Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat
menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti
serta menurunkan kualiti hidup.1
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti
dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara
yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan
dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti
perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan
sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat
keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis).
Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan
oleh National Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood Institute
(NHLBI) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) bertujuan
memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan
penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka kesakitan dan
kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan dipakai di
seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan negara masing-
masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun pedoman penanggulangan
asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk ini dokter dapat
menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di
layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah
sakit dengan fasiliti lengkap di pusat-pusat kota.1

1
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Definisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran
nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat
di dada serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya
berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang
biasanya reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 1,2,3

2.2 Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi
dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma
bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.
menyatakan asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi
lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)
dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial
atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti
debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan
produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi
tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks
antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar
monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial
diturunkan sebesar 60-70%.4

2
2.3 Patofisiologi
A. Obstruksi Saluran Respiratorik

Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik

yang menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan

atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala

khas pada asma, yakni berupa batuk, sesak, wheezing dan disertai hiperaktivitas

saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin

disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator

inflamasi terutama pada anak.1

Obstruksi saluran napas ini bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat

membaik spontan atau dengan pengobatan. Penyempitan saluran napas ini

menyebabkan gejala batuk, rasa berat di dada, mengi dan hiperesponsivitas bronkus

terhadap berbagai stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang utama adalah kontraksi

otot polos bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi.1

Adapun beberapa mekanisme yang bisa menyebabkan terjadinya inflamasi

pada saluran napas, diantaranya yaitu(1) mekanisme limfosit T – IgE, mekanisme

limfosit T – nonIgE, mekanisme imunologi inflamasi saluran napas.

B. Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan

patofisiologi yang secara klinik paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme

yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas

ini belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos

3
saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang

menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran napas

terutama peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran napas selama

kontraksi berlangsung.(1)

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratorik, sel goblet kelenjar

submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat.

Secara keseluruhan, saluran respiratorik pada asma memperlihatkan perubahan

struktur saluran respiratorik yang bervariasi yang dapat menyebabkan penebalan

dinding saluran respiratorik. Selama ini, asma diyakini merupakan obstruksi

saluran respiratorik yang bersifat reversibel

2.4 Faktor Risiko

Adapun beberapa faktor yang bisa menimbulkan terjadinya penyakit asma

Diantaranya Yaitu(1) :

a. Faktor Pejamu (Host) yaitu, predisposisi genetik, hiperesponsif saluran

napas, atopi, jenis kelamin,dan ras.

b. Faktor Lingkungan seperti alergen dalam rumah, alergen luar rumah,

pajanan pekerjaan, asap rokok, polusi udara, infeksi saluran napasInfeksi

parasit, status sosial ekonomi, diet dan obat – obatan serta obesitas.

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4
1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat

4
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik.
2.6 Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas.2,5

Keluhan yang timbul adalah nafas berbunyi, sesak nafas, batuk. Tanda-tanda
fisik adalah cemas/gelisah/panik/berkeringat, tekanan darah meningkat, nadi
meningkat, pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10

5
mmHg pada waktu inspirasi, frekuensi pernafasan meningkat, sianosis, otot-otot
bantu pernafasan hipertrofi. Gejala lainnya adalah didapatkan ekspirium yang
memanjang dan wheezing. 2,5

2.7 Diagnosis

Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.2,4

a. Anamnesis

 Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap


asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.1
b. Pemeriksan fisik

 Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi


saluran nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan
denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering,
mengi (wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.1

c. Pemeriksaan laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,


kristal Charcot Leyden).1,2,3

d. Pemeriksaan penunjang

1. Spirometri

6
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.1,2,3

2. Uji provokasi bronkus


Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga
asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban
kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.1,2,3

3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 1,2,3

2.8 Diagnosis Banding1,2


a. Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum
3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

b. Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.

c. Gagal Jantung kiri

7
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali
dan edema paru.

d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).

2.9 Penatalaksanaan1,2
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:

a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :

a. Pengobatan non medikamentosa 1


Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :

- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen

8
b. Pengobatan medikamentosa 1
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan
dikenal dengan pelega. Pengobatan medikamentosa berupa pengontrol dan pelega.
Yang termaksud dalam pengontrol adalah kortikosteroid inhalasi kortikosteroid
sistemik, Sodium kromoglikat, Nedokromil sodium, Metilsantin, Agonis beta-2
kerja lama, inhalasi , Agonis beta-2 kerja lama, oral , Leukotrien
modifiers, antihistamin generasi kedua (antagonis -H1). Yang termaksud pelega
adalah agonis beta2 kerja singkat, kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik
digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah
optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan
bronkodilator lain) antikolinergik, adrenalin dan aminofilin.

9
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial

Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10

2.7 Komplikasi 1
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks

10
e. Emfisema

2.8 Prognosis1,2

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir


menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak
sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan
commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.4

Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan)


angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan
serangan terus menerus angka kematiannya 9%. 4

11
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. AB
Umur : 70 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama :Islam
Pekerjaan : Petani
No. RM : 1-66-73-1
Alamat : Takengon
Tanggal masuk : 22-09-2019
Tanggal Pemeriksaan : 22-09-2019

1.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RS datu Beru Takengon dengan keluhan sesak


nafas sejak 30 menit SMRS. Sesak nafas tidak membaik dengan obat semprot
yang biasa dipakai. Sesak nafas awalnya terjadi tiba-tiba setelah pasien
pulang mengenderai motor tanpa menggukan helm. Sesak nafas disertai
dengan bunyi ”ngik namun tidak terdapat kebiruan pada bibir. Pasien sudah

12
pernah mengalami keluhan sesak yang bersifat hilang timbul. Keluhan
tersebut lebih berat pada malam hari sehingga mengganggu aktivitas dan
tidur. Sesak nafas juga sering timbul saat cuaca dingin, hujan dan saat pasien
banyak melakukan aktivitas berat. Saat sesak pasien lebih nyaman dengan
posisi duduk. Pasein dapat berbicara sepatah dua kata, dan terlihat sangat
gelisah. Keluhan ini disertai dengan dada yang terasa berat. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 hari SMRS. Dahak berwarna putih agak
kekuningan namun tidak berdarah. Pasien sudah mengalami keluhan pada
malam hari lebih dari 1 kali dalam satu minggu ini. Terakhir serangan terjadi
bulan lalu sebanyak 2 kali. Sejak remaja pasien sudah sering mengalami
keluhan seperti bersin-bersin saat cuaca dingin, atau muncul bintik-bintik
kemerahan dikulit yang hilang timbul. Pasien juga memiliki riwayat alergi
konsumsi seafood terutama udang. Keluhan seperti batuk berdarah, keringat
malam, demam, dan penurunan berat badan disangkal. Pasien sudah merokok
lebih dari 20 tahun dan menghabiskan satu sampai dua bungkus perhari. BAB
dan BAK dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah didiagnosis asma
oleh dokter sejak umur 30 tahun.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sudah didiagnosis asma oleh dokter sejak umur 30 tahun. Riwayat
penyakit lainnya disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengalami riwayat penyakit asma.

e. Riwayat Penggunaan Obat


Pasien sudah mengkomsumsi obat semprot yang digunakan saat sesak
nafas, namun pasien lupa nama obatnya.

f. Riwayat sosial ekonomi


Pasien sudah menikah dan bekerja sebagai petani. Pasien sudah merokok
lebih dari 20 tahun dan menghabiskan satu sampai dua bungkus perhari.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

13
1.3.1 Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang dan tampak lemas saat dilakukan anamnesis,
pasien sedang berbaring di tempat tidur. Pasien cukup kooperatif dan komunikatif
dalam menjawab pertanyaan.

1.3.2 Tanda Vital


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmhg
Nadi : 9x/menit, regular, kuat angkat
Laju Pernapasan : 30 x/ menit
Suhu : 36,8oC

1.3.3 Status Generalis


Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sclera ikterik (-/-),
pupil isokor (3 mm/ 3mm), refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : Tanda radang (-/-), pengeluaran sekret (-/-), fungsi pendengaran
dalam batas normal
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), rinorrhea (-/-), nyeri tekan sinus (-)
deformitas septum nasi (-)
Mulut : Candidiasis (-) Stomatitis (-), leukoplakia (-), atrofil papil lidah
(-)
Tenggorokan: Faring hiperemis (-/-)
Leher :Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat peningkatan JVP
R-2cmH2O.

Thorax anterior dan posterior:

Pemeriksaan Kanan Kiri

14
Inspeksi Simetris saat statis dan dinamis,
pergerakan dinding dada normal,
penggunaan alat bantu napas (+), barrel
chest (-), jejas (-) spider nevi (-).

Palpasi Nodul (-/-), Stem fremitus kanan = Stem


fremitus kiri (normal)

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler(+/+), Vesikuler(+/+)


wheezing (+/+) wheezing (+/+)
Ronkhi(-/-) Ronkhi(-/-)

Cor :

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat

Ictus cordis teraba di ICS V linea aksilaris


Palpasi anterior kiri

Batas-batas jantung :
Atas : ICS II/III linea midklavikula kiri
Perkusi Kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Kiri : ICS V linea aksilaris anterior kiri

A2>A1, P2>P1, M1>M2 reguler, tidak ada


Auskultasi bising jantung atau gallop S3

Abdomen :

15
Simetris, distensi (-) collateral vein (-),

Inspeksi pergerakan dinding perut sama dengan


pernafasan(-),caput medusa (-)

Palpasi Nyeri (-), soepel(+), hepar,lien,ren tidak teraba

Perkusi Tympani, asistes (-)

Auskultasi Peristaltik usus (+) dalam batas normal

Ekstremitas :
1. Ekstremitas Atas
Warna : sawo matang Jaritabuh : (-)
Edema : (-/-) Tremor : (-)
Sendi : nyeri (-/-) Deformitas : (-/-)
Suhu : Dingin (+/+) Kekuatan : 5/5
Pucat : (+/+) Atrofi hipotenar : -
2. Ekstremitas bawah
Warna : sawo matang Jaritabuh : (-)
Edema : (+/-) Tremor : (-)
Sendi : nyeri (+/+) Deformitas : (-/-)
Suhu raba : dingin Kekuatan : 5/5
Pucat : (-/-)
Hiperemis : (-/-)

Genitalia dan anus


Tidak diperiksa

1.4. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

16
1.5 Diagnosis Differential
a. Asma eksaserbasi akut
b. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
c. Bronkitis kronik
d. TB paru
e. Gagal Jantung Kongestif

1.6 Diagnosa Utama

Asma eksaserbasi akut

1.7 TERAPI

 Diet MII

 IVFD RL 20tpm

 IVFD Levofloxacin 500mg/hr

 inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam

 Salbutamol 3x4mg

 Cetrizin 1x5mg

 Nebul salbutamol 2,5mg/8jam

1.8 PLANNING

a. Pemeriksaan Spirometri

b. Pemeriksaan Peak flow meter

17
c. Pemeriksaan foto thorax

d. Pemeriksaan sputum BTA

e. Pemeriksaan Darah rutin

f. Pemeriksaan EKG

1.9 PROGNOSIS
Tergantung dari kecepatan dan ketepatan penanganan awal. Namun pada
umumnya :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

18
FOLLOW UP

22-09-2019
S O A P

Sesak (+) TD: Asma  Diet MII


Batuk berdahak 110/80mmHg eksaserbasi
 IVFD RL 20tpm
(+) HR: 80x/i akut
RR: 35x/i  IVFD Levofloxacin
500mg/hr

 inj. Metilprednisolon
125mg/12 jam

 Salbutamol 3x4mg

 Cetrizin 1x5mg

 Nebul salbutamol
2,5mg/8jam

19
FOLLOW UP

23-09-2019
S O A P
Sesak (+) TD: Asma Diet MII
berkurang 110/80mmHg eksaserbasi
IVFD RL 20tpm
HR: 80x/i akut
Batuk RR: 35x/i IVFD Levofloxacin 500mg/hr
berdahak (+)
inj. Metilprednisolon 125mg/12j

Salbutamol 3x4mg

Cetrizin 1x5mg

Nebul salbutamol 2,5mg/8jam

20
FOLLOW UP
24-09-2019

S O A P
Sesak (+) TD: Asma Diet MII
berkurang 110/80mmHg eksaserbasi
IVFD RL 20tpm
HR: 80x/i akut
Batuk RR: 35x/i IVFD Levofloxacin 500mg/hr
berdahak (+)
inj. Metilprednisolon 125mg/12j

Salbutamol 3x4mg

Cetrizin 1x5mg

Nebul salbutamol 2,5mg/8jam

N-acetylcysteine 2x200mg

21
RESUME
Pasien datang ke IGD RS datu Beru Takengon dengan keluhan sesak
nafas sejak 30 menit SMRS. Sesak nafas tidak membaik dengan obat semprot
yang biasa dipakai. Sesak nafas awalnya terjadi tiba-tiba setelah pasien
pulang mengenderai motor tanpa menggukan helm. Sesak nafas disertai
dengan bunyi ”ngik namun tidak terdapat kebiruan pada bibir. Pasien sudah
pernah mengalami keluhan sesak yang bersifat hilang timbul. Keluhan
tersebut lebih berat pada malam hari sehingga mengganggu aktivitas dan
tidur. Sesak nafas juga sering timbul saat cuaca dingin, hujan dan saat pasien
banyak melakukan aktivitas berat. Saat sesak pasien lebih nyaman dengan
posisi duduk. Pasein dapat berbicara sepatah dua kata, dan terlihat sangat
gelisah. Keluhan ini disertai dengan dada yang terasa berat. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 hari SMRS. Dahak berwarna putih agak
kekuningan namun tidak berdarah. Pasien sudah mengalami keluhan pada
malam hari lebih dari 1 kali dalam satu minggu ini. Terakhir serangan terjadi
bulan lalu sebanyak 2 kali. Sejak remaja pasien sudah sering mengalami
keluhan seperti bersin-bersin saat cuaca dingin, atau muncul bintik-bintik
kemerahan dikulit yang hilang timbul. Pasien juga memiliki riwayat alergi

22
konsumsi seafood terutama udang. Keluhan seperti batuk berdarah, keringat
malam, demam, dan penurunan berat badan disangkal. Pasien sudah merokok
lebih dari 20 tahun dan menghabiskan satu sampai dua bungkus perhari. BAB
dan BAK dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah didiagnosis asma
oleh dokter sejak umur 30 tahun.Ibu pasien adalah seorang penderita asma.
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien. Pasien didiagnosis
asma eksaserbasi akut. Pasien diterapi dengan IVFD Levofloxacin 500mg/hr,
inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam, Salbutamol 3x4mg. Cetrizin 1x5mg, N-
acetylcysteine 3x200mg, Nebul salbutamol/8jam.

BAB IV
PEMBAHASAN

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan


banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1,2
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh
karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap
bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh
karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi
otot polos. Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang
disebabkan oleh inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos

23
bronkioler merupakan gejala serangan asma akut . Akibatnya timbulah keluhan
sesak nafas bila paru mulai berusaha untuk mengeluarkan lendir, terdengar suara
napas yang berbunyi dan timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas
yang sempit yang disebut dengan Wheezing.1,2 Pada pasien diagnosis asma karena
pasien memiliki gejala gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot


bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran
napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan
hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Pada pemeriksaan fisik pasien
ditemukan adanya penggunaan otot bantu napas dan wheezing.

Faktor predisposisi terjadinya asma adalah predisposisi genetik, riwayat


atopi, alergen didalam atau diluar ruangan, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan.1,2 Pada pasien yang menjadi predisposisi adalah riwayat atopi, faktor
genetik, polusi udara, dan asap rokok.

Bedasarkan gambaran klinis asma dibagi atas intermitten, persisten ringan,


persisten sedang dan persisten berat. Gambaran pada asma persisten ringan adalah
Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari, gejala malam > 2 kali/bulan, tanpa
gejala di luar serangan, serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur, volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus puncak
ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik, variabilitas APE 20%-30%.1,2 Pasien
digolongkan kepada asma persisten ringan dikarenakan pasien sudah mengalami
keluhan pada malam hari lebih dari 1 kali dalam satu minggu ini namun tidak
setiap hari dan gejala malam hari lebih dari 2 kali dalam bulan ini dan bedasarkan
derajat serangan pasien dikategorikan derajat serangan sedang karena pasien
lebih nyaman pada posisi duduk, dapat berbicra dalam kata dan terlihat gelisah.

24
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa

dan pengobatan medikamentosa. Pengobatan non medikamentosa berupa edukasi.

Pengobatan medikamentosa berupa pengontrol dan pelega. Yang termaksud dalam

pengontrol adalah kortikosteroid inhalasi kortikosteroid sistemik, Sodium

kromoglikat, Nedokromil sodium, Metilsantin, Agonis beta-2 kerja lama,

inhalasi , Agonis beta-2 kerja lama, oral , Leukotrien modifiers, antihistamin

generasi kedua (antagonis -H1). Yang termaksud pelega adalah agonis beta2 kerja

singkat, kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega

bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain) antikolinergik,

adrenalin dan aminofilin. Pada kasus, pasien mendapatkan terapi IVFD

Levofloxacin 500mg/hr, inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam, Salbutamol 3x4mg.

Cetrizin 1x5mg, N-acetylcysteine 3x200mg, Nebul salbutamol/8jam.

25
KESIMPULAN

Pasien datang ke IGD RS datu Beru Takengon dengan keluhan sesak nafas sejak
30 menit SMRS. Sesak nafas tidak membaik dengan obat semprot yang biasa
dipakai. Keluhan ini memberat saat malam hari dan cuaca dingin. Pasien
sebelumnya didiagnosis asma bronkial. Dari anamnesis, dan pemeriksaan fisik
pasien ditegakkan diagnosa asma eksaserbasi akut. Pasien diterapi dengan IVFD
Levofloxacin 500mg/hr, inj. Metilprednisolon 125mg/12 jam, Salbutamol 3x4mg.
Cetrizin 1x5mg, N-acetylcysteine 3x200mg, Nebul salbutamol/8jam.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Penyusun. Konsesus Penatalaksanaan Asma. Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia. Jakarta. 2003.
2. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 165-73.
3. Asma bronkial. 20018 http://www.medicastore.com [diakses 22 September
2019].
4. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2010.27.
5. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi.
Jakarta: Erlangga. 2010. 54-57

27

Anda mungkin juga menyukai