Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom dispepsia adalah kumpulan gejala dimana terdapat satu atau lebih keluhan rasa
cepat penuh setelah makan, rasa cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di epigastrium
dimana tidak ditemukan kelainan struktural maupun organik dan keadaan ini biasanya telah
berlangsung selama tiga bulan. Sindrom dispepsia berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.1 Secara hispatologi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrasi sel-sel. Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi
bakteri yang dapat mengakibatkan luka pada lambung, yaitu Helicobacter pylory dan
merupakan satu satunya bakteri yang hidup di lambung. Keluhan sindrom dispepsia
merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak jarang dijumpai penderita sindrom dispepsia kronis selama bertahun-tahun pindah dari
satu dokter ke dokter lainnya untuk mengobati keluhan sindrom dispepsia tersebut. Berbagai
obat-obatan penekan asam lambung sudah pernah diminum, namun keluhan selalu datang
silih berganti.2,3

Bila seseorang terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang bersifat meningkatkan asam
lambung, seperti makanan pedas dan asam, selain makanan yang bersifat asam, juga cara
memasak makanan dapat menjadi penyebab utama peningkatan asam lambung seperti
memasak daging yang tidak matang sempurna, kari dan makanan yang banyak mengandung
krim atau mentega, jenis makanan ini sangat sukar di cerna oleh lambung sehingga kerja
lambung lebih tinggi dan mengakibatkan peningkatan asam lambung, jika ini terjadi terlalu
lama maka akan menyebabkan sindrom dispepsia.4 Penyebab sindrom dispepsia adalah
iritasi, infeksi, dan atropi mukasa lambung yang berawal dari stres, alkohol, kafein, makan
yang tidak teratur, infeksi Helicobacter pylori dan Mycobacteria spesies, serta obat-obatan
seperti NSAIDs (Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs) yang dapat mengiritasi mukosa
lambung. 5

1
2

Gejala umum pada penyakit sindrom dispepsia yaitu rasa tidak nyaman pada perut, perut
kembung, sakit kepala dan mual muntah, keluhan lain seperti merasa tidak nyaman pada
epigastrium, sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat berakibat lebih buruk
ketika makan, nafsu makan hilang, bersendawa dan kembung, bisa juga disertai demam,
menggigil (kediginan) hal ini dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.6

Apabila penyakit sindrom dispepsia ini terus dibiarkan, akan berakibat semakin parah,
dan akhirnya asam lambung akan membuat luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak
lambung, bahkan dapat disertai muntah darah. Sindrom dispepsia yang tidak ditangani
dengan tepat bisa menimbulkan komplikasi yang mengarah kepada keganasan, yaitu kanker
lambung.2,7

Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengatakan bahwa angka kejadian sindrom
dispepsia di Indonesia 40,8% yang terjadi pada daerah-daerah di Indonesia dengan prevalensi
274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011,
sindrom dispepsia merupakan 10 besar penyakit dengan posisi peringkat ke 6 pada pasien
rawat jalan dan peringkat ke 5 pada pasien rawat inap.8 Penelitian Rahmawati tahun 2010 di
puskesmas Lamongan didapatkan bahwa hasil prevalensi rasio (2,19%) untuk responden
yang sangat rentan stres psikologis dan prevalensi rasio (4,67%) bahwa faktor utama
terjadinya sindrom dispepsia karena stres, kelelahan dan pola makan yang tidak teratur.9
Berdasarkan data dari Puskesmas Beteleme pada tahun 2017 menurut urutan 10 besar
penyakit di Puskesmas, sindrom dispepsia menempati urutan ke-3 dengan jumlah penderita
sebesar 250 (15,9%) orang. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
faktor risiko dengan kejadian sindrom dispepsia pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.
3

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019?
2. Bagaimana hubungan faktor risiko dengan kejadian sindrom dispepsia pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian sindrom dispepsia di wilayah kerja
Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi berbagai faktor risiko sindrom dispepsia pada masyarakat di


wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.
2. Mengetahui hubungan jenis makanan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.
3. Mengetahui hubungan frekuensi makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.
4. Mengetahui hubungan jadwal makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.
5. Mengetahui hubungan porsi makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20 Januari 2019.
6. Mengetahui hubungan riwayat mengonsumsi obat yang mengiritasi lambung dengan
kejadian sindrom dispepsia pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme
Periode 6-20 Januari 2019.
4

7. Mengetahui hubungan perilaku berisiko tertular H. pylori dengan kejadian sindrom


dispepsia pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Beteleme Periode 6-20
Januari 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sebagai bahan
pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas
Beteleme.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti sebagai
referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai