Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA BERAT

Disusun Oleh :

dr. Lu’lu Zamzami

Pembimbing :

dr. Hj. Sofiana

dr. Meliana Mulyawati

RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA 1


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
KEMENKES REPUBLIK INDONESIA
DESEMBER 2019
BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di unit gawat darurat
di Amerika Utara dengan perkiraan satu juta kasus pertahun. Cedera kepala sering terjadi di
negara industri, menyerap banyak pasien pada saat prima kehidupan. Menurut Brain Injury
Assosiation of America, cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.
Di Indonesia kajadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus.
Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit.80 % di kelompokan
sebagai cedera kepala ringan, 10%termasuk cedera sedang dan 10 % termasuk cedera kepala
berat.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter
mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup
untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-
pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.Sebagai
tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa
yang memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT
Scan kepala.
Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan
tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif. Pragnosis pasien
cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.Adapun
pembagian trauma kapitis adalah: Simple head injury, Commutio cerebri, Contusion cerebri,
Laceratio cerebri, Basis cranii fracture.
Simple head injury dan Commutio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan, sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala
berat.Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah pernafasan,
peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi,anamnesa dan pemeriksaan
fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala
harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi
fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain
Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan
kerusakankemampuan kognitif dan fungsi fisik2.

B. Anatomi Kepala
a.Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:


 Skin atau kulit
 Connective tissue atau jaringan penyambung
 Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung
dengan tengkorak
 Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar.

3
 Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika
dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan subgaleal.
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat
laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-
anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan
waktu lama untuk mengeluarkannya.
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa
anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum6.
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1) Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat
pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural2.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah
vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2) Selaput Arakhnoid
4
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis.Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala6.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia
mater2.

d. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon(otak belakang)
terdiri dari pons,medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan

5
kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardio respiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan6.
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150
ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial(terdiri
dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa
kranii posterior)2.
g. Vaskularisasi
Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosus cranialis2.

C. Fisiologi Cedera Kepala


a.Tekanan intracranial
Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan intracranial yang
selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap penderita.
Tekanan intracranial yangtinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang mengganggu fungsi
otak.TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg dianggap tidak
normal. Seamkin tinggi TIK seteelah cedera kepala,semakin buruk prognosisnya.

b.Hukum Monroe-Kellie

6
Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar dari tulang
tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total
volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan
serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).Vic = V br+ V csf + V bl6.
c.Tekanan Perfusi otak
Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata mean arterial
presure) dengan tekanan intrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari 70mmHg akan
memberikan prognosa yang buruk bagi penderita6.
d.Aliran darah otak (ADO)
ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun sampai
20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang. Apabila ADO sebesar 5ml/100
gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap6.

D. Patofisiologi Cedera Kepala

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan
cedera sekunder.Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari
suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh prosesak selarasi deselarasi gerakan kepala.

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut
lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
contrecoup.

7
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan
kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)dan otak
(substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup)2
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi2

E. Klasifikasi Cedera Kepala

Tumpul
Mekanisme
Tajam/temb
us

Ringan

Berat-
ringannya Sedang
cedera

Berat

Linier

Diastase
Kalvaria
Comminuted

Cedera Fraktur Depressed


kepala Morfolologi
tulang
Fossa
anterior

Basiis Cranii Fossa media

Fossa
posterior

Kontusio
cerebri

Kerusakan
Laserasi
fokal

Perdarahan
Kerusakan intrakranial
primer
Diffuse
Axonal Injury
Kerusakan (DAI)
Lesi
intrakranial difus Diffuse
Diffuse Vascular
hypoxic- Injury (DVI)
ischemic
Kerusakan damage
sekunder
Diffuse brain
swelling

Sumber:

1
Buku Panduan Advanced Traumatic Life Suport edisi 8. 2008. Komisi Trauma Ikatan Ahli
Bedah Indonesia.

8
2
Japardi I. Cedera Kepala. 2004. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan:

1. Berdasarkan mekanisme cedera

Cedera otak secara luas dapat dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera
otak tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak dan bacok1.

2. Beratnya cedera
- Cedera kepala ringan/minor

Cedera otak ringan ditandai dengan GCS 13-15, pasien biasanya sadar dengan penuh dan
terbangun setelah cedera kepala dengan satu atau lebih gejala sakit kepala, pucat, mual, episode
tunggal muntah, sulit berkonsentrasi atau penglihatan kabur3. Sebagian besar pasien cedera
otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih 3% mengalami perburukan dengan hasil gangguan
neurologis hebat apabila tidak terdeteksi lebih dini. Pasien juga dapat memiliki gejala sisa yang
menetap seperti nyeri kepala kronik, gangguan tidur dan ingatan1.

Survei sekunder sangat penting pada evaluasi pasien dengan cedera otak ringan. Catat
mekanisme cedera, dengan memperhatikan apakah adanya kehilangan kesadaran, termasuk
lama durasi pasien tidak memberikan respon, adanya kejang dan derajat kesadaran. Pastikan
apakah ada amnesia sebelum (retrograde) dan sesudah (antegrade). Tentukan berat-ringannya
nyeri kepala dan catat waktu yang dibutuhkan pasien untuk kembali menjadi GCS 15 dengan
cara pemeriksaan berkala/serial1.

- Cedera kepala sedang

Cedera otak sedang ditandai dengan GCS 9-12, pasien biasanya tidak koma tetapi
mengalami konfusi yang menetap, perubahan tingkah laku, kesadaran kurang dari normal,
pusing ekstrim, atau tanda neurologik fokal seperti hemiparesis, harus dirawat di rumah sakit
dan menjalani pemeriksaan CT scan. Mayoritas pasien dengan cedera sedang mengalami
perbaikan setelah 1 sampai 6 minggu. Selama minggu pertama, kesadaran, sifat mudah marah,
ingatan, dan penampilan mental berfluktuasi3.

9
- Cedera kepala berat

Cedera otak berat ditandai dengan GCS 3-8, pasien dengan cedera kepala berat tidak
mampu melakukan perintah sederhana walaupun status cardiopulmonernya telah stabil. Cedera
otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Pasien cedera otak berat dengan hipotensi
mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak dibanding dengan pasien tanpa hipotensi1.

3. Morfologi

Fraktur tulang

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Fraktur dapat berbentuk
garis/linier atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur linier merupakan
80% dari semua fraktur tulang tengkorak dan paling sering berkaitan dengan hematoma
subdural atau epidural3. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan
dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih
rinci1.

- Fraktur basiis cranii fossa anterior2

Lokasi : bagian posterior dari fossa anterior, dibatasi oleh os. Sphenoid, processus clinoidalis
anterior dan jugum sphenoidalis.

Manifestasi klinis :

 Ekimosis periorbita (brill hematom/racoon eyes/panda eyes), memiliki batas yang


tegas, selalu terletak dibawah tepi orbita (orbital rim), manifestasi perlahan 12-24 jam
gambaran jelas.
 Hematom subkonjungtiva tidak memiliki tepi yang jelas ke arah posterior.
 Anosmia (cedera N.1)
 Rhinorea (akibat kebocoran cairan LCS).

10
- Fraktur basiis cranii fossa media2

Lokasi :

 Bagian anterior berbatasan dengan fossa anterior


 Bagian posterior dibatas pyramida os. Temporalis, processus clinoidalis posterior dan
dorsum sella.

Manifestasi klinis :

 Ekimosis mastoid (Battle’s sign)


 Otorrhea (berisi cairan LCS)
 Hemotympanum
 Paresis N. VII/N. VIII (parase otot wajah dan gangguan kehilangan pendengaran)

- Fraktur basiis cranii fossa posterior2

Lokasi : dasar kompartemen infratentorial.

Manisfestasi klinis : sering disertai gejala dan tanda yang tidak jelas yang dapat menimbulkan
kematian segera. Terdapat memar pada mastoid (Battle’s sign).

4. Lesi intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi ini sering terjadi bersamaan1.

11
Lesi fokal

- Perdarahan Epidural (EDH/Epidural Hematom)

Perdarahan epidural relatif jarang terjadi, lebih kurang 0,5% dari semua cedera otak dan
9% dari pasien yang mengalami koma. Hematoma epidural secara tipikal berbentuk bikonveks
atau cembung sebagai akibat dari pendorongan perdarahan terhadap duramater yang sangat
melekat di tabula interna tulang kepala. Sering terletak di area temporal atau temporoparietal
dan biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
Gumpalan darah yang terjadi biasanya berasal dari pembuluh arteri, namun dapat juga terjadi
akibat robekan dari sinus vena besar maupun fraktur tulang tengkorak1. EDH bifrontal sering
terjadi pada anak dan bayi. Pada fase awal, pasien tidak menunjukkan gejala/tanda. Pada fase
lanjut, pasien mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, dan adanya
gejala neurologik seperti pupil anisokor2.

- Perdarahan Subdural (SDH/Subdural Hematom)

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural, kira-kira 30% dari
cedera otak berat. Perdarahan ini sering terjadi akibat robekan pembuluh darah atau vena-bena
kecil dipermukaan korteks serebri. Pada pemeriksaan CT scan, SDH berbentuk cekung karna
perdarahan subdural biasanya mengikuti dan menutupi permukaan hemisfer otak. Lebih lanjut
adalah kerusakan otak yang berada di bawah perdarahan subdural biasanya lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk daripada perdarahan epidural1.

- Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi (20% sampai 30% dari cedera otak berat). Sebagian besar
terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian otak.
Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari dapat berkumpul menjadi perdarahan

12
intraserebral atau kontusio yang luas sehingga menyebabkan lesi desak ruang yang
membutuhkan operasi.

- Pukulan langsung

Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang
berlawanan (countrecoup injury)5.

- Rotasi/Deselerasi

Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat
juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansia alba otak dan batang otak yang
menyebabkan cedera axonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.

- Tabrakan

Otak sering terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak
dengan tengkorak yang elastis).

- Peluru

Peluru menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan otak


merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak. Derajat
cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan yang mengenai
kepala. Kerusakan sekunder terjadi akibat komplikasi sistem pernapasan (hipoksia,

13
hiperkarbia, obstruksi jalan napas), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi, infeksi
dan hidrosefalus.

F. Diagnosis

- Pemeriksaan refleks pupil

- GCS (Glasgow Coma Scale)

- FOUR score (the Full Outline of Unresponsiveness)

14
Pemeriksaan penunjang

- Foto servikal2

Pemeriksaan ini dengan indikasi antara lain:

a. Pada penderita yang tidak sadar atau dengan penurunan kesadaran.


b. Pada penderita yang sadar dan mengeluh adanya nyeri pada leher.
c. Adanya jejas di atas klavikula,

15
- CT scan kepala2

Indikasi CT scan pada cedera kepala ringan

CT scan diperlukan pada cedera kepala ringan (antara lain: adanya riwayat pingsan, amnesia,
disorientasi dengan GCS 13-15) dan pada keadaan berikut:

Faktor resiko tinggi perlu tindakan bedah saraf:

1. Nilai GCS <15 pada 2 jam setelah cedera.


2. Dicurigai ada fraktur depres atau terbuka.
3. Adanya tanda-tanda fraktur dasar tulang tengkorak (mis: perdarahan di membran
timpani, mata racoon, rhinorhea dan otorhea, Battle’s sign).
4. Muntah (lebih dari dua kali episode)
5. Usia lebih dari 65 tahun.

Faktor resiko sedang perlu tindakan bedah saraf:

1. Amnesia sebelum cedera (lebih dari 30 menit)


2. Mekanisme cedera berbahaya (mis: pejalan kaki tertabrak kendaraan bermotor,
penumpang terjatuh dari kendaraannya, jatuh dari ketinggian lebih dari 3 kaki atau 5
anak tangga.

- Pemeriksaan laboratorium

G. Diagnosis Banding

- Cedera kepala sedang

- Fraktur bassis cranii fossa media

16
H. Penatalaksanaan

- Primary survey :

1. Airway  menjaga jalan nafas dan kontrol servikal.

2. Breathing  menjaga pernafasan dengan ventilasi

3. Circulation  resusitasi cairan intravena.

4. Dissability  status neurologi dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.

5. Exposure  membuka baju pasien untuk melihat apakah ada cedera lainnya tetapi harus
cegah hipotermia.

- Secondary survey : riwayat AMPLE

A : Alergi

M : Medikasi

P : Past Illness (penyakit penyerta)/Pregnancy

L : Last meal

E : Event/Enviroment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

17
Cedera kepala ringan1

18
Cedera kepala sedang1

Cedera kepala berat1

19
I.Komplikasi

- Fraktur tengkorak
- Perdarahan intrakranial

J. Prognosis

Prognosis berhubungan dengan derajat kesadaran saat tiba di rumah sakit5. Pasien anak-
anak memiliki daya pemulihan yang sangat baik walaupun cederanya terlihat sangat berat.
Sebagian besar pasien dengan cedera otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih 3% mengalami
perburukan dengan hasil gangguan neurologis hebat apabila tidak terdeteksi lebih dini1.

20
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn.A

Tanggal Lahir/ Umur : 7 Februari 1960/ 59 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kp. Gardu Sawah RT 03/01

Pekerjaan : Wiraswsta

Pendidikan :-

Tanggal pemeriksaan : 28 November 2019

No RM : 74-39-40-00

B. Anamnesis
a. Keluhan utama
Penurunan Kesadaran 1 jam SMRS
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien laki-laki dengan penurunan kesardaran dibawa oleh warga setelah tertabrak oleh
mobil 1 jam SMRS. Warga mengatakan pasien ditabrak saat mengendarai sepeda
motor. Pasien datang dengan mulut dan hidung keluar darah. Menurut warga, pasien
tidak ada muntah dan kejang. Pasien tidak tampak sesak dan warga menambahkan saat
dibawa sampai ke Rumah Sakit pasien tidak sempat sadar. Beberapa jam kemudian
keluarga pasien datang untuk melihat kondisi pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal, Riwayat asam urat dan kolesterol disangkal,
Riwayat Asma, Tb paru disangkal

21
d. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan disangkal.

e. Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

g. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah seorang wiraswasta.

h. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien menggunakan asuransi kesehatan BPJS.

C. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Perdarahan
Kesadaran : Sopor
GCS : E2M3V2
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 55 kg
Lokasi nyeri : Kepala
Skala nyeri (vas) : 8-9

Tanda Vital :
Tekanan Darah : 196/88 mmHg
Nadi : 54x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36 0C
SpO2 : 80%

22
Kepala : Normosefali, deformitas (-), rambut hitam kecoklatan
Mata : Brill hematoma +/- anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor
4mm/4mm, refleks cahaya langsung -/-, reflex cahaya tidak langsung -/-
Telinga : Battle Sign -/- Deformitas (-), sekret (-), membran timpani intak
Hidung : Rhinorhea (+) Septum deviasi (-), sekret (-), konka edema (-)
Mulut : Darah (+) Gargling (+) Bibir sianosis (-), lipatan nasolabial (+), deviasi
lidah (-)
Leher : Jejas (-) Trakea letak di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Bentuk simetris, tidak ada retraksi
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas-batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : pergerakan simetris
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor kanan sama dengan kiri
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi : cembung
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 9 Agustus 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


LED - 0-15
Hematologi
Hemoglobin 12,8 13,5-17 g/dl
Hematokrit 36,1 40 – 48%
Leukosit 11,7 5 – 10 ribu/ul
Trombosit 213 150 – 400 rb/ul

23
Kimia darah
Creatinin 1,09 0,50– 1,50 mg/dl
SGPT 27 0-41 U/L
Diabetes
GDS 93 < 170 mg/dl
Na, K, Cl
Natrium 142,4 135-145 mmol/l
Kalium 3,81 3,50 – 5 mmol/l
Chlorida 110,1 94 – 111 mmol/l

PEMERIKSAAN EKG

Tanggal 28 November 2019

Kesan : sinus rithme, HR 92x/menit, terdapat T Tall di Lead II,III,Avf dan V3-V6

24
PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA NON KONTRAS :

Kesan :

- SDH Frontoparietal dextra


- Subarachnoid Hemorrhagic
- Fraktur depresi os parietooksipital dextra

RESUME

Tn.A 59 tahun dengan penurunan kesardaran dibawa oleh warga setelah tertabrak oleh
mobil 1 jam SMRS. Mulut dan hidung keluar darah. Muntah (-) dan kejang (-) . Pasien tampak
sesak (-) TB : 160 cm, Berat Badan : 55 kg, TD : 196/88 mmHg N: 54 x / menit, P: 24 x/ menit,
S : 36°C SpO2 80%. Pada pemeriksaan fisik: Brill Hemaoma (+), Rhinore (+), Darah pada
mulut (+). Gargling (+). Pemeriksaan laboratorium Hb 12,8 Ht 36,1 Leukosit 11.700, pada
EKG didapatkan T Tall pada lead II,III, Avf, serta V3-V4. Hasil CT Scan : SDH Frontoparietal
dextra, Subarachnoid Hemorrhagic, Fraktur depresi os parietooksipital dextra.

25
III. DIAGNOSIS
1. Cedera Kepala berat ec SDH frontoparietal et SAH
2. Hipertensi Grade II
3. Sepsis

IV. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

IGD :

1. O2 Sungkup 6L-10 L/menit + suction (SpO2 = 83%)  Intubasi ETT 7,5 + Bagging 15
L/menit (SpO2 = 73%, E2V2M2)
2. IVFD RL 500cc/8 jam
3. Manitol 125 cc
4. Inj As Tranexamat 500 mg
5. Inj Vit K 1 amp
6. Inj Ondansentron 4 mg
7. Perawatan ICU

V. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad Malam
Quo Ad Fungtionam : ad Malam
Quo Ad Sanationam : ad Malam

Follow Up
Ruang Perawatan ICU RS Karya Medika 1

1. Kamis, 28 November 2019, jam 23.50


S : Penurunan Kesadaran
O : KU = Berat
Kesadaran = Koma (E1VxM1)
TD: 84/66, P : 62, R: Bagging, SpO2: 100%
A : CKB
P:
1. IVFD RL 500cc/8 jam
2. Dobutamin 5mcg sp

26
3. Manitol 4x125 cc
4. Inj Citicholin 2x500mg
5. Inj Omeprazol 1x40mg
6. Inj As Tranexamat 3x500 mg
7. Inj Vit K 3x1 amp
8. Inj Ondansentron 2x4 mg
2. Jumat, 29 November 2019, jam 00.55
S : Penurunan Kesadaran
O : KU = Berat
Kesadaran = Koma (E1VxM1)
TD: 64/42, P : 75, R: Bagging, SpO2: 99%
A : CKB
P:
1. IVFD RL 500cc/8 jam
2. Dobutamin 10mcg sp  titrasi bertahap
3. Manitol 4x125 cc
4. Inj Citicholin 2x500mg
5. Inj Omeprazol 1x40mg
6. Inj As Tranexamat 3x500 mg
7. Inj Vit K 3x1 amp
8. Inj Ondansentron 2x4mg
9. Pasang OGT
10. Pasang DC
3. Jum’at, 29 November 2019
S : Penurunan Kesadaran
O : Asistole
A : CKB
P : RJP + Inj. Epinefrin 4 amp  os ROSC, nadi lemah teraba 100-150 inj epinefrin 1mg
dalam 100 cc Nacl Asistole  RJP + Inj Epinefrin total 10 amp + Inj SA total maks 8 amp
EKG flat pukul 08.01, pupil midriasis, Refleks kornea -/-, RCL/RCTL -/-

27
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada anamnesis, pasien laki-laki 59 tahun dengan penurunan kesardaran dibawa oleh warga
setelah tertabrak oleh mobil 1 jam SMRS. Warga mengatakan pasien ditabrak saat mengendarai
sepeda motor. Pasien datang dengan mulut dan hidung keluar darah. Penurunan kesadaran pada
pasien disebabkan terdapat perdarahan di bagian Subdural otak yang menyebabkan penekanan
di pusat kesadaran, sesuai dengan gejala klinis Perdarahan Subdural. Keluarnya darah pada
mulut dan hidung memungkinkan terdapatnya fraktur pada bagian basis cranii. Menurut warga,
pasien tidak ada muntah dan kejang yang disebabkan tidak terjadinya penekanan pada pusat
muntah di medulla oblongata. Pasien tidak tampak sesak dan warga menambahkan saat dibawa
sampai ke Rumah Sakit pasien tidak sempat sadar. Hal ini menjadi tanda tidak adanya
perdarahan bagian Epidural otak pasien yang menyebabkan terjadinya fenomena Lucid
Interval.

Pada pemeriksaan fisik TD : 196/88 mmHg N: 54 x / menit, P: 24 x/ menit, S : 36°C


SpO2 80%. Terjadinya bradikardi pada pasien diakibatkan kurangnya mekanisme kompensasi
cardiac output pasien sehingga timbul bradikardi. Serta rendahnya oksigen akibat banyaknya
darah yang keluar dari mulut pasien (gargling) sehingga airway tidak maksimal. Pemeriksaan
laboratorium Hb 12,8 Ht 36,1 Leukosit 11.700 menjadikan timbulnya infeksi pada luka terbuka
beberapa bagian tubuh pasien. Pada EKG didapatkan T Tall pada lead II,III, Avf, serta V3-
V4. Hasil CT Scan : SDH Frontoparietal dextra, Subarachnoid Hemorrhagic, Fraktur depresi os
parietooksipital dextra. Terdapatnya fraktur pada bagian parietooksipital menyebabkan terjadinya
perdarahan dibagian subdural otak.

Penatalaksanaan pada pasien yaitu O2 Sungkup 6L-10 L/menit + suction (SpO2 = 83%) 
Intubasi ETT 7,5 + Bagging 15 L/menit (SpO2 = 73%, E2V2M2), IVFD RL 500cc/8 jam, Manitol 125
cc, Inj As Tranexamat 500 mg, Inj Vit K 1 amp, Inj Ondansentron 4 mg, Perawatan ICU. Hal tersebut
diatas sudah sesuai dengan teori penatalaksanaan pada cedera kepala berat yaitu primary survey dengan
airway dan breathing diberikanya oksigen sungkup hingga intubasi, circulation dengan IVFD RL, serta
Dissability dan Exposure pada pasien dengan diberikan perawatan di ICU.

Timbulnya asystole pada pasien pada tanggal 29 November 2019, disebabkan terlalu besarnya
perdarahan pada otak sehingga terdapat penekanan pada berbagai fungsi organ diotak terutama jantung
yang menyebabkan cardiac output semakin lama semakin rendah. Kemudian dengan penatalaksanaan

28
RJP + Inj. Epinefrin 4 amp  os ROSC, nadi lemah teraba 100-150 inj epinefrin 1mg dalam 100 cc
Nacl Asistole  RJP + Inj Epinefrin total 10 amp + Inj SA total maks 8 amp sudah sesuai dengan
algoritma penatalaksanaan asystole non shockable.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Panduan Advanced Traumatic Life Suport edisi 8. 2008. Komisi Trauma Ikatan Ahli

Bedah Indonesia.

2. Japardi I. Cedera Kepala. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. 2004.

3. Isselbacher KJ, et al. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta :
EGC, 2000.

4. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi Ketiga. Jakarta: EGC.

5. At a Glance Medicine Ilmu Bedah edisi 3.

6. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport . United States
of America: Firs Impression

30

Anda mungkin juga menyukai