Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PANGAN

ACARA II

PROTEIN

Disusun Oleh:

Nama : Ayodya

NIM : H0916014

Kelompok :9

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018
ACARA II

PROTEIN

A. TUJUAN
Tujuan Praktikum Analisa Pangan Acara II Protein ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui prinsip analisis kadar protein total dalam bahan dengan
metode Kjeldahl.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kadar protein dalam bahan
pangan.
3. Mengetahui kadar protein total pada beberapa macam mie telur
komersil menggunakan metode Kjeldahl.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan senyawa yang mengandung asam amino dan
tersusun atas atom C, H, dan N. Sekitar 3⁄4 zat padat tubuh merupakan
protein, itulah mengapa protein disebut zat pembangun. Sumber protein
dapat berasal dari nabati maupun hewani. Sumber protein nabati antara
lain kedelai, dan kacang-kacangan beserta produk olahannya. Sedangkan
sumber protein hewani antara lain ikan, daging, unggas, dan kerang.
Protein dapat berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat
gizi, dan sumber energi (Surbakti, 2010).
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien.
Tidak seperti bahan makronutrien lain (lemak dan karbohidrat), protein ini
berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai
sumber energi. Namun demikian, apabila organisme sedang kekurangan
energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber
energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilo kalori/gram atau setara
dengan kandungan energi karbohidrat. Selain itu, struktur pada protein
juga mengandung N, disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan
lemak), S dan kadang-kadang P, Fe, dan Cu (sebagai senyawa kompleks
dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang
cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah
dengan penentuan kandungan N yang ada dalam protein
(Sudarmadji dkk, 1996).
Kandungan protein dalam pangan dapat dipengaruhi oleh
denaturasi. Bila susunan ruang rantai polipeptida suatu molekul berubah
maka dikatakan protein ini terdenaturasi, sebagian besar protein globular
mudah mengalami denaturasi oleh sebab itu perlu ditambahkan anti-
denaturasi yang dapat mencegah ikatan-ikatan yang membentuk
konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul mengembang. Denaturasi
protein mengakibatkan lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat
hidrofobik terbalik keluar dan terbuang dengan fase cair
(Suryaningsih dan Priyanto, 2011).
Dasar dari metode Kjeldahl yaitu estimasi total nitrogen yang
dikandung oleh makanan dan konversi presentasi nitrogen menjadi protein,
dengan asumsi bahwa semua nitrogen dalam makanan adalah protein.
Metode Kjeldahl dapat dilakukan dalam skala makro dan semi mikro.
Prosedur makro kjeldahl digunakan untuk bahan – bahan yang sulit untuk
dihomogenisasi dan ukuran sampelnya berkisar antara 1-3 gram,
sedangkan semi mikro kjeldahl digunakan untuk sampel berukuran kecil
(kurang dari 300 mg) serta mudah dihomogenkan. Prosedur ini digunakan
untuk bahan pangan secara umum dengan asumsi bahwa nitrogen yang
terkandung tidak terdapat dalam bentuk nitrat (Riyanto, 2006).
Metode Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein
kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis
dengan metode ini yaitu kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil
analisis yang didapat dengan angka konversi 6,25 maka diperoleh kadar
protein dalam suatu bahan makanan. Pada dasarnya metode Kjeldahl
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, destilasi, dan titrasi.
Prinsip metode Kjeldahl yaitu bahan organik didihkan dengan asam sulfat
pekat sehingga unsur-unsurnya dapat terurai. Atom karbon menjadi CO2
dan nitrogen menjadi amonium sulfat. Larutan tersebut kemudian dibuat
alkalis dengan menambahkan NaOH berlebihan sehingga ion amonium
bebas menjadi amonia bebas. Amonia yang dipisahkan dengan cara
destilasi kemudian dijerat dengan larutan asam borat. Garam borat yang
terbentuk dititrasi dengan HCl (Sudarmadji dkk, 1996).
Pada tahap destruksi, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon,
hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya
akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi
sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO.
Selenium juga dapat digunakan karena zat tersebut menaikkan titik didih
juga mudah mengadakan perubahan dari valensi rendah atau sebaliknya
(Sudarmadji dkk, 1996). Destruksi dapat dihentikan pada saat larutan
berwarna jernih kehijauan (Rosaini dkk, 2015).
Pada tahap destilasi, amonium sulfat dipecah menjadi ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar
dalam proses destilasi terjadi super heating (pemercikan cairan) atau
timbulnya gelembung gas yang besar maka ditambahkan logam zink (Zn).
Ammonium yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan
(Sudarmadji dkk, 1996). Destilasi berakhir apabila ammonia terdestilasi
sempurna, ditandai hasil destilasi tidak bersifat basa lagi dengan mengecek
menggunakan kertas lakmus merah tetap merah (Magomya dkk, 2014).
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada
penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan
melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam klorida yang bereaksi
dengan ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan natrium
hidroksida yang telah distandarisasi. Titrasi natrium hidroksida dilakukan
sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna merah
muda menjadi warna kuning karena adanya natrium hidroksida berlebih
yang menyebabkan suasana asam metil merah muda pada suasana asam.
Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4
sehingga kandungan N dalam protein pada sampel dapat diketahui
(Sudarmadji dkk, 1996). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna
larutan dari merah muda menjadi bening kekuningan yang tidak hilang
setelah beberapa saat (Brasileiro dkk, 2012; Diniz dkk, 2013).
Kelebihan dari metode Kjeldahl adalah sederhana, akurat, dan
universal serta mempunyai keboleh ulangan (reproducibility) yang cukup
baik (Sudrajat, 2001). Sedangkan menurut Winarno (1986),
kekurangannya yaitu dapat memakan waktu yang lama, tidak memberikan
pengukuran protein yang sesungguhnya karena yang dihitung protein
kasar, memerlukan faktor koreksi yang berbeda untuk tiap jenis bahan,
dan memerlukan keterampilan teknis tinggi karena melibatkan larutan
kimia berbahaya. Selain itu juga karena pada metode Kjeldahl purin,
purimidin, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatin, dan kreatinin ikut
teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.
Tablet Kjeldahl mengandung K2SO4 dan CuSO4. Penambahan
tablet Kjeldahl berfungsi sebagai katalisator, dimana titik didih asam sulfat
akan semakin tinggi dan proses destruksi berjalan lebih cepat. Setiap 1
gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 30C dengan suhu destruksi sekitar
3700C-4100C (Sudarmadji dkk, 1996).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994,
mie instan (kering) didefinisikan sebagai produk makanan kering yang
dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan
siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling
lama 4 menit. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah
diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan
dan pengeringan (Aliya dkk, 2016).
Tabel 2.1 Kandungan Protein Produk yang Tertera pada Kemasan
Kandungan
Kode Sampel Nama Produk Jenis Produk
Protein (%)
Mi Telur 3 Ayam
A 10,000
(mi bulat)
Mi Telur 3 Ayam
B 10,000
(mi pipih)
Mi Telur Asli
C 6,000
Atoom Bulan Mie Telur
Mi Burung Dara
D (mi telur urai 15,000
original)
Mi Telur Gaga
E 11,667
A1
Sumber: Kemasan Produk

C. METODE PENELITIAN
1. Alat
a. Alat destilasi
b. Buret
c. Desikator
d. Erlenmeyer
e. Gelas ukur
f. Kompor listrik
g. Labu destruksi
h. Labu kjeldahl
i. Mortar
j. Neraca analitik
k. Penjepit
l. Pipet tetes
m. Pipet volume
n. Propipet
2. Bahan
a. Aquades
b. Indikator MRMB
c. Larutan asam borat 4%
d. Larutan H2SO4 pekat
e. Larutan HCl 0,1 N
f. NaOH Na-tiosulfat
g. Sampel A (Mi Telur 3 Ayam (mi bulat))
h. Sampel B (Mi Telur 3 Ayam (mi pipih))
i. Sampel C (Mi Telur Asli Atoom Bulan)
j. Sampel D (Mi Burung Dara (mi telur urai original))
k. Sampel E (Mi Telur Gaga A1)
l. Tablet kjeldahl
3. Cara Kerja
a. Tahap Destruksi
0,3 gram sampel

Pemasukan ke dalam labu Kjeldahl

H2SO4 Penambahan

Tablet
Penambahan
Kjeldah
l
Penutupan labu dengan aluminium
foil

Pendestruksian di lemari asam

Penghentian hingga larutan jernih

Gambar 2.1 Diagram Alir Tahap Destruksi Metode Kjeldahl


b. Tahap Destilasi

Larutan hasil destruksi

Penuangan ke labu destilasi

50 ml aqudes Penambahan

15 ml asam
Penambahan
borat

Penuangan ke dalam erlenmeyer

Pendestilasian

Destilat

Gambar 2.2 Diagram Alir Tahap Destilasi Metode Kjeldahl


c. Tahap Titrasi
Destilat

3 testes indi-
Penambahan
kator MRMB

HCl 0,1 N Penitrasian

Hasil titrasi berwarna ungu

Gambar 2.3 Diagram Alir Tahp Titrasi Metode Kjeldahl


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.2 Hasil Penentuan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl
Berat (%)
Sampel Sampel ml Titran N HCl FK Protein
(gram) (wb)
A 0,300 2,600 6,909
B 0,301 - -
C 0,304 2,920 0,1 5,7 7,668
D 0,303 3,940 10,394
E 0,304 3,000 7,880
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan sampel:
A = Mi Telur 3 Ayam (mi bulat)
B = Mi Telur 3 Ayam (mi pipih)
C = Mi Telur Asli Atoom Bulan
D = Mi Burung Dara (mi telur urai original)
E = Mi Telur Gaga A1
Berdasarkan hasil praktikum uji protein menggunakan metode
Kjeldahl, kadar protein (wb) pada sampel A yaitu sebesar 6,909% dengan
berat sampel 0,300 gram dan 2,6 ml titran. Pada kemasan, sampel A yaitu
Mi Telur 3 Ayam (mi bulat) mengandung protein sebesar 10,000%. Pada
sampel B yaitu Mi Telur 3 Ayam (mi pipih) dengan berat sampel 0,3010
gram dan tanpa ml titran, maka tidak dapat dihitung kadar proteinnya.
Namun tertera pada kemasan sampel B kadar protein sebesar 12%. Pada
sampel C yaitu Mi Telur Asli Atoom Bulan, didapat kadar protein (wb)
sebesar 7,668% dengan berat sampel 0,304 gram dan 2,92 ml titran. Pada
kemasan, sampel C mengandung protein sebesar 13,501%. Pada sampel D
yaitu Mi Burung Dara (mi telur urai original), didapat kadar protein (wb)
sebesar 10,394% dengan berat sampel 0,303 gram dan 3,94 ml titran. Pada
kemasan, sampel D mengandung protein sebesar 15,000%. Pada sampel E
yaitu Mi Telur Gaga A1 didapat kadar protein (wb) sebesar 7,880%
dengan berat sampel 0,304 gram dan 3 ml titran. Pada kemasan tertera
sampel E mengandung protein sebesar 11,667%. Kadar protein
berdasarkan hasil praktikum lebih kecil atau meningkat dibandingkan
dengan kadar protein yang tertera pada kemasan. Perbedaan pada hasil
kadar protein ini dapat diakibatkan karena dalam penggunaan metode
Kjeldahl, terdapat beberapa senyawa yang ikut teranalisis yaitu purin,
pirimidin, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinin
sebagai nitrogen protein dalam penentuan protein. Padahal seharusnya
hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan
(Winarno, 1986). Terdapat sampel yang tidak bisa dianalisis kadar
proteinnya. Hal tersebut disebabkan karena setelah sampel hasil destruksi
(larutan jernih) sudah ditambah aquades, tidak segera ditambah dengan
NaOH-Na tiosulfat dan kemudian didestilasi, sehingga menyebabkan
unsur N yang akan dihitung untuk menentukan kadar protein, sebagian
sudah menguap dan tidak ikut terhitung (Magomya dkk, 2014).
Kandungan total protein akan dipengaruhi oleh kadar protein bahan
lain yang ditambahkan pada produk sebagai bahan tambahan. Selain itu
juga dipengaruhi oleh besarnya kandungan air yang hilang (dehidrasi) dari
bahan. Nilai protein yang terukur akan semakin besar jika jumlah air yang
hilang semakin besar (Pratama dkk, 2014).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Acara II Protein diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. Prinsip analisis kadar protein total dalam bahan dengan metode
Kjeldahl yaitu estimasi total nitrogen yang dikandung oleh makanan
dan konversi presentasi nitrogen menjadi protein, dengan asumsi
bahwa semua nitrogen dalam makanan adalah protein.
b. Faktor yang mempengaruhi kadar protein dalam bahan pangan yaitu
jumlah bahan-bahan yang ditambahkan, kandungan air dan denaturasi.
c. Kadar protein total (wb) pada berbagai sampel mi telur berdasarkan
hasil praktikum berurutan dari sampel A hingga sampel E yaitu
sebesar 6,909%; tidak dapat dihitung; 7,668%; 10,394%; dan 7,880%.
Sedangkan kadar protein sampel yang tertera pada kemasan yaitu
sebesar sebesar 10,000%; 12,000%; 13,501%; 15,000%; dan
11,667%.
DAFTAR PUSTAKA

Aliya, Lisana Shidiq., Yosfi Rahmi, dan Setyawati Soeharto. 2016. Mi


“Mocafle” Peningkatan Kadar Gizi Mie Kering Berbasis Pangan
Lokal Fungsional. Indonesian Journal of Human Nutrition.
Vol. 13 (1): 32-41.
Brasieleiro, O. L., J. M. O. Cavalheiro, J. P. Prada, A. G. Anjos, dan T. B.
Cavalheri. 2012. Determination of Chemical Composition and
Functional Properties of Shrimp Waste Protein Concentrate and
Lyophilized Flour. Cienc Argotec Lavras. Vol. 36(2): 189-194.
Diniz, G. S., E. Barbarino, J. O. Neto, S. Pacheco, dan S. O. Lourenco. 2013.
Gross Chemical Profile and Calculation of Nitrogen to Protein
Conversion Factors for Nine Species of Fishes from Coast Waters of
Brazil. J. Aquat R.Vol. 41(2): 254-264.
Magomya, A. M., Kubmarawa D., Ndahi J. A., dan Yebpella G. G. 2014.
Determination of Plant Protein via the Kjeldahl Method and Amino
Acid Analysis: A Comparative Study. International Journal of
Scientific and Technology Research. Vol. 3(4). ISSN 2277-8616.
Pratama, Rusky Intan., Iis Rostini, dan Evi Liviawaty. 2014. Karakteristik
Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus
Sp.). Jurnal Akuatik. Vol. 5 (1): 30-39.
Riyanto, I. 2006. Analisis Kadar, Daya Cerna, dan Karakteristik Protein
Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya. Program Studi
Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Rosaini, Henni., Roslinda Rasyid, dan Vinda Hagramida. 2015. Penetapan
Kadar Protein Secara Kjeldahl Beberapa Makanan Olahan Kering
Remis (Coriculla moltkiana Prime.) dari Danau Singkarak. Jurnal
Farmasi Higea. Vol. 7(2).
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sudrajat, Jejen. 2001. Rataan Kadar Protein Susu Periode Awal Laktasi dan
Perbandingan Hasil Pengukuran Uji Protein Susu. Fakultas
Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.
Surbakti, Sabar. 2010. Asupan Bahan Makanan dan Gizi Bagi Atlet Renang.
Jurnal Ilmu Keolahragaan. Vol. 8(2).
Suryaningsih, Lilis dan Rudy Priyanto. 2011. Sifat Fisik dan Kimia Nikumi
Daging Kuda dengan Penambahan Antidenaturan dan Natrium
(Tripolifosfat). Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 11(1): 6-12.
Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN

A. Perhitungan
(ml titran−ml blanko) × N HCl × 0,014 ×FK
%Protein (wb) = × 100%
berat sampel
(2,6−0) × 0,1 × 0,014 × 5,7
Sampel A = × 100%
0,3003
= 6,9091%
Sampel B tidak dapat dihitung
(2,92−0) × 0,1 × 0,014 × 5,7
Sampel C = × 100%
0,3039
= 7,668%
(3,94−0) × 0,1 × 0,014 × 5,7
Sampel D = × 100%
0,3025
= 10,394%
(3−0) × 0,1 × 0,014 × 5,7
Sampel E = × 100%
0,3038
= 7,880%

Sampel dalam kemasan


Sampel A → Takaran saji = 140 gram
Protein = 14 gram
14
%Protein (wb) = × 100% = 10%
140
Sampel B → Takaran saji = 200 gram
Protein = 24 gram
24
%Protein (wb) = 200 × 100% = 12%
Sampel C → Takaran saji = 66,66 gram
Protein = 9 gram
9
%Protein (wb) = 66,66 × 100% = 13,50135%
Sampel D → Takaran saji = 140 gram
Protein = 21 gram
21
%Protein (wb) = 140 × 100% = 15%
Sampel E → Takaran saji = 60 gram
Protein = 7 gram
7
%Protein (wb) = 60 × 100% = 11,667%
B. Dokumentasi

Gambar 2.4 Proses Destilasi Gambar 2.5 Penambahan H2SO4

Anda mungkin juga menyukai