GANGGUAN PANIK
Disusun oleh:
012116307
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Dosen Pembimbing,
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
INSTRUMEN .......................................................................................................................... 28
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah “panik” berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal
dipegunungan dan hutan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Di tahun 1895 deskripsi
gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia.
Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan segera
terjadi. Individu yang mengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri dari keadaan
yang tidak pernah diprediksi.
Studi epidemiologis di negara barat melaporkan angka prevalensi seumur hidup
gangguan panik adalah 1.5 – 5 %, sedangkan serangan panik sebanyak 3-5.6 %. Di Indonesia
belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan jumlah pasien dengan
serangan panik, namun para ahli merasakan adanya peningkatan jumlah kasus yang
berdatangan.1,2
Gangguan panik pada perempuan 2/3 lebih banyak daripada laki-laki. Pada umumnya
terjadi pada usia dewasa muda, sekitar 25 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi pada usia berapapun. Sembilan puluh satu persen pasien dengan gangguan panik dan 84
% dengan agorafobia berpontensi mengalami setidaknya satu gangguan psikiatrik lainnya.
Salah satu faktor yang diduga turut berperan dalam timbulnya gangguan panik adalah riwayat
perceraian atau perpisahan yang baru terjadi. Lima belas sampai 30 % mengalami fobia sosial,
2-20 % mengalami fobia spesifik, dan 15-30 % mengalami kecemasan, hingga 30 %
mengalami gangguan obsesif kompulsif. Gangguan panik dapat timbul bersama gangguan
mood, dengan gejala mood secara potensial meningkatkan onset serangan panik. Gangguan
panik juga bisa didiagnosis dengan atau tanpa agoraphobia.. Seringkali komorbiditas yang
terjadi juga adalah hipokondriasis, gangguan kepribadian dan gangguan terkait zat, serta
penyakit somatik seperti PPOK, IBS, migraine, dan meningkatkan frekuensi serangan
jantung.1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Gangguan panik adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai,oleh 'serangan panik'
dengan gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, sesak napas, berkeringat, gemetar,
ketidaknyamanan di dada, pusing dan sebagainya. Penderita gangguan panik sering merasa
cemas bahwa gejala ini adalah indikasi adanya penyakit parah seperti sakit jantung atau
kehilangan kontrol, dan dengan demikian ia akan mencegah terjadinya serangan panik dengan
menghindari tempat atau situasi tertentu. Penghindaran seperti itu bisa meningkatkan perasaan
ketakutan dan kecemasan yang mengakibatkan lingkaran setan kepanikan dan kecemasan.
2.2.Epidemiologi
panik adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 – 5.6 %. Sebagai contohnya, satu
penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas
menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6 %
untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang
tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit
hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam
perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama.
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kira-
kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap
usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja.
2.3.Etiologi
Etiologi pada gangguan panik terdiri dari beberapa faktor, yaitu faktor biologis, faktor
1. Faktor Biologis
Riset mengenai dasar biologis gangguan panik adalah ditemukannya suatu interpretasi
bahwa gejala gangguan panik terkait dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Diperoleh
data bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik, beberapa neurotransmiter mengalami
gangguan fungsi, yaitu serotonin, GABA (Gama Amino Butyric Acid), dan norepinefrin.
Berdasarkan hipotesis patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada sistem perifer maupun
sistem saraf pusat (SSP). Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam
sistem otonom. Serangan panik merupakan respon terhadap rasa takut yang ditampilkan oleh
fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdala, korteks prefrontal, dan hipokampus.
Terdapat bukti praklinis bahwa melemahnya tranmisi inhibisi lokal GABA di amigdala
basolateral, otak tengah, dan hipotalamus dapat mencetuskan respon fisiologis mirip ansietas.
Faktor biologik lain yang berhubungan adalah zat panikogen yang digunakan terbatas
pada penelitian, misalnya karbon dioksida, natrium laktat, dan bikarbonat. Zat penginduksi
secara langsung.
Pada studi pencitraan struktur otak, perubahan pada tampilan MRI juga dilaporkan,
yaitu adanya abnormalitas terutama atrofi korteks di lobus temporalis kanan dan kiri pasien.
Pada positron emission tomography (PET), terlihat adanya disregulasi aliran darah otak.
Khususnya gangguan ansietas dan serangan panik disertai vasokonstriksi serebral, yang dapat
menimbulkan gejala SSP seperti pusing, yang dicetuskan oleh hiperventilasi dan hipokapnia.
1,2
2. Faktor Genetik
Pada keturunan pertama pasien dengan gangguan panik dengan agorafobia mempunyai
risiko 4-8 kali mengalami serangan yang sama. Studi kembar yang telah dilakukan saat ini
umumnya melaporkan bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena bersamaan
3. Faktor Psikososial
Jika ditinjau dari teori psikodinamik, analisis penelitian menyatakan bahwa pola
ansietas saat sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orang tua yang tidak mendukung,
serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas
mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi yang terkait. Misalnya, pasien mempunyai
gaya kelekatan yang salah. Perpisahan atau kelekatan sering dipandang sebagai hal yang
menakutkan, antara lain kehilangan kebebasan maupun kehilangan rasa aman dan
perlindungan. Kesulitan ini tampak dalam keseharian pasien yang cenderung menghindari
perpisahan, dan pada saat yang bersamaan juga menghindari kelekatan yang terlalu intens.1,2
2.4.Gambaran Klinis
Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan
panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai dengan gejala otonomik, terutama
sistem kardiovaskular dan pernapasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit, kemudian
gejala meningkat dengan cepat. Serangan cemasnya disertai dengan gejala-gejala yang mirip
dengan gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga
Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi
sangat khawatir bahwa ia akan mengalami hal tersebut lagi (anticipatory anxiety). Hal in sering
Pernapasan yang cepat dan pendek merupakan salah satu gejala yang sangat jelas
diraskan pasien. Seringkali gejala sistem pernapasan yang tidak stabil adalah spesifik pada
Peningkatan denyut nadi dan pernapasan yang tidak stabil bisa timbul tanpa terjadi serangan
panik. Sebaliknya serangan panik tidak selalu disertai pengukuran objektif dari hiperventilasi
Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat, ancaman kematian atau
bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai
adalah takikardia, palpitasi, dispnoe, dan berkeringat. Serangan dapat berlangsung 20-30
Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara
(gagap), dan gangguan memori. Depresi, derealisasi, dan depersonalisasi dapat dialami saat
serangan. Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung
Apabila disertai dengan agorafobia, maka pasien akan menolak untuk meninggalkan
rumah ke tempat ramai yang sulit untuk keluar. Pemeriksa harus waspada terhadap tendensi
bunuh diri. Gejala penyerta lainnya adalah depresi, obsesi kompulsif, dan pemeriksa harus
2.5.Diagnosis
Kriteria Diagnosis Gangguan Panik menurut PPDGJ III baru ditegakkan sebagai
Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira
satu bulan.
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya;
c. Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan
agoraphobia dan diagnosis yang lain dengan agoraphobia, tetapi keduanya memerlukan adanya
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama 1 bulan (atau lebih) oleh salah satu
c. Serangan panik tidak disebabkan langsung oleh efek fisiologis zat (cth.,
d. Serangan panik tidak dapat dimasukkan ke dalam gangguan jiwa lain, seperti fobia
sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma, atau
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama 1 bulan (atau lebih) oleh salah satu
ii. Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan (cth., hilang kendali,
b. Adanya agorafobia;
c. Serangan panik tidak disebabkan langsung oleh efek fisiologis zat (cth.,
d. Serangan panik tidak dapat dimasukkan ke dalam gangguan jiwa lain, seperti fobia
sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma, atau
Diagnosis banding gangguan panik mencakup gangguan medis dan beberapa gangguan
jiwa lain.
panik melaporkan adanya nyeri dada pada psikiater. 6,7Bahkan seringkali datang ke unit gawat
darurat dengan gejala mirip keadaan berpotensi fatal, misalnya dokter berpikir tentang infark
miokard. Anamnesis medik lengkap dan pemeriksaan fisik harus dilakukan. Prosedur
laboratorium yang dilakukan mencakup hitung darah lengkap, urinalisis, uji tapis obat, dan
EKG. Ketika adanya keadaan yang mengancam jiwa telah disingkirkan, kecurigaan klinisnya
adalah gangguan panik.1Seringkali pasien dengan gangguan panik tidak mempercayai hasil
pemeriksaan jantung yang adalah normal. Ada suatu kecenderungan untuk ‘doctor shopping’
atau yang dikenal dengan sebutan gangguan somatoform, seringkali pasien mulai melakukan
pemeriksaan berulang sampai merasa yakin bahwa tidak terjadi apa-apa pada jantungnya.
Seringkali hal ini tidak dapat teratasi jika gangguan panik yang mendasari belum teratasi. 1,6, 7
gangguan somatisasi, gangguan obsesif kompulsif, fobia dan gangguan stress pasca trauma.
Pada gangguan somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius ataupun gejala fisik
yang dirasakan dan akan berusaha meminta pertolongan dokter, sedangkan pada gangguan
panic pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan
yang dirasakannya. Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan kegiatan berulang
(kompulsi) untuk menghilangkan panic. Pada fobia harus ditemukan objek tertentu yang
dihindari atau menimbulkan panic. Pada gangguan stress pasca trauma, kecemasan
berhubungan dengan trauma yang terjadi pada pasien, sedangkan pada gangguan panic
2.7.Penatalaksanaan
Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri. Adapun beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik yang datang dengan
keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain:
1. Terapi oksigen
4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan
panik.
5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang
dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri. Komponen utama dari terapi
pasien serangan panik adalah menjelaskan pada pasien kalau kondisi yang dialaminya
bukanlah disebabkan oleh kondisi medis yang serius dan bukan pula dikarenakan oleh
gangguan mental yang parah, tapi lebih diakibatkan oleh ketidakseimbangan kimiawi
dalam tubuh karena respon sistem simpatik atau fight or flight response. Memberi
keyakinan seperti ini terbukti menjadi plasebo yang signifikan dalam memperbaiki
kondisi pasien.
Dokter dan staf IRD harus mendengarkan keluhan pasien secara efektif namun tetap
frasa seperti “Penyakit Anda tidak serius” atau “Anda akan baik-baik saja” karena itu
Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan lorazepam oral atau
golongan benzodiazepin lain. Terapi ini tidak boleh lebih dari 1 minggu untuk mencegah
Setelah serangan panik berlalu, pasien harus dijelaskan mengenai pentingnya terapi jangka
Tatalaksana gangguan panik terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi. Dari
penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saja, maka angka
kekambuhan akan lebih tinggi dibandingkan dengan bila mendapat gabungan antara
Farmakoterapi1,2,3,8
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik, yakni
golongan SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitor), trisiklik, dan MAOI (Monoamine
oxidase inhibitor). Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap
1. SSRI
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam rentang 2 minggu
sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan panik pada pemberian awal.
Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap
menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih
banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI
memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap transporter monoamin yang lain, seperti
pada transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obat
rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi tertentu dan
memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI digunakan secara luas di
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan secara
bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini memiliki
efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik. Salah satunya, fluoksetin dalam salut
memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok digunakan untuk pasien yang kurang
patuh minum obat. Selain itu waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawal
yang dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI.
Fluoksetin.
minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinefrin atau dopamine. Sediaan
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya berupakan
inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan memiliki efek yang lemah
terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine. Sediaan tablet 20 mg dengan dosis anjuran
Sertralin.
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada reuptake
norephinephrine dan dopamine neuronal. Sediaan tablet 50 mg dengan dosis anjuran 50-100
mg per hari.
Fluvoksamin.
Fluvoksamin merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin
neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine atau reseptor
kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding obat-obatan jenis trisiklik.
Citalopram.
serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih sedikit. Sediaan
Escitalopram.
citalopram.
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh mulai
mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang timbul pada fase akhir
pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu ketika obat mulai mendekat
potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia,
insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan
berat badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh diri
2. Trisiklik/Tricyclic
depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan pertama untuk terapi
depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun saat ini
penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan lain yang terbaru.1,2
rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan. Namun 35%
menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik yang
resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak menyebabkan
ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Hanya saja
kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya mendahului efek terapi sehingga
banyak pasien yang justru segera menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum
tercapai.
bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi terhadap transporter
dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat
berkurang.1,3
Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga bereaksi
sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5-HT2C), 5-HT6, 5-HT7, α1-
adrenergic, and NMDAreceptors, dan sebagai agonists pada sigma receptors (σ1 and σ2), yang
memberikan kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal sebagai
antihistamin dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine dan
asetilkolin muskarinik.
Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium, sehingga dapat
bekerja seperti obat-obatan sodium channel blocker dan calcium channel blocker. Karena itu
dan serotonin pada neuron presinaptik. Sediaan 25 mg dengan anjuran 75-150 mg per hari
sedangakan pada efeknya uptake norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi
hari.
kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan peningkatan temperatur tubuh.
Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur, akathisia,
3. MAO Inhibitor
yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini
digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah resisten terhadap golongan
trisiklik.
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai agoraphobia. Selain
itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit parkinson karena target
dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan gejala parkinson.
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan efek
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase, sehingga ini
Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan
Phenelzine (Nardil). Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering
digunakan dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan melalui superioritas yang
jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatasi gangguan panik. Obat
ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan trisklik atau
Tranylcypromine (Parnate). Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena
berikatan secara ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan
makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita krisis hipertensi.
Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini dapat menyebabkan
pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan tiramin menggantikan
norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin.
Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis
hipertensi. Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan. Makanan-
4. Golongan Benzodiazepin
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat pilihan yang digunakan untuk
mengatasi serangan panik akut. Benzodiazepin digunakan hanya pada 4-6 minggu pertama.
Cara Kerja Benzodiazepin
(gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat
mengakibatkan amnesia.
Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long acting.
Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi insomnia sedangkan
Lorazepam (Ativan).
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat dan
paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA, yang merupakan
inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbik
Clonazepam (Klonopin).
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya. Selain itu, obat
manajemen serangan panik. Obat ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian
otak, termauk sistem limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan
penggunaan alprazolam dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.
jenis benzodiazepin yang potensinya rendah. Namun dapat digunakan untuk mengatasi
serangan panik.
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya berkaitan
dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya adalah mengantuk, pusing, dan
penurunan konsentrasi dan kewaspadaan. Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan
kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan
Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan terutama
pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan
benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan, pandangan kabur, bingung,
euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus juga menunjukkan bahwa
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah mencegah reuptake
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR). Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat
inhibitor reuptake serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan
Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Diberikan terhadap hampir semua individu yang mengalami gangguan panik, kecuali yang
bersangkutan menolak. Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik
dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari.
Prinsipnya adalah melatih pernapasan; dengan cara menarik napas dalam dan lambat, lalu
mengeluarkannya dengan lambat; mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke
arah konstruktif yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing
individu melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau
lebih lama lagi. Setelah itu individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari,
sehingga apabila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap relaksasi.
Selain itu diberikan pula salah satu terapi kognitif perilaku atau psikoterapi dinamik.
Pemilihan jenis ini berdasarkan kondisi pasien saat itu, motivasi individu, kepribadiannya, serta
pertimbangan dokter yang melakukan. Keberhasilan kedua jenis terapi ini bergantung atas
Pasien diajak untuk merekstrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan
pikiran yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Pasien kemudian diberi
pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, antara lain membuat daftar pengalaman harian
dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami baik mengecewakan, menyedihkan, atau
menyenangkan. Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan berikutnya. Biasanya terapi
ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang namun dapat pula lebih, bergantung pada
Psikoterapi Dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan hanya dengan tujuan
penghilangan gejala. Pada psikoterapi dinamik, biasanya pasien akan lebih banyak berbicara
dan dokter lebih banyak mendengarkan, kecuali pada individu yang pendiam maka dokter yang
lebih aktif. Terapi ini memerlukan waktu panjang dapat berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun. Diperlukan kesabaran keduabelah pihak dan kerja sama yang baik.2
Aplikasi Relaksasi
Tujuan aplikasi relaksasi (misalnya Herbert Benson) adalah memberikan pasien rasa kendali
mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Melalui penggunaan teknik standar relaksasi otot dan
membayangkan situasi yang membuat santai, pasien memperlajari teknik yang dapat
Terapi Keluarga
Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia juga mungkin telah dipengaruhi oleh
gangguan anggota keluarga. Terapi keluarga yang ditujukan pada edukasi dan dukungan sering
bermanfaat.1, 2
Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas, situasi yang dihindari, serta
menghadapi rasa takut keluar rumah. Di samping itu, intervensi terapeutik dibutuhkan untuk
beberapa pasien yang menolak obat dikarenakan stigma ‘sakit jiwa’, sehingga pasien dapat
Prognosis
Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan fungsi
premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi untuk prognosis yang lebih
baik.
gangguan panik, sering membaik seiring waktu ketika gangguan paniknya diobati. Untuk
perbaikan agorafobia yang cepat dan sempurna, kadang-kadang diindikasikan terapi perilaku.
KESIMPULAN
Gangguan panik adalah salah satu jenis gangguan cemas yang sering terjadi, lebih
banyak pada perempuan daripada laki-laki. Penyebabnya sendiri dapat multifaktorial baik dari
organobiologik, psikososial, bahkan genetik. Gejala fisik yang dapat muncul adalah gejala
yang menyerupai gangguan pada sistem kardiovaskular dan pernapasan, yaitu nyeri dada,
berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik, nafas cepat dan pendek.
Sementara gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian.
Gangguan panik dapat timbul bersama gangguan mood, dengan gejala mood secara potensial
meningkatkan onset serangan panik. Gangguan panik juga bisa didiagnosis dengan atau tanpa
agoraphobia.
Pada beberapa kasus didapati pasien sangat meyakini dirinya sakit secara medis dan
memaksa dokter untuk melakukan pemeriksaan penunjang lain, misalnya rekam jantung
(EKG), pemeriksaan lab, dll. Oleh karena itu skrining dan pemeriksaan yang tepat terhadap
gangguan panik sangat dibutuhkan untuk efikasi terapi, efisiensi biaya dan waktu pengobatan.
untuk jangka panjang. Kombinasi dua terapi ini memberikan prognosis yang lebih baik dan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah dibandingkan hanya dengan salah satu terapi.
Mengingat terdapatnya faktor psikososial, maka sangat penting untuk melakukan edukasi dan
pengarahan terhadap pihak keluarga. Prognosisnya bergantung dari awitan, fungsi premorbid
1. Saddock BJ & Saddock VA. Panic disorder and agoraphobia. In: Kaplan & Sadock's
2. Kusumadewi I, Elvira S. Gangguan panik. Dalam: Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2.
3. Memon MA. Panic disorder. Updated on March 2011. [Cited on June 2011].
4. Departemen Kesehatan RI. PPDGJ III. Cetakan Pertama. 1993.h. 173-4, 178-9.
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington DC: APA; copyright 2000.
6. Katerndahl D. Chest Pain and Its Importance in Patients with Panic Disorder:
7. Katherndahl D. Panic & plaques: Panic disorder and coronary artery disease in
8. Cloos JM. Treatment of panic disorder. Updated on January 2005. [Cited on June
1. Seorang pria 36 tahun mengeluh merasa was was dan khawatir yang sangat
mengganggu. Ia takut akan terulang kejadian tadi pagi dimana ia secara tiba tiba
merasa takut yang amat sangat saat mengendarai mobil saat kemacetan. Saat itu ia
merasa tercekik, nafas cepat, dada berdebar kencang. Pusing mendadak dan merasa
akan meninggal ditempat itu. Gangguan tersebut sudah satu bulan yang lalu.
B. Fobia social
C. Agorafobia
D. Gangguan panik
E. Gangguan somatoform
A. Alprazolam
B. Imipramine
C. Fluoxetine
D. Paracetine
E. Imipramine