Anda di halaman 1dari 6

Kasus:

Ny.A (65 tahun) tinggal di rumah sederhana di sebuah desa dengan penduduk
lumayan padat. Sejak 5 tahun yang lalu, kedua anaknya meningglakan Ny. A sendiri di
rumah, karena harus pergi merantau mencari pekerjaan. Ny.A banyak menghabiskan
waktunya di rumah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ny.A dibantu oleh
tetangganya, karena merasa kasihan terhadap Ny.A. Ny.A sering mengeluhkan nyeri
dibagian sendi tangan dan kakinya sejak 10tahun yang lalu.
Tetangga Ny.A menawarkan bantuan pada Ny.A untuk mengantarkan dia pergi
berobat ke dokter untuk memeriksakan penyakitnya. Namun Ny.A lebih senang
memijatkan tangan dan kakinya ke tukang pijat yang ada di daerahnya. Ny.A lebih
percaya pada tukang pijat yang menjadi langganannya sejak dulu. Petugas pelayanan
kesehatan juga beberapa kali mendatangi Ny.A, untuk memberikan pelayanan
kesehatan gratis. Namun Ny.A, menolak dan menyuruh petugas itu pergi.
Hubungan Ny. A, juga tidak terlalu baik dengan tetangganya . Ny.A hanya mau
menerima bantuan, namun enggan untuk berinteraksi terlalu lama dengan
tetangganya. Ny.A hanya mau menjawab pertanyaan dan berbicara seperlunya saja.
Ny.A tampak menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Ny.A hanya mau banyak
bercerita pada tetangga yang memiliki hubungan paling dekat dengannya. Ny.A
mengaaku lebih nyaman berkomunikasi dengan anak-anaknya.
Di dalam rumah Ny. A terdapat sebuah TV, Namun TV tersebut tidak pernah
difungsikan. Tidak ada fasilitas telepon di rumah Ny.A, Ny.A biasanya mendapat kabar
tentang anaknya dari tetangga yang juga merantau dan sedang pulang kampung. Ny.A
biasanya menggunakan jasa tukang becak untuk berpergian sekedar membeli
kebutuhan sehari-hari setiap satu minggu sekali. Ny.A mengaku tidak terbiasaa
menggunakan jasa kendaraan bermotor paada saat bepergian, karena takut jatuh.

1). Faktor teknologi (tecnological factors)


Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini bahwa sakit
yang dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa harus pergi ke petugas
kesehatan. Dengan berbagai alasan, dikarenakan lokasi yang kurang terjangkau dan
juga faktor dari dalam diri klien sendiri yang menganggap bahwa dukun pijat lebih
mampu mengatasi penyakit klien.
2). Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh
klien. Namun pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan masalah
kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh tetangganya untuk pergi ke dokter, namun
ia beranggapan dukun pijat lebih bisa diandalkan.

3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia didalamnya.
Dimana lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau sejak lioma tahun yang
lalu.

4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia sudah
terjangkit artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau keduanya dan
tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Demi memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A
hanya menerima bantuan dari tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi
berbelanja.

5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun,
selalu tidak ada respon yang baik dari klien.
6). Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima bantuan dari
orang lain. Klien mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau berobat ke dokter terlalu
mahal jika dibandingkan dengan pergi berobat ke dukun pijat.

7). Faktor pendidikan (educational factors)


Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan
klien biasanya di dukung oleh bukti bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali.
Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk
pergi berobat ke fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan
mandiri terhadap penyakitnya.

3.1.1 Perencanaan dan Implementasi


Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga
strategi sebagai pedoman Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu :
1. Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural
carepreservation/maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan,
2. Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural careaccommodatio atau
negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
3. Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care
repartening / recontruction).

Pada kasus diatas, maka kami memberikan implementasi berupa:


Diagnosa :
1. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang
terdekat, ketidakselarasan sosial kultural, defisit pengetahuan atau
keterampilan tentang cara meningkatakan kebersamaan.
2. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk terikat dalam
hubungan pribadi yang memuaskan, perilaku atau nilai sosial yang tidak
berterima

 Intervensi
Diagnosa 1
Tujuan atau Kriteria Hasil (NOC):
1. Pasien menunjukkan keterampilan interaksi sosial
2. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
3. Pasien memahami dampak perilaku diri pada interaksi sosial
4. Pasie menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki
interaksi sosial
5. Pasien mendapatakan / meningkatkan keterampilan interaksi sosial (mis;
kedekatan dan kerja sama).
6. Pasien mengungkapakan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain
Intervensi (NIC) :
1. Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien
mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.
2. Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik
dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.
3. Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan
keluarga.
4. Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam
perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.
5. Peningkatan Harga Diri :Membantu pasien meningkatkan penilaian
pribadi tentang harga diri.
6. Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Aktivitas lain :
1. Buat interaksi terjadwal
2. Identifikasi perubahan perilaku tertentu
3. Identifikasi tugas-tugas yang dapat meningkatakan atau memperbaiki
interaksi sosial
4. Libatkan pendukung sebaya dalam memberkan umpan balik kepada
pasien dalam interksi sosial
5. Peningkatan sosialisa ( NIC) :
1. Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan oran
lain
2. Anjurkan menghargai hak orang lain
3. Anjurkan sabar dalam membina hubungan
4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan
keterbatasan dala berkomunikasi dengan orang lain
5. Beri umpan balik positif jika pasien dapat berinterksi dengan orang lain
6. Fasilitasi pasien dalam memberi masukan dan membuat perencanaan
aktivitas mendatang

 Intervensi
Diagnosa 2
Tujuan/ Kriteria Evaluasi (NOC):
1. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial ( interaksi dengan teman dekat,
tetangga, anggota keluarga,berpartisipasi sebagai sukarelawan pada aktivitas
atau organisasi,dan sebagainya)
2. Mulai membina hubungan dengan orang lain
3. Mengembangkan hubungan satu sama lain
4. Mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi isolasi (mis,
bekerja sama)
5. Melaporkan adanya dukungan sosial (mis, bantuan dalam bentuk dari
orang lain dalam bentuk bantuan emosi, waktu, keuangan, tenaga, atau
informasi )
Intervensi (NIC) :
1. Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien
mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.
2. Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik
dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.
3. Peningkatan koping : Membantu pasien beradaptasi dengan persepsi
stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan kenutuhan
hidup dan peran.
4. Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan
keluarga.
5. Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam
perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.
6. Peningkatan kesadaran diri : Membantu pasien menggali dan memahami
gagasan, perasaan, motivasi, dan perilaku pasien.
7. Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan orang lain.
8. Peningkatan sistem dukungan : Memfasilitasi dukungan kepada pasien
oleh keluarga, teman, dan komunitas.
Aktivitas lain :
1. Bantu pasien membedakan persepsi dan kenyataan
2. Identifikasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan
isolasi sosial
3. Beri penguatan terhadap usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga,
dan teman-teman untuk berinterksi
4. Peningkatan sosialisasi ( NIC) :
1. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan
yang sama
2. Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam aktivitas
3. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti jalan-jalan

 Intervensi keperawatan berdasarakan 3 aspek menurut Leininger


Modifikasi :
Memberikan penyuluhan dan informasi, agar pasien mampu :
1. Memodifikasi pola pikir klien, bahwa setiap penyakit harus diperiksakan
di petugas medis, tidak harus selalu pergi ke tukang pijat.
2. Menerima kritik dan saran dari orang lain.
3. Bersikap terbuka dan belajar berinteraksi sosial dengan orang lain.
4. Belajar membina hubungan baik dengan tetangga.
5. Mampu menerima perubahan yang tejadi dengan lingkungannya
(menyangkut penggunaan teknologi dan transportasi).

Anda mungkin juga menyukai