.
31

Ada 3 macam golongan diuretik yang digunakan sebagai obat


anti hipertensi, yaitu:
1) Diuretik Tiazid
a. Penggunaan: Tiazid merupakan obat utama dalam terapi
hipertensi. Berbagai penelitian besar membuktikan
bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam
menurunkan resiko kardiovakular. Tiazid dapat
digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan
sampai sedang, atau dalam kombinasi dengan anti
hipertensi lain bila teknan darah berhasil diturunkan
dengan diuretik saja.
b. Efek samping: Tiazid dapat meningkatkan kadar
kolesterol LDL dan trigliserida. Pada penderita DM,
tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena
mengurangi sekresi insulin.

2) Diuretik Kuat
a. Penggunaan: Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden
bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport
Na, K, CL dan menghambat absorpsi air dan elektrolit. Mula
kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada
golongan tiazid, oleh karena itu jarang digunakan sebagai
antihipertensi, kecuali pada psien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin serum > 2,5 mg/dL) atau gagal jantung.
b. Efek samping: dapat menyebabkan hiperkalsiuria dan
menurunkan kalsium darah.
3) Diuretik Hemat
a. Penggunaannya: penggunaan terutama dalam kombinasi
dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia.
b. Efek samping: dapat menimbulkan hipokalemia bila diberikan
kepada pasien dengan gagal ginjal, atau bila dikombinasi
dengan penghambat ACE, ARB, beta bloker, AINS, atau
suplemen kalium (Setiabudi, 2013).
32

Tabel 2.1 Dosis dan Sediaan berbagai Diuretik untuk Penggunaan sebagai Anti
Hipertensi

Obat Dosis Pemberian Sediaan


(mg)
a. Diuretik Tiazid
Hidrokorotiazid 12,5-25 1x /hari Tab 25 & 50 mg
Klortalidon 12,5-25 1x /hari Tab 50 mg
Indapamid 1,25-2,5 1x /hari Tab 2,5 mg
Bendroflumetiazid 2,5-5 1x /hari Tab 5 mg
Metolazon 2,5-5 1x /hari Tab 2,5;5 & 10mg
Metolazon rapid acting 0,5-1 1x /hari Tab 0,5 mg
Xipamid 10-20 1x /hari Tab 2,5 mg

b. Diuretik Kuat
Furosemid* 20-80 2-3x /hari Tab 40 mg
Amp 20 mg
Torsemid** 2,5-10 1-2x /hari Tab 5, 10, 20, 100
mg
0,5-4 Ampul 10mg/mL
2-3x /hari
25-100 (2 dan 5 mL)
Bumetanid 2-3x /hari
Tab 0,5; 1 & 2 mg
Asam Etakrinat
Tab 25 & 50 mg
c. Diuretik Hemat Kalium
Amilorid 5-10 1-2x /hari Tab 25 & 100 mg
Spironolakton*** 25-100 1x /hari Tab 50 & 100 mg
Triamteren 25-300 1x /hari
* Dosis furosemid untuk gagal jantung dan gagal ginjal dapat ditingkatkan
sampai 240mg/hari.
** Dosis torsemid untuk gagal jantung dapat ditingkatkan sampai 200
mg/hari
*** Dosis spironolakton untuk asites refrakter dapat ditingkatkan sampai
400 mg/hari.

2. Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik yang disarankan untuk hypertensive heart
disease ada 2, yaitu
1. Penghambat Adrenoreseptor Beta (Beta Blocker)
a. Penggunaan: Beta blocker digunakan sebagai obat pilihan
pertama pada pasien gagal jantung, pasien dengan penyakit
jantung koroner, pasien dengan aritmia supraventrikular, dll.
33

b. Efek samping: dapat menyebabkan bradikardi, blockade AV,


hambatan nodus SA, dan menurunkan kontraksi miokard
(Setiabudi, 2013).

Tabel 2.2 Dosis dan Sediaan berbagai Penghambat Beta Bloker untuk Penggunaan sebagai
Anti Hipertensi

Dosis Dosis Frekuensi


Obat Sediaan
awal maksimal Pemberian
(mg/hari) (mg/hari)
a. Kardio
200 800 1-2x Cap 200 mg, tab
selektif
Asebutolol 400 mg
25 100 1x
Tab 50 mg, 100
2,5 10 1x
Atenolol
mg
Bisoprolol
50 200 1-2x Tab 5 mg
Metoprolol
100 200 1x
- biasa
Tab 50 mg, 100
-lepas
mg
lambat
Tab 100 mg
b. Nonselektif
Alprenolol 100 2x
200 Tab 50 mg
Karteolol 2,5 2-3x
10 Tab 5 mg
Nadiolol 20 1x
160 Tab 40 mg, 80
Oksprenlol
- biasa 80 2x mg
320
-lepas 80 1x
320
5 2x Tab 40 mg, 80
lambat 40
40 2-3x
Pindolol 160 mg
20 2x
Propanolol 40 Tab 80 mg, 160
12,5 1x
Timolol 50
100 2x mg
Karveidilol 300
Tab 5 mg, 10 mg
Labetalol
Tab 10 mg, 40
mg
Tab 10 mg, 20
mg
Tab 25 mg
Tab 100 mg

2. Penghambat Adrenoreseptor Alfa (Alfa Blocker)


34

a. Pengunaan: Alfa blocker sangat baik untuk pasien hipertensi


dengan dislipidemia dan atau diabetes mellitus, mengurangi
retensi urin dan memperbaiki insufisiensi vaskular perifer
b. Efek samping: dapat menyebabkan sakit kepala, palpitasi,
edema perifer, hidung tersumbat, mual, dll (Setiabudi, 2013).

Tabel 2.3 Dosis dan Sediaan berbagai Penghambat Alfa Blocker untuk Penggunaan
sebagai Anti Hipertensi

Dosis Dosis Frekuensi


Obat Sediaan
awal maksimal Pemberian
(mg/hari) (mg/hari)
Praosin 0,5 4 1-2x Tab 1 & 2 mg
Terazosin 1-2 4 1x Tab 1 & 2 mg
Bunazosin 1,5 3 3x Tab 0,5 & 1 mg
Doksazosin 1-2 4 1x Tab 1 & 2 mg

3. Vasodilator
- Hidralazin
a) Penggunaan: Hidralazin tidak digunakan sebagai obat tunggal
karena takifilaksis akibat retensi cairan dan dan reflek simpatis
akan mengurangi hipertensinya. Obat ini biasa digunakan
sebagai obat kedua atau ketiga setelah diuretik dan beta bloker.
b) Dosis: dosis pemberian oral 25-100 mg dua kali sehari. Untuk
hipertensi darurat seperti pada glomerulonefritis akut dan
eklampsia, dapat juga diberikan secara i.m. atau i.v. dengan
dosis 20-40 mg. Dosis maksimal 200 mg/hari.
c) Efek Samping: dapat menyebabkan sakit kepala, mual,
flushing, hipotensia, takikardia, palpitasi, angina pectoris,
neuritis perifer, dekrasi darah, hepatotoksisitas, dan kolangitis
akut (Setiabudi, 2013).
- Minoksidil
a) Penggunaan: berguna untuk terapi jangka panjang hipertensi
jangka panjang yang refrakter terhadap 3 obat (diuretik,
adrenergic, dan vasodilator).
b) Dosis: dosis dapat dimulai dengan 1,25 mg satu atau dua kali
sehari dan dapat ditingkatkan sampai 40 mg/hari.
35

c) Efek Samping: dapat menyebabkan retensi cairan dan garam,


efek samping kardiovaskular karena refleks simpatis dan
hipertrikosis (Setiabudi, 2013).
- Diakzosid
a) Penggunaan: walaupun diabsorbsi dengan baik melalui oral,
diazoksid hanya diberikan secara intravena untuk mengatasi
hipertensi darurat, hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati,
hipertensi berat pada glumeronfritis akut dan kronik.
b) Dosis: Dosis dapat dimulai dengan 50-100 mg dengan interval
5-10 menit. Dapat juga diberikan secara infuse i.v. dengan
dosis 15-30mg/menit.
c) Efek Samping: dapat menyebabkan retensi cairan,
hiperglikemi, relaksasi uterus. Penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan hipertrikosis (Setiabudi, 2013).

4. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)


a. Penggunaan: ACE-Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan,
sedan, maupun berat, hipertensi dengan gagal jantung kongestif,
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung
koroner, dll.
b. Efek samping: dapat menyebebakan hipotensi, batuk kering,
rash, edema angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria dan efek
teratogenik (Setiabudi, 2013).

Tabel 2.3 Dosis dan Sediaan berbagai ACE-Inhibitor untuk Penggunaan sebagai Anti
Hipertensi

Obat Dosis Frekuensi Sediaan


(mg/hari) Pemberian
36

Kaptopril 25-100 2-3x Tab 12,5 dan 25 mg


Benazepril 10-40 1-2x Tab 5 dan 10 mg
Enalapril 2,5-40 1-2x Tab 5 dan 10 mg
Fosinopril 10-40 1x Tab 10 mg
Lisinopril 10-40 1x Tab 5 dan 10 mg
Perindropil 4-8 1-2x Tab 4 mg
Quinapril 10-40 1x Tab 5, 10 dan 20 mg
Ramipril 2,5-20 1x Tab 10 mg
Trandolapril 1-4 1x
Imidapril 2,5-10 1x Tab 5 dan 10 mg

5. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker,


ARB)
a. Penggunaan: ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik.
b. Efek samping: dapat menyebabkan hipotensi, hiperkalemia, dan
fetotoksik (Setiabudi, 2013).

Tabel 2.4 Dosis dan Sediaan berbagai ARB untuk Penggunaan sebagai Anti Hipertensi

Obat Dosis Frekuensi Sediaan


(mg/hari) Pemberian
Losartan 25-100 1-2x Tab 50 mg
Valsartan 80-320 1x Tab 40 & 80 mg
Irbesartan 150-300 1x Tab 75 & 150 mg
Telmisartan 20-80 1x Tab 20, 40 & 80 mg
Candesartan 8-32 1x Tab 4, 8, dan 16 mg

6. Antagonis Kalsium
a. Penggunaan: Sejak JNC-IV (1988) dan WHO/ISH (1989),
antagonis telah menjadi salah satu golongan antihipertensi tahap
pertama. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif pada
hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia
lanjut. Dapat dikombinasi dengan ACE-Inhibitor, metildopa atau
beta blocker.
b. Efek samping: dapat menyebabkan sakit kepala, muka merah,
edema perifer, bradiaritmia, efek inotropik negatif, konstipasi,
retensi urin dan hiperplasia gusi.15

Tabel 2.5 Dosis dan Sediaan berbagai Antagonis Kalsium untuk Penggunaan sebagai
Anti Hipertensi
37

Obat Dosis Frekuensi/ Sediaan


(mg) hari
Nifedipin 3-4x Tab 10mg
Nifedipin (long 30-60 1x Tab 30, 60, dan 90 mg
2,5-10 1x Tab 5 dan 10 mg
acting)
2,5-20 1x Tab 2,5; 5 dan 10 mg
Amlodipin
2,5-10 2x Tab 2,5 dan 5 mg
Felodipin
Cap 20 dan 30 mg
Isradipin
60-120 2x Tab 30, 45, dan 60 mg
Nicardipin
Amp 2, 5 mg/mL
Nicardipin SR
10-40 1x Tab 10, 20, 30, dan 40 mg
80-320 2-3x Tab 40, 80 dan 120 mg
Nisolodipin
Amp 2,5 mg/mL
Verapamil
90-180 3x Tab 30, 60, dan amp 50 mg
120-540 1x Tab 90 dan 180 mg
Diltiazem
240-480 1-2x Tab 240 mg
Diltiazem SR
Verapamil SR

2.3.8 Komplikasi HHD


Risiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi
ventrikel kiri. Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan
komplikasi terjadi. Selain itu, pada Hypertensive Heart Disease dengan
tingkat keparahan hipertensi yang tinggi, keadaan yang lama, serta
kontrol pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan:
1. Fibrilasi atrium
2. Infark Miokard
Aritmia letal, perluasan infark dan iskemia pasca infark,
disfungsi otot jantung, defek mekanik, rupture miokard.
3. Gagal Jantung
Syok kardiogenik dan gangguan keseimbangan elektrolit (AHA,
2014).
2.3.9 Prognosis HHD
Penatalaksanaan Hypertensive Heart Disease mengacu pada
penatalaksanaan umum hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada
ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-
obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik
spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan
memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung
akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit
38

jantung hipertensif adalah penyakit serius yang harus diperhatikan


karena memiliki risiko kematian mendadak (Sudoyo, 2014).
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : Ny. Supiyati
Umur : 62 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Muara Enim, 01 Januari 1957
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status : Cerai Mati
Alamat : Jl. Banten V, 16 Ulu, Kota Palembang.
Agama : Islam
Tanggal kunjungan rumah I : 21 November 2019
Tanggal kunjungan rumah II : 23 November 2019
Tanggal kunjungan rumah III: 25 November 2019

3.2. Subjektif
Anamnesis dilakukan pada pasien dan keluarga pasien pada hari
Jumat, 21 November 2019 pukul 13:00 WIB
1. Keluhan Utama
Sesak Nafas
2. Keluhan Tambahan
Sakit kepala
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu pasien sering mengeluh sesak
nafas. Menurut pasien sesak nafas sering menggangu aktivitas pasien
sehari-hari. Sesak tidak dipengaruhi oleh suhu dan cuaca, sesak nafas
disertai bunyi tidak dijumpai. Pasien mengaku kadang merasa tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak dan lebih nyaman tidur dengan
dua sampai tiga bantal hingga posisi setengah duduk. Keluhan terkadang
disertai batuk berdahak, dahak berwarna putih buih dan sering terjadi
pada saat akan tidur. Keluhan juga disertai nyeri dada sebelah kiri yang
terasa berat serta dada terasa berdebar-debar. Pasien juga mengaku
pernah mengalami bengkak pada kedua kaki namun sekarang sudah
menghilang.
Os juga mengeluhkan bahwa ia sering mengalami sakit kepala
sejak 10 tahun yang lalu, sakit kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk

39
40

terlebih di belakang leher dan dirasakan memberat saat bangun tidur.


Keluhan mual muntah tidak ada. Keluhan demam tidak ada. Pada saat
diwawancarai os mengatakan keluhannya agak mereda.
Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang
lalu. Sejak 10 tahun yang lalu pasien diberikan obat penurun tekanan
darah tinggi namun pasien hanya mengkonsumsi obatnya ketika merasa
sakit kepala. Kemudian pasien kembali berobat 6 bulan yang lalu dan
didiagnosis dokter mengalami penyakit jantung hipertensi dan disarankan
untuk mengkonsumsi obat secara rutin.
Untuk keluhan saat ini seperti jantung berdebar-debar tidak ada,
BAK normal, keluhan kaki bengkak disangkal. Riwayat keluarga
menderita hipertensi dijumpai pada ibu, dan saudara laki-laki pasien.
Riwayat penyakit jantung tidak ada. Pasien memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan asin dan berlemak. Pasien mengaku sering
melakukan olahraga kecil seperti jalan 100 meter pada pagi hari.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit hipertensi : (+) sejak ± 10 tahun yang lalu
Riwayat penyakit diabetes mellitus : (-)
Riwayat penyakit asma : (-)
Riwayat jantung : (-)
Riwayat penyakit TB paru : (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit hipertensi : (+) ibu pasien, dan saudara laki-
laki pasien
Riwayat penyakit diabetes mellitus : (-)
Riwayat penyakit asma : (-)
Riwayat jantung : (-)
Riwayat penyakit TB paru : (-)

6. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak teratur mengkonsumsi obat sejak 10 tahun yang lalu dan
kembali berobat rutin sejak 6 bulan ini.

7. Riwayat Kebiasaan
41

Pasien sering mengkonsumsi makanan asin (keripik dan lauk pauk seperti
ikan asin), makanan yang berlemak (gorengan-gorengan). Kebiasaan
merokok dan minum minuman beralkohol disangkal.

8. Riwayat Pekerjaan
Os pernah bekerja sebagai buruh cuci.

9. Riwayat Higiene
 Pasien mandi dua kali sehari dengan air PDAM dan menggunakan
sabun dan shampoo.
 Pasien mengganti pakaian setiap hari.
 Pasien menggunakan handuk dan pakaian sendiri, tidak bercampur
dengan anggota keluarga yang lain.

10. Riwayat Nutrisi


Os makan tiga kali sehari sebanyak 1 piring setiap kali makan
dengan nasi putih dan lauk seperti ikan, ayam, tahu, tempe, dan
sayuran, yang mana menu setiap hari berbeda beda. Os juga
mengkonsumsi buah setiap 3x seminggu. Makanan yang dikonsumsi
oleh penderita juga di konsumsi oleh anggotakeluarga yang lain.

11. Riwayat Sosial Ekonomi


Os adalah seorang janda dengan lima orang anak. Sebelumnya
pasien tinggal bersama suami di rumah sendiri, namun pada tahun 1998
suami os meninggal dunia karena penyakit jantung. Setelah itu pada
tahun 2004, os terkena musibah karena rumah os terbakar sehingga os
tidak ada tempat tinggal lagi. Sekarang os tinggal bersama dengan
keluarga anaknya yang kelima. Rumah tersebut berisikan 5 anggota
keluarga, dengan kepala keluarga Tn. Purwanto, istrinya Ny. Irma,
anaknya Arya dan Alya serta Ny. Supiyati.
Pasien tinggal di daerah perumahan dengan kepadatan penduduk
yang cukup baik, rumah pasien berukuran 7m x 12m, tingkat satu
dengan jumlah penghuhi lima orang. Lantai tersusun dari keramik.
Dinding rumah terbuat dari batu bata dan semen (tembok). Atap rumah
terbuat dari genteng dan memiliki plafon. Secara keseluruhan, terdapat
satu ruang tamu berukuran 5m x 4m; tiga kamar tidur berukuran 3m x
3m dan 3m x 2m; satu kamar mandi ukuran 3m x 1,5m; dan satu dapur
42

ukuran 4m x 4,5m. Terdapat jendela dan ventilasi di beberapa ruangan,


namun ventilasinya masih kurang. Terdapat tiga jendela beserta
ventilasi di ruang tamu; satu jendela dan ventilasi pada masing-masing
kamar tidur; satu ventilasi pada kamar mandi; dan dua jendela dan
ventilasi pada dapur. Semua ruangan dibatasi dengan dinding batu bata
dilapisi semen dan di cat. Terdapat satu pintu masuk di depan dengan
ukuran pintu berukuran 1m x 2m. Rumah cukup mendapatkan
pencahayaan sinar matahari dan tidak terasa lembab.
Rumah ini memiliki fasilitas 1 buah MCK dengan jamban leher
angsa di dalam rumah. Sumber air berasal dari PDAM dan didalam
kamar mandi memiliki bak mandi penampung air. Kerapian tata letak
barang-barang dirumah cukup rapi, namun pada bagian daput terlihat
kurang baik sehingga terkesan berantakan.. Kebersihan rumah diluar
rumah terlihat baik.
Os mengatakan rajin berolahraga dengan jalan pagi saat hendak
pergi dan pulang ke masjid untuk sholat subuh setiap hari. Jarak rumah
pasien dengan masjid ±50 meter. Os juga masih aktif dalam kegiatan
sosial di lingkungan pemukiman seperti mengikuti ceramah atau
pengajian di masjid.
Kebutuhan sehari hari berasal dari uang gaji Tn. Purwanto dan
Ny. Irma karena os sudah tidak bekerja lagi. Penghasilan Tn, Purwanto
sekitar 2.000.000/bulan dan penghasilan Ny. Irma sekitar Rp.
2.200.000/ bulan. Keperluan dapur, litrik, dan air PDAM dibiayai dari
penghasilan keduanya. Di rumah tersebut terdapat 2 sepeda motor,
perlengkapan rumah tangga, peralatan elektronik berupa 1 televisi, 1
kipas angin, 1 kulkas, 1 mesin cuci dan 1 buah rice cooker. Terdapat 1
buah tempat sampah yang terletak di depan rumah.
Hubungan os dengan keluarga terkesan harmonis, os sering
mengajak cucu-cucunya untuk sholat dan mengaji di masjid. Hubungan
antar anggota keluarga yang lain juga terjalin baik.

Kesan:
Sosial : Baik
Ekonomi : Cukup
Lingkungan : Baik
43

12. Riwayat Keluarga


GENOGRAM

Keterangan :

: Laki-laki hidup

: Perempuan hidup

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Penderita Hipertensi

: Penderita hipertensi yang meninggal

: Pasien
44

3.3. Objektif
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7C
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 150 cm
IMT : 21,3 (Berat badan ideal)

Keadaan Spesifik
Kepala : normocephali, rambut putih tidak mudah dicabut.
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
- Telinga : nyeri tekan (-/-), sekret (-/-)
- Mulut : mukosa bibir kering (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1
- Leher : pembesaran KGB (-) JVP tidak meningkat.
Thoraks
- Paru
- Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)
- Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
- Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi :
- Batas atas : ICS 2 linea parasternalis dextra et
sinistra
- Batas bawah : ICS 6 linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I dan II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan
(-)
- Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalis : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-/-), CRT < 2”.

3.4. Pemeriksaan Penunjang ( 6 Juni 2019)


45

Kesan: kardiomegali, CRT >50%


3.5. Follow up
Tabel 3.1. follow up pasien
No. Tanggal SOAP Diagnosis Terapi
1. 23/11/2019 S/ nyeri kepala  Clopidogrel
1x75mg/hari
O/ HHD
TB : 150cm  Bisoprolol
BB : 48Kg 1x5mg/hari
TD: 150/100mmHg  Nitrogliserin
N: 82x/menit
RR : 22x/m 2x5mg/hari
T : 36,9 C  Candesartan
Cilexetil
1x8mg/hari
46

 Clopidogrel
2. 25/11/2019 S/ - HHD
1x75mg/hari
O/  Bisoprolol
TB : 150cm 1x5mg/hari
BB : 48Kg  Nitrogliserin
TD: 140/100mmHg 2x5 mg/hari
N: 82x/menit  Candesartan
RR : 22x/m
T : 36,9 C Cilexetil
1x8mg/hari

3.6. Diagnosis Banding


1) Hipertensive Heart Disease (HHD)
2) ASMA
3) PPOK

3.7. Diagnosis Kerja


Hipertensive Heart Disease (HHD)

3.8. Penatalaksanaan
- Promotif
1. Memberikan informasi kepada pasien gambaran umum tentang
penyakit Hipertensi mengenai penyebab, gejala, tatalaksana, serta
komplikasinya.
2. Memberikan informasi kepada pasien mengenai upaya-upaya
pencegahan yang harus dilakukan. Cara hidup sehat: diet yang
sehat, mengatur pola makan, aktivitas fisik teratur, oalahraga
ringan minimal 3x seminggu, istirahat cukup, dan hindari stres.
3. Memberi pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya
meminum obat teratur. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikis mereka
menjadi maksimal.
4. Memberikan informasi kepada pasien mengenai besarnya
kemungkinan penyakit ini diturunkan kepada keturunannya
sehingga harus diberikan promosi kepada seluruh keluarga.

- Preventif
47

Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat


dilakukan sehingga tidak mencetuskan dan tidak memperparah
kondisinya
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko timbulnya hipertensi dan
hiperuresemia
2. Menganjurkan konsumsi makanan rendah garam, rendah purin,
rendah lemak dan kolesterol.
3. Menganjurkan membatasi konsumsi maknaan asin, bersantan,
lemak tinggi, gorengan, kacang-kacangan, jeroan, sayuran hijau,
kuning telur.
4. Mengkonsumsi air putih yang banyak, diet rendah garam, diet
rendah purin, rendah lemak dan kolesterol
5. Kontrol tekanan darah, asam urat dan kolesterol teratur.
6. Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup.
- Kuratif
- Farmakologis
• Clopidogrel tab 1x75mg/hari
• Bisoprolol tab 1x5mg/hari
• Nitrogliserin tab 2x5 mg/hari
• Candesartan tab 1x8mg/hari
- Non Farmakologis
 Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan olahraga ringan
minimal 150 menit seminggu (30 menit minimal 5x dalam seminggu
atau 50 menit minimal 3x dalam seminggu)
 Konsumsi makanan rendah garam, rendah lemak dan kolesterol.
 Membatasi konsumsi makanan asin, bersantan, lemak tinggi,
gorengan.
 Mengkonsumsi air putih yang cukup.
 Rutin kontrol tekanan darah,
 Minum obat secara anti hipertensi secara teratur.

- Rehabilitatif
Istirahat yang cukup dan anjuran untuk kontrol rutin sebagai
monitoring untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.

3.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
48

3.10. Analisis Kunjungan Rumah (Home Visite)


Home Visite dilakukan ke rumah pasien yang beralamat Jl Banten V
Seberang Ulu Palembang.

A. Karakteristik Demografi Keluarga


Nama Kepala Keluarga : Tn. Purwanto
Alamat : Jl. Banten V Seberang Ulu 1 Palembang.
Bentuk Keluarga : Keluarga Besar (Extended Family)

Tabel 3.2. Daftar nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan


Kepala
GAYA HIDUP
1. Purwanto L
Sering makan makanan 39 thn SMA Satpam
keluarga
yang asin dan
Irma berlemak tinggi.
2. Istri P
Pasien tidak merokok 38 thn SMA Karyawan
Agustina
3 Arya Anak L 15 thn SMA Pelajar
4 Alya Anak P 7 thn SD Pelajar
FAMILY Tidak
5 Supiyati Nenek P 62 thn Sd
LINKUNGAN PSIKO- bekerja
SOSIAL-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN Pendapatan baik,
Pasien tidak
B. Identifikasi teratur Keluarga
Fungsi Kehidupan sosial baik
mengkonsumsi obat
1. Fungsi fisiologis (APGAR) dalam keluarga
Tabel 3.3. APGAR Score Tn. Purwanto Terhadap Keluarga

APGAR Score Tn. Purwanto Terhadap Sering/ Kadang- Jarang


PELAYANAN
KESEHATAN Keluarga Selalu kadang / Tidak
LINGKUNGAN KERJA
Jarak rumah-puskesmas Pasien perempuan, Pasien sudah pensiun
cukup jauh, pihak
puskesmas jarang Saya puas dengan keluarga
61 tahun, saya karena
diagnosis
melakukan kunjungan Hipertensi grade II
rumah terhadap pasien masing-masing anggota keluarga sudah
dengan Gout
A Artritis 
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya.
LINGKUNGAN FISIK Rumah
Saya puas dengan keluarga saya karena baik, tinggal bersama
suami, ventilasi baik,
dapat membantu memberikan solusi kerapian dan kebersihan
P BIOLOGI
FAKTOR  baik.
rumah
terhadap
Kemungkinan herediterpermasalahan yang saya
hipertensi
hadapi.

Komunitas :
Perumahan dengan
kepadatan baik
49

APGAR Score Tn. Purwanto Terhadap Sering/ Kadang- Jarang


Keluarga Selalu kadang / Tidak

Saya puas dengan kebebasan yang


diberikan keluarga saya untuk
G 
mengembangkan kemampuan yang saya
miliki.
Saya puas dengan kehangatan / kasih
A 
sayang yang diberikan keluarga saya.
Saya puas dengan waktu yang
R disediakan keluarga untuk menjalin 
kebersamaan
Total 8

Tabel 3.4. APGAR Score Ny. Irma Agustina Terhadap Keluarga

APGAR Score Ny. Irma Agustina Sering/ Kadang Jarang/


Terhadap Keluarga Selalu -kadang Tidak

Saya puas dengan keluarga saya


karena masing-masing anggota
A 
keluarga sudah menjalankan kewajiban
sesuai dengan seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan
P 
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
G 
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki.
Saya puas dengan kehangatan / kasih
A 
sayang yang diberikan keluarga saya.
50

Saya puas dengan waktu yang


R disediakan keluarga untuk menjalin 
kebersamaan
Total 9

Tabel 3.5. APGAR Score Arya Terhadap Keluarga

Sering/ Kadang Jarang/


APGAR Score AryaTerhadap Keluarga
Selalu -kadang Tidak

Saya puas dengan keluarga saya


karena masing-masing anggota
A 
keluarga sudah menjalankan kewajiban
sesuai dengan seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan
P 
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
G 
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki.
Saya puas dengan kehangatan / kasih
A 
sayang yang diberikan keluarga saya.
Saya puas dengan waktu yang
R disediakan keluarga untuk menjalin 
kebersamaan
Total 9

Tabel 3.6. APGAR Score Alya Terhadap Keluarga

APGAR Score Alya Terhadap Keluarga Sering/ Kadang Jarang/


-kadang Tidak
51

Selalu

Saya puas dengan keluarga saya


karena masing-masing anggota
A 
keluarga sudah menjalankan kewajiban
sesuai dengan seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan
P 
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
G 
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki.
Saya puas dengan kehangatan / kasih
A 
sayang yang diberikan keluarga saya.
Saya puas dengan waktu yang
R disediakan keluarga untuk menjalin 
kebersamaan
Total 9

Tabel 3.7. APGAR Score Ny. Supiyati Terhadap Keluarga

APGAR Score Ny. Supiyati Terhadap Sering/ Kadang Jarang/


Keluarga Selalu -kadang Tidak
52

Saya puas dengan keluarga saya


karena masing-masing anggota
A 
keluarga sudah menjalankan kewajiban
sesuai dengan seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan
P 
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
G 
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki.
Saya puas dengan kehangatan / kasih
A 
sayang yang diberikan keluarga saya.
Saya puas dengan waktu yang
R disediakan keluarga untuk menjalin 
kebersamaan
Total 10

APGAR Score keluarga Tn. Purwanto dinilai berdasarkan semua anggota keluarga
yaitu Tn. Purwanto, istri Ny. Irma, anaknya Arya dan Alya seta neneknya Ny.
Supiyati.

APGAR Score Keluarga Tn. Purwanto berdasarkan 5 dari 5


anggota keluarga = (8+9+9+9+10)/5 = 9

Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga dapat dinilai baik


Fungsi fisiologis keluarga dikatakan sehat. Walaupun waktu untuk
berkumpul dengan anggota keluarga lainnya kurang, akan tetapi komunikasi
tetap terjaga. Anggota keluarga lain selalu siap membantu apabila salah satu
dari angota keluarga mengalami masalah.
53

2. Fungsi patologis
Tabel 3.8 SCREEM Keluarga Tn. Purwanto
Sumber Patologis
Tn. Purwanto, Ny. Irma, Arya, Alya dan Ny.
Social Supiyati sehari hari sering bertegur sapa -
dengan tetangga sekitar rumah.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
cukup baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari dalam keluarga maupun di
Culture -
lingkungan. Ny. Irma dan Ny. Supiyati sering
mengikuti kegiatan di masyarakat seperti
kondangan dan pengajian.
Dalam keluarga ini pemahaman agama baik.
Ny. Supiyati dan cucu-cucunya sering sholat
Religious berjamaah dan mengaji di masjid. Untuk Tn. -
Purwanto dan Ny. Irma lebih sering sholat di
rumah.
Status ekonomi keluarga ini tergolong
Economic menengah ke bawah. Kebutuhan primer dan -

sekunder dapat tercukupi.


Latar belakang pendidikan tergolong cukup.
Ny. Supiyati tamatan SD dengkan Tn
Educational Purwanto dan Ny. Irma tamatan SMA. -
Keluarga biasanya melihat berita/acara lain
dari TV, koran, dan sosial media.
Bila ada anggota keluarga yang sakit, segera
Medical dibawa berobat. Keluarga menggunakan -
BPJS untuk pembiayaan kesehatan.

Berdasarkan penilaian SCREEM Keluarga Tn. Purwanto, didapatkan


kesimpulan: Keluarga Tn. Purwanto tidak memiliki fungsi patologis baik
dari segi sosial, budaya, agama, ekonomi, edukasi, maupun pengobatan.
54

C. Identifikasi Lingkungan Rumah


1. Gambaran Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di daerah perumahan biasa dengan kepadatan
penduduk yang baik, rumah pasien berukuran 12m x 7m, rumah bertingkat
satu dengan jumlah penghuhi lima orang. Lantai tersusun dari keramik.
Dinding rumah terbuat dari batu bata dan semen (tembok). Atap rumah
terbuat dari genteng dan memiliki plafon. Secara keseluruhan, terdapat
satu ruang tamu berukuran 5m x 4m; tiga kamar tidur berukuran 3m x 3m
dan 3m x 2m; satu kamar mandi ukuran 3m x 1,5m; dan satu dapur ukuran
4m x 4,5m. Terdapat jendela dan ventilasi di beberapa ruangan, namun
ventilasinya masih kurang. Terdapat tiga jendela beserta ventilasi di ruang
tamu; satu jendela dan ventilasi pada masing-masing kamar tidur; satu
ventilasi pada kamar mandi; dan dua jendela dan ventilasi pada dapur.
Semua ruangan dibatasi dengan dinding batu bata dilapisi semen dan di
cat. Terdapat satu pintu masuk di depan dengan ukuran pintu berukuran
1m x 2m. Rumah cukup mendapatkan pencahayaan sinar matahari dan
tidak terasa lembab.
Rumah ini memiliki fasilitas 1 buah MCK dengan jamban leher
angsa di dalam rumah. Sumber air berasal dari PDAM dan didalam kamar
mandi memiliki bak mandi penampung air. Kerapian tata letak barang-
barang dirumah baim dan cukup rapi, namun pada bagian daput terlihat
sedikit berantakan. Kebersihan rumah diluar rumah terlihat baik.

2. Denah Rumah
pagar
1m
7m

Kamar 2
4m Ruang tamu 3m

2m
5m
55

Kamar 3
3m
3m Kamar 1
2m

3m
1,5m
4m
Kamar dapur
3m Mandi

4,5m
D. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga
1. Masalah Organobiologik
Ditemukan masalah organobiologik pada penderita.
2. Masalah Psikologik
Tidak ditemukan masalah psikologik pada penderita.
3. Masalah Dalam Keluarga
Tidak ditemukan masalah keluarga pada penderita

E. Pembinaan Keluarga
a. Edukasi Terhadap Pasien
1. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi
dan edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala,
dampak, faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis dan risiko
yang memperberat agar os tetap taat meminum obat dan rutin
kontrol ke dokter.
2. Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi os untuk
terus minum obat secara teratur dan rutin kontrol ke dokter serta
memiliki semangat untuk sembuh, sehingga kualitas hidup pasien
dapat meningkat.
3. Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi penderita
untuk pola makan yang sehat, serta berkeinginan untuk sembuh.
4. Memberikan informasi agar selalu mengontrol tekanan darah
karena didapati pada hasil pemeriksaan tekanan darah pasien
cukup tinggi.
56

b. Edukasi Terhadap Keluarga


1. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien,
gejala, kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemberat,
dan prognosis sehingga keluarga dapat memberikan dukungan
kepada penderita.
2. Meminta keluarga untuk mendukung penderita, mengajak
penderita berinteraksi dan beraktivitas.
3. Meminta keluarga untuk mengingatkan pasien untuk selalu
mengontrol tekanan darah dan minum obat secara teratur.
4. Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana
hubungan sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis.

F. Pemantauan dan Evaluasi


Home visite pertama dilakukan pada tanggal 21 November 2019, home
visite kedua dilakukan pada tanggal 23 November 2019 dan home visite
ketiga pada tanggal 25 November 2019.
Pada saat home visite pertama yang dilakukan yaitu melengkapi status
pasien, melakukan reanamnesis, pemeriksaan fisik, pembuatan perangkat
penilaian keluarga, membuat diagnostik holistik sesuai pendekatan
kedokteran keluarga, termasuk profil kesehatan keluarga.
Pada home visite kedua dilakukan manajemen komprehensif kepada
pasien dan keluarga (edukasi/konseling terhadap masalah yang telah
dianalisis).

G. Diagnosis Holistik
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi,
digunakan konsep Mandala of Health. Diagnosis holistic yang ditegakan
pada pasien adalah sebagai berikut:
57

GAYA HIDUP
Sering makan makanan
yang asin dan
mengandung lemak

FAMILY
LINKUNGAN PSIKO-
SOSIAL-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN Pendapatan cukup,
Pasien teratur mengkonsumsi Kehidupan sosial baik
obat sejak 6 bulan ini

PELAYANAN KESEHATAN
Jarak rumah- kdk cukup dekat, LINGKUNGAN KERJA
pihak kdk dapat melakukan
Pasien perempuan, Pasien sudah tidak
kunjungan rumah terhadap
pasien 62 tahun, diagnosis bekerja
HHD

LINGKUNGAN FISIK Rumah


baik, tinggal bersama
anak, menantu dan cucu.
Ventilasi rumah kurang,
FAKTOR BIOLOGI
pencahayaan cukup, dan
Kemungkinan herediter
kerapian serta kebersihan
hipertensi
rumah cukup.

Komunitas :
Perumahan dengan
kepadatan baik.
58

 Pada aspek I, os sering mengalami sesak nafas yang muncul tiba-tiba


selainitu os juga mengalami keluhan sakit kepala yang sering dirasakan di
belakang leher. Os takut sakit kepala mengganggu aktivitas sehari-hari
sehingga pasien ke KDK untuk diperiksa dan meminta rujukan ke RSMP
 Pada aspek II, diagnosis kerja yang ditegakkan adalah Hipertensive
Heart Disease
 Pada aspek III, os diketahui sudah berusia lanjut 62 tahun, dimana pada
usia tersebut telah terjadi degenerasi fungsi organ tubuh. Pada pasien juga
didapatkan masalah gaya hidup berupa kebiasaan mengonsumsi makanan
asin dan mengandung lemak. Selain itu, ibu dan saudara os juga ada
riwayat penyakit darah tinggi.
 Pada aspek IV, fungsi keluarga diketahui baik, lingkungan psikososial-
ekonomi pasien baik, kebersihan dan kerapian lingkungan rumah juga
baik. Diketahui pasien sudah tidak bekerja lagi.
 Pada aspek V, ditetapkan skala fungsional pasien derajat 3 yaitu
mengalami beberapa kesulitan dalam melakukan pekerjaan tidak seperti
sebelum sakit dan masih mandiri dalam perawatan diri, bekerja di dalam
dan luar rumah.
BAB IV
ANALISA KASUS

4.1. Analisa Kasus


Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Hipertensi Heart Disease.
Diagnosis ini diperoleh berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis diketahui bahwa
pasien telah didiagnosis terdapat hipertensi heart disease sejak 6 bulan
terakhir. Penyakit yang dialami pasien disebabkan oleh adanya faktor risiko
pengobatan yang tidak rutin dan pola makan yang tidak seimbang. Pasien
mulai rutin memeriksakan kesehatannya semenjak didiagnosis Hipertensive
Heart Disease.

4.2. Identifikasi Fungsi Keluarga


1. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Keluarga pasien ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
2. Fungsi Afektif
Hubungan antara anak dengan orang tua, orang tua dengan anak,
berlangsung cukup baik. Dalam keluarga ini, juga diketahui terdapat
pemenuhan secara psikologi pada semua anggota keluarga.
3. Fungsi Sosial
Pasien akrab dengan seluruh anggota keluarganya dan tetangganya.
Permasalahan antar keluarga dapat diselesaikan dengan cara
musyawarah dengan kepala keluarga sebagai pengambil keputusan
akhir dan hubungan kekeluargaan tetap berjalan dengan baik sampai
sekarang. Dalam pandangan terhadap suatu masalah, keluarga ini
menganggap masalah hal yang harus dihadapi dan diselesaikan
bersama.

4. Fungsi Penguasaan Masalah


Manajemen keluarga dalam menghadapi masalah internal atau
eksternal baik. Pembuatan keputusan akhir dalam menghadapi

59
60

masalah eksternal dan internal dan proses pengambilan keputusan


berlangsung secara musyawarah di antara semua anggota keluarga.
5. Fungsi Ekonomi
Ny Supiyati tidak bekerja. Pemenuhan kebutuhan sehari hari berasal
dari uang pemberian anak-anak.
6. Fungsi Religius
Semua anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik.
7. Fungsi Pendidikan
Pasien tidak tamat SD, begitu pula dengan anak pasien dan istrinya
merupakan lulusan SMA sehingga dapat dinilai fungsi pendidikannya
kurang baik.
x
Pola Makan Keluarga
Pasien biasa makan 2-3x sehari dengan menu makanan sehari-hari
keluarga ini tidak menentu. Menu makanan yang biasa disediakan adalah
nasi disertai lauk pauk yang sering tahu, tempe dan telur. Pasien jarang
mengkonsumsi daging.

Perilaku Kesehatan Keluarga


Bila terdapat anggota keluarga yang mengeluh sakit, biasanya langsung
dibawa ke Puskesmas tempat faskes pertama BPJS pasien.
61

Interpretasi Nilai APGAR dan SCREEM Keluarga


APGAR Score = 9
Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga dapat dinilai baik.
Fungsi fisiologis keluarga dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul dan
komunikasi dengan anggota keluarga lainnya cukup. Anggota keluarga
lain siap membantu apabila salah satu dari angota keluarga mengalami
masalah.
Fungsi Patologis (SCREEM) dalam Keluarga :
Keluarga Ny. Ramsina tidak memiliki fungsi patologis dalam keluarga.
Keluarga Ny. Ramsina dinilai sebagai keluarga yang baik.

Identifikasi Pengetahuan, Sikap, Perilaku (PSP)


PSP KELUARGA TENTANG KESEHATAN DASAR
1. Pencegahan Penyakit
Pengetahuan mengenai pencegahan penyakit pada keluarga pasien
ini dikatakan sedikit kurang. Hal tersebut dikarenakan pasien tidak
memeriksakan kesehatannya lebih dini. Pasien rutin memeriksa
keadaan kesehatan pasien ketika sudah mendaftar BPJS.
2. Gizi Keluarga
Pasien biasa makan 3x sehari dengan menu makanan sehari-hari
dengan lauk-pauk yang beragam. Menu makanan yang biasa
disediakan adalah nasi disertai lauk pauk yang sering ikan, ayam,
telur. Selain itu, pasien dan suaminya juga tidak terlalu mengatur
pola makan saat sebelum sakit. Pasien sering mengonsumsi
makanan yang berlemak tinggi.
3. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Hygiene personal sudah cukup baik namun sanitasi lingkungan
rumah kurang baik, hal ini dikarenakan keadaab rumah yang
kurang rapi dan kurang bersih serta ventilasi rumah jarang terbuka
sehingga pertukaran udara masuk kerumah kurang.

4.3. Diagnosis Kedokteran Keluarga


a. Diagnosis Kerja
Hipertensive Heart Disease
b. Bentuk Keluarga
Extended family
62

c. Fungsi Keluarga yang Terganggu


Tidak ada
d. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor gaya hidup dan Keturunan
e. Faktor yang Dipengaruhi
Tensi darah tinggi
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Diagnosis pada pasien ini adalah Hipertensive Hearth Disease.
Faktor risiko terjadinya adalah kebiasaan pola hidup yang tidak sehat
seperti makan makanan yang asin dan berlemak tinggi. Fungsi Keluarga
pada pasien ini tergolong baik dan semua anggota keluarga saling
mendukung. Pada pasien ini tidak terdapat fungsi patologis sehingga dapat
disimpulkan keluarga pasien ini tergolong sehat.
Untuk penanganan kasus ini bukan hanya dari terapi farmakologis
saja tetapi juga diperlukan edukasi pada pasien dengan menggunakan
metode pendekatan dokter keluarga. Salah satunya dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang holistik dan komprehensif, kontinu,
mengutamakan pencegahan, koordinatif dan kolaboratif, penanganan
personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral keluarga,
mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat
tinggal, menjunjung tinggi etika dan hukum, dapat diaudit dan
dipertanggungjawabkan, serta sadar biaya dan sadar mutu.

5.1. Saran
1) Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami dan aktif dalam
menganalisa permasalahan kesehatan baik pada keluarga maupun
lingkungannya, serta lebih sering berhubungan dengan masyarakat
khususnya dalam keluarga untuk menindak lanjuti suatu penyakit yang
dialami oleh keluarga tersebut dengan pendekatan metode dokter
keluarga

2) Klinik Dokter Keluarga

63
64

Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada


masyarakat melalui edukasi dalam upaya promotif dan preventif
kesehatan masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Associatin. 2014. Retrieved 2015, from American Heart


Association:http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPress
ure/PreventionTreatmentHighBloodPressure/HipertensionHeartDisease_U
CM_30245_Article.jsp#
Anggraini, Merry. 2015. Buku Ajar Kedokteran Keluarga.Diakses tanggal 19
November 2018 melalui http://digilib.unimus.ac.id
Azwar, A. 1996. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: Yayasan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia.
Center For Disease Control and Prevention. 2015. Disease of Public: Health
Concern. Availablr at:http//www. Cdc.gov/dpdx/Hhd/index.html. diakses
pada tanggal 13 November 2019
Depkes RI. 2015. Info Datin: Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Hanks, G., dkk. 2011. Oxford Textbook of Palliative Medicine. UK: Oxford
University Press.
Kemenkes RI. 2014. Info Datin: Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kekalih. 2008. Diagnostik Holistik. UI
McWhinney, I.R., dan Freeman, T. 2009. Texbook of Family Medicine. Edisi ke-
3. UK: Oxford University Press. Hal 13-16.
Morton et all. 2012. Volume 1 keperawatan kritis pendekatan asuhan holistik.
Jakarta: EGC.
Murti, B., dkk. 2013. Modul Field Lab Home Visit. Surakarta: FK UNS. Hal. 12-
16
Murti, dkk. 2011. Keterampilan Kedokteran Keluarga : Kunjungan Pasien di
rumah (Home Visit). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. .
(http://fk.uns.ac.id/static/file/Home_Visit_ 2011.pdf.
Prasetyawati, A. 2010. Kedokteran Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

65
66

Riaz, Kamran. 2008. Hypertensive Heart Disease. Medscape Reference: E-


Medicine, (online) http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm
Diakses pada 13 Desember 2016.
Sudoyo, Aru W., et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi VI.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 1266.
Setiabudi, Rianto, dkk,. 2013. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK UI. Hal 344-360
WHO, 2015. The Millennium Development Goals Report.
LAMPIRAN

Gambar
Gambar 1. Bagian
2. Ruang depan
tamu/ rumah
ruang keluarga

Gambar 3. Ruang dapur

Gambar 4. Kamar mandi dan wc

Gambar6.5.Poto
Gambar Kamar tidur os
bersama

67
68

Gambar 7. Obat-obatan yang diminum Ny. S

Anda mungkin juga menyukai