Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Preferensi Konsumen
a. Definisi Preferensi Konsumen
Pengertian preferensi/ selera konsumen adalah langkah pertama
mencari cara praktis untuk menggambarkan alasan orang-orang
memilih satu produk ketimbang produk lain. 10 Ekonom
mengasumsikan bahwa selera sebagai sesuatu yang ada begitu saja dan
relatif stabil, sehingga setiap orang mungkin saja mempunyai seleranya
sendiri, selera individual tidak dalam keadaan berubah yang terus
menerus.11 Pada gilirannya, memahami keputusan belanja konsumen
akan membantu dalam memahami seberapa besar perubahan
pendapatan dan harga mempengaruhi permintaan atas barang dan jasa
serta mengapa permintaan atas sebagian produk lebih sensitif terhadap
harga dan pendapatan ketimbang produk lain.12
Menurut Assael sebagaimana yang dikutip oleh Jono M
Munandar13, preferensi konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan atau
sesuatu hal yang lebih disukai konsumen. Preferensi ini terbentuk dari
persepsi konsumen terhadap produk. Persepsi ini sebagai perhatian
kepada pesan, yang mengarah ke pemahaman dan ingatan. Persepsi
yang sudah mengendap dan melekat dalam pikiran akan menjadi
preferensi.
Sedangkan konsumen itu sendiri dapat diartikan setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik

10
Robert S Pendyck dan Daniel L Rubinfield, Mikroekonomi,…, hlm. 72.
11
William A McEachern, Ekonomi Mikro ,…, hlm.32
12
Robert S Pendyck dan Daniel L Rubinfield, Mikroekonomi, …, hlm. 72.
13
Jono M Munandar dkk, Analisis Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen
Produk Air Minum dalam Kemasan di Bogor, Jurnal Tekhnologi Industri Vol. 13 (3) , hlm. 98.

11
12

bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk


hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.14
Secara sederhana, preferensi konsumen merupakan pilihan
seseorang yang didasari atas persepsinya pada suatu produk. Di mana
preferensi konsumen ini akan menjadi langkah awal terbentuknya
perilaku konsumen atas suatu produk. Pada dasarnya preferensi
konsumen ini timbul secara individual yang relatif stabil dapat
dijadikan keputusan konsumen pada suatu produk.
Perilaku konsumen paling mudah dipahami melalui tiga langkah
berikut15:
1) Preferensi/ Selera Konsumen : Langkah Pertama adalah mencari
cara praktis untuk menggambarkan alasan orang-orang memilih
satu produk ketimbang produk lain. Kita akan melihat bagaimana
preferensi konsumen atas berbagai barang dapat digambarkan
secara grafis dan aljabar.
2) Kendala Anggaran: Tentu saja, konsumen juga mempertimbangkan
harga. Pada langkah 2, kita akan mempertimbangkan fakta bahwa
konsumen memiliki batasan pendapatan yang membatasi kuantitas
barang yang mereka beli. Dalam situasi tersebut, maka dapat
mengkombinasikan preferensi konsumen dan kendala anggaran
pada langkah ketiga.
3) Pilihan Konsumen : Dengan selera dan pendapatan terbatas yang
ada, konsumen memilih untuk membeli kombinasi barang yang
memaksimumkan kepuasan mereka. Kombinasi ini bergantung
pada harga berbagai barang. Oleh karena itu, memahami pilihan
konsumen akan membantu dalam memahami permintaan—yaitu

14
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
15
Robert S Pendyck dan Daniel L Rubinfield, Mikroekonomi, … hlm. 72.
13

berapa kuantitas barang yang konsumen pilih untuk dibeli


bergantung pada harganya.16

Dalam membangun suatu teori perilaku konsumen dalam


kaitannnya dengan perilaku konsumen untuk memaksimumkan
kepuasan digunakan empat prinsip pilihan rasional, yaitu17 :

1) Kelengkapan (Completeness)
Prinsip ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat
menentukan keadaan mana yang lebih disukainya di antara dua
keadaan. Konsumen dapat membandingkan dan menilai semua produk
yang ada. Bila A dan B ialah dua keadaan produk yang berbeda, maka
individu selalu dapat menentukan secara tepat satu di antara
kemungkinan yang ada. Dengan kata lain, untuk setiap dua jenis produk
A dan B, konsumen akan lebih suka A daripada B, lebih suka B
daripada A, suka akan keduanya, atau tidak suka akan keduanya.
Preferensi ini mengabaikan faktor biaya dalam mendapatkannya.
2) Transivitas (Transivity)
Prinsip ini menerangkan mengenai konsistensi seseorang dalam
menentukan dan memutuskan pilihannya bila dihadapkan oleh beberapa
alternatif pilihan produk. di mana jika seorang individu mengatakan
bahwa ―produk A lebih disukai daripada produk B‖, dan ―produk B
lebih disukai daripada produk C‖, maka ia pasti akan mengatakan
bahwa ―Produk A lebih disukai daripada produk C‖. Prinsip ini
sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam diri
individu dalam hal pengambilan keputusan. Hal ini, menunjukkan
bahwa pada setiap alternatif pilihan seorang individu akan selalu

16
Ketiga langkah tersebut merupakan dasar teori konsumsi. Apabila konsumen memilih satu
barang dibandingkan barang yang lain, maka orang tersebut cenderung pada barang pertama.
Begitupun jika seseorang yang memilih satu barang dibandingkan barang lain yang serupa dan
memilih barang yang pertama maka dapat disimpulkan dari keputusan aktual yang dibuat
konsumen dalam merespon perubahan harga berbagai barang dan jasa yang tersedia untuk dibeli.
17
M Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikro Ekonomi : Suatu Perbandingan
Ekonomi Islam & Ekonomi Konvensional, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2010), hlm 110-111.
14

konsisten dalam memutuskan preferensinya atas suatu produk


dibandingkan dengan produk lain.
3) Kesinambungan (Continuity)
Prinsip ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan
―produk A lebih disukai daripada produk B‖, maka setiap keadaan yang
mendekati produk A pasti juga akan lebih disukai daripada produk B.
Jadi ada suatu kekonsistenan seorang konsumen dalam memilih suatu
produk yang akan dikonsumsinya.
4) Lebih Banyak Lebih Baik (The More Is The Best)
Prinsip ini menjelaskan bahwa jumlah kepuasan akan meningkat,
jika individu mengkonsumsi lebih banyak barang atau produk tersebut.
Hal ini bisa dijelaskan dengan kurva kepuasan konsumen—dalam ilmu
ekonomi hali ini dikenal dengan kurva indifference (indifference
curve)—yang semakin meningkat akan memberikan kepuasan yang
lebih baik. Sehingga konsumen cenderung akan selalu menambah
konsumsinya demi kepuasan yang akan didapat. Meskipun dalam
peningkatan kurva indifference ini akan dibatasi oleh penghasilan
(budget constraint).
Adapun asumsi-asumsi lain tentang preferensi menurut Hal R.
Varian dalam buku Ekonomi Mikro Islam,18 yaitu:
1) Kemonotonan yang Kuat (Strong Monotonicity)
Bahwa lebih banyak berarti lebih baik. Biasanya kita tidak
memerlukan asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti dengan yang
lebih lemah yakni Local Nonsatiation.
2) Local Nonsatiation
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat baik,
sekecil apapun, bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja
dalam ―keranjang konsumsinya‖.
3) Konveksitas Ketat (Strict Convexity)

18
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 53
15

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang


rata-rata daripada yang ekstrim, tetapi makna selain itu, asumsi ini
memiliki muatan ekonomis yang kecil. Strict Convexity merupakan
generalisasi dari asumsi neoklasik tentang ―diminishing marginal rates
of substitution‖.
Preferensi konsumen dikenal juga dengan istilah teori tingkah
laku konsumen. Teori tingkah laku konsumen menerangkan tentang
perilaku konsumen di pasaran, yaitu menerangkan sikap konsumen
dalam membeli dan memilih barang yang akan dibelinya. Teori ini
dikembangkan dalam dua bentuk yaitu teori utiliti dan analisis kepuasan
sama (indiferensi)19.
a) Teori Utiliti
Teori utiliti berpangkal dari hasil yang diperoleh konsumen
bila ia membelanjakan uangnya untuk membeli barang dan jasa,
yaitu terpenuhinya kebutuhan karena utiliti atau manfaat barang
yang dikonsumsikan. Menurut teori ini, seorang konsumen yang
bertindak secara rasional akan membagi-bagikan pengeluarannya
atas bermacam ragam barang sedemikian rupa sehingga tambahan
kepuasan yang diperoleh per rupiah yang dibelanjakan itu sebesar
mungkin20. Dalam teori ekonomi, kepuasan atau kenikmatan yang
diperoleh seseorang dari mengkonsumsi barang-barang dinamakan
nilai guna atau utiliti. Dalam membahas nilai guna, maka dapat
dibedakan menjadi nilai guna total dan nilai guna marginal. Nilai
guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang
diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Sedangkan
nilai guna marginal berarti pertambahan atau pengurangan
kepuasan sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan
penggunaan satu unit barang. Keduanya mencoba menjelaskan

19
T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm 91.
20
T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, … hlm 91.
16

hukum permintaan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik


kurva permintaan itu.
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan
sebabnya kurva permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke
kanan bawah—yang menggambarkan bahwa semakin rendah harga
suatu barang, semakin banyak permintaan ke atasnya. Ada dua
faktor yang menyebabkan permintaan ke atas suatu barang berubah
apabila harga barang itu mengalami perubahan yaitu efek
penggantian dan efek pendapatan.
1) Efek penggantian (subtitusi)
Perubahan harga suatu barang mengubah nilai guna marginal
per rupiah dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut.
Kalau harga mengalami kenaikan, nilai guna marginal per rupiah
yang diwujudkan oleh barang tersebut menjadi semakin rendah.
Kalau harga barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan
lagi maka perbandingan di antara nilai guna marginal barang-
barang itu dengan harganya (atau nilai guna marginal per rupiah
dan barang-barang itu) tidak mengalami perubahan.
2) Efek Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan
harga menyebabkan pendapatan itu menjadi semakin sedikit.
Kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-
barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan
harga menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang
yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami kenaikan harga.
Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil
bertambah, dari ini akan mendorong konsumen menambah jumlah
barang yang dibelinya. Akibat dari perubahan harga kepada
pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat
lagi efek penggantian di dalam mewujudkan kurva permintaan
yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
17

Teori nilai guna (utiliti) dapat dilihat melalui pendekatan nilai


guna (utiliti) kardinal dan pendekatan nilai guna (utiliti) ordinal.
1) Pendekatan Nilai Guna (utiliti) cardinal
Pendekatan utiliti kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan
yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara
kuantitatif.21 Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi
akan menambah kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut
dalam jumlah tertentu. Semakin besar jumlah barang yang dapat
dikonsumsi maka semakin tinggi tingkat kepuasannya. Konsumen
yang rasional akan berusaha untuk memaksimalkan kepuasannya
pada tingkat pendapatan yang dimilikinya.
2) Pendekatan Nilai Guna (utiliti) ordinal
Pendekatan utiliti ordinal, manfaat atau kenikmtan yang
diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak
dikuantitatifkan.22 Pendekatan yang digunakan dalam teori ini
adalah indefferent curve (kurva kepuasan sama). Konsumen
rasional artinya konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya
dengan batasan pendapatannya. Konsumen mempunyai pola
preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar
kecilnya daya guna yang artinya konsumen melihat barang dari
segi kegunaannya.
b) Teori kepuasan sama (indiferensi)
Teori Indiferensi merupakan penyempurnaan dari teori utiliti,
tetapi mendekati pokok persoalan yang sama dengan cara yang
sedikit berbeda. Untuk menerangkan tingkah laku konsumen dalam
mengkonsumsikan barang dinamakan analisis kurva kepuasan
sama. Dalam analisis digunakan dua jenis kurva yaitu kurva
kepuasan sama dan garis anggaran pengeluaran. Dengan
menggunakan dua kurva ini akan ditunjukkan bahwa konsumen

21
Sadono sukirno, Mikro Ekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2013), hlm. 153.
22
Sadono sukirno, Mikro Ekonomi, … hlm. 154.
18

akan mencapai kepuasan yang maksimum apabila garis anggaran


pengeluaran disinggung oleh kurva kepuasan sama yang paling
tinggi. Kurva kepuasan sama menggambarkan kombinasi dua
barang yang memberikan suatu tingkat kepuasan tertentu.
Sedangkan garis anggaran pengeluaran menggambarkan kombinasi
dua barang yang dapat dibeli oleh sejumlah uang tertentu. Dengan
demikian, pemaksimuman kepuasan yang digambarkan adalah
tingkat kepuasan maksimum dari mengkonsumsi dua barang
dengan menggunakan sejumlah pendapatan tertentu. Menurut teori
ini seorang konsumen akan membagi-bagi pengeluarannya atas
berbagai macam barang sedemikian rupa sehingga ia mencapai
taraf pemenuhan kebutuhan yang terbaik (maksimal atau optimal)
yang mungkin dicapainya sesuai dengan penghasilan yang tersedia
dan harga-harga yang berlaku. Situasi yang paling cocok
(equilibrium) tercapai kalau penilaian subjektif konsumen terhadap
barang itu sesuai dengan harga objektif yang berlaku. 23 Dalam
menganalisis perilaku konsumen, para ahli ekonomi biasanya
mengandaikan :
1) Bahwa para konsumen sudah mengetahui sendiri apa yang
dibutuhkan dan apa yang mau dibelinya
2) Bahwa konsumen dapat mengatur (membanding-bandingkan
dan mengurutkan)
3) Bahwa para konsumen berusaha mencapai taraf pemenuhan
kebutuhan yang sebaik mungkin (optimal) atau setinggi-
tingginya (maksimal)
4) Bahwa barang yang satu, sampai batas tertentu, dapat
menggantikan barang yang lain (subtitusi)
Dengan kata lain, diandaikan bahwa seorang konsumen
bertindak secara rasional, meskipun kita sadar bahwa dalam
kenyataan para konsumen belum tentu selalu bertindak rasional.

23
T Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, … hlm. 91.
19

Bertindak rasional di sini diartikan bahwa pendapatan yang


terbatas akan mendorong orang untuk ekonomis dan
memilih/memutuskan untuk membeli barang yang satu (bukan
barang yang lain) atau membeli lebih banyak dari barang yang satu
(bukan barang lain) berdasarkan pertimbangkan mana yang paling
sesuai akan dapat memenuhi kebutuhan/keinginannya.

b. Teori preferensi yang diungkapkan (revealed preference)


Teori preferensi yang diungkapkan diperkenalkan oleh Samuelson
untuk menerangkan perilaku konsumen dalam berkonsumsi tanpa harus
mendekatinya melalui daya guna, menurut Samuelson memiliki
kelemahan yaitu daya guna (kepuasan) tidak bisa diukur dan kesulitan
dalam membuat orde dari utilitas konsumsi. Pada dasarnya teori ini
tidak ingin mengesampingkan TNGO (Teori Nilai Guna Ordinal), akan
tetapi hanya berbeda dalam pendekatannya saja, di mana dalam teori ini
preferensi konsumenlah yang dikedepankan baru kemudian menentukan
daya guna/tingkat utilitinya, artinya bila konsumen sudah memiliki
preferensi karena adanya perubahan harga barang. Teori ini
menambahkan dua asumsi dasar dari asumsi yang ada pada TNGO
yaitu konsumen harus konsisten atas pilihannya dan adanya pilihan
yang diungkapkan (dalam literature ekonomi lain, revealed = nyata)24.

c. Keputusan Pembelian Konsumen


Suatu keputusan melibatkan pilihan diantara dua atau lebih
alternatif tindakan. Keputusan selalu mensyaratkan pilihan di antara
beberapa perilaku yang berbeda. Semua aspek pengaruh dan kognisi
dilibatkan dalam pengambilan keputusan konsumen, termasuk
pengetahuan, arti, kepercayaan yang diaktifkan dari ingatan serta proses

24
Iskandar Putong, Economics: Pengantar Mikro dan Makro, (Jakarta : Mitra Wacana
Media, 2013), hlm.157.
20

perhatian dan pemahaman yang terlibat dalam penerjemahan informasi


baru di lingkungan.

Eksposur pada informasi


lingkungan

Proses
Interprestasi

Perhatian
Pemahaman
Ingatan

Pengetahuan, Arti, dan Pengetahuan,


Kepercayaan Arti, dan
Kepercayaan

Proses
Pengintegrasian

Sikap dan Keinginan


Pengambilan Keputusan

Perilaku

Gambar 2.1
Model Pemrosesan Kognitif Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber : Nugroho J Setiadi (2008: 414)
Inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah proses
pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternative dan memilih salah satu
21

diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan


(choice) yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku.25
Dapat diasumsikan bahwa semua perilaku sengaja (voluntary)
dilandaskan pada keinginan yang dihasilkan ketika konsumen secara
sadar memilih salah satu diantara tindakan alternatif yang ada. Ini tidak
berarti bahwa suatu proses pengambilan keputusan sadar harus muncul
setiap saat perilaku tersebut dinyatakan. Beberapa perilaku sadar dapat
berubah menjadi kebiasaan. Perilaku tersebut didasarkan pada
keinginan yang tersimpan di ingatan yang dihasilkan oleh proses
pengambilan keputusan masa lampau. Ketika diaktifkan, keinginan atau
rencana keputusan yang telah terbentuk sebelumnya ini secara otomatis
mempengaruhi perilaku; proses pengambilan keputusan selanjutnya
tidak diperlukan lagi.
Proses pengambilan keputusan yang spesifik terdiri dari urutan
kejadian berikut26 :
Perilaku
Mengenali Pencarian Evaluasi Keputusan
Pasca
Kebutuhan Informasi Alternatif Pembelian
Pembelian
Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Sumber : Nugroho J Setiadi (2008 : 16)
Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai betikut :
1) Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah
kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi
sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini
dapat disebabkan oleh rangsangan internal maupu rangsangan
eksternal.
2) Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk
mencari informasi lebih banyak. Konsumen menerima informasi
25
Nugroho J Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan
Penelitian Pemasaran, (Jakarta : Kencana Prenada, 2008), hlm 415.
26
Nugroho J Setiadi, Perilaku Konsumen.,,, hlm 16-19.
22

terbanyak dari suatu produk dari sumber-sumber komersial yaitu


sumber-sumber yang didominasi oleh pemasar. Pada sisi lain,
informasi yang paling efektif justru berasal dari sumber-sumber
pribadi. Informasi komersial fungsinya untuk memberitahu sedangkan
informasi pribadi fungsinya untuk mengevaluasi. Umumnya jumlah
aktivitas pencarian konsumen akan meningkat bersamaan dengan
konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah yang terbatas ke
pemecahan masalah yang ekstensif.
3) Evaluasi Alternatif
Tahap ini meliputi dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan
menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian
berdasarkan tujuan pembeliannya. Tujuan pembelian bagi masing-
masing konsumen tidak selalu sama, tergantung pada jenis produk dan
kebutuhannya. Ada konsumen yang mempunyai tujuan pembelian
untuk meningkatkan prestasi, ada yang sekedar ingin memenuhi
kebutuhan jangka pendeknya dan sebagainya27. Pada tahap evaluasi,
konsumen akan membentuk preferensinya terhadap produk yang
menjadi pilihannya.
4) Keputusan Membeli
Keputusan untuk membeli disini merupakan proses pembelian yang
nyata. Jadi, setelah tahap-tahap dimuka dilakukan maka konsumen
harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Bila
konsumen memutuskan untuk membeli, konsumen akan menjumpai
serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk,
merek, penjual, kuantitas, waktu pembelian dan cara pembayarannya.
Perusahaan perlu mengetahui beberapa jawaban atas pertanyaan–
pertanyaan yang menyangkut perilaku konsumen dalam keputusan
pembeliannya.

27
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium, diterjemahkan oleh Benyamin
Molan, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2008), 25.
23

5) Perilaku Pasca Pembelian


Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen
akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.
Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah
pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar.

d. Perilaku Konsumsi dalam Islam


Teori perilaku konsumen mempelajari bagaimana manusia memilih
diantara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan
sumber daya yang dimilikinya. Teori perilaku konsumen rasional dalam
paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip dasar
utilitarisme. Tujuan aktivitas konsumsi adalah memaksimalkan
kepuasan (utiliti) dari mengkonsumsi sekumpulan barang/jasa dengan
memanfaatkan seluruh anggaran/pendapatan yang dimiliki. Sedangkan
dalam paradigma perilaku konsumen Islami perlu didasarkan atas
rasionalitas yang disempurnakan yang mengintegrasikan keyakinan
kepada kebenaran. Dalam melaksanakan konsumsi diasumsikan
konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan
maslahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa
setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang
diperolehnya. Kandungan mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah28.
Al-Qur’an dan hadis mengajarkan, dalam kaitan dengan perilaku
konsumen, antara lain29:
1) Islam mengakui keterampilan dan kemampuan setiap individu
berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak adil dan tidak masuk akal
apabila terjadi persamaan mutlak di antara semua anggota
masyarakat dalam hal pendapatan, konsumsi, dan sebagainya.
Justru Islam memandang perbedaan kemampuan dalam masyarakat

28
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta, Ekonomi
Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), hlm. 129.
29
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana
Prenada Group, 2007), hlm. 86.
24

sebagai suatu kerangka sosial untuk membangun suatu mekanisme


internal yang saling menghargai dan penuh kasih sayang.
2) Islam mewajibkan zakat yaitu mengeluarkan sebagian kecil harta
yang telah melewati batas nisab tertentu baik dari segi jumlah
maupun waktu penguasaan harta. Selain untuk mengendalikan
konsumsinya, Islam juga menganjurkan pengeluaran untuk
kepentian orang lain, seperti zakat.
Analisis konvensional terhadap perilaku konsumen harga
dimodifikasi dalam kaitannya sebagai seorang konsumen muslim. Ada
lima alasan atas modifikasi ini30.
1) Fungsi objektif konsumen muslim berbeda dari konsumen yang
lain. Konsumen muslim tidak mencapai kepuasan hanya dari
mengonsumsi output dan memegang barang modal. Perilaku
ekonominya berputar pada pencapaian atas ridha Allah. Untuk
seorang muslim sejati harus percaya kepada al-Qur’an, sehingga
kepuasan konsumen muslim tidak hanya fungsi satu-satunya atas
barang konsumsi dan komoditas, tetapi juga fungsi kepuasan,
sehingga didapat untuk konsumen muslim:
U = f (X1,…,Xn; Y1,…Ym; G) (2.1)
Dimana :
U = kepuasan rumah tangga dalam mengonsumsi output dan
memiliki persediaan modal pada barang-barang konsumsi
tahan lama.
Xn = jumlah yang dikonsumsi pada periode n.
Ym = persediaan barang modal fisik atas konsumsi barang tahan
lama yang dimiliki oleh rumah tangga.
G = pengeluaran untuk amal atau untuk dijalan Allah.
2) Vektor komoditas dari konsumen muslim adalah berbeda daripada
konsumen nonmuslim meskipun semua elemen dari barang dan
30
Metwally, Essay on Economics. (Calcutta: Academic Publisher, 1995) sebagaimana
dikutip oleh M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), hlm 95.
25

jasa yang tersedia. Karena Islam melarang seorang muslim


mengonsumsi beberapa komoditas. Seorang muslim dilarang
mengonsumsi alkohol, daging babi, dan lain-lain. Jadi jika
konsumen nonmuslim bisa mengalokasikan anggarannya pada
barang X1, X2,…,Xn; seorang muslim hanya bisa mengalokasikan
anggarannya pada X1, X2,…Xk. Di mana k < n. (n-k)
menggambarkan atas barang dan jasa yang dilarang sehingga harus
diperkenalkan modifikasi yang lain dari fungsi kepuasan
konvensional yang sesuai dengan syariah Islam.
U = f (X1,…,Xk; Y1,…,Ym; G) ( 2.2 )
3) Karena seorang muslim dilarang untuk membayar atau menerima
bunga dari pinjaman dalam bentuk apa pun. Premi rutin yang
dibayar oleh konsumen muslim atas memegang barang tahan lama
tidak mancakup elemen suku bunga. Suku bunga dalam ekonomi
Islam digantikan oleh biaya dalam kaitannya dengan profit sharing.
Bagaimana tidak seperti bunga, biaya ini tidak ditentukan
sebelumnya pada tingkat yang tetap atas sebuah resiko. Jadi
keterbatasan anggaran dari konsumen muslim yaitu:
( 2.3 )

4) Bagi seorang konsumen muslim, anggaran yang dapat digunakan


untuk optimisasi konsumsi adalah pendapatan bersih setelah
pembayaran zakat. Jika diasumsikan tingkat zakat setara dengan α,
dan batasan anggaran konsumen muslim menjadi:
( 2.4 )

5) Konsumen muslim harus menahan diri dari konsumsi yang


berlebihan, yang berarti konsumen muslim tidak harus
menghabiskan seluruh pendapatan bersihnya untuk konsumsi
barang dan jasa. Sebagaimana hadist pada kitab Ibnu Majah - 3595:

ٍْ ‫ع‬َ ‫َارٌَٔ أ َ َْ َبأَََا َْ ًَّاو‬ َ ً‫َحذَّثََُا أَبُٕ َب ْك ِر ب ٍُْ أ َ ِب‬


ُ ْ ٍُْ ‫ش ٍْ َبتَ َحذَّثََُا ٌَ ِزٌذُ ب‬
َّ ‫سٕ ُل‬
ِ‫اّلل‬ ُ ‫ع ٍْ أ َ ِبٍ ِّ َع ٍْ َج ِذّ ِِ قَا َل قَا َل َر‬ َ ‫شعٍَْب‬ ُ ٍِْ ‫ع ًْ ِرٔ ب‬ َ ٍْ ‫ع‬ َ َ ‫قَتَادَة‬
26

ْ ‫سٕا َيا نَ ْى ٌُخَا ِن‬


ُ ّ‫ط‬ ُ ‫صذَّقُٕا َٔ ْان َب‬
َ َ ‫سهَّ َى ُكهُٕا َٔا ْش َربُٕا َٔت‬
َ َٔ ِّ ٍْ َ‫عه‬ َّ ‫صهَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َ
‫إِس َْراف أ َ ْٔ َي ِخٍهَت‬
(IBNUMAJAH - 3595) : Telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami
Yazid bin Harun telah memberitakan kepada kami Hammam
dari Qatadah dari 'Amru bin Syu'aib dari Ayahnya dari
Kakeknya dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Makan dan minumlah, bersedekah dan
berpakaianlah kalian dengan tidak berlebih-lebihan atau
kesombongan."
Ini berarti permintaan harus dihentikan setelah kebutuhan
dunia terpenuhi, karena ada kebutuhan akhirat yang harus
dibayarkan yaitu zakat. Dalam ilmu ekonomi konvensional,
konsumsi agregat terdiri dari konsumsi barang kebutuhan dasar
(Cn) serta konsumsi barang mewah (C1) dan yang dapat
mempengaruhi konsumsi adalah tingkat harga dan pendapatan.
Dalam Islam tingkat harga saja tidak cukup untuk mengurangi
konsumsi barang mewah, tetapi dibutuhkan faktor moral dan sosial,
diantaranya kewajiban membayar zakat.31
Ajaran Islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat
manusia agar membelanjakan harta sesuai kemampuannya.
Pengeluaran tidak seharusnya melebihi pendapatan dan juga tidak
menekan pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah pada
kebakhilan. Manusia seharusnya bersikap moderat dalam
pengeluaran sehingga tidak mengurangi sirkulasi kekayaan dan
juga tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat
pemborosan.32

31
Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, (Malang : UIN Maliki Press, 2012), …, hlm. 52.
32
Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, …., hlm. 52.
27

Dalam melakukan konsumsi, Islam juga telah mengatur etikanya.


Etika Islam dalam hal konsumsi sebagai berikut33 :
a) Tauhid (Unity/Kesatuan)
Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam
rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga senantiasa berada
dalam hukum Allah (Syariah). Karena itu, orang mukmin berusaha
mencari kenikmatan dengan menaati perintah-Nya dan memuaskan
dirinya sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang dicipta
(Allah) untuk umat manusia. Adapun dalam pandangan kapitalis,
konsumsi merupakan fungsi dari keinginan, nafsu, harga barang, dan
pendapatan, tanpa memedulikan dimensi spiritual, kepentingan
orang lain, dan tanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga
pada ekonomi konvensional manusia diartikan sebagai individu yang
memiliki sifat homo economicus. Firman Allah SWT dalam QS.
Adz-Dzaariyat ayat 56 :

      


“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka mengabdi kepada-Ku”.34

b) Adil (Equilibrium/Keadilan)
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai
karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah SWT. Pemanfaatan
atas karunia Allah tersebutt harus dilakukan secara adil sesuai
dengan syariah, sehingga di samping mendapatkan keuntungan
materiil, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual al-Qur’an
secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang
bersifat materiil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan
yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh
karenanya, dalam Islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang

33
M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi, …, hlm 86-92.
34
Departemen Agama, al-Qur‟an dan terjemahan,…,hlm. 523.
28

bersifat duniawi semata, namun juga untuk kepentingan di jalan


Allah (fisabilillah). Firman-Nya dalam QS. Al-Israa ayat 16 :

         

    

dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri,


Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan
kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-
hancurnya.35
c) Free Will (Kehendak Bebas)
Alam semesta merupakan milik Allah, yang memiliki
kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan kesempurnaan atas
makhluk-makhluk-Nya. Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil
keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan
kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah. Atas segala
karunia yang diberikan oleh Allah, manusia dapat berkehendak
bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas
dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat yang
didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah. Sehingga
kebebasan dalam melakukan aktivitas haruslah tetap memiliki
batasan agar jangan sampai menzalimi pihak lain. Hal inilah yang
tidak terdapat dalam ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi
kebebasan yang dapat mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
d) Amanah (Responsibility/Pertanggungjawaban)
Manusia merupakan khalifah atau pengemban amanat Allah.
Manusia diberi kekuasan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ini
dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya

35
Departemen Agama, al-Qur‟an dan terjemahan, …hlm. 283.
29

atas ciptaan Allah. Dalam hal melakukan konsumsi, manusia dapat


berkehendak bebas tetapi akan mempertanggungjawabkan atas
kebebasan tersebut baik terhadap keseimbangan alam, masyarakat,
diri sendiri maupun di akhirat kelak. Pertanggungjawaban sebagai
seorang muslim bukan hanya kepada Allah SWT namun juga kepada
lingkungan. Jika ekonomi konvensional, baru mengenal istilah
corporate social responbility, maka ekonomi Islam telah
mengenalnya sejak lama.
e) Halal
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang yang dapat
dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai
kebaikan, kesucian, keindahan, serta akan menimbulkan
kemaslahatan untuk umat baik secara materiil maupun spiritual.
Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis), tidak
bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggao
sebagai barang-barang konsumsi dalam Islam serta dapat
menimbulkan kemudaratan apabila dikonsumsi akan dilarang.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 173 :

            

              
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah36. tetapi Barangsiapa
dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.37

36
Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama
Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
37
Departemen Agama, al-Qur‟an dan terjemahan,…, hlm. 26
30

f) Sederhana
Islam melarang perbuatan yang melampaui batas (israf),
termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan (bermewah-mewah),
yaitu membuang-buang harta dan menghambur-hamburkannya tanpa
faedah serta manfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata. Allah
akan sangat mengecam setiap perbuatan yang melampaui batas.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-A’raaf ayat 31:

          

      


Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
Setiap (memasuki) mesjid38, Makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan39. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan40.

Sasaran konsumsi bagi konsumen muslim41, yaitu :


1. Konsumsi untuk diri sendiri dan keluarga
Tidak dibenarkan konsumsi yang dilakukan oleh seseorang
berakibat pada penyengsaraan diri sendiri dan keluarga karena
kekikirannya. Allah SWT melarang pula perbuatan kikir
sebagaimana Allah SWT telah melarang perbuatan pemborosan dan
berlebih-lebihan. Sebagaimana hadist dalam kitab Bukhari – 53 :
ُ‫س ًِ ْعت‬ َ ‫عذِي ب ٍُْ ثَابِت قَا َل‬ َ ًَِ‫ش ْعبَتُ قَا َل أ َ ْخبَ َر‬ُ ‫َحذَّثََُا َح َّجا ُج ب ٍُْ ِي ُْ َٓال قَا َل َحذَّثََُا‬
َ‫سهَّ َى قَا َل إِرَا أ َ َْفَق‬
َ َٔ ِّ ٍْ َ‫عه‬ َّ ‫صهَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َ ًِ ّ ِ‫ع ٍْ انَُّب‬َ ‫ع ٍْ أَبًِ َي ْسعُٕد‬ َ َ‫اّللِ بٍَْ ٌَ ِزٌذ‬ َّ َ‫ع ْبذ‬َ
َ َُّ‫عهَى أ َ ْْ ِه ِّ ٌَحْ ت َ ِسبُ َٓا فَ ُٓ َٕ ن‬
‫صذَقَت‬ َ ‫انر ُج ُم‬
َّ
(BUKHARI – 53) : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin
Minhal berkata, telah menceritakan kepada kami Syu‟bah
berkata, telah mengabarkan kepadaku „Adi bin Tsabit berkata:
Aku pernah mendengar Abdullah bin Yazid dari Abu Mas‟ud

38
Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau
ibadat-ibadat yang lain.
39
Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
40
Departemen Agama, al-Qur‟an dan terjemahan, …hlm. 154.
41
M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi,… hlm 92-93.
31

dari Nabi shallallahu „alaihi wasallam, beliau bersabda:


“Apabila seseorang ember nafkah untuk keluarganya dengan
niat mengharap pahala maka baginya Sedekah”.
Islam mengajarkan bahwa semua pengeluaran yang dilakukan
seseorang untuk kedua orang tuanya, anak-anaknya bahkan untuk
dirinya sendiri dianggap sebagai amalan yang baik dan terpuji serta
sebagai suatu ibadah.42
2. Tabungan
Manusia harus menyiapkan masa depannya, karena masa depan
merupakan masa yang tidak diketahui keadaannya. Dalam ekonomi
penyiapan masa depan dapat dilakukan dengan melalui tabungan.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Yusuf ayat 47-48 :

           

            

      


Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun
(lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai
hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu
makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang
Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan.43

3. Konsumsi sebagai tanggung jawab sosial


Menurut ajaran Islam, konsumsi yang ditujukan sebagai
tanggung jawab sosial ialah kewajiban mengeluarkan zakat. Hal ini
dilakukan untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan ekonomi.
Islam sangat melarang pemupukan harta, yang akan berakibat
terhentinya arus peredaran harta, merintangi efesiensi usaha, dan
pertukaran komoditas produksi dalam perekonomian.

42
Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, …., hlm. 59.
43
Departemen Agama, al-Qur‟an.
32

2. Pasar
a. Definisi Pasar dan Bentuk-bentuk Pasar
Secara teoritis dalam ekonomi, pasar menggambarkan semua
pembeli dan penjual yang terlibat dalam transaksi aktual atau potensial
terhadap barang atau jasa yang ditawarkan44. Adapun pengertian lain
dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia mendefinisikan pasar adalah
lembaga ekonomi tempat terjadinya pertukaran barang dan jasa antara
penjual dan pembeli.45
Menurut Robert S Pendyck, pasar merupakan sekumpulan
pembeli dan penjual yang melalui interaksi aktual dan potensial mereka,
menentukan harga suatu produk atau serangkaian produk.46
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres RI)
mendefiniskan pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan,
pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun
sebutan lainnya47.
W. J Stanton mendefinisikan pasar adalah orang-orang yang
mempunyai keinginan untuk puas, untuk berbelanja, dan kemauan
untuk membelanjakannya. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat
diketahui 3 unsur penting dalam pasar yaitu (1) orang dengan segala
keinginannya, (2) daya beli mereka, dan (3) kemauan untuk
membelanjakan uangnya48.
M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia mendefinisikan pasar
adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang
maupun jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal

44
Danang Sunyoto, Perilaku Konsumen dan Pemasaran, (Yogyakarta: CAPS, 2015), hlm.
205.
45
Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 12 P-Pep, ( Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004),
hlm. 220.
46
Robert S Pendyck dan Daniel L Rubinfield, Mikroekonomi, … hlm. 8-9.
47
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
48
Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern, (Yogyakarta : Liberty, 1997),
hlm.191.
33

manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting


dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan
Khulafaur rasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar
dalam pembentukan masyarakat Islam pada masa itu49.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pasar adalah media pertukaran
antara permintaan dan penawaran baik berupa barang maupun jasa yang
dilakukan oleh dua orang (penjual dan pembeli) atau lebih.
Harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar.
Bekerjanya mekanisme harga melalui permintaan dan penawaran di
pasar paling jelas kelihatan di pasar bebas, terutama dalam keadaan
persaingan murni di mana banyak penjual dan banya pembeli untuk
barang tertentu. Tetapi kenyataannya tidak selalu ada persaingan
sempurna. Keadaan pasar dapat berbeda dalam minimal tiga hal50 :
1) Jumlah penjual/produsen suatu barang tertentu mungkin banyak
sekali, mungkin agak banyak, hanya beberapa, atau hanya satu saja.
Pola penyebarannya menurut besar kecilnya perusahaan dan banyak
sedikitnya pembeli serta pola penyebarannya ikut berpengaruh pula.
2) Sifat barang yang diperdagangkan: apakah sama atau berbeda,
sejenis, atau hampir sama.
3) Sukar mudahnya memasuki suatu bidang usaha tertentu: ada
bidang-bidang usaha yang terbuka untuk setiap orang yang ingin
memasukinya. Tetapi ada juga bidang-bidang usaha yang sulit sekali
dimasuki produsen baru berhubung dengan syarat-syarat teknis dan
permodalan yang diperlukan, peraturan-peraturan pemerintah yang
membatasi bidang usaha tertentu, atau perjanjian/perkongsian antara
para produsen.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut di atas, maka dibedakan bentuk-
bentuk pasar sebagai berikut :

49
M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi, … hlm 264.
50
T Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, … hlm. 170.
34

1) Pasar persaingan murni : keadaan pasar di mana banyak


produsen/penjual dan banyak pembeli untuk barang/jasa yang
bersifat homogen.
2) Monopoli : keadaan pasar di mana hanya ada satu produsen/penjual
untuk barang/jasa yang tidak ada penggantinya yan baik
(mono=tunggal). Bila ada satu pembeli dinamakan monopsoni.
3) Persaingan tidak sempurna : bentuk pasar di tengah-tengah antara
persaingan murni dan monopoli :
a. Duopoli : hanya ada dua perusahaan yang bersama-sama
menyelenggarakan seluruh produksi atau bersama-sama mengusai
seluruh pasaran barang/jasa tertentu.
b. Oligopoli : hanya ada beberapa produsen/penjual untuk barang
yang sama atau hampir sama.
c. Persaingan monopolistik : agak banyak produsen/ penjual,
sedangkan barang sejenis tetapi didifferensiasiakan.
Tabel 2.1
Bentuk – Bentuk Pasar
Pengaruh
Bentuk Jumlah Sifat Barang/
Akses terhadap
Pasar Penjual Jasa
Harga

Monopoli Satu Tak ada barang Tertutup Banyak


pengganti

Duopoli Dua Mungkin ada Sukar Banyak


barang sekali
pengganti

Oligopoli Beberapa Barang sama / sukar Sedikit


sejenis

Persaingan agak Barang Dapat, Sedikit


monopolistic banyak didiferensia- meskipun
siakan tak mudah

Persaingan Banyak Sama/homo- Mudah Tak ada


murni gen
35

b. Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan sebuah perwujudan eksistensi kegiatan
ekonomi yang telah melembaga lama. Sejak awal kehadiaran pasar
tradisional merupakan sarana tempat penjualan barang yang dilaksanakan
oleh pedagang kecil dan menengah melalui tawar menawar. Interaksi
sosial dan ekonomi yang terjadi turut mendorong perkembangan pasar.
Pasar tradisional sudah dikenal sejak puluhan abad lalu, diperkirakan
sudah muncul sejak jaman kerajaan Kutai Kartanegara pada abad ke -5
Masehi. Dimulai dari barter barang kebutuhan sehari-hari dengan para
pelaut dari negeri tirai bambu, masyarakat mulai menggelar dagangannya
dan terjadilah transaksi jual beli tanpa mata uang hingga digunakan mata
uang yang berasal dari negeri Cina. Bahkan dibeberapa relief candi
nusantara diperlihatkan cerita tentang masyarakat jaman kerajaan ketika
bertransaksi jual beli walau tidak secara detail. Pasar dijamannya dijadikan
sebagai ajang pertemuan dari segenap penjuru desa dan bahkan digunakan
sebagai alat politik untuk menukar informasi penting dijamannya. Bahkan
pada saat masuknya peradaban Islam di tanah air abad 12 Masehi, pasar
digunakan sebagai alat untuk berdakwah. Para wali mengajarkan tata cara
berdagang yang benar menurut ajaran Islam. Kawasan pasar juga
merupakan kawasan pembauran karena berbagai macam etnis hadir disana
selain masyarakat lokal. Etnis Tionghoa, Arab, Gujarat, India merupakan
para pedagang besar waktu itu. Pasar sebagian besar dibangun dipinggir
pelabuhan dan sungai untuk memudahkan aktivitas bongkar muat barang
dan memudahkan transaksi pembelian. Dijaman penjajahan Belanda, pasar
tradisional mulai diberikan tempat yang layak dengan didirikan bangunan
yang cukup besar dijamannya. Pasar Beringharjo di Yogya, Pasar Johar di
Semarang dan Pasar Gede di kota Solo adalah salah satu contoh pasar
tradisional terbaik dijamannya. Dan bahkan ada semacam ritual sendiri
dimasyarakat Jawa yaitu pendirian bangunan pasar dilokasi tertentu harus
mendapatkan semacam pulung (wahyu) agar para pedagang bisa laku
berjualan ditempat tersebut. Pasar tersebut didirikan sebagai sentra
36

penjualan bahan pangan dan sandang di kota besar dan agar para penjajah
lebih mudah untuk mengawasi geliat pasar tradisional tersebut.51

Di era 70an hingga 80an, pasar tradisional masih memegang peranan


yang dominan dalam formasi pasar nasional yang menyediakan barang-
barang kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat. Upaya pengembangan
pasar terus dilakukan oleh pihak pemerintah dengan mengeluarkan
kebijakan yang mendukung pengembangan pasar. Hal ini terbukti pada
tahun 1976, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan menyediakan
sarana usaha perdagangan berupa tempat usaha yang dituangkan untuk
pertama kalinya dalam Instruksi Presiden RI No. 7 Tahun 1976 tentang
Bantuan Pembangunan dan Pemugaran Pasar, yang dikenal sebagai
Program Inpres Pasar. Program Inpres Pasar tersebut diharapkan dapat
mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya atau dengan
kata lain distribusi pendapatan dari kegiatan usaha perdagangan tersebut
dapat lebih merata secara proporsional terutama dalam pemerataan
kesempatan usaha.52
Selain itu, pemerintah juga menyediakan dana untuk membangun
Pusat Pertokoan melalui Inpres Nomor 8 Tahun 1979 tentang Program
Bantuan Kredit Kontruksi Pembangunan dan Pemugaran Pusat
Pertokoan/Perbelanjaan/Perdagangan dan/atau Pertokoan. Tujuan Inpres
Pertokoan tersebut adalah untuk membantu Pemerintah Daerah Tingkat II
dan Pemerintah DKI Jakarta menyediakan dana bagi pembangunan dan
pemugaran Pusat Pertokoan yang diperuntukkan 60 persen bagi
perdagangan golongan ekonomi lemah dan dikompensasi pula dengan
Kredit Investasi Kecil (KIK) sedangkan 40 persen untuk golongan
ekonomi kuat yang akan dibayar tunai.
Adanya kebijakan pemerintah untuk mendirikan atau memugar pasar
dan pertokoan melaui Inpres ini ternyata memberikan dampak yang positif
51
Sejarah Pasar Tradisional dan Pasar Modern. http://www.mayestik.tumblr.com, diakses
pada hari Rabu, 10 Februari 2016, pkl 20.00 Wib.
52
Devi Nurmalasari, Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan
Preferensi Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional, (Bogor : IPB, 2007).
37

bagi berkembangnya jumlah pasar tradisional dan pasar swalayan di


berbagai ibukota provinsi dan ibukota kabupaten. Seiring berjalannya
waktu, ternyata Program Inpres ini sudah kurang kondusif bagi pendorong
perkembangan pasar khususnya pasar tradisional.
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan tempat usaha
berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki /dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala
kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar.53
Menurut Widiatmono (2006) pasar tradisional merupakan tempat
bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi
penjual dan pembeli secara langsung. Dalam pasar tradisional terjadi
proses tawar menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai,
los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjualan maupun pengelola
pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan
makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain pakaian,
barang elektronik, jasa dan lain-lain54.
Sedangkan menurut Swastha (2000) harga di pasar tradisional ini
mempunyai sifat yang tidak pasti, oleh karena itu bisa dilakukan tawar
menawar. Bila dilihat dari tingkat kenyamanan, pasar tradisional selama
ini cenderung kumuh dengan lokasi yang tidak tertata rapi. Pembeli di
pasar tradisional, biasanya kaum ibu yang mempunyai perilaku senang
bertransaksi dengan komunikasi atau berdialog dalam hal penetapan harga,
mencari kualitas barang, memesan barang yang diinginkan, dan
perkembangan harga-harga lainnya55.

53
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
54
Rubyah Hutomo dan Renny Aprilliyani, Analisis Faktor Perilaku Konsumen Pasar
Tradisional, (Gemawisata Vol. 10 No.1, 2012), hlm. 39.
55
Rubyah Hutomo dan Renny Aprilliyani, Analisis Faktor Perilaku Konsumen Pasar
Tradisional,…, hlm. 39.
38

Barang yang dijual di pasar tradisional umumnya barang-barang


lokal dan ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, barang yang dijual pasar
tradisional dapat terjadi tanpa melalui penyortiran yang ketat. Dari segi
kuantitas, jumlah barang yang disediakan tidak terlalu banyak sehingga
apabila ada barang yang dicari tidak ditemukan di satu kios tertentu, maka
dapat dicari ke kios lain. Rantai distribusi pada pasar tradisional terdiri
dari produsen, distributor, sub distributor, pengecer, dan konsumen.
Kendala yang dihadapi pada pasar tradisional antara lain sistem
pembayaran ke distributor atau sub distributor dilakukan dengan tunai,
penjual tidak dapat melakukan promosi atau memberikan diskon
komoditas. Mereka hanya bisa menurunkan harga barang yang kurang
diminati konsumen. Selain itu, dapat mengalami kesulitan dalam
memenuhi kontinyuitas barang, lemah dan penguasaan tekhnologi dan
manajemen sehingga melemahkan daya saing56.
Adapun peraturan mengenai pendirian pasar tradisional wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut57 :
a) Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan
pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern serta usaha kecil,
termasuk koperasi, yang ada di wilayah yang bersangkutan.
b) Menyediakan area parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu)
buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 (seratus meter per
segi) luas lantai penjualan pasar tradisional, dan
c) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih,
sehat, (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.

c. Pasar Modern
Toko Modern atau pasar modern adalah toko dengan sistem pelayanan
yang mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk

56
Rubyah Hutomo dan Renny Aprilliyani, Analisis Faktor Perilaku Konsumen Pasar
Tradisional,… , hlm. 39-40.
57
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
39

Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermarket ataupun grosir


yang berbentuk perkulakan58.
Booming pasar modern terjadi pada tahun 90an, kehadiran pasar ini
memberikan alternatif masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Pada
awalnya target dari pasar ini adalah hanya kalangan menengah ke atas. Pasar
modern kemudian terus berkembang di Indonesia dengan melihat potensi
pasar yang masih sangat besar dalam bisnis ritel ini. Namun, pada tahun
1997, saat krisis ekonomi terjadi pasar modern sempat mengalami sedikit
guncangan. Tindakan penjarahan dan pembakaran pusat perbelanjaan saat
itu membuat bisnis ini mengalami ketidakstabilan. Pada tahun yang sama,
pasar tradisional terbukti masih tetap bertahan dengan kondisi ekonomi
yang tidak stabil. Hingga beberapa tahun setelah krisis terjadi, pasar modern
mulai bangkit kembali dengan konsep-konsep baru seperti hypermarket,
minimarket, dan lain-lain. Target pasarnya pun tak terbatas hanya pada
kalangan menengah ke atas saja namun sudah berkembang ke kalangan
menengah ke bawah. Liberalisasi perdagangan juga turut mendorong
perkembangan pasar modern di Indonesia. Pemerintah melalui Keppres No.
118 Tahun 2000 telah membuka sebagian sektor perdagangan untuk
Penanaman Modal Asing (PMA) seperti perdagangan eceran berskala besar.
Sumber daya manusia yang baik dan manajemen yang professional
mengakibatkan pasar modern asing dapat cepat tumbuh dan berkembang.59
Berdasarkan fasilitas yang dimiliki serta luas areal yang dipakai untuk
aktivitas perdagangan eceran, pasar modern dapat dibedakan menjadi60 :
a) Hypermarket
Hypermarket adalah toko modern yang memiliki luas areal di atas 5000 m2
per outletnya dengan variasi jenis barang yang lebih banyak dan pilihan merek

58
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
59
Devi Nurmalasari, Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan
Preferensi Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional, (Bogor : IPB, 2007).
60
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
40

yang lebih luas61. Hypermarket dapat menempati pusat-pusat


perdagangan/pusat pasar/pusat pertokoan atau gedung yang dibangun sendiri
di lokasi khusus. Konsep yang ditawarkan adalah konsep one stop shopping
atau pusat pertokoan yang lengkap menyediakan berbagai macam kebutuhan
sandang. Kepemilikan hypermarket umumnya adalah join venture antara
swasta lokal dengan swasta asing seperti Giant dan Carrefour.
b) Supermarket
Supermarket adalah toko modern yang memiliki rata-rata luas antara 400-
5.000 m2 yang biasanya berada di mall, pusat perbelanjaan, atau gedung milik
sendiri62. Komoditi utama yang biasa dijual umumnya barang-barang/bahan
pangan dan peralatan dapur. Model kepemilikan dari supermarket umumnya
adalah swasta baik lokal maupun asing. Milik swasta lokal biasanya berasal
dari kepemilikan kelompok atau group perusahaan yang mendirikan cabang
perusahaan di berbagai daerah.
c) Departmen store
Departmen store merupakan toko modern dengan luas area di atas 400 m2,
biasanya barang yang dijual umumnya adalah barang-barang sandang yang
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tingkat usia konsumen63.
Kepemilikan dari department store biasanya milik swasta asing dan lokal.
d) Minimarket
Minimarket adalah pasar swalayan yang berukuran kecilm umumnya
kurang dari 400 m2 per outlet64. Minimarket dapat menempati pertokoan,
perkantoran, mall atau gedung sendiri. Minimarket menerapkan sistem
waralaba bagi masyarakat yang ingin membuka gerai minimarket tersebut
pada lokasi pilihan. Berdasarkan jenis pasar modern yang ada, minimarket

61
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
62
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
63
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
64
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
41

memiliki pertumbuhan jumlanya cukup pesat karena didukung oleh sistem


ekspansi yang mudah dan lahan yang tidak terlalu luas.
Dilihat dari tata letak, pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
wajib65:
a) Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar
Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang
bersangkutan;
b) Memperhatikan jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang
telah ada sebelumnya;
c) Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu)
unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter per segi)
luas lantai penjualan Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern; dan
d) Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang
nyaman.

d. Pasar dalam Perspektif Islam


Berdagang adalah aktivitas yang paling umum dilakukan di pasar.
Untuk itu teks-teks al-Qur’an selain memberikan stimulasi imperatif untuk
berdagang, di lain pihak juga mencerahkan aktivitas tersebut dengan
sejumlah rambu atau aturan main yang bisa diterapkan di pasar dalam upaya
menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu mapun kelompok66.
Allah SWT tidak hanya menjamin akses yang memudahkan kaum
Quraisy untuk dapat berperan di pasar, bahkan al-Qur’an pun menjabarkan
koreksi kepada bangsa Arab yang selama itu salah kaprah dengan meyakini
bahwa orang akan kehilangan kemuliaaan dan kekharismaannya bila
melakukan kegiatan ekonomi di pasar. Ketika itu bangsa Arab meyakini,
tidak sepantasnya seorang nabi mempunyai aktivitas di pasar, padahal Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-Furqon : 20 :
65
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
66
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, …, hlm. 159.
42

        

         

   


dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, melainkan
mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. dan
Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain.
maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat.67

Selain itu, kembali al-Qur’an mengoreksi kesalahan persepsi bangsa


Arab akan larangan melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan pada
masa-masa musim haji, padahal firman-Nya dalam Q.S al-Baqarah : 198
menyatakan bahwa :

           

         

      


tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari
'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam68. dan
berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-
Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
Termasuk orang-orang yang sesat.69
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip
persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti
kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus
oleh frame aturan syariah. Untuk itu pembahasan mengenai struktur pasar
dalam konsep Islam akan dimulai dengan pemahaman akan persaingan

67
Departemen Agama, al-Qur‟an.
68
Ialah bukit Quzah di Muzdalifah.
69
Departemen Agama, al-Qur‟an.
43

bebas berikut komponen-komponen yang mengikat pengertiannya


70
tersebut .
Konsep Islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam
kehidupan ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara
efektif. Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun,
tak terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga atau private sektor
dengan kegiatan monopolistik ataupun lainnya. Karena pada dasarnya pasar
tidak membutuhkan kekuasaan yang besar untuk menentukan apa yang
harus dikonsumsi dan diproduksi71.
Al-Ghazali menyebutkan istilah pola normal itu dengan sebutan
―keteraturan alami‖, hal demikian diilustrasikan juga pada evolusi pasar.
Selanjutnya, Adam Smith menyatakan serahkan saja pada invisible hand
dan ―dunia akan teratur dengan sendirinya‖. Dasar dari keputusan para
pelaku ekonomi adalah volantary, sehingga otoritas dan komando tidak lagi
terlalu diperlukan. Biaya untuk mempertahankan otoritas pun
diminimalkan72.

B. Penelitian Terdahulu
Setelah melakukan penelusuran baik di koleksi skripsi yang berada di
jurusan Muamalah dan Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, penulis tidak
menemukan penelitian yang berjudul ―Analisis Preferensi Konsumen untuk
Berbelanja di Pasar Tradisional dan Pasar Modern‖, sebagaimana yang penulis
angkat sebagai judul penelitian.
Namun, penulis mencoba menelusuri di media on line. Penulis menemukan
berapa penelitian seperti skripsi dari Yeni Masni (2014) meneliti tentang
―Analisis Preferensi Konsumen dalam Berbelanja di Pasar Tradisional dan Pasar
Modern di Kota Makassar‖. Hasil dari penelitian ini menggunakan model analisis
regresi linier berganda menunjukkan bahwa selama periode penelitian variable
umur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi konsumen berbelanja

70
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, …, hlm. 159.
71
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, …, hlm. 160.
72
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, …, hlm. 160.
44

ke pasar modern maupun pasar tradisional di kota Makassar, sedangkan variable


pendapatan rumah tangga berpengaruh negative signifikan dan variable
pendidikan, rata-rata jumlah pengeluaran belanja ke pasar dan variable jenis pasar
berpengaruh positif signifikan.
Sadino dan Joesron Alie Syahbana (2014) meneliti tentang ―Pasar
Tradisional Versus Pasar Modern di Daerah Perkotaan (studi kasus: Kecamatan
Gondokusuman Kota Yogyakarta)‖. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana persaingan yang terjadi antara pasar tradisional versus pasar modern di
daerah perkotaan meliputi aspek karakteristik, jangkauan pelayanan, preferensi
serta persepsi konsumen terhadap kedua jenis pasar. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah non probabilitiy jenis purposive sampling untuk populasi jenis pasar dan
teknik accidental sampling untuk populasi konsumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari aspek karakteristik kondisi fisik, pasar tradisional masih
kalah dibanding pasar modern. Dari aspek jangkauan pelayanan, pasar modern
memiliki area pelayanan yang lebih luas. Preferensi belanja konsumen ke pasar
tradisional masih lebih tinggi dari pada ke pasar modern. Analisis tabulasi silang
menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara variabel rentang usia dan
pendidikan dengan pemilihan jenis retail (tradisional atau modern). Analisis
persepsi konsumen menunjukkan keunggulan pasar modern dibanding pasar
tradisional pada atribut keragaman, kualitas barang, kenyamanan, promosi serta
lokasi.
Abdillah Burhanudin (2011) meneliti tentang ―Analisis Perilaku
Konsumen pada Pembelian Daging Ayam Ras (Broiler Chicken) di Pasar
Tradisional dan Pasar Modern Kota Jember‖. Hasil analisis menunjukkan bahwa
(1) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen pada pembelian daging
ayam di Jember adalah faktor produk dan sumber informasi, faktor pribadi, dan
faktor psikologi. (2) segmen potensial konsumen di pasar tradisional diketahui
konsumen dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi menjadi konsumen yang
dominan dalam aspek tingkat pendidikan, konsumen sebagai ibu rumah tangga
menjadi konsumen yang dominan dalam aspek jenis pekerjaan, konsumen pada
45

usia dewasa (30-49 thn) menjadi konsumen yang dominan dalam aspek usia dan
konsumen dengan tingkat pendapatan rumah tangga Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000
menjadi yang dominan dalam aspek tingkat pendapatan rumah tangga. Dan
segmen potensial konsumen di pasar modern diketahui konsumen dengantingkat
pendidikan perguruan tinggi menjadi konsumen yang dominan dalam aspek
tingkat pendidikan, konsumen sebagai pegawai swasta menjadi konsumen yang
dominan dalam aspek jenis pekerjaan, konsumen pada usia dewasa (30-49 thn)
menjadi konsumen yang dominan dalam aspek usia dan konsumen dengan tingkat
pendapatan rumah tangga >7.000.000 menjadi yang dominan dalam aspek tingkat
pendapatan rumah tangga. (3) Alasan konsumen membeli daging ayam di pasar
tradisional yang paling dominan adalah konsumen sekalian berbelanja kebutuhan
rumah tangga lainnya selain daging ayam ras, sedangkan alasan konsumen
membeli daging ayam di pasar modern adalah disamping membeli daging ayam
konsumen juga mempunyai motivasi yaitu jalan-jalan di pasar modern.
Arif Yudayana (2011) meneliti tentang ―Perilaku Konsumen dalam
Berbelanja Pada Supermarket di Yogyakarta‖. Penelitian ini meneliti tentang
perilaku konsumen dalam berbelanja pada supermarket di Wilayah Yogyakarta
dengan tujuan penelitian yaitu: 1) Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja pada supermarket di wilayah
Yogyakarta, 2) Untuk mengidentifikasi faktor yang paling dominan dalam
memilih suatu supermarket untuk berbelanja di wilayah Yogyakarta. Penelitian ini
dilaksanakan di wilayah Yogyakarta, menggunakan sampel sebanyak 90 orang
yang diambel secara accident sampling. Pengumpulan data menggunakan
kuisioner yang dilengkapi dengan skala interval dari Likert dengan interval 5
rentangan yang diuji validitas serta reliabilitasnya. Untuk mencapai tujuan,
analisis digunakan analisis regresi dan kontigensi. Hasil penelitian menunjukkan
hubungan yang signifikan antara manfaat yang ditawarkan dengan intensitas
berbelanja serta adanya perbedaan perilaku dalam mencari manfaat berdasarkan
berbagai karakteristik konsumen.
Husnul Chotimah (2010) meneliti tentang ―Analisis Aksebilitas Konsumen
pada Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi pada Pasar Tradisional
46

Wonokromo dan DTC/Darmo Trade Centre Surabaya). Tujuan penelitian ini


adalah (a) untuk menganalisis faktor-faktor pribadi dan faktor-faktor retail mix
secara bersama-sama dipertimbangkan konsumen dalam memilih tempat
berbelanja dan (b) untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor yang
dipertimbangkan konsumen dalam memilih tempat berbelanja anatara pasar
tradisional dan modern. Lokasi penelitian di Surabaya, adapun alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji validitas dan uji
realibilitas, serta alat instrument menggunakan analisis faktor. Atribut atau
variabel yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah faktor pribadi
konsumen yang meliputi : kepribadian, usia, pekerjaan, kondisi keuangan, gaya
hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil rotasi dengan metode
analisis faktor responden DTC disimpulkan bahwa 11 variabel dapat direduksi
menjadi 3 faktor yaitu (a) faktor 1 meliputi variabel usia, pekerjaan, kondisi
keuangan, gaya hidup, dan produk. (b) faktor 2 meliputi variabel harga,
personalia, dan promosi. Dan (c) faktor 3 meliputi variabel kepribadian, lokasi,
dan presentasi. Faktor-faktor yang paling dominan dipertimbangkan konsumen
DTC diantaranya adalah faktor produk, lokasi, dan promosi. Sedangkan hasil
rotasi dengan metode analisis faktor responden WK disimpulkan bahwa 6 variabel
tersebut dapat direduksi menjadi 2 faktor yaitu (a) faktor 1 meliputi variabel
harga, lokasi, dan promosi. (b) faktor 2 meliputi produk, personalia, dan
presentasi. Faktor yang paling dominan dipertimbangkan konsumen pasar
tradisional Wonokromo diantaranya faktor produk, harga, dan lokasi. (2) analisis
uji beda dihasilkan rata-rata perilaku belanja konsumen, konsumen DTC sebesar
12,11 dan konsumen WK sebesr 103, 09.
Devi Nurmalasari (2007) meneliti tentang ―Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar
Tradisional‖. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan kondisi
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional, menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di
pasar tradisional dan merumuskan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan
pasar tradisional untuk meningkatkan daya saingnya. Metode yang digunakan
47

dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan


porter‟s diamond untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing pasar tradisional dan analisis statistik Regresi Binary
dengan menggunakan model probit untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional.
Dalam penelitian ini, pengolahan data dengan menggunakan software SPSS 12,
Microsoft Excel, dan Eviews 4.1. Berdasarkan hasil analisis porter‟s diamond
didapatkan bahwa kondisi faktor: pasar tradisional merupakan wadah utama
penjualan produk-produk kebutuhan pokok dan citra pasar tradisional buruk
dimata konsumen baik dari bangunan maupun infrastrukturnya, kondisi
permintaan : produk yang berkualitas terutama produk-produk segar dan pasar
tradisional belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan,
dan pelayanan, strategi perusahaan, struktur dan persaingan : konsep tawar
menawar dan belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti peraturan presiden
mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi dan jarak antara pasar modern dan pasar
tradisional, industri pendukung dan terkait : rantai distribusi barang masih
panjang namun pasar tradisional mampu menyediakan barang dengan siklus
harian sehingga barang lebih segar. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi
masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional adalah variabel pendapatan,
intensitas belanja, kualitas barang, kebersihan dan kenyamanan pasar. Semua
variabel tersebut signifikan pada taraf nyata 10% dan berpengaruh positif
sehingga semakin besar pengaruh dari variabel-variabel tersebut semakin besar
pula peluang masyarakat dalam hal ini IRT yang preferensi belanjanya ke pasar
tradisional. Walaupun untuk variabel pendapatan perlu didalami lebih lanjut
karena hasilnya berbeda dengan hipotesis.

C. Kerangka Berpikir
Preferensi konsumen dikenal juga dengan istilah teori tingkah laku
konsumen. Teori tingkah laku konsumen menerangkan tentang perilaku
konsumen di pasaran, yaitu menerangkan sikap konsumen dalam membeli dan
48

73
memilih barang yang akan dibelinya. . Preferensi konsumen bukan hanya
ditujukan untuk memilih barang yang akan dibeli saja melainkan juga memilih
tempat untuk berbelanja.
Pasar merupakan sekumpulan pembeli dan penjual yang melalui interaksi
aktual dan potensial mereka, menentukan harga suatu produk atau serangkaian
produk. Pasar menjadi tempat untuk melakukan transaksi jual beli, dimana dalam
pengertian ekonomi pasar merupakan tempat bertemunya permintaan dan
penawaran barang. Semula, transaksi di pasar dilakukan secara langsung antara
penjual dan pembeli dengan adanya proses tawar menawar. Pola transaksi seperti
ini terjadi pada pasar tradisional. Namun seiring perkembangan zaman, transaksi
jual beli dapat dilakukan secara tidak langsung dengan adanya bar code harga
pada barang yang telah disediakan sehingga tidak ada tawar menawar antara
penjual dan pembeli. Pola transaksi seperti ini terjadi pada pasar modern.
Pada pasar tradisional dikenal adanya kegiatan tawar menawar antara
penjual dan pembeli, bangunannya terdiri dari kios-kios dan tenda yang bersifat
tidak permanen, lingkungannya tidak nyaman karena becek, kotor, bau, dan tidak
aman. Sedangkan pada pasar modern dikenal dengan adanya kegiatan jual beli
dengan harga yang sudah pasti sehingga tidak terjadi tawar menawar,
bangunannya megah dan permanen, fasilitas memadai, nyaman, dan aman.
Tujuan adanya preferensi konsumen adalah untuk memperoleh keputusan
yang tepat dalam memilih barang dan jasa yang tersedia di pasar. Secara
sederhana, preferensi konsumen adalah sebuah pilihan-pilihan yang digunakan
oleh konsumen dalam menentukan keputusan untuk berbelanja. Preferensi
konsumen dikenal juga dengan istilah teori tingkah laku konsumen.
Preferensi konsumen untuk berbelanja di pasar tradisional dan pasar modern
dapat dilihat melalui beberapa pertimbangan seperti harga, produk/ barang,
promosi, gaya hidup, pelayanan, fasilitas, dan lokasi. Dari pertimbangan tersebut
maka akan diketahui terdapat perbedaan atau tidak antara preferensi konsumen
untuk berbelanja di pasar tradisional dan pasar modern.

73
T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro...., hlm 91.
49

PASAR

Pasar Tradisional Pasar Modern


- Harga - Harga
- Produk/ Barang - Produk/ Barang
- Promosi - Promosi
- Gaya Hidup - Gaya Hidup
- Pelayanan - Pelayanan
- Fasilitas - Fasilitas
- Lokasi - Lokasi
-

Preferensi
Konsumen

Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta.74 Hipotesis penelitian
ialah hipotesis yang dibuat dan dinyatakan dalam bentuk kalimat.75 Hipotesis
dalam penelitian ini adalah :
―Terdapat perbedaan preferensi konsumen untuk berbelanja di pasar
tradisional dan pasar modern‖

74
Sugiyono, Statistika NonParametris, (Bandung : alfabeta, 2015), hlm. 5
75
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), hlm. 40.

Anda mungkin juga menyukai