Disusun Oleh:
Kelompok 9
Yuliana 11151040000100
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah dapat berguna bagi para pembaca. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah yang kami buat ini.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang
lebih baik pada pembuatan makalah selanjutnya.
Makalah ini dibuat dengan singkat, sederhana tetapi mudah untuk dipahami.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis maupun
pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
I. Sejarah Ilmu Alam....................................................................................................6
II. Jenis Rumpun Ilmu Alam.........................................................................................9
III. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam............................................................................10
IV. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah..........................................................................12
V. Metodologi Penelitian Ilmu Alam...........................................................................16
VI. Metodologi Ilmu-ilmu Umum................................................................................16
VII. Tokoh ilmu Pengetahuan alam...............................................................................19
VIII. Pandangan islam tentang ilmu pengetahuan alam..................................................23
BAB III.....................................................................................................................................29
PENUTUP................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
5
I. Sejarah Ilmu Alam
Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari
sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh
lima tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, pada tahun 632 M, kaum
Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga
utara. Ekspansi dakwah yang dalam sejarah Islam disebut sebagai pembukaan
negeri-negeri (futuh al buldaan) ini berlangsung pesat dan tak terbendung.
6
1. Dalam kenyataannya, tidak ada sains yang tidak Islami yang penting
untuk dibicarakan waktu itu. Walaupun pada dasarnya sudah lahir
beberapa teori ilmiah dan filosofis pra Islam seperti teori atom
Demoeritus di Yunani, yang dinilai oleh para sarjana dan pemikir
Muslim sebagai sains kontemporer yang bersentuhan dengan mereka
dianggap bersesuaian dengan prinsip tauhid dan perspektif Islam. Ini
berlaku khususnya pada sains Aristotelian, arus utama pemikiran
Yunani yang memasuki ruang kultural peradaban Islam yang baru
terbentuk.
2. Tidak ada tandingan bagi sains-sains mereka, mereka sadar bahwa
mereka adalah para pemuka intelektual dan penghasil sains
kontemporer.
Berdasarkan dua hal tersebut, secara praktis, sains kontemporer yang
Islami maupun tidak adalah milik mereka sendiri. Sehingga ide tentang sains
tak Islami yang menyuguhkan tantangan intelektual pada uapaya ilmiah
mereka tidak muncul sama sekali.
Di zaman modern ini, kebutuhan akan istilah denitif Islami tampak
terlalu jelas dan gamblang bagi siapa saja yang cukup akrab dan mengenal
sains Islam dan sains Barat modern. Dua sains ini tidak memiliki sifat dan
karakter filosofis yang sama. Timbul kebingungan di kalangan sebagian besar
kaum Muslim kontemporer tentang sifat dan karakter sebenarnya dan juga
kaitan historis sesungguhnya dari jenis tersebut. Dengan sendirinya, ada
kebutuhan untuk memahami dengan benar masing-masing sifat dan ikatan
historisnya.
Tiga faktor utama pencarian model-model baru terkait masalah sains,
yaitu : Pertama, adanya kemajuan-kemajuan besar di ujung-ujung batas
penelitian sains, seperti dalam fisika sub atomic, telah membuat usang
pandangan dunia Cartesian dan mekanistik yang sejak abad ke-17 telah
memberikan sains asumsi-asumsi fundamentalnya tentang realitas dunia fisik.
Kedua, krisis ekologi kontemporer telah membawa perhatian utama pada
persoalan tentang hubungan keseluruhan antar manusia dengan alam serta isu-
isu teknologi yang tepat. Ketiga, disiplin sejarah sains telah memampukan
manusia Barat untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang ilmu
7
alam dan pengetahuan teknis yang dikembangkan oleh peradaban lain
sebelum periode modern, yang tidak dapat direduksi begitu saja sebagai
antisipasi terhadap sains modern.
Sesungguhnya yang menjadi perhatian utama dari gagasan sains Islam
terkait erat dengan masalah filosofi dasar sains yang berkembang dan di akui
dewasa ini termasuk pradigma dan metodologi sains yang berkembang di
dunia modern yang lebih banyak dipengaruhi oleh paradigm pemikiran filsafat
Barat modern yang sekuler. Sebagai implikasinya terjadi bias epistemology
dan aksiologi yang dalam, antara sains dengan paradigm moral yang
dikembangkan dalam agama Islam. Dalam tataran praktis sains yang
dikembangkan menjadi kering dari sentuhan religious, akibatnya kondisi ini
menimpa berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari oleh
umat Islam. Oleh karena itu, gagasan Islamisasi sains kemudian muncul
dengan segala konsekuensinya dan reaksi pro-kontra terhadap trobosan
pembaharuan pemikiran tersebut.
Pemikiran sains Islam merupakan fenomena baru gerakan Islam yang
bisa disebut sebagai upaya revitalisasi Islam (membangkitkan kembali Islam)
yang bertujuan menyelaraskan kehidupan Muslimin dengan ketentuan Syariah
termasuk dalam bidang kehidupan social, ilmu dan teknologi. Pandangan ini
bagi sebagian kalangan sering dikonotasikan sebagai refleksi pemikiran
kelompok fundamentalis. Akan tetapi dalam konteks inilah, ide Islamisasi
sains dapat dipahami sebagai sebuah format baru bagi gerakan pembaharuan
pemikiran Islam, terutama pada decade tahun 1970 dan 1980. Wacana sains
Islam ini dalam perkembangan lebih lanjut tidak hanya terkait dengan ilmu
Alam dan Fisika, tetapi juga mengenai ilmu-ilmu social dan humaniora.
Islamisasi ilmu-ilmu alam yang kini banyak dibahas di dunia Islam
hanya akan berarti jika dipandang dalam konteks bangkitnya kesadaran di
kalangan orang Islam tentang karakter khusus dari sains modern ini.
Islamisasi sesungguhnya adalah usaha untuk menyediakan sebuah model
alternative bagi sains modern. Walaupun ini, merupakan sebuah persepsi dan
paradigm baru.
Sains Islam dibutuhkan karena kaum Muslim merupakan komunitas
yang selalu diwajibkan untuk menganjurkan kebenaran dan mencegah
8
kemungkaran, sekaligus untuk menunjukkan bahwa sains dapat menjadi
kekuatan positif didalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan umat Islam dan
prioritas serta perhatian masyarakat Muslim berbeda dari apa yang dimiliki
oleh peradaban Barat. Akhirnya sains Islam tetap dibutuhkan karena suatu
peradaban tidak akan sempurna tanpa memiliki suatu system okjektif untuk
memecahkan masalah yang terkerangka sesuai dengan paradigmanya sendiri.
a) Etika,
b) Ekonomi, dan
c) Politik
9
analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad-abad.
Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta, konsep, prinsip dan teori.
Fakta merupakan hasil dari kegiatan empirik, sementara konsep,
prinsip dan teori merupakan hasil dari kegiatan analitik. Fakta
dalam IPA adalah pernyataan tentang benda-benda yang benar-
benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan
sudah dikonfirmasi secara obyektif.
Hukum-hukum alam adalah prinsip-prinsip yang sudah
diterima meskipun juga bersifat tentatif (sementara) tetapi karena
mengalami pengujian-pengujian yang lebih keras daripada prinsip,
maka hukum alam bersifat lebih kekal. Contoh: hukum kekekalan
energi menyatakan bahwa dalam suatu interaksi tidak ada energi
yang diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya berubah dari suatu
bentuk ke bentuk lain. Teori ilmiah merupakan kerangka yang
lebih luas dari fakta, konsep dan prinsip. Teori merupakan model
atau gambaran yang dibuat oleh ilmuwan untuk menjelaskan gejala
alam. Contoh: teori quantum yang menggambarkan elektron
seperti awan bermuatan negatif melingkupi inti atom.
b. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Proses Ilmiah
IPA sebagai suatu proses merupakan cara kerja, cara
berpikir dan cara memecahkan masalah sehingga meliputi kegiatan
bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu
dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan.
Srini M. Iskandar (1996: 10) menjelaskan cara kerja tersebut
dikenal dengan metode ilmiah yang secara bertahap meliputi:
1) Menyadari adanya masalah dan keinginan untuk
memecahkannya.
2) Mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan
masalah.
3) Merumuskan hipotesis.
4) Menguji hipotesis dapat ditempuh dengan cara melakukan
eksperimen atau observasi.
5) Menarik kesimpulan.
6) Menyusun teori.
10
Untuk melakukan proses tersebut diperlukan beberapa
keterampilan antara lain:
1) Observasi adalah keterampilan untuk mengumpulkan data atau
informasi dengan menggunakan indera dan instrumen sebagai alat
bantu.
2) Mengklasifikasi atau menggolongkan adalah keterampilan untuk
melihat persamaan dan perbedaan suatu obyek sehingga dengan dasar
tersebut obyek dapat dikelompokkan atau dipisahkan dari yang lain.
3) Menyimpulkan merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil
penilaian atas suatu obyek atau kejadian.
4) Menginferensi atau memprediksi merupakan kemampuan untuk
membuat ramalan tentang kejadian yang akan datang berdasarkan
hasil observasi, konsep atau prinsip yang diketahui.
5) Mengukur adalah keterampilan untuk menentukan kuantitas suatu
obyek dengan membandingkan atau menggunakan alat ukur yang
sesuai.
6) Menggunakan hubungan antar ruang dan waktu meliputi
keterampilan untuk menjelaskan posisi suatu benda terhadap benda
yang lain, menjelaskan posisi benda terhadap waktu dan membuat
dugaan keadaan yang akan datang berdasarkan apa yang telah
diketahui saat ini.
7) Menggunakan bilangan meliputi operasi bilangan seperti tambah,
kurang, kali dan bagi.
8) Mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil belajar atau
penemuannya pada orang lain.
9) Merancang penelitian merupakan keterampilan proses terintegrasi,
karena membutuhkan keterampilan proses lain.
10) Melakukan eksperimen merupakan keterampilan proses
terintegrasi.
11
mencampur adukkan fakta dengan pendapat, bersifat hati-hati dan
ingin menyelidiki (Srini M. Iskandar, 1996: 12).
1) Sistematis
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu
pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu
berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori
dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari
kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan
merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai
dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep
ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.
12
1. Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam
kamus, yang biasanya bersifat deskriptif.
Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan
tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat
dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah.
Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang
penting adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah
pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si
A disebut sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai
Pihak Kedua.
Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan
dengan pengukuran (assessment) yang banyak
dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini
memiliki kekurangan karena seringkali apa yang
didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi,
sehingga terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang dimaksud
inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan
seseorang yang dinyatakan dengan skor tes inteligensi”.
Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta
atau fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu.
Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu
menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud.
13
tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut
Agama apapun).
b) Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-
pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan
digabung menjadi proposisi. Proposisi yang perlu diuji
kebenarannya disebut hipotesis.
c) Hukum
Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau
hukum.
d) Teori
Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak
bertentangan satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena
disebut teori.
2) Dapat Dipertanggungjawabkan.
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan
melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu:
a) Sistem Axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu
fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus
umum menuju rumus khusus atau konkret. Atau mulai teori
umum menuju fenomena/gejala konkret. Cara ini disebut
deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunakan metode ini
adalah ilmu-ilmu formal, misalnya matematika.
b) Sistem Empiris
14
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori
mulai dari gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau
teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus
umum digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu pengetahuan alam dan
sosial.
c) Sistem Semantik/Linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara
menyusun proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu bahasa (linguistik).
15
kepada tujuan. Menurut Hasan Langgulung metodologi adalah
cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan
tentang realita atau kebenaran. (Hasan Langgulung, 1992, h. 348)
16
berfikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan
ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-
hypotetico-verfikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:
17
dengan pengertian yang lain sehingga diperoleh perbedaan yang jelas
antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain. Di samping
metode analisa, dikenal pula metode sintesa, yaitu metode yang
bermaksud menghubungkan pengertian-pengertian yang ada menjadi
satu kesatuan hingga dapat diperoleh suatu argumentasi baru. Dalam
ilmu pengetahuan kealaman atau sains natural, orang mengumpulkan
pengetahuan itu dengan mengadakan pengamatan atau observasi,
pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita, baik yang
hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuhan, maupun yang tak
bernyawa seperti bintang, matahari, gunung, lautan, dan benda-benda
yang mengelilingi kita. Seperti yang pernah dilakukan Nashir al-Din
Tusi dalam mengamati astronomi di observatorium di Maraghah.
Data yang dikumpulkan dari berbagai observasi dan pengukuran
pada gejala alamiah itu dianalisis, kemudian diambil kesimpulannya
yang dapat diterima dalam penalaran. Seluruh proses mulai dari
pengamatan dan pengukuran sampai dengan analisis dan pengambilan
kesimpulan ini untuk mudahnya dapat diberi istilah intizhar; suatu kata
yang ada hubungannya dengan nazhar, yang sebunyi dengan nalar. Jika
kealaman berkembang secara induktif melalui intizhar, maka dengan
pesatnya sains natural itu sendiri dan matematika, ia bisa berkembang
secara deduktif. Melalui matematika dapat dirumuskan model-model
alam atau gejala alamiah yang sifat dan kelakuannya dapat dijabarkan
secara matematis. Namun dari sekian abanyak model yang dibuat,
hanya model yang sesuai dengan gejala alamiah yang teramatilah yang
dapat diterima oleh masyarakat ilmuwan yang bersangkutan.
1. Al-Ghazali
Tidak mencetuskan ide-ide kesatuan ilmu pengetahuan. Beliau
justru sibuk dengan usahanya mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
18
berdasarkan “asas-asas dikhotomi keilmuan”. Dimana beliau secara sadar
memisahkan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
2. Al-Farabi
Gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai
hasil penyelidikkan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan
basis bagi penyelidikkan hidup subur dan mendapat tempatnya. Gagasan
kesatuan dan hierarki ilmu ini, menurut Al-Farabi, berakar pada sifat hal-
hal atau benda-benda. Ilmu merupakan satu kesatuan karena sumber
utamanya hanya satu, yakni intelek Tuhan. Tak peduli dari saluran mana
saja, manusia pencari ilmu pengetahuan mendapatkan ilmu itu. Dengan
demikian, gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar
wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-Quran dan Hadist.
19
atas, maka yang terjadi adalah supaya pengintegralan (islamisasi) ilmu
pengetahuan.
3. Al-Kindi
Abu Yusuf bin Ishaq dan terkenal dengan sebutan ‘Filosof Arab”
Keturunan arab asli. Al=Kindi bukan hanya filsuf tetapi juga ilmuawan
yang menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di zamannya. Buku-
buku yang ditinggalkannya mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan
seperti matematika, geometri, astronomi, pharmacologi (teori dan cara
pengobatan) ilmu hitung, ilmu jiwa, musik dan sebagainya.
4. Ibn Sina
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan
besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia
dianggap oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George
Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah
satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.”
pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The
Canon of Medicine, dikenal juga sebagai Qanun ( judul lengkap : Al-
Qanun fi At Tibb).
20
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya
Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari
Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh
Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu
daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah
Afghanistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putrany adi didik
dengan baik di Bukhara.
21
Yang sangat mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yang
dibuat dengan bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang
mempercepat untuk berterima kasih kepada Allah SWT, dan memberikan
sedekah atas orang miskin.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar
teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui
perhitungannya sendiri, menemukan metode - metode baru dari perawatan.
Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia
18 tahun dan menemukan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit
ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya
cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan
mulai merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai.”
Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia
merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
5. Al-Khawarizmi
Dalam perjalanan ilmu Aljabar, muncul seseorang bernama Al-
Khawarizmi. Aljabar ciptaan yang lebih tinggi lagi yang kemudian
benama artmia. Ia mengarang buku Hisab Al-Jabr Wa Al-Muqabalah
(perhitungan tentang integrasi dan persamaan). Diterjemahlan kedalam
bahasa latin oleh Gerard Cremona padaabad XII dandigunakan sebagai
buku pegangan Universitas Barat sampai abad XVI. Buku inilah yang
memperkenalkan angka Arab ke dunia barat yang diberi nama Al-Qarism,
dari nama Al-Khawarizmi.Al-Khawarizmi penemu Logaritma dalam Ilmu
Matematika.
22
Berbeda dengan pengertian di atas, Harold H. Titus sebagaimana
termaktub dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan”
karya Mahfud Junaedi, menjelaskan bahwa science atau ilmu adalah
Wawasan tentang Dzat berkuasa atas segala sesuatu, yang telah dihilangkan
dari “Konsepsi Barat” tentang ilmu pengetahuan merupakan kritik fokus utama dalam
teori Islami. Sesungguhnya faktor pembeda cara berpikir Islami dari cara Barat ialah
perihal keyakinan yang fundamental dari cara berpikir yang pertama, bahwa semua
filsuf muslim, baik dari dunia Islam di Timur yang berpusat di Baghdad, Irak, seperti
al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, para tokoh Ikhwan as Safa, Ibnu Maskawaih, dan Ibnu
Sina, maupun dari dunia Islam belahan Barat yang berpusat di Cordova, Spanyol
seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd, menyakini bahwa Allah berkuasa
23
atas segala hal dan bahwa segala sesuatunya, termasuk pengetahuan, berasal dari
satu-satunya sumber yang tidak lain, adalah Allah.
Dari dimensi Al-Haqq sebagai sumber semua kebenaran. Sudah barang tentu
Al-Qur’an sebagai mediumnya, filsafat Islam berupaya menjelaskan cara Allah
menyampaikan kebenaran hakiki, dengan bahasa pemikiran yang intelektual dan
rasional. Tujuan seorang filsuf, menurut Al-Kindi ialah “mendapatkan kebenaran dan
mengamalkannya, sedangkan bagian paling luhur dari filsafat adalah filsafat pertama,
yakni mengetahui kebenaran pertama (Tuhan) dinamakan filsafat pertama karena
dalam pengetahuan tentang sebab pertama itu terkandung pengetahuan tentang semua
bagian lainnya dari filsafat”. Dengan demikian The Unity of Knowledge atau
kesatuan ayat Qur’aniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan integrasi keilmuan
yang dapat menjadi sarana penting meningkatkan keimanan dan haqqa tuqatih (taqwa
yang sebenar-benarnya).
“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya” (Al-Baqarah: 255).
اط اللللبذيءن
اط لءطكلم ءوإبءذا بقيِءل النطشطزوا ءفاَلنطشطزوا يءلرفءبع ل
ح ل ءياَ أءيَيءهاَ اللبذيءن آءءمطنوُا إبءذا بقيِءل لءطكلم تءفءلسطحوُا بفي اللءمءجاَلب ب
س ءفاَلفءسطحوُا يءلفءس ب
(۱۱) اط ببءماَ تءلعءمطلوُءن ءخببيِرر آءءمطنوُا بملنطكلم ءواللبذيءن طأوطتوُا اللبعللءم ءدءرءجاَ ء
ت ءو ل
24
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al-Mujadalah: 11)
25
1. Memadukan sistem pendidikan Islam. Dikotomi pendidikan umum dan
agama harus dihilangkan.
2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui
dua tahap; pertama, mewajibkan bidang studi sejarah peradaban Islam; kedua,
Islamisasi pengetahuan.
3. Untuk mengatasi persoalan metodologi ditempuh langkah-langkah berupa
penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam sebagai berikut:
a. The Unity of Allah
b. The Unity of Creation
c. The Unity of Truth and Knowledge
d. The Unity of Life
e. The Unity of Humanity
4. Menyusun langkah kerja sebagai berikut:
a. Menguasai disiplin ilmu modern
b. Menguasai warisan khazanah Islam
c. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau
wilayah penelitian pengetahuan modern
d. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara
warisan Islam dengan pengetahuan modern
e. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu sunnatullah
5. Penguasaan disiplin ilmu modern dengan cara membaginya ke dalam
kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi, problem dan tema yang
dominan di Barat.
6. Survei disiplin ilmu yang dibuat dalam bentuk esai untuk mengetahui garis
besar asal-usul dan sejarah perkembangan maupun metodologinya, perluasan
visi bidang kajiannya, dan kontribusi utamanya yang memperluas daya
jangkaunya.
7. Menguasai warisan khazanah Islam sebagai titik tolak Islamisasi pengetahuan.
8. Penyajian disiplin ilmu Islam yang relevan dan khas Islam.
9. Penilaian kritis atas warisan Islam terhadap disiplin khazanah ilmu.
10. Melakukan survei atas masalah pokok umat Islam.
11. Melakukan analisis-sintetik kreatif. Ini hanya dapat dilakukan bila telah
dikuasai disiplin ilmu, warisan Islam dan sekaligus pula melakukan analisis
kritis terhadap keduanya.
12. Menata ulang disiplin ilmu di bawah frame work Islam: menyediakan text
book untuk universitas.
13. Melaksanakan berbagai konferensi, seminar, workshop dan sebagainya
sebagai faculty training.
26
Pertama, ada yang menggunakan pendekatan formalistik, verbalistik, dan
simbolistik. Yaitu pendekatan yang menginginkan agar agama secara resmi
menjadi dasar negara,dinyatakan secara eksplisit dalam kata dan diaplikasikan
dalam bentuk simbol yang menjadin logo setiap bidang kehidupan. Praktik tyang
demikian itu dalam satu segi lebih memperlihatkan sosok yang tegas, lugas dan
transparan dan sekaligus membedakan antara yang Islami dan yang bukan Islami.
Namun,pendekatan yang demikian dapat berakibat timbulnya kecurigaan dan
ketakutan bagi kelompok lain yang secara pluralistik berada di sekitarnya.
Pendekatan yang demikian dapt efektif manakala kondisi sosial keaagamaan dan
lainnya dalam keadaan kondusif seperti pada kasus yang di jumpai di propinsi
Aceh Darussalam.
Dua pendekatan Islamisasi yang demikian itu kini tengah berjalan dalam
kehidupan yang secara internal terkadang menimbulkan gesek-gesekan. Kedua
pendekatan ini harus berjumpa antara satu dan lainnya untuk menjelaskan bahwa
antara keduanya itu memiliki tujuan yang sama, namun pendekatannya saja yang
berbeda, disebabkan perbedaan budaya serta kapasitas orang-orang yang
melakukan agenda tersebut.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah
ekspansi Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh lima tahun
setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, pada tahun 632 M, kaum Muslim telah
berhasil menaklukkan seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi
dakwah yang dalam sejarah Islam disebut sebagai pembukaan negeri-negeri (futuh al
buldaan) ini berlangsung pesat dan tak terbendung. Islam datang membawa pesan
untuk sebuah kemajuan peradaban yang bernilai dan bertujuan pada kebahagiaan
yang haq bagi seluruh ummat manusia. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam,
adalah pengetahuan sebagai kebudayaan. Islam sangat memperhatikan bahkan
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam dengan diutus-Nya Nabi
Muhammad Saw, telah membawa manusia untuk berpikir, beranjak dari sebuah
kemunduran dan keterbelakngan mereka menuju kemajuan peradaban yang ideal.
Kemajuan peradaban tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada umatnya agar
selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menuju
kemajuan peradaban.
3.2 Saran
Menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini penulis masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak dan tentunya
dapat dipertanggung jawabkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta: RajaGrafinda Persada, 2006). hlm.
406.
Ali, Marpuji, dkk. 2010. Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu, dan Amal. Magelang:
PMW Jateng.
C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam diterjemahkan dari
Philosophy and Science in the Islamic World, (Jakarta: IKAPI, 1988), hlm. 16.
Drs. H. Marpuji Ali, M.SI., dkk, Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu, dan Amal,
(Magelang: PMW Jateng, 2010), hlm. 49-51.
MA, Nasution, 2016. Filsafat Sains Dalam Perspektif Pemikiran Islam. Di akses
tanggal 27 Mei 2017.
Nata, abuddin. Dkk. 2003. Integrasi ilmu agama dan ilmu umum. Jakarta : UIN
Jakarta Press
Prof. Dr. Fadhil Al-Djamali, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, (Jakarta:
IKAPI, 1993), hlm. 129-130.
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Teraju,
2002), hlm. 73-74.
Qomar, Mujamil. 2012. Merintis Kejayaan Islam Kedua: Merombak Pemikiran dan
Mengembangkan Aksi. Yogyakarta: Teras.
29