Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

RUMPUN ILMU PENGETAHUAN ALAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM


DAN BARAT

Disusun Oleh:

Kelompok 9

Syifa Chairunisa 11151040000078

Mia Rifai Putri 11151040000025

Sela Sadewa 11151040000083

Yuliana 11151040000100

Siska Ardya Cahyani 11151040000022

Nilna Camelia Rahmah 11151040000016

John Faizal Noer 11151040000109

Nurfitri Annisa 11151040000056

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap makalah dapat berguna bagi para pembaca. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah yang kami buat ini.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang
lebih baik pada pembuatan makalah selanjutnya.

Makalah ini dibuat dengan singkat, sederhana tetapi mudah untuk dipahami.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis maupun
pembaca.

Jakarta, Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
I. Sejarah Ilmu Alam....................................................................................................6
II. Jenis Rumpun Ilmu Alam.........................................................................................9
III. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam............................................................................10
IV. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah..........................................................................12
V. Metodologi Penelitian Ilmu Alam...........................................................................16
VI. Metodologi Ilmu-ilmu Umum................................................................................16
VII. Tokoh ilmu Pengetahuan alam...............................................................................19
VIII. Pandangan islam tentang ilmu pengetahuan alam..................................................23
BAB III.....................................................................................................................................29
PENUTUP................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kemajuan peradaban umat Islam dalam ilmu pengetahuan


dapat dilihat pada era dinasti Abbasiyah maupun pada abad pertengahan, ketika
umat Islam tidak hanya tampil sebagai komunitas ritual namun juga sebagai
komunitas intelektual. Secara historis umat Islam mengalami kemajuan
dengan penguasaan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang disiplin ilmu
saat itu. Sebagai ilustrasi, dapat disebutkan di sini beberapa cendekiawan
yang telah memberikan kontribusi kreatif, misalnya dan spherical astrolobe
serta tabel-tabel astronomikal karya Naziri dan observasi astronomikal karya
Qurra Al Bittani, seorang astronom besar pada tahun 880 telah berhasil
menyusun buku katalog bintang-bintang yang didasarkan pada observasinya.
Dapat dikatakan bahwa majunya sebuah peradaban adalah karena majunya ilmu
pengetahuan di kalangan umat manusia. Begitu juga sebaliknya kemunduran
suatu peradaban selalu diawali dengan memudarnya budaya ilmu dalam
masyarakat di suatu negeri Ilmu pengetahuan dari peradaban Barat tidak
dapat dipungkiri juga turut serta dalam memajukan kehidupan masyarakat
modern dengan berbagai kelebihannya, namun di sisi lain ia juga dianggap
turut “merusak” tatanan ilmu yang berlaku. Titik awal perkembangan ilmu
pengetahuan di Barat adalah berangkat dari keraguan atau yang dikenal
dengan faham skeptisisme.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah ilmu alam?


2. Apa saja jenis rumpun ilmu alam?
3. Apa hakikat ilmu pengetahuan alam?
4. Apa ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah?
5. Bagaimana metodologi penelitian ilmu alam?
6. Bagaimana metodologi ilmu-ilmu umum?
7. Siapa saja tokoh ilmu pengetahuan alam?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa/i dapat mengetahui sejarah ilmu alam


2. Mahasiswa/i dapat mengetahui jenis rumpun ilmu alam
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui hakikat ilmu pengetahuan alam
4. Mahasiswa/i dapat menyebutkan ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah
5. Mahasiswa/i dapat mengetahui metodologi penelitian ilmu alam
6. Mahasiswa/i dapat mengetahui metodologi ilmu-ilmu umum
7. Mahasiswa/i dapat mengetahui tokoh ilmu pengetahuan alam

BAB II
PEMBAHASAN

5
I. Sejarah Ilmu Alam
Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari
sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh
lima tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, pada tahun 632 M, kaum
Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga
utara. Ekspansi dakwah yang dalam sejarah Islam disebut sebagai pembukaan
negeri-negeri (futuh al buldaan) ini berlangsung pesat dan tak terbendung.

Islam datang membawa pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang


bernilai dan bertujuan pada kebahagiaan yang haq bagi seluruh ummat
manusia. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam, adalah pengetahuan
sebagai kebudayaan. Islam sangat memperhatikan bahkan menjunjung tinggi
ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam dengan diutus-Nya Nabi Muhammad
Saw, telah membawa manusia untuk berpikir, beranjak dari sebuah
kemunduran dan keterbelakngan mereka menuju kemajuan peradaban yang
ideal. Kemajuan peradaban tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada
umatnya agar selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan sebagai alat
untuk menuju kemajuan peradaban.

Ilmu pengetahuan dan peradaban Barat tidak dapat dipungkiri juga


turut serta dalam memajukan kehidupan masyarakat modern dengan berbagai
kelebihannya, namun disisi lain ia juga dianggap turut “merusak” tatanan ilmu
yang berlaku. Titik awal perkembangan ilmu pengetahuan di Barat adalah
berangkat dari keraguan atau yang dikenal dengan faham Skeptisisme, faham
ilmu yang berkembang semacam Rasionalisme, Empirisme telah menceraikan
ilmu dari agama yang berarti menceraikan hubungan manusia dengan
Tuhannya.

Di masa lalu, para ilmuan Muslim tidak menghadapi berbagai


tantangan dari sains-sains yang tidak Islami sedemikian rupa sehingga
memaksa mereka untuk melakukan pembedaan tersebut. Ada dua alas an
utama untuk ini, yaitu:

6
1. Dalam kenyataannya, tidak ada sains yang tidak Islami yang penting
untuk dibicarakan waktu itu. Walaupun pada dasarnya sudah lahir
beberapa teori ilmiah dan filosofis pra Islam seperti teori atom
Demoeritus di Yunani, yang dinilai oleh para sarjana dan pemikir
Muslim sebagai sains kontemporer yang bersentuhan dengan mereka
dianggap bersesuaian dengan prinsip tauhid dan perspektif Islam. Ini
berlaku khususnya pada sains Aristotelian, arus utama pemikiran
Yunani yang memasuki ruang kultural peradaban Islam yang baru
terbentuk.
2. Tidak ada tandingan bagi sains-sains mereka, mereka sadar bahwa
mereka adalah para pemuka intelektual dan penghasil sains
kontemporer.
Berdasarkan dua hal tersebut, secara praktis, sains kontemporer yang
Islami maupun tidak adalah milik mereka sendiri. Sehingga ide tentang sains
tak Islami yang menyuguhkan tantangan intelektual pada uapaya ilmiah
mereka tidak muncul sama sekali.
Di zaman modern ini, kebutuhan akan istilah denitif Islami tampak
terlalu jelas dan gamblang bagi siapa saja yang cukup akrab dan mengenal
sains Islam dan sains Barat modern. Dua sains ini tidak memiliki sifat dan
karakter filosofis yang sama. Timbul kebingungan di kalangan sebagian besar
kaum Muslim kontemporer tentang sifat dan karakter sebenarnya dan juga
kaitan historis sesungguhnya dari jenis tersebut. Dengan sendirinya, ada
kebutuhan untuk memahami dengan benar masing-masing sifat dan ikatan
historisnya.
Tiga faktor utama pencarian model-model baru terkait masalah sains,
yaitu : Pertama, adanya kemajuan-kemajuan besar di ujung-ujung batas
penelitian sains, seperti dalam fisika sub atomic, telah membuat usang
pandangan dunia Cartesian dan mekanistik yang sejak abad ke-17 telah
memberikan sains asumsi-asumsi fundamentalnya tentang realitas dunia fisik.
Kedua, krisis ekologi kontemporer telah membawa perhatian utama pada
persoalan tentang hubungan keseluruhan antar manusia dengan alam serta isu-
isu teknologi yang tepat. Ketiga, disiplin sejarah sains telah memampukan
manusia Barat untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang ilmu

7
alam dan pengetahuan teknis yang dikembangkan oleh peradaban lain
sebelum periode modern, yang tidak dapat direduksi begitu saja sebagai
antisipasi terhadap sains modern.
Sesungguhnya yang menjadi perhatian utama dari gagasan sains Islam
terkait erat dengan masalah filosofi dasar sains yang berkembang dan di akui
dewasa ini termasuk pradigma dan metodologi sains yang berkembang di
dunia modern yang lebih banyak dipengaruhi oleh paradigm pemikiran filsafat
Barat modern yang sekuler. Sebagai implikasinya terjadi bias epistemology
dan aksiologi yang dalam, antara sains dengan paradigm moral yang
dikembangkan dalam agama Islam. Dalam tataran praktis sains yang
dikembangkan menjadi kering dari sentuhan religious, akibatnya kondisi ini
menimpa berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari oleh
umat Islam. Oleh karena itu, gagasan Islamisasi sains kemudian muncul
dengan segala konsekuensinya dan reaksi pro-kontra terhadap trobosan
pembaharuan pemikiran tersebut.
Pemikiran sains Islam merupakan fenomena baru gerakan Islam yang
bisa disebut sebagai upaya revitalisasi Islam (membangkitkan kembali Islam)
yang bertujuan menyelaraskan kehidupan Muslimin dengan ketentuan Syariah
termasuk dalam bidang kehidupan social, ilmu dan teknologi. Pandangan ini
bagi sebagian kalangan sering dikonotasikan sebagai refleksi pemikiran
kelompok fundamentalis. Akan tetapi dalam konteks inilah, ide Islamisasi
sains dapat dipahami sebagai sebuah format baru bagi gerakan pembaharuan
pemikiran Islam, terutama pada decade tahun 1970 dan 1980. Wacana sains
Islam ini dalam perkembangan lebih lanjut tidak hanya terkait dengan ilmu
Alam dan Fisika, tetapi juga mengenai ilmu-ilmu social dan humaniora.
Islamisasi ilmu-ilmu alam yang kini banyak dibahas di dunia Islam
hanya akan berarti jika dipandang dalam konteks bangkitnya kesadaran di
kalangan orang Islam tentang karakter khusus dari sains modern ini.
Islamisasi sesungguhnya adalah usaha untuk menyediakan sebuah model
alternative bagi sains modern. Walaupun ini, merupakan sebuah persepsi dan
paradigm baru.
Sains Islam dibutuhkan karena kaum Muslim merupakan komunitas
yang selalu diwajibkan untuk menganjurkan kebenaran dan mencegah

8
kemungkaran, sekaligus untuk menunjukkan bahwa sains dapat menjadi
kekuatan positif didalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan umat Islam dan
prioritas serta perhatian masyarakat Muslim berbeda dari apa yang dimiliki
oleh peradaban Barat. Akhirnya sains Islam tetap dibutuhkan karena suatu
peradaban tidak akan sempurna tanpa memiliki suatu system okjektif untuk
memecahkan masalah yang terkerangka sesuai dengan paradigmanya sendiri.

II. Jenis Rumpun Ilmu Alam


Ilmu-ilmu alam yang menyelidiki benda-benda alami dan
aksiden-aksiden yang inheren di dalamnya, dibagi menjadi :

1. Mineralogy, yang meliputi :


a. Kimia
b. Geologi
c. Metalurgi
2. Botani yang berkaitan dengan seluruh seluruh spesies tumbuh-
tumbuhan, dan sifat umum dan khusus dari masing-masing
spesies.
3. Zoology, yang berhubungan dengan berbagai spesies binatang
yang berbeda-beda, sifat-sifat umum dan sifat-sifat khusus dari
masing-masing spesies. Termasuk dalam kategori ini adalah :
a. Psikologi, yang membahas daya-daya tumbuhan, hewan,
dan manusia.
b. Kedokteran yang berbicara tentang manusia dari sudut
sehat atau sakitnya.

Inilah klasifikasi ilmu teoretis Al-Farabi. Namun, selain ilmu-


ilmu teoretis, para filosof Muslim juga mengenal klasifikasi ilmu-
ilmu praktis yang biasanya dibagi ke dalam tiga jenis:

a) Etika,
b) Ekonomi, dan
c) Politik

III. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam


Pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam terdiri dari tiga
komponen yang saling berkaitan yaitu IPA sebagai produk, IPA
sebagai proses ilmiah dan IPA sebagai sikap ilmiah.

a. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Produk


Srini M. Iskandar (1996: 2) mengatakan IPA sebagai
disiplin (produk) merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan

9
analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad-abad.
Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta, konsep, prinsip dan teori.
Fakta merupakan hasil dari kegiatan empirik, sementara konsep,
prinsip dan teori merupakan hasil dari kegiatan analitik. Fakta
dalam IPA adalah pernyataan tentang benda-benda yang benar-
benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan
sudah dikonfirmasi secara obyektif.
Hukum-hukum alam adalah prinsip-prinsip yang sudah
diterima meskipun juga bersifat tentatif (sementara) tetapi karena
mengalami pengujian-pengujian yang lebih keras daripada prinsip,
maka hukum alam bersifat lebih kekal. Contoh: hukum kekekalan
energi menyatakan bahwa dalam suatu interaksi tidak ada energi
yang diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya berubah dari suatu
bentuk ke bentuk lain. Teori ilmiah merupakan kerangka yang
lebih luas dari fakta, konsep dan prinsip. Teori merupakan model
atau gambaran yang dibuat oleh ilmuwan untuk menjelaskan gejala
alam. Contoh: teori quantum yang menggambarkan elektron
seperti awan bermuatan negatif melingkupi inti atom.
b. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Proses Ilmiah
IPA sebagai suatu proses merupakan cara kerja, cara
berpikir dan cara memecahkan masalah sehingga meliputi kegiatan
bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu
dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan.
Srini M. Iskandar (1996: 10) menjelaskan cara kerja tersebut
dikenal dengan metode ilmiah yang secara bertahap meliputi:
1) Menyadari adanya masalah dan keinginan untuk
memecahkannya.
2) Mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan
masalah.
3) Merumuskan hipotesis.
4) Menguji hipotesis dapat ditempuh dengan cara melakukan
eksperimen atau observasi.
5) Menarik kesimpulan.
6) Menyusun teori.

10
Untuk melakukan proses tersebut diperlukan beberapa
keterampilan antara lain:
1) Observasi adalah keterampilan untuk mengumpulkan data atau
informasi dengan menggunakan indera dan instrumen sebagai alat
bantu.
2) Mengklasifikasi atau menggolongkan adalah keterampilan untuk
melihat persamaan dan perbedaan suatu obyek sehingga dengan dasar
tersebut obyek dapat dikelompokkan atau dipisahkan dari yang lain.
3) Menyimpulkan merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil
penilaian atas suatu obyek atau kejadian.
4) Menginferensi atau memprediksi merupakan kemampuan untuk
membuat ramalan tentang kejadian yang akan datang berdasarkan
hasil observasi, konsep atau prinsip yang diketahui.
5) Mengukur adalah keterampilan untuk menentukan kuantitas suatu
obyek dengan membandingkan atau menggunakan alat ukur yang
sesuai.
6) Menggunakan hubungan antar ruang dan waktu meliputi
keterampilan untuk menjelaskan posisi suatu benda terhadap benda
yang lain, menjelaskan posisi benda terhadap waktu dan membuat
dugaan keadaan yang akan datang berdasarkan apa yang telah
diketahui saat ini.
7) Menggunakan bilangan meliputi operasi bilangan seperti tambah,
kurang, kali dan bagi.
8) Mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil belajar atau
penemuannya pada orang lain.
9) Merancang penelitian merupakan keterampilan proses terintegrasi,
karena membutuhkan keterampilan proses lain.
10) Melakukan eksperimen merupakan keterampilan proses
terintegrasi.

c. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Sikap Ilmiah


Pelaksanaan proses Ilmu Pengetahuan Alam agar dapat
menghasilkan produk yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya maka perlu dilandasi dengan sikap ilmiah. Ciri sikap
ilmiah dalam IPA antara lain obyektif terhadap fakta, tidak
tergesagesa mengambil keputusan, berhati terbuka, tidak

11
mencampur adukkan fakta dengan pendapat, bersifat hati-hati dan
ingin menyelidiki (Srini M. Iskandar, 1996: 12).

IV. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah


Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang
menelaah baik ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah maupun cara-cara
memperoleh ilmu pengetahuan ilmiah. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
Ilmiah adalah sebagai berikut:

1) Sistematis
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu
pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu
berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori
dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari
kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan
merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai
dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep
ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.

Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah


tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a) Persepsi Sehari-hari (Bahasa Sehari-hari).


Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta
yang biasanya disampaikan dalam bahasa sehari-hari
diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan
dihasilkan konsep ilmiah.

b) Observasi (Konsep Ilmiah).


Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun
konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun definisi
perlu diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat
kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua) jenis definisi, yaitu:
1) definisi sejati, 2) definisi nir-sejati.

12
1. Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
 Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam
kamus, yang biasanya bersifat deskriptif.
 Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan
tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat
dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah.
Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang
penting adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah
pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si
A disebut sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai
Pihak Kedua.
 Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan
dengan pengukuran (assessment) yang banyak
dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini
memiliki kekurangan karena seringkali apa yang
didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi,
sehingga terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang dimaksud
inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan
seseorang yang dinyatakan dengan skor tes inteligensi”.
 Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta
atau fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu.
Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu
menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud.

2. Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:


 Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu
dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
 Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada
anjuran (persuasif). Dalam definisi ini terkandung
anjuran agar orang melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Contoh: ”Membunuh adalah tindakan
menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam definisi
tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang

13
tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut
Agama apapun).

b) Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-
pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan
digabung menjadi proposisi. Proposisi yang perlu diuji
kebenarannya disebut hipotesis.

c) Hukum
Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau
hukum.

d) Teori
Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak
bertentangan satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena
disebut teori.

2) Dapat Dipertanggungjawabkan.
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan
melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu:

a) Sistem Axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu
fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus
umum menuju rumus khusus atau konkret. Atau mulai teori
umum menuju fenomena/gejala konkret. Cara ini disebut
deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunakan metode ini
adalah ilmu-ilmu formal, misalnya matematika.

b) Sistem Empiris

14
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori
mulai dari gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau
teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus
umum digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu pengetahuan alam dan
sosial.

c) Sistem Semantik/Linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara
menyusun proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu bahasa (linguistik).

3) Objektif atau Intersubjektif


Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang
banyak (intersubjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat
otonom dan mandiri, bukan milik perorangan (subjektif) tetapi
merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh
komunitas ilmiah.

V. Metodologi Penelitian Ilmu Alam


A. Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metodos”
berarti “cara” atau “jalan”, dan “logos” yang berarti ilmu. Dari
kedua suku kata itu metodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara.
Untuk memudahkan pemahaman tentang metodologi, terlebih
dahulu akan dijelaskan pengertian metode. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Metode adalah cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan. “(Tim Penyusun Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995, h. 652)
Berdasarkan akar kata metodologi seperti yang telah
disebutkan, metodologi berarti ilmu tentang cara untuk sampai

15
kepada tujuan. Menurut Hasan Langgulung metodologi adalah
cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan
tentang realita atau kebenaran. (Hasan Langgulung, 1992, h. 348)

VI. Metodologi Ilmu-ilmu Umum


Ada tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal:
1. Pengetahuan Inderawi (Knowledge)
Meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung
oleh panca indera. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang
tidak tertangkap oleh panca indera. Pengetahuan inderawi disebut
juga pengetahuan empiri. Dalam sejarah barat pelopor-pelopornya
antara lain : David Hume, John Locke, Roger Bacon, dan sejumlah
pengikut empirisme lainnya. Kedudukan knowledge ini adalah
penting sekali, karena ia merupakan tangga untuk melangkah ke
ilmu.
2. Pengetahuan Keilmuan (Science)
Meliputi semua fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau
eksperimen, sehingga apa yang berada dibalik knowledge bisa
terjangkau. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak
terjangkau lagi oleh rasio, atau otak, dan panca indera.
3. Pengetahuan Falsafi
Mencakup segala fenomena yang tak dapat diteliti, tapi dapat
dipikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juga bisa
menembus apa yang ada di luar alam, tuhan.

Ada dua aliran pemikiran yang sangat berpengaruh dalam


perdebatan dan wacana metodologi ilmu-ilmu umum. Dua aliran
tersebut adalah (1) rasionalisme yang menekankan pasa rasio, dan (2)
empirisme yang menitikberatkan pada inderawi. Keduanya telah
melahirkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda.
Rasionalisme dengan metode deduktifnya melahirkan ilmu-ilmu pasti,
sedangkan empirisme dengan metode induktifnya melahirkan ilmu-
ilmu alam. Ilmu dapat diperoleh dengan menggunakan tahapan-
tahapan yang ilmiah yang dikenal dengan sebutan metode ilmiah. Alur

16
berfikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan
ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-
hypotetico-verfikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek


empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan
faktor-faktor yang terkait di dalamnya;
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang
mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini
disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang
telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor
empiris yang relevan dengan permasalahan;
3. Perumusan hipotesis (dugaan, teori sementara) Hipo berarti
kurang, sedangkan tesis berarti kesimpulan. Hipotesis adalah
kesimpulan yang masih belum tuntas, sehingga kita masih dituntut
untuk mencari kebenarannya. Hipotesis merupakan dugaan
mengenai hubungan antara faktor (unsur) yang terlihat dalam suatu
masalah yang kita hadapi. Dari masalah yang dihadapi itu, kita
dapat membuat beberapa hipotesis atas hubungan antar faktor,
dalam bentuk hubungan fungsional dan juga hubungan kausal.
4. Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang
relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan
apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut
atau tidak;
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah
hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.

Metode yang lebih khusus lagi, terutama dipergunakan untuk


ilmu-ilmu social adalah metode analisa, yaitu suatu metode yang
dilakukan untuk memisah-misahkan antara pengertian yang satu

17
dengan pengertian yang lain sehingga diperoleh perbedaan yang jelas
antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain. Di samping
metode analisa, dikenal pula metode sintesa, yaitu metode yang
bermaksud menghubungkan pengertian-pengertian yang ada menjadi
satu kesatuan hingga dapat diperoleh suatu argumentasi baru. Dalam
ilmu pengetahuan kealaman atau sains natural, orang mengumpulkan
pengetahuan itu dengan mengadakan pengamatan atau observasi,
pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita, baik yang
hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuhan, maupun yang tak
bernyawa seperti bintang, matahari, gunung, lautan, dan benda-benda
yang mengelilingi kita. Seperti yang pernah dilakukan Nashir al-Din
Tusi dalam mengamati astronomi di observatorium di Maraghah.
Data yang dikumpulkan dari berbagai observasi dan pengukuran
pada gejala alamiah itu dianalisis, kemudian diambil kesimpulannya
yang dapat diterima dalam penalaran. Seluruh proses mulai dari
pengamatan dan pengukuran sampai dengan analisis dan pengambilan
kesimpulan ini untuk mudahnya dapat diberi istilah intizhar; suatu kata
yang ada hubungannya dengan nazhar, yang sebunyi dengan nalar. Jika
kealaman berkembang secara induktif melalui intizhar, maka dengan
pesatnya sains natural itu sendiri dan matematika, ia bisa berkembang
secara deduktif. Melalui matematika dapat dirumuskan model-model
alam atau gejala alamiah yang sifat dan kelakuannya dapat dijabarkan
secara matematis. Namun dari sekian abanyak model yang dibuat,
hanya model yang sesuai dengan gejala alamiah yang teramatilah yang
dapat diterima oleh masyarakat ilmuwan yang bersangkutan.

VII. Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam


Tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu pengetahuan alam dalam
perspektif islam dan barat

1. Al-Ghazali
Tidak mencetuskan ide-ide kesatuan ilmu pengetahuan. Beliau
justru sibuk dengan usahanya mengklasifikasikan ilmu pengetahuan

18
berdasarkan “asas-asas dikhotomi keilmuan”. Dimana beliau secara sadar
memisahkan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.

Ilmu religius meliputi:

a. Ilmu tentang prinsip prinsip dasar (al-ushul)


b. Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-ilm al-tauhid)
c. Ilmu tentang kenabian, termasuk didalamnya tentang para sahabat
d. Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
e. Ilmu tentang sumber pengetahuan religius
Sedangkan kriteria ilmu-ilmu intelektual didominasi oleh ilmu-
ilmuu umum seperti; matematika, aritmatika, geometri, astronomi, dan
astrologi, musik, logika, fisika atau ilmu alam, meteorologi, kedokteran
dan lain sebagainya. Ia terjebak pada proses dikhotomi, dengan maksud
membahas perbedaan antara ilmu fardlu kifayat dan ilmu fardu’ain.

2. Al-Farabi
Gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai
hasil penyelidikkan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan
basis bagi penyelidikkan hidup subur dan mendapat tempatnya. Gagasan
kesatuan dan hierarki ilmu ini, menurut Al-Farabi, berakar pada sifat hal-
hal atau benda-benda. Ilmu merupakan satu kesatuan karena sumber
utamanya hanya satu, yakni intelek Tuhan. Tak peduli dari saluran mana
saja, manusia pencari ilmu pengetahuan mendapatkan ilmu itu. Dengan
demikian, gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar
wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-Quran dan Hadist.

Integrasi keilmuan Al-Farabi dimanifestasikan dalam hierarki


keilmuan yang dibuatnya. Ia menyebutt tiga kriteria dalam penyusunan
hierarki ilmu. Pertama, berdasarkan kemuliaan subjek ilmu. Dari sini, Al-
Farabi memandang bahwa astronomi memenuhi kriteria materi subjek
yang mulia karena berkaitandengan benda-benda yang paling sempurna,
yaitu benda-benda langit atau benda0benda angkasa; Kedua, kedalaman
bukti-bukti yang didasarkan atas pandangan tentang sistematika
pernyataan derajat kejelasan dan keyakinan. Menurut kriteria ini, metode
penemuan dan pembuktiaan kebenaran beberapa ilmu lebih sempurna dan
lebih hebat ketimbang ilmu-ilmu lainnya; Ketiga, berdasarkan besarnya
manfaat suatu ilmu. Kriteria ketiga ini berkaitan langsung dengan masalah
hukum etika.

Kasifikasi ilmu Al-Farabi, karena bukan didasarkan atas ilmu-ilmu


agama dan ilmu-ilmu umum tetapi berdasarkan ketiga faktor/kriteria di

19
atas, maka yang terjadi adalah supaya pengintegralan (islamisasi) ilmu
pengetahuan.

3. Al-Kindi
Abu Yusuf bin Ishaq dan terkenal dengan sebutan ‘Filosof Arab”
Keturunan arab asli. Al=Kindi bukan hanya filsuf tetapi juga ilmuawan
yang menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di zamannya. Buku-
buku yang ditinggalkannya mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan
seperti matematika, geometri, astronomi, pharmacologi (teori dan cara
pengobatan) ilmu hitung, ilmu jiwa, musik dan sebagainya.

4. Ibn Sina

Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia


Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia
(sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis
yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi
dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan
Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan
bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya
yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di
bidang kedokteran selama berabad-abad. Karya Ibnu Sina, fisikawan
terbesar Persia abad pertengahan, memainkan peranan penting pada
pembangunan kembali Eropa

Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan
besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia
dianggap oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George
Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah
satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.”
pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The
Canon of Medicine, dikenal juga sebagai Qanun ( judul lengkap : Al-
Qanun fi At Tibb).

Kehidupannya dikenal lewat sumber - sumber berkuasa. Suatu


autobiografi membahas tiga puluh tahun pertama kehidupannya, dan
sisanya didokumentasikan oleh muridnya al-Juzajani, yang juga
sekretarisnya dan temannya.

20
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya
Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari
Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh
Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu
daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah
Afghanistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putrany adi didik
dengan baik di Bukhara.

Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam


Ismaili, pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran dan
ingatan luar biasa, yang mengizinkannya menyusul para gurunya pada usia
14 tahun.

Ibn Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan


kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para
tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan
seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy yang telah
menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia.
Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan dia memulai
untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata
pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda.

Meskipun bermasalah besar pada masalah - masalah metafisika


dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun
berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak
rintangan. pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan
meninggalkan buku - bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke
masjid, dan terus sholat sampai hidayah menyelesaikan kesulitan -
kesulitannya. Pada larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya,
menstimulasi perasaannya dengan kadangkala segelas susu kambing, dan
meskipun dalam mimpinya masalah akan mengikutinya dan memberikan
solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari
Aristoteles, sampai kata - katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya
tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian
singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham.

21
Yang sangat mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yang
dibuat dengan bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang
mempercepat untuk berterima kasih kepada Allah SWT, dan memberikan
sedekah atas orang miskin.

Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar
teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui
perhitungannya sendiri, menemukan metode - metode baru dari perawatan.
Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia
18 tahun dan menemukan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit
ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya
cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan
mulai merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai.”
Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia
merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.

5. Al-Khawarizmi
Dalam perjalanan ilmu Aljabar, muncul seseorang bernama Al-
Khawarizmi. Aljabar ciptaan yang lebih tinggi lagi yang kemudian
benama artmia. Ia mengarang buku Hisab Al-Jabr Wa Al-Muqabalah
(perhitungan tentang integrasi dan persamaan). Diterjemahlan kedalam
bahasa latin oleh Gerard Cremona padaabad XII dandigunakan sebagai
buku pegangan Universitas Barat sampai abad XVI. Buku inilah yang
memperkenalkan angka Arab ke dunia barat yang diberi nama Al-Qarism,
dari nama Al-Khawarizmi.Al-Khawarizmi penemu Logaritma dalam Ilmu
Matematika.

VIII. Pandangan Islam Tentang Ilmu Pengetahuan Alam


Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan
terukur, serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Ilmu menurut Al-
Qur’an adalah rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah yang
diberikan kepada manusia baik melalui Rasul-Nya atau langsung kepada
manusia yang menghendakinya tentang alam semesta sebagai ciptaan Allah
yang bergantung menurut ketentuan dan kepastian-Nya.

22
Berbeda dengan pengertian di atas, Harold H. Titus sebagaimana
termaktub dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan”
karya Mahfud Junaedi, menjelaskan bahwa science atau ilmu adalah

1. A method of obtaining knowledge that is objective and veriviable


2. A body of systematic knowledge built up through experimentation ang
observation and having a valid theoretical base.

Dari definisi yang dikemukakan tersebut dapat dipahami bahwa


“ilmu” meliputi tiga kompenen yang saling bertautan dan merupakan kesatuan
logis yang mesti ada serta berurutan.

1) ilmu harus diusahakan dengan aktifitas manusia,


2) aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan
3) akhirnya aktifitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

Bagian di atas menggambarkan kesatuan dan interaksi antara aktivitas,


metode, dan pengetahuan, sebagaimana digambarkan oleh The Liang Gie.

Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang


belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan
bahwa pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan
ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki
metode dan mekanisme tertentu.

Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan


agama merupakan sesuatu yang saling berkaitan dan saling melengkapi.
Agama merupakan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan
merupakan sarana untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang dalam
ajaran agama. Di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 750 ayat yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan dan itu merupakan bukti bahwa Islam adalah agama
yang sangat menekankan pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Esensi Ilmu Pengetahuan Alam dalam Islam

Wawasan tentang Dzat berkuasa atas segala sesuatu, yang telah dihilangkan
dari “Konsepsi Barat” tentang ilmu pengetahuan merupakan kritik fokus utama dalam
teori Islami. Sesungguhnya faktor pembeda cara berpikir Islami dari cara Barat ialah
perihal keyakinan yang fundamental dari cara berpikir yang pertama, bahwa semua
filsuf muslim, baik dari dunia Islam di Timur yang berpusat di Baghdad, Irak, seperti
al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, para tokoh Ikhwan as Safa, Ibnu Maskawaih, dan Ibnu
Sina, maupun dari dunia Islam belahan Barat yang berpusat di Cordova, Spanyol
seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd, menyakini bahwa Allah berkuasa

23
atas segala hal dan bahwa segala sesuatunya, termasuk pengetahuan, berasal dari
satu-satunya sumber yang tidak lain, adalah Allah.

Tercantum dalam lima ayat pertama surah Al-Alaq, menunjukkan perintah


Allah terkait dengan ilmu pengetahuan, perintah membaca, menelaah, menghimpun
pengetahuan dengan kalimat iqra’ bismi rabbik, menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak
sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi “membaca” adalah lambang dari
segala yang dilakukan oleh manusia baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Bisa aktif
mengkaji sifat-sifat Allah, sifat Allah yang disebutkan dalam kitab suci merupakan
sumber otentik pengetahuan tentang Allah. Salah satu sifat Allah yang disebutkan
dalam Al-Qur’an ialah Al-Alim, yang berarti “yang memiliki sains”. Karena memiliki
ilmu pengetahan yang membedakan dari malaikat dan dari semua makhluk lainnya,
dan melalui pengetahuan orang dapat menggapai kebenaran, dan kebenaran adalah
nama lain dari Yang Riil dan Al-Haqq.

Dari dimensi Al-Haqq sebagai sumber semua kebenaran. Sudah barang tentu
Al-Qur’an sebagai mediumnya, filsafat Islam berupaya menjelaskan cara Allah
menyampaikan kebenaran hakiki, dengan bahasa pemikiran yang intelektual dan
rasional. Tujuan seorang filsuf, menurut Al-Kindi ialah “mendapatkan kebenaran dan
mengamalkannya, sedangkan bagian paling luhur dari filsafat adalah filsafat pertama,
yakni mengetahui kebenaran pertama (Tuhan) dinamakan filsafat pertama karena
dalam pengetahuan tentang sebab pertama itu terkandung pengetahuan tentang semua
bagian lainnya dari filsafat”. Dengan demikian The Unity of Knowledge atau
kesatuan ayat Qur’aniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan integrasi keilmuan
yang dapat menjadi sarana penting meningkatkan keimanan dan haqqa tuqatih (taqwa
yang sebenar-benarnya).

Agama Islam memperhatikan pentingnya iman sama dengan pentingnya ilmu


pengetahuan.

‫طوُءن ببءشليءء بملن بعللبمبه إبلل ببءماَ ءشاَءء‬


‫ءوءل يطبحيِ ط‬

“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya” (Al-Baqarah: 255).

Allah juga memuliakan para ahli ilmu pengetahuan dengan firman-Nya:

‫اط اللللبذيءن‬
‫اط لءطكلم ءوإبءذا بقيِءل النطشطزوا ءفاَلنطشطزوا يءلرفءبع ل‬
‫ح ل‬ ‫ءياَ أءيَيءهاَ اللبذيءن آءءمطنوُا إبءذا بقيِءل لءطكلم تءفءلسطحوُا بفي اللءمءجاَلب ب‬
‫س ءفاَلفءسطحوُا يءلفءس ب‬
(۱۱) ‫اط ببءماَ تءلعءمطلوُءن ءخببيِرر‬ ‫آءءمطنوُا بملنطكلم ءواللبذيءن طأوطتوُا اللبعللءم ءدءرءجاَ ء‬
‫ت ءو ل‬

24
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al-Mujadalah: 11)

Kebudayaan Islam, pada masa jayanya dan masa perkembangannya


memberikan warisan yang membanggakan pada umat manusia, berdasarkan atas
observasi dan berpikir induktif, klasifikasi dan verifikasi serta konfirmasi. Orang
Eropa menerima warisan tersebut, lalu melakukan loncatan-loncatan yang jauh ke
depan dan melengkapi kegiatan penelitian-penelitian dengan alat-alat canggih.

Teori pengetahuan menurut Islam tidak hanya menonjolkan sudut yang


khusus dari mana kaum Muslim memandang ilmu, akan tetapi juga menekankan
keharusan yang mendesak untuk mencari ilmu. Seperti diketahui perintah Allah yang
pertama kepada Nabi melalui wahyu pertama yang diterimanya adalah “bacaan
dengan (menyebut) nama Allah”, dan dari sudut pandang Islam, membaca itu bukan
hanya pintu menuju ilmu, akan tetapi juga cara untuk mengetahui dan menyadari
Allah. Oleh sebab itu, ilmu mempunyai dua tujuan, yakni tujuan Ilahi dan tujuan
duniawi. Ilmu berfungsi sebagai pertanda Allah, sebab orang yang mempelajari alam
dan proses-prosesnya dengan seksama dan mendalam akan menjumpai banyak kasus
yang menunjuk kepada tangan yang tidak tampak, yang membina dan mengawasi
semua kejadian di dunia.

Islamisasi Ilmu pengetahuan

Menurut Zianudin Sardar, islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu usaha


untuk menciptakan ilmu pengetahuan Islami yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam
yang terlepas dari pengaruh ilmu pengetahuan yang ada di Barat. Pengertian
islamisasi ilmu pengetahuan juga disampaikan oleh Abudin Nata, menurutnya
islamisasi dalam makna yang luas menunjukkan pada proses pengislaman, di mana
objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya.
Dari sini bisa diketahui bahwa islamisasi ilmu pengetahuan merupakan upaya untuk
membangun paradigma keilmuan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, baik itu secara
ontologis, epistimologis, maupun aksiologisnya.

Berdasarkan analisis Ismail Razi Al-Faruqi, upaya mengatasi masalah umat


Islam adalah dengan islamisasi ilmu pengetahuan, yang ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut:

25
1. Memadukan sistem pendidikan Islam. Dikotomi pendidikan umum dan
agama harus dihilangkan.
2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui
dua tahap; pertama, mewajibkan bidang studi sejarah peradaban Islam; kedua,
Islamisasi pengetahuan.
3. Untuk mengatasi persoalan metodologi ditempuh langkah-langkah berupa
penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam sebagai berikut:
a. The Unity of Allah
b. The Unity of Creation
c. The Unity of Truth and Knowledge
d. The Unity of Life
e. The Unity of Humanity
4. Menyusun langkah kerja sebagai berikut:
a. Menguasai disiplin ilmu modern
b. Menguasai warisan khazanah Islam
c. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau
wilayah penelitian pengetahuan modern
d. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara
warisan Islam dengan pengetahuan modern
e. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu sunnatullah
5. Penguasaan disiplin ilmu modern dengan cara membaginya ke dalam
kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi, problem dan tema yang
dominan di Barat.
6. Survei disiplin ilmu yang dibuat dalam bentuk esai untuk mengetahui garis
besar asal-usul dan sejarah perkembangan maupun metodologinya, perluasan
visi bidang kajiannya, dan kontribusi utamanya yang memperluas daya
jangkaunya.
7. Menguasai warisan khazanah Islam sebagai titik tolak Islamisasi pengetahuan.
8. Penyajian disiplin ilmu Islam yang relevan dan khas Islam.
9. Penilaian kritis atas warisan Islam terhadap disiplin khazanah ilmu.
10. Melakukan survei atas masalah pokok umat Islam.
11. Melakukan analisis-sintetik kreatif. Ini hanya dapat dilakukan bila telah
dikuasai disiplin ilmu, warisan Islam dan sekaligus pula melakukan analisis
kritis terhadap keduanya.
12. Menata ulang disiplin ilmu di bawah frame work Islam: menyediakan text
book untuk universitas.
13. Melaksanakan berbagai konferensi, seminar, workshop dan sebagainya
sebagai faculty training.

Praktik islamisasi dalam berbagai bidang keahlian tersebut kini tengah


berlangsung di masyarakat. Upaya ini dilakukan oleh umat Islam dengan
menggunakan pendekatan yang terkadang berbeda salah satu dan lainnya sebagai
berikut:

26
Pertama, ada yang menggunakan pendekatan formalistik, verbalistik, dan
simbolistik. Yaitu pendekatan yang menginginkan agar agama secara resmi
menjadi dasar negara,dinyatakan secara eksplisit dalam kata dan diaplikasikan
dalam bentuk simbol yang menjadin logo setiap bidang kehidupan. Praktik tyang
demikian itu dalam satu segi lebih memperlihatkan sosok yang tegas, lugas dan
transparan dan sekaligus membedakan antara yang Islami dan yang bukan Islami.
Namun,pendekatan yang demikian dapat berakibat timbulnya kecurigaan dan
ketakutan bagi kelompok lain yang secara pluralistik berada di sekitarnya.
Pendekatan yang demikian dapt efektif manakala kondisi sosial keaagamaan dan
lainnya dalam keadaan kondusif seperti pada kasus yang di jumpai di propinsi
Aceh Darussalam.

Kedua, ada yang menggunakan pendekatan kultural, substansual dan


aktual. Dengan pendekatan ini,agama Islam diupayakan beradaptasi dan
mengakomodasi dengan berbagai kebudayaan yang ada di masyarakat; Islam
sebagai rahmat bagi kehidupan umat manusua dapat dirasakan dengan nyata. Islam
benar-benar terlibat dalam memecahkan masalah kehidupan masyarakat dalam
bidang ekonomi, kesehatan, pemukiman, pendidikan dan kesejahteraan pada
umumnya. Islam benar- benar tampak dalam kenyataan sebagai sebuah sistem
kuhidupan yang menyejukkan umat manusia. Pendekatan yang kedua ini tampak
kurang sosoknya secara lahiriah sehingga terkadang sulit untuk melakukan klaim
Islam terhadapnya. Namu secara batiniah dan substansif dapat dirasakan.
Pendekatan yang kedua ini tampak lebih disukai kelompok lain yang secara
empiris memperlihatkan keragaman kultural.

Dua pendekatan Islamisasi yang demikian itu kini tengah berjalan dalam
kehidupan yang secara internal terkadang menimbulkan gesek-gesekan. Kedua
pendekatan ini harus berjumpa antara satu dan lainnya untuk menjelaskan bahwa
antara keduanya itu memiliki tujuan yang sama, namun pendekatannya saja yang
berbeda, disebabkan perbedaan budaya serta kapasitas orang-orang yang
melakukan agenda tersebut.

Jadi sebetulnya mengislamkan ilmu pengetahuan bukanlah langkah


konfrontataif terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang telah berkembang
dewasa ini. Islamisasi ilmu pengetahuan berarti memurnikan kembaliilmu
pengetahuan atau mengembalikan esensi ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena
sebagaimana dinyatakan oleh para ahli sejarah bahwa peradaban Barat dewasa ini
yang dipandang telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan justru pada
awalnya belajar dari Islam.

27
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah
ekspansi Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh lima tahun
setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, pada tahun 632 M, kaum Muslim telah
berhasil menaklukkan seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi
dakwah yang dalam sejarah Islam disebut sebagai pembukaan negeri-negeri (futuh al
buldaan) ini berlangsung pesat dan tak terbendung. Islam datang membawa pesan
untuk sebuah kemajuan peradaban yang bernilai dan bertujuan pada kebahagiaan
yang haq bagi seluruh ummat manusia. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam,
adalah pengetahuan sebagai kebudayaan. Islam sangat memperhatikan bahkan
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam dengan diutus-Nya Nabi
Muhammad Saw, telah membawa manusia untuk berpikir, beranjak dari sebuah
kemunduran dan keterbelakngan mereka menuju kemajuan peradaban yang ideal.
Kemajuan peradaban tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada umatnya agar
selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menuju
kemajuan peradaban.

3.2 Saran

Menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini penulis masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak dan tentunya
dapat dipertanggung jawabkan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta: RajaGrafinda Persada, 2006). hlm.
406.

Ali, Marpuji, dkk. 2010. Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu, dan Amal. Magelang:
PMW Jateng.

C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam diterjemahkan dari
Philosophy and Science in the Islamic World, (Jakarta: IKAPI, 1988), hlm. 16.

Drs. H. Marpuji Ali, M.SI., dkk, Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu, dan Amal,
(Magelang: PMW Jateng, 2010), hlm. 49-51.

Junaidi, Mahfud. 2010. Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan.


Semarang: RaSAIL Media Group.

Kartanegara, Mulyadhi, 2005. Integrasi Ilmu : Sebuah Rekonstruksi Holistik.


Bandung : Arasy.

MA, Nasution, 2016. Filsafat Sains Dalam Perspektif Pemikiran Islam. Di akses
tanggal 27 Mei 2017.

Mahfud Junaidi, Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan, (Semarang:


RaSAIL Media Group, 2010), hlm. 4-5.

Nata, Abuddin. 2006. Metodologi Study Islam, Jakarta: RajaGrafinda Persada,

Nata, abuddin. Dkk. 2003. Integrasi ilmu agama dan ilmu umum. Jakarta : UIN
Jakarta Press

Noerhadi T. H. (1998) Diktat Kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan. Pascasarjana


Universitas Indonesia.

Prof. Dr. Fadhil Al-Djamali, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, (Jakarta:
IKAPI, 1993), hlm. 129-130.

Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Teraju,
2002), hlm. 73-74.

Qomar, Mujamil. 2012. Merintis Kejayaan Islam Kedua: Merombak Pemikiran dan
Mengembangkan Aksi. Yogyakarta: Teras.

29

Anda mungkin juga menyukai