Anda di halaman 1dari 19

Presentasi Kasus

Osteoarthritis

Diajukan kepada Yth:


dr. Tri Wahyuliati, Sp. S

Disusun Oleh:
Shiko Indrawan M
NIPP 20184010072

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
1. IDENTITAS
Nama : Tn. M

Umur : 67 Tahun

Jenis Kelamin : Laki­laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan

Alamat : Perum Sedayu Permai, Argorejo, Sedayu
2. ANAMNESIS
AUTOANAMNESIS (22/03/2019)

Keluhan utama :

Pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri pada lutut kiri

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli syaraf RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan keluhan nyeri

pada lutut kiri, nyeri  tajam,  tidak menjalar,  pasien mengeluh  nyeri memberat  saat

naik­turun tangga, posisi jongkok, rukuk, saat bangun pagi terkadang kaku ±15 menit

dan   nyeri   berkurang   saat   istirahat.   Awal   pasien   merasakan   nyeri   lutut   pada   bulan

desember 2018 setelah jatuh dari pohon dengan posisi menumpu pada kaki kiri. Pada

bulan Januari pasien mendapatkan terapi injeksi intra artikular hyaluronic acid, setelah

pemberian injeksi keluhan pasien membaik yang dinilai dari vas skor 5 menjadi 2

setelah terapi injeksi.

Riwayat penyakit dahulu : 

Pasien pernah mengalami myalgia, riwayat trauma (+) jatuh dari pohon

Riwayat keluarga : 

Keluarga pasien tidak memiliki keluhan serupa 

Riwayat Pribadi dan Status Sosial :

Pasien merupakan pensiunan pengajar, aktivitas harian sering berdiri lama, hobi

2
berolahraga lari, berat badan 67 kg, tinggi badan 165 cm. BMI = 24,6 (pre obesitas)

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
TD = 133/75 mmHg
T = 36,2 ◦C
HR = 82 kpm
RR = 20 kpm
Kesadaran, keadaan umum : Compos Mentis, baik
Status gizi : Cukup
Kemampuan Bicara : lancar jelas
Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-) , bradikinesia (-)
b. Status Fisik
a) kepala dan leher :

Tidak ada keluhan, pasien tidak mengeluh pusing dan mngeluh kaku leher.

b) kardiovaskuler :

Tidak ada keluhan, pasien tidak mengeluh nyeri dada atau jantung berdebar­

debar.

c) respirasi :

Tidak  ada keluhan, pasien tidak mengeluh  adanya sesak napas atau  batuk­

batuk.

d) gastrointestinalis :

Tidak ada keluhan mual, muntah, BAB terkontrol dan lancar.

e) urogenitalis :

Tidak ada keluhan, BAK terkontrol dan lancar.

f) muskuloskeletal :

Pasien merasakan nyeri pada lutut kanan terutama saat berjalan dengan jarak 

yang jauh, naik turun tangga dan berdiri dari posisi jongkok

g) nervorum :

Tidak ada keluhan, pasien tidak mengeluh adanya kesemutan pada tungkai.
1) Badan
 Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Cor : S1 S2 reguler

3
 Abdomen : BU (+), NT (-), timpani (+)
2) Ekstremitas

Kekuatan :

Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Sensibilitas : kiri : normal / kanan : normal

Refleks Fisiologis :

Refleks Patologis :

Klonus :

c. Status Lokalis :
Ekstremitas Inferior regio artikulasio genu sinistra.
Look : perubahan gaya berjalan / tampak pincang (-), edema (-), hiperemis
(-), minimal
Feel : hangat (-), penebalan dan penonjolan tulang (-), penebalan sinovial
(-), nyeri tekan lokal (-) VAS 2
Move : fleksi dan ekstensi dalam batas normal, krepitasi (-)
d. Pemeriksaan Khusus
 Kaku Kudu : -/-
 Laseque test : -/-
 Patrick test : -/-
 Kontrapatrick test : -/-
e. Fungsi Vegetatif
Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-)
Defekasi : inkontinensia (-), retensi (-)

4
4. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen articulatio genu sinistra
Kesan :

(Hasil : Rontgen articulatio genu sinistra AP/lateral).

Informasi yang didapat dari pemeriksaan rontgen adalah struktur tulang baik tak

ada diskontinuitas tulang, tampak penyempitan celah sendi (joint space) lutut kiri.
5. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinis : Nyeri artikulatio genu sinistra, nyeri tidak menjalar, tidak
kesemutan
Diagnosa Etiologi : Osteoarthritis
Diagnosa Topik : Artikulasio genu sinistra
Differential Diagnosis : Reumatoid artritis, Gout Artrhitis
6. PENATALAKSANAAN
1. Tab Meloxicam 15 mg 1 x 1 tab (jika nyeri)
2. Glukosamin 2 x 1 tab
7. EDUKASI
Mengurangi beban kerja lutut, dengan menghindari mengangkat beban berat,
menghindari aktivitas menumpu pada lutut seperti berlari, naik turun tangga.
Mengurangi berat badan menjadi ideal, istirahat teratur untuk mengurangi beban pada
sendi lutut.

5
BAB II
DASAR TEORI
A. Definisi
Definisi osteoarthritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah
‘sekelompok kondisi heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut
yang berhubungan dengan defek integritas kartilgo, dan perubahan pada tulang di
bawahnya dan pada batas sendi.
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif pada kartilago sendi
dengan perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan osteofit, perubahan
tulang subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada sinovium, dan
penebalan kapsul sendi. Sendi yang bisa terkena OA adalah sendi-sendi benar (‘true
joint’), yaitu sendi-sendi yang mempunyai kapsul sendi, membran sinovialis, cairan
sinovialis, dan kartilago sendi.
B. Etiologi
Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan beban
tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan akibat
proses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga
ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
Osteoarthritis sekunder, Osteoartritis yang dapat terjadi akibat trauma pada sendi,
infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik. Onset
usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada penyebabnya.
Penyakit ini dapat terjadi pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, selain itu
terdapat hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang
yang memiliki osteoartritis pada 1 atau beberapa sendi meningkat dari <5% dengan usia
antara 15-44 tahun, 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90%
pada usia diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa
osteoartritis terjadi akibat proses wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-
orang dengan usia diatas 65 tahun, hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan
degenerasi sendi masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup
tidak terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan merupakan akibat
sederhana dari penggunaan sendi
C. Patofisiologi

6
Pada prinsipnya struktur sendi sinovial dirancang untuk memastikan agar gerakan
tulang halus; sendi dikelilingi oleh cairan sinovial yang merupakan pelumas sendi, dan
kedua ujung tulang ditutupi oleh tulang rawan yang bahannya lebih lembut daripada
tulang dan secara teratur diperbaharui. Pada sendi yang mengalami OA mekanisme ini
tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Kapsul sendi yang berisi cairan sinovial
menjadi tebal dan kaku sehingga kemampuan pergerakan sendi menurun dan ruangan
untuk cairan sinovial menyempit sehingga lubrikasinya berkurang.
Perubahan yang terjadi pada OA adalah ketidakrataan rawan sendi disusul ulserasi

dan hilangnya rawan sendi sehingga terjadi kontak tulang dengan tulang dalam sendi
disusul dengan terbentuknya kista subkondral, osteofit pada tepi tulang, dan reaksi radang
pada membrane sinovial. Pembengkakan sendi, penebalan membran sinovial dan kapsul
sendi, serta teregangnya ligament menyebabkan ketidakstabilan dan deformitas.
Otot di sekitar sendi menjadi lemah karena efusi sinovial dan disuse atrophy pada
satu sisi dan spasme otot pada sisi lain. Perubahan biomekanik ini disertai dengan
perubahan biokimia dimana terjadi gangguan metabolisme kondrosit, gangguan biokimia
matrik akibat terbentuknya enzim metalloproteinase yang memecah proteoglikan dan
kolagen.
D. Patogenesis
1. Tulang rawan sendi
Stage I :
Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan peningkatan
konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul
matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II
tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan derajat agregasi proteoglikan
menurun.
Stage II :

7
Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika kondrosit
mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan
meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat
menggantikan jaringan yang rusak, mempertahankan jaringan, atau meningkatkan
volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III :
Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan atau
mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendi disertai dan
diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum
diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan
kerusakan kondrosit dan down regulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.
2. Perubahan Tulang
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi
meliputi: peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang
menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon
ini muncul pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk
bulan sabit (crescent). Terjadi pula peningkatan densitas tulang yang merupakan tanda
awal dari penyakit degenerasi. Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi
telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini saling
bergeser tanpa ada bantalan kartilago dengan permukaan tulang dari sendi lawan.
Pada perkembangan penyakit osteoartritis, dapat terjadi pertumbuhan osteofit
yang merupakan respon terhadap proses degenerasi tulang rawan sendi dan remodelling
tulang sudkhondral yang muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul
pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi
(osteofit kapsuler).
3. Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari
synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran
sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi
fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi. Semakin lama ligamen, kapsul dan otot
menjadi berkontraksi. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan ROM
mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan kekakuan
sendi dan kelemahan tungkai.
E. Faktor Resiko.

8
Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor resiko osteoartritis
sedangkan usia merupakan faktor resiko yang paling penting. Bebannya mekanik yang
mempengaruhi kemampuan sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga
merupakan faktor bentuk sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan displasia sendi
dapat menghasilkan tekanan mekanik yang merusak permukaan sendi tulang rawan.
Faktor resiko terbagi menjadi dua, yaitu yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah,
penjabarannya adalah sebagai berikut
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1. Usia
Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. sehingga mengakibatkan
pembentukan agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan
sintesis menurun dengan bertambahnya usia, sehingga proses degradasi lebih dominan
dibanding remodelling.
2. Jenis Kelamin
Masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada perempuan usila lebih
banyak daripada laki-laki usia lanjut. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya
hormon pada perempuan pasca menopause.
Faktor resiko yang dapat diubah :
1. Obesitas
2. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang/ Aktivitas fisik yang berlebihan
3. Kelemahan otot
4. Trauma
5. Hormonal
6. Rokok
7. Hiperurisemia
8. Diet
F. Grading
American College of Rheumatology mendeskripsikan kesehatan seseorang berdasarkan
derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut:
 Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala
 Derajat 1 : Terbentuk osteofit kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,
tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena
osteoartritis.

9
 Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat penyempitan celah antar sendi, nyeri
hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan
dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah.
 Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat penyempitan celah antar sendi,
kemungkinan terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada
pagi hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam
beraktivitas
Kellgren-Lawrence berdasarkan radiologi membagi:
 Grade 0 : tidak ada OA
 Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan
 Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak
deformitas tulang.
 Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah
sendi.
 Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah
sendi.
G. Diagnosis
Tanda awal osteoartritis meliputi nyeri pada sendi yang terkena, penurunan kecepatan
dan ruang gerak aktif sendi. Keterbatasan gerakan dapat muncul akibat rusaknya
kartilaggo artikularis, kontraktur ligamen & kapsul sendi, kontraktur & spasme otot,
osteofit, atau adanya fragmen kartilago, tulang, atau meniskus intraartikuler. Pada palpasi
dapat ditemukan krepitasi, efusi, dan nyeri sendi. Osteofit dapat menyebabkan tonjolan
tulang yang dapat diraba dan dilihat, kerusakan progresif kartilago artikuler dan tulang
subchondral dapat mengakibatkan luksasi sendi dan deformitas. Atrofi otot dapat terjadi
pada kasus osteoartritis yang sudah lama.
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran
radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya
kista, dan sklerosis subchondral. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas
normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai
peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan
peningkatan nilai protein reumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut idiopatik
berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut :

10
The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut idiopatik
berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut :
Klinis dan laboratorium Klinis dan radiologis Klinis

Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 Nyeri lutut + minimal 1 dari Nyeri lutut + minimal 3
berikut : 3 berikut : dari 6 berikut :
- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun
- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit
- krepitasi - krepitasi + osteofit - krepitasi
- nyeri pada tulang - nyeri pada tulang
- pelebaran tulang - pelebaran tulang
- tidak hangat pada perabaan - tidak hangat pada
- LED < 40mm/jam perabaan
- Rheumatoid factor <1:40
 Cairan sinovial : jernih,
viscous,Lekosit <2000/mm3
92% sensitif 91 % sensitive 95 % sensitif
75%spesifik 86% spesifik 69 % spesifik

H. Terapi
Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi berdasarkan guideline ACR :
Tahap Pertama
 Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup. (Level of evidence: II)
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
(Level of evidence: I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level of
Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)
Tahap kedua
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi non farmakologi
diatas)

11
 Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah
satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat
tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko
pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan
polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna,
mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
• Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat
pelindung gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai
dengan dosis analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga
dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon
kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya
Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan
untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien.
Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor
dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor risiko
kejadian perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas atau
dengan adanya ulkus saluran pencernaan. (Level of
Evidence: I, dan II)
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan
sendi, aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular
(misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan
nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan,
selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).
(Level of evidence: II)
Catatan:

12
Obat-obat tersebut ini dapat diberikan secara teratur pada pasien dengan
gangguan fungsi liver, namun harus dihindari pada pasien peminum
alcohol kronis. Capcaisin topikal atau methylsalicylate cream dapat
diberikan pada pasien yang tidak berespon terhadap acetaminophen atau
tidak diperbolehkan untuk mendapatkan terapi sistemik.
(Level of Evidence: II)
 Pendekatan terapi alternatif
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan
memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS,
dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya
dalam pengendalian nyeri OA dengan gejala klinis sedang hingga berat
dibatasi adanya efek samping yang harus diwaspadai, seperti: mual (30%),
konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen (18%), dan muntah
(13%).
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence: I dan
II) atau kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.
(Level of Evidence: II)
c. Kombinasi :
Metaanalisis membuktikan:
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan efektifitas analgesik
hingga 5% dibandingkan paracetamol saja, namun efek sampingnya lebih
sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian
klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer related pain.
 Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan
untuk memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter ahli penyakit dalam
dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan. (8,9)

13
1. Kortikosteroid
(triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan
keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian
OAINS, atau tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid
yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian OAINS. Diberikan juga
pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat tanda-
tanda inflamasi lainnya.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit
yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan
lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi
besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-
sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
Injeksi kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan sebagai terapi
tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada
penderita OA.(8)
2. Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight dan
low molecular weight atau tipe campuran. (8)
Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini dapat diberikan untuk
sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah
onsetnya lambat, namun berefek jangka panjang, dan dapat
mengendalikan gejala klinis lebih lama bila dibandingkan dengan
pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular. (8)
Cara pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval
satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low molecular
weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian
dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai
penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu
diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan. (8)
Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:

14
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis,
efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik
(rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus
gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan
rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi
konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik
sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan
tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul
gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial,
distal patella realignment, lateral release.
Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking,
tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti
robekan meniskus: untuk
3. Pembedahan
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint.(6)
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing.
Tujuan : Membuat kartilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh.
Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam.Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-
density polyethylene.(6).
Indikasi total knee replacement :
1. Nyeri

15
2. Deformitas
3. Instability
4. Akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis

16
Keuntungan dan Kerugian terapi injeksi asam hialuronat pada pasien osteoartritis
Menurut Valter, 2016 Terapi injeksi intraartikular asam hialuronat merupakan pilihan
untuk osteoartritis dengan grade II sampai III menurut klasifikasi Kellgren-Lawrence
atau osteoartritis rendah sampai sedang. Hyaluronat acid merupakan non-sulfated
glycosaminoglycan yang didapat dari jaringan hewan. Mekanisme terapi injeksi asam
hialuronat yaitu mengikat reseptor spesifik di beberapa sel seperti CD 44, Intracellular
adhession molecule 1, dan receptor for hyaluronate-mediated motility (RHAMM). Pada
pasien OA pada sendi yang sakit memiliki tingkat konsentrasi cairan sinovial yang lebih
rendah daripada sendi normal.
Keuntungan dalam pemberian injeksi exogen asam hialuronat
- Pemberian injeksi intra artikular exogen asam hialuronat dalam
menginduksi sintesis asam hialuronat indogen.
- HA dapat mereduksi produksi mediator pro inflamasi prostaglandin-E 2,
IL-2, IL-6
- IA-HA memodulasi nociceptor dan mengurangi rasa nyeri
- Mengurangi proses fibrosis sinovial dan kapsul dan menurunkan
degenerasi kartilago
- Peningkatan sintesis high molecular weight endogen hialuronat acid oleh
synoviocytes.
Kekurangan dalam pemberian injeksi exogen asam hialuronat
- Harga penggunaan asam hialuronat acid lebih mahal
- Membutuhkan waktu sedikit lebih lama dalam efek mengurangi nyeri
osteoartritis
- Tidak dapat digunakan pada pasien osteoratritis grade 4 atau severe
osteoarthritis
- Hanya sebagai terapi konservatif
Keuntungan dan Kerugian terapi injeksi kortikosteroid-lidocain pada pasien
osteoartritis
Kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi dan imunosupresif dengan menstimulasi
secara langsung pada reseptor inti steroid, menginterupsi kaskade imun, dan agen
inflamasi pada beberapa level. Kortikosteroid dapat mengurangi permeabilitas selular
dan menginhibisi sel fagosit, mensupresi mediator inflamasi seperti prostaglandin dan
leukotriens. Sedangkan lidocain merupakan obat yang memiliki mekanisme memblok
pada kanal natrium yang mengganggu influks ion dan mencegah depolarisasi normal

17
membran saraf dan akhirnya memblok konduksi aksi potensial. Menurut askari et al
(2016) pemberian kortikosteroid intraartikular dapat diberikan dengan rentang waktu
setiap 3 bulan .
Keuntungan pemakaian kortikosteroid dan lidokain dalam terapi injeksi
intraartikular osteoartritis
- Cepat dalam mengurangi edema, dan swelling pada sendi yang diberikan
terapi injeksi
- Mengurangi kekakuan, eritema, dan rasa nyeri lebih cepat pada sendi yang
diberikan terapi injeksi
- Meningkatkan viskositas relative cairan asam hialuronat indogen.
- Tidak memerlukan biaya yang mahal
Kekurangan pemakaian kortikosteroid dan lidokain dalam terapi injeksi
intraartikular osteoartritis
- Dalam pemberian ineksi berlebihan dapat memberikan efek berkurangnya
aliran darah dan nutrisi akibat permeabilitas vaskular yang menurun
sehingga dapat menyebabkan iskemik, pemecahan tulang meningkat,
osteoporosis dan atrofi kulit.
- Tidak dapat digunakan pada pasien osteoratritis grade 4 atau severe
osteoarthritis
- Hanya sebagai terapi konservatif
Menurut World Journal Orthopaedic, 2014 pada beberapa literatur pemberian suntikan
intraartikular baik menggunakan asam hialuronat eksogen maupun kortikosteroid-
lidokain aman dan memiliki efek positif bagi kepuasan pasien. Tapi masih belum yakin
dalam efek modifikasi yang nyata dalam perbaikan sendi osteoartirtis. Pilihan terapi
kortikosteroid IA pada pasien OA dipertimbangkan pada pasien sinovitis akut dan
persisten untuk pasien yang tidak mungkin dioperasi. Kortikosteroid efektif untuk jangka
pendek. Pemberian asam hialuronat eksogen dapat diberikan untuk pasien obesitas
dengan BMI > 30 yang lebih tua dari 60 tahun dan untuk pasien dengan malalignment
ekstremitas. Dan pemberian Hyaluronic Acid memiliki efek yang lebih panjang
dibanding corticosteroid pada pasien yang tidak mau dioperasi.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of Internal
Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of
arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum.
58(1):26–35.
3. Barrack L, Booth E, et all. OKU : Orthopaedic Knowledge Update 3. Hip and Knee
Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis dan Arthritis Inflamatoric.2006.
4. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
5. Lozada CJ. Osteoarthritis. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/330487-
overview. Accessed on : Desember 20 th 2018.
6. Bellamy N, Campbell J, Robinson V, et al. Viscosupplementation for the treatment of
osteoarthritis of the knee. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2006(Issue 2. Art.
No.: CD005321. DOI: 10.1002/14651858.CD005321.pub2.).
7. Santili, Valter et al. Hyaluronic acid in the management of osteoarthritis: injection
therapies innovations. Clinical Cases in Mineral and Bone Metabolism. 2016. 13(2):131-
134
8. Askari, Alireza et al. Hyaluronic acid compared with corticosteroid injections for the
treatment of osteoarthritis of the knee: a randomized control trail. SpringerPlus. 2016
5:442. DOI 10.1186/s40064-016-2020-0
9. Ayhan, Egemen et al. Intraarticular injections (corticosteroid, hyaluronic acid, platelet
rich plasma) for the knee osteoarthritis. World Journal Orthopaedic. 2014. 5(3): 351-361
ISSN 2218-5836 (online)

19

Anda mungkin juga menyukai