Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit umum yang terjadi pada masyarakat.
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas
atas dan infeksi saluran napas bawah.Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis,
faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsillitis, otitis.Sedangkan infeksi saluran napas bawah
meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.Infeksi
saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi
saluran napas bawah.Infeksi saluran napas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya
penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis,
sinusitis, dan faringistis (WHO, 20014: 5)
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan
obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain
tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan
(Ganiswara, 2000).
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka mungkin
terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau memperlemah,
memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat harus lebih diperhatikan,
karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan tingkat
kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat keparahan kasus
terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?
2. Apa yang dimaksud dengan infeksi saluran pernafasan?
3. Bagaimana efek terjadinya interaksi obat pada saluran pernafasan?
4. Apa saja obat-obatan yang mengalami interaksi pada saluran pernafasan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat
2. Mengetahui dimaksud dengan infeksi saluran pernafasan
3. Mengetahui efek terjadinya interaksi obat pada saluran pernafasan
4. Mengetahui obat-obatan yang mengalami interaksi pada saluran pernafasan

1.4 Manfaat
Untuk menambah ilmu dan wawasan dalam dunia farmasi di bidang interaksi obat pada
saluran pernafasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Obat


Interaksi obat merupakan Drug Related Problem (DRP) yang dapat mempengaruhi
respon tubuh terhadap pengobatan.Hasilnya berupa peningkatan atau penurunan efek yang
dapat mempengaruhi outcome terapi pasien (Stockley and Lee, 2013).
Definisi mengenai interaksi obat ini bervariasi. Beberapa definisi membatasi arti
interaksi obat hanya sebagai Adverse Drug Reactions atau reaksi yang tidak diinginkan,
tidak termasuk reaksi yang menguntungkan. Definisi lain mengatakan bahwa interaksi obat
hanya sebagai fenomena interaksi yang meliputi interaksi obat dengan makanan, substansi
endogen, lingkungan dan kimia industri serta tes laboratorium. Interaksi obat dapat terjadi
ketika efek suatu obat berubah dengan adanya obat lain, makanan, minuman atau agen kimia
yang berhubungan dengan lingkungan (Stockley and Lee, 2013).
a. Mekanisme
Ada beberapa keadaan di mana obat berinteraksi dengan mekanisme yang unik,
namun mekanisme interaksi tertentu sering dijumpai.Mekanisme tersebut dapat dibagi
menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang
mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Beberapa interaksi obat yang dikenal
merupakan kombinasi lebih dari satu mekanisme (Fradgley,2013).
1). Interaksi Farmakokinetik
Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorbsi,distribusi,
metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikianinteraksi ini meningkatkan
atau mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam tubuh untuk menimbulkan efek
farmakologiknya(Fradgley,2013).
2). Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat-obat yang mempunyaikhasiat
atau efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi inidisebabkan oleh
kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antaraobat-obat yang bekerja pada
sistem fisiologik yang sama. Interaksi inibiasanya dapat diperkirakan dari
pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi(Fradgley,2013).
Menurut Stockley and Lee (2013) kemungkinan efek yang dapatterjadi pada
interaksi farmakodinamik antara lain:
a. Sinergisme atau penambahan efek satu atau lebih obat,
b. Efek antagonisme satu atau lebih obat,
c. Penggantian efek satu atau lebih obat.
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalahsinergi sementara dua
obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang samadengan efek
farmakologi yang sama. Sebaliknya,antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi
memiliki efek farmakologiyang berlawanan.Hal inimengakibatkan pengurangan
hasil yangdiinginkan dari satu atau lebih obat (Fradgley, 2013).
b. Clinical Significance
Clinical significance adalah derajat di mana obat yang berinteraksi
akanmengubah kondisi pasien.Clinical significance dikelompokkan berdasarkan
keparahan dan dokumentasi interaksi yang terjadi. Level signifikansi menurut Tatro
2010.
Nilai Keparahan Dokumentasi
1. Mayor Suspected, Probable, Established
2. Moderat Suspected, Probable, Established
3. Minor Suspected, Probable, Establidhed
4. Mayor atau Moderat Possible
5. Minor Possible

Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi, yaitu established (interaksi obatsangat


mantap terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi), suspected(interaksi obat diduga
terjadi), possible (interaksi obat belum pasti terjadi),unlikely (kemungkinan besar
interaksi obat tidak terjadi). Derajat keparahanakibat interaksi diklasifikasikan menjadi
minor (dapat diatasi dengan baik),moderat (efek sedang, dapat menyebabkan kerusakan
organ), mayor (efek fatal,dapat menyebabkan kematian) (Tatro, 2010)).
Level signifikansi interaksi 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa interaksi
obatkemungkinan terjadi.Level signifikansi interaksi 4 dan 5 interaksi belum pastiterjadi
dan belum diperlukan antisipasi untuk efek yang terjadi (Tatro, 2010).

2.2 Infeksi Saluran Pernafasan


2.2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini
diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri
telan, pilek, batuk kering atau berdahak. ISPA selalu menduduki peringkat pertama dari
10 penyakit terbanyak di Indonesia (Kemenkes RI,2014).
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi
dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala
penyakit. Saluran pemapasan bagian atas adalah yang dimulai dari hidung hingga hidung,
faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus (Gunawan, 2010).
ISPA adalah radang saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik, virus maupun riketsia, tanpa/disertai radang parenkim paru.
ISPA adalah penyakit penyebab angka absensi tertinggi, lebih tertinggi, lebih dari 50%
semua angka tidak masuk sekolah/kerja karena sakit. Angka kekerapan terjadinya ISPA
tertinggi pada kelompok- kelompok tertutup di masyarakat seperti kesatrian, sekolah,
sekolah- sekolah yang sekaligus menyelenggarakan pemondokkan (boarding
school). ISPA bila mengenai saluran pernapasan bawah, khususnya pada bayi, anak-
anak, dan orang tua, memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek, berupa
Bronchitis, dan banyak yang berakhir dengan kematian (Amin, 2011).
a. Patofisiologi ISPA
Patogenesa saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan
dunia luar sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien
dari sisitem saluran pernapasan ini. Ketahanan saluran pernapasan terhadap
infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara sangat tergantung pada 3 unsur
alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu: utuhnya epitel mukosa dan
gerak moksila, makrofag alveoli, dan antibodi setempat. Sudah menjadi suatu
kecendrungan, bahwa terjadinya infeksi bakterial, mudah terjadi pada saluran
napas yang telah rusak sel-sel epitel mukosanya, yang disebabkan oleh infeksi-
infeksi terdahulu. Keutuhan gerak lapisan mukosa dan silia dapat terganggu oleh
karena:
 Asap rokok dan gas S02, polutan utama adalah pencemaran udara.
 Sindroma imotil.
 Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih).
Makrofag biasanya banyak terdapat di alveoli dan baru akan dimobilisasi ke
tempat-tempat dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan kemampuan makrofag
membunuh bakteri, sedangkan alkohol, menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi
setempat pada saluran napas, adalah Imunoglobulin A (Ig A) yang banyak terdapat di
mukosa. Kurangnya antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan,
seperti pada keadaan defisiensi Ig A pada anak. Mereka dengan keadaan-keadaan
imunodefisiensi juga akan mengalami hal yang serupa, seperti halnya penderita-
penderita yang mendapat terapi situastik, radiasi, penderita dengan antibodi ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan, seperti pada keadaan defisiensi Ig A
pada anak. Mereka dengan keadaan-keadaan imunodefisiensi juga akan mengalami
hal yang serupa, seperti halnya penderita-penderita yang mendapat terapi situastik,
radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas, dan lain-lain. Gambaran klinik
radang oleh karena infeksi sangat tergantung pada karateristik inokulum, daya tahan
tubuh seseorang, dan umur seseorang. Karateristik inokulum sendiri, terdiri dari
besarnya aerosol, tingkat virulensi jasad renik dan banyaknya ( jumlah) jasad renik yang
masuk. Daya tahan tubuh, terdiri dari utuhnya sel epitel mukosa dan gerak mukosilia,
makrofag alveoli, dan Ig A (Amin, 2011).

Umur mempunyai pengaruh besar terutama pada ISPA saluran pernapasan


bawah anak dan bayi, akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Terutama penyakit- penyakit yang disebabkan oleh
infeksi pertama karena virus, terutama penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
infeksi pertama karena virus, pada mereka ini tampak lebih berat karena belum
diperoleh kekebalan alamiah. Pada orang dewasa, mereka memberikan gambaran
klinik yang ringan sebab telah terjadi kekebalan yang diberikan oleh infeksinya
terdahulunya. Pada ISPA dikenal 3 cara penyebaran infeksi ini:

 Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.


 Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin-
bersin.
 Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari
jasad renik (hand to hand transmisssion).

Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus, melalui bahan
sekresi hidung. Virus ISPA terdapat 10-100 kali lebih banyak dalam mukosa hidung
daripada faring. Dari beberapa klinik, laboratorium, maupun dilapangan, diperoleh
kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakkan modus yang
terbesar bila dibandingkan dengan cara penularan aerogen yang semula banyak
diduga (Amin, 2011).

Anda mungkin juga menyukai