Disusun Oleh :
Maria Ulfatul Jamila
186020200111004
Sandy Budiarti
186020200111053
CRM adalah proses bisnis inti lintas fungsi yang berkaitan dengan pencapaian nilai
pemegang saham yang ditingkatkan melalui pengembangan hubungan yang efektif dengan
pelanggan utama dan segmen pelanggan.
Sistem CRM menyediakan analitik prediktif baru, misalnya melacak tanda ketidakpuasan
dan pembelotan. Sudut pandang lain yang bermanfaat menunjukkan bahwa CRM terdiri dari tiga
elemen utama yaitu
Mengidentifikasi, memuaskan, mempertahankan memekasimalkan nilai
pelanggan terbaik perusahaan.
Membungkus perusahaan di sekitar pelanggan untuk memastikan bahwa kontak
dengan pelanggan sesuai dan berdasarkan pengetahuan yang luas dari kedua kebutuhan
pelanggan dan profitabilitas
Menciptakan gambaran lengkap dari pelanggan
2
konsumer termasuk semua interaksinya. Sehingga mereka dapat melakukan pendekatan
pada setiap konsumer dengan strategi penjualan yang unik pada waktu yang tepat.
3
dapat membuat pelaku sales untuk lebih efisien menangani konsumer seiring dengan
menekan total biaya penjualan serta biaya terkait lainnya.
Tujuan CRM
Sasaran utama dari CRM adalah untuk meningkatkan pertumbuhan jangka panjang dan
profitabilitas perusahaan melalui pengertian yang lebih baik terhadap kebiasaan (behavior)
pelanggan. CRM bertujuan untuk menyediakan umpan balik yang lebih efektif dan integrasi
yang lebih baik dengan pengendalian return on investment (ROI).
CRM mencakup metoda dan teknologi yang digunakan perusahaan untuk mengelola
hubungan mereka dengan pelanggan. Informasi yang disimpan untuk setiap pelanggan dan calon
pelanggan dianalisa dan digunakan untuk tujuan ini. Proses otomasi dalam CRM digunakan
untuk menghasilkan personalisasi pemasaran otomatis berdasarkan informasi pelanggan yang
tersimpan di dalam sistem.
4
Respon terhadap rangsangan pemasaran - apakah pelanggan menanggapi iklan
tertentu, penawaran harga, inisiatif pemasaran langsung, atau panggilan penjualan, atau
kontak langsung lainnya.
Perangkat lunak yang semakin canggih tersedia untuk melakukan penambangan data dan data
model dari CRM.
Database pelanggan yang kuat merupakan kunci utama pelaksanaan CRM. Ada banyak
alasan mengapa perusahaan perlu membangun database pelanggan yang kuat. Pertama, database
pelanggan adalah salah satu aset utama perusahaan, yang juga dapat dihitung performa-nya
sebagaimana performa finansial yang lain. Kedua, database pelanggan dapat dijadikan ukuran
tentang ”nilai perusahaan sekarang”, dan kemungkinan performanya di masa mendatang. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan database pelanggan. Misalnya, melalui
pengembalian kartu garansi yang harus diisi data lengkap pelanggan, melalui form aplikasi untuk
pengajuan kredit ataupun permintaan suatu layanan, dan yang paling populer tentu saja adalah
dengan menerbitkan kartu keanggotaan.
5
konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang
produk atau jasa.
6
Namun perusahaan menemukan melalui analisis basis data CRM bahwa ini tidak selalu benar.
Beberapa kelompok pelanggan mungkin tidak mengetahui biaya yang diperlukan untuk
mempertahankannya karena kesesuaoan antara kebutuhan mereka dan mungkin berbahaya untuk
menganggap ini akan selalu benar.
Data CRM memberikan kepada para eksekutif basis yang unik untuk menangani
masalah-masalah seperti kesetiaan dan profitabilitas berdasarkan fakta, bukan asumsi, dan focus
pada pelanggan individu, daripada kelompok yang berisi banyak pembeli yang berbeda.
8
Implementasi yang berhasil
Komponen utama dari implementasi CRM yang suskes adalah:
Kantor depan yang mengintegrasikan fungsi penjualan, pemasaran, dan layanan di
semua media (call center, orang, gerai ritel, anggota rantai nilai, internet).
Sebuah gudang data yang menyimpan informasi pelanggan dan alat analitis yang
tepat untuk menganalisis data tersebut dan mempelajari perilaku pelanggan.
Aturan bisnis dikembangkan dari analisis data untuk memastikan manfaat kantor
depan dari perusahaan yang mempelajari pelanggan.
Ukuran kinerja yang memungkinkan hubungan pelanggan untuk terus meningkat.
Integrasi ke dalam perusahaan dukungan operasional (atau “back office”) system,
memastikan janji kantor depan yang disampaikan.
Penyebab kegagalan
Ada beberapan saran bahwa tingkat kegagalan tinggi yang terkait dengan CRM
disebabkan oleh manajer meremehkan perubahan organisasi yang diperlukan untuk implementasi
yang efektif yang memperoleh manfaat CRM. Penelitian dari Bain & Co menunjukkan bahwa
ada empat perangkap penting yang harus dihindari dalam inisiatif CRM:
1. Menerapkan CRM sebelum membuat strategi pelanggan- sukses bergantung pada
pembuatan strategi pelanggan dan pilihan posisi, dan ini melebihi pentingnya system
computer, perangkat lunak, panggilan pusat, dan teknoli lainnya.
2. Menempatkan CRM di tempat sebelum mengubah organisasi agar sesuai dengan
CRM mempengaruhi lebih dari proses yang dihadapi pelanggan: itu berdampak pada
struktur internal dan system yang mungkin berubah.
3. Dengan asumsi bahwa lebih banyak teknologi CRM selalu lebih baik daripada
mencocokkan strategi pelanggan.
4. Berinvestasi dalam membangun hubungan dengan pelanggan yang tidak tertarik,
daripada pelanggan yang menghargai mereka.
9
pengelolaan segmentasi, manajemen penjualan, dan analisa data untuk meningkatkan
kualitas hubungan dengan customer serta analisa untuk keperluan promosi.
2. CRM Operasional. Aspek ini merupakan “front office” proses bisnis meliputi
penjualan dan layanan marketing lainnya. Setiap interaksi dengan customer secara umum
selalu dibuatkan riwayat kontak / contact history sehingga staff yang relevan dapat
membuka kembali informasi dari database saat diperlukan. Fokusnya terhadap customer
dapat menunjang suksesnya strategi CRM karena adanya analisa pelanggan dan mampu
memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan
3. CRM Kolaborasi. Aspek ini menangani interaksi langsung dengan konsumen
melalui banyak cara, seperti melalui e-marketing di internet, e- mail, telepon, SMS dan
banyak cara lainnya. Idealnya, menciptakan pola self service bagi pelanggan. Aspek in
dapat juga mengurangi biaya dan meningkatkan level service untuk pelanggan.
4. CRM Analisis. Aspek analisa data pelanggan untuk dapat digunakan dalam
berbagai keperluan seperti:
Desain dan pengambilan keputusan dalam melakukan kampanye
penjualan serta meningkatkan efektifitas kegiatan marketing
Desain dan mengambil keputusan untuk keperluan promosi kepada
pelanggan meliputi akuisisi pelanggan baru, cross-selling, up-selling dan
mempertahankan pelanggan
Manajemen pengambilan keputusan seperti perkiraan keuangan dan
analisa profitability pelanggan
Risk assessment dan fraud detection, khususnya berkenaan dengan
penggunaan kartu kredit dalam bertransaksi (biasanya untuk yang dilakukan
melalui internet).
10
3. Nilai Proses Penciptaan
11
Nilai yang diteima oleh pelanggan juga relevan. Penting untuk mengenali potensi dampak
negative dari isu-isu mengenai kepercayaan konsumen pada kegiatan CRM. Jika pembeli
percaya bahwa informasi yang dikumpulkan oleh pemasok mereka dapat digunakan untuk
mengekploitasinya, hubungan tersebut dapat terancam.
Organisasi perlu bekerja untuk memperoleh lebih banyak pelanggan yang
menguntungkan. Kunci untuk seluruh proses adalah memahami profitabilitasnya pelanggan
perusahaan, menganalisis data CRM mengidentifikasi pelanggan yang tidak menguntungkan.
American Express misalnya mengundang sekelompok pemegang kartu kredit beresiko tinggi
untuk melunasi saldo mereka dan menutup akun mereka dengan imbalan pembayaran sebesar
$300.
12
yaitu menyampaikan nilai pelanggan yang lebih unggul daripada nilai pelanggan yang
disampaikan oleh para pesaing. Penyampaian nilai pelanggan bukanlah sebuah proses jangka
pendek melainkan sebuah proses jangka panjang karena haruslah mencakup penciptaan,
penyampaian, perawatan dan pengembangan nilai pelanggan sehingga selalu dapat lebih unggul
dibandingkan dengan nilai yang disampaikan oleh para pesaing sehingga selalu dapat lebih
unggul dibandingkan dengan nilai yang disampaikan oleh para pesaing.
Untuk mengimplementasikan sebuah strategi CRM, diperlukan paling tidak 3 (tiga)
faktor kunci yaitu :
1. Orang-orang yang profesional (kualifikasi memadai),
2. Proses yang didesain dengan baik dan
3. Teknologi yang memadai (leading-edge technology).
Teknologi CRM paling tidak harus memiliki elemen-elemen berikut:
1. Aturan-aturan Bisnis:
Tergantung dari kompleksitas transaksi, aturan-aturan bisnis harus dibuat untuk
memastikan bahwa transaksi dengan pelanggan dilakukan dengan efisien. Misalnya
pelanggan dengan pembelian besar yang mendatangkan keuntungan besar harus dilayani
oleh staf penjualan senior dan berpengalaman, dst.
2. Penggudangan Data (data warehousing)
Konsolidasi dari informasi tentang pelanggan harus dilakukan dalam satu sistem terpadu.
Hasil analisa harus mampu menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu tentang pelanggan
sehingga staf penjualan dan marketing mampu melakukan kampanye terfokus terhadap
grup pelanggan tertentu. Nantinya gudang data ini juga harus mampu menaikkan volume
penjualan dengan cross-selling atau up-selling.
3. Situs (web)
Jelas CRM harus memiliki kemampuan swalayan. Hanya aplikasi berbasis situs (web
based) yang bisa mendukung ini. Pelanggan bisa melakukan transaksi sendiri, tahu
berapa yang harus dibayar, dsb.
4. Pelaporan (reporting)
Teknologi CRM harus mampu menghasilkan laporan yang akurat dan komprehen,
nantinya berguna untuk menganalisa kelakuan pelanggan, dll.
5. Meja Bantu (helpdesk)
13
Teknologi yang mampu mengintegrasikan informasi pelanggan ke aplikasi meja bantu
akan menunjukkan ke pelanggan seberapa serius sebuah enterprise menangani
pelanggannya
14
menguntungkan bagi perusahaan. Misalnya ketika British Airways membuat keputusan untuk
focus hanya pada penumpang kelas bisnisnya yang menguntungkan dengan mengorbankan
pelancong ekonomi, Virgin Airways memperoleh penumpang kelas ekonomi dengan
menawarkan proposisi nilai yang lebih baik dari BA. Data CRM dapat memberikan salah satu
alat yang paling kuat untuk mengidentifikasikan pelanggan yang berbeda berdasarkan perilaku
dan karakteristik lainnya untuk mencari mereka yang kebutuhannya sesuai dengan kemampuaan
pelanggan.
15
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama,
dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
istilah Tanggung Jawab Social Perusahaan adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan
oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab
mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk
tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak
mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas
masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat
yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana
kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar
profitability. CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan
berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimimalisasi dampak negatif dan
maksimalisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya. CSR berhubungan
erat dengan pembangunan berkelanjutan, di mana suatu organisasi dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan hasil dan keuntungan
yang akan diperoleh, melainkan juga harus melihat dampak sosial dan lingkungan yang timbul
dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari
orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia
(Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSR meliputi
pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik
bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk
Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan
jaminanketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harusmelakukan
regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Ditengah persoalan kemiskinan dan
keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator
16
penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan
bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus,dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah
itu, pemerintahmemfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnisyang
mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapatmengawasi proses interaksi antara
pelaku bisnis dan kelompok-kelompoklain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan
menghindarkanproses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau
meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra
perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk
ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk
membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku
konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus
menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan
semua pihak, konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun
mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat
secara tidak langsung.
17
Dalam etika bisnis berlaku prinsipprinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku
bisnis. Etika bisnis memiliki prinsipprinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk
mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah
timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi
perusahaan. Muslich (1998: 3133) mengemukakan prinsipprinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi
Yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran
tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas
keputusan yang diambil.
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena
kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam
pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja
dan lainlain).
3. Prinsip Keadilan
Bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan
haknya masingmasing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk
berbisnis yang kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam
menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap
dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Di samping 5 prinsip diatas, dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang juga
perlu diperhatikan, antara lain adalah:
Pengendalian diri
Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
18
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombangambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Menciptakan persaingan yang sehat
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Mampu menyatakan yang benar itu benar
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha ke bawah
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif
yang berupa peraturan perundangundangan.
Perilaku Etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya
etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif baik lingkup makro ataupun mikro.
1. Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada efektivitas dan efisiensi sistem pasar dalam
mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan supaya sistem dapat bekerja
secara efektif dan efisien adalah:
Adanya hak memiliki dan mengelola properti swasta
Adanya kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
Adanya ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa
Jika salah satu subsistem dalam sistem pasar ini melakukan perilaku yang tidak etis,
maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan mengambat pertumbuhan sistem
secara makro.
2. Perspektif Mikro
Dalam lingkup mikro perilaku etis identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup
mikro terdapat rantai relasi dimana pemasok (supplier), perusahaan, konsumen, karyawan saling
berhubungan dalam kegiatan bisnis yang saling mempengaruhi. Tiap mata rantai di dalam relasi
19
harus selalu menjaga etika sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga
dengan baik.
20
Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin,
tetapi juga mempunyai etika dalam bertindak menggunakan sumberdaya manusia dan
lingkungan guna turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pengukuran kinerja yang
semata dicermati dari komponen keuangan dan keuntungan (finance) tidak akan mampu
membesarkan dan melestarikan , karena seringkali berhadapan dengan konflik pekerja, konflik
dengan masyarakat sekitar dan semakin jauh dari prinsip pengelolaan lingkungan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
22
3. Relationships – From Containment to Engagement
Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin
hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor
kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat
yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis
mematuhi standar lingkungan masyarakat. Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi
oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya.
Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi,
serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang
seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh
akses serta memperoleh hasil lebih mudah.
Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang
membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang
memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan
berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk
mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal
Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga
bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang
digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian.
Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba
naik 22% pada 2006 hingga 2007.
23
5. Tanggung jawab social secara tidak langsung Membantu dalam promosi perusahaan
6. Kerangka kerja yang kokoh memandu manager dan karyawan perusahaan sewaktu berhadapan
dengan rumitnya pekerjaan dan tantangan jaringan kerja yang semakin komplek
7. Suatau perusahaan akan terhindar dari seluruh pengaruh yang merusak berkaitan dengan reputasi
8. Banyak perusahaan yang menerapkan perilaku etis dan tanggung jawab social dapat menambah
uang dalam bisnis mereka.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang
transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang
dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan
perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik
intern perusahaan maupun dengan eksternal.
Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
Melindungi prinsip kebebasan berniaga
Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan
memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,
misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain
sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan
perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan
yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang
karier.
Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaan semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-
nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni
dengan cara:
1. Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
2. Memperkuat sistem pengawasan
3. Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus
24
ANALISIS JURNAL
1. Abstrak
Hubungan pengecer dan pelanggan menguntungkan bagi organisasi untuk berkembang
dalam kondisi ekonomi apa pun dan bagi pelanggan untuk menerima produk dan layanan
berkualitas. Oleh karena itu, Strategi Manajemen Hubungan Pelanggan yang tepat yang
dipraktekkan mampu menciptakan hubungan yang kuat dengan pelanggan dan pada akhirnya
akan menciptakan pelanggan setia. Ini kemudian akan meningkatkan profitabilitas perusahaan
terlepas dari kondisi ekonomi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji praktik strategi CRM di
antara pengecer. Sejumlah 420 kuesioner didistribusikan ke empat perusahaan ritel terpilih di
Shah Alam dan 304 (72%) kuesioner dikembalikan dan digunakan untuk analisis. Berdasarkan
temuan, ditemukan bahwa Keunggulan Operasional adalah Strategi CRM yang paling efektif
yang mengarah ke kesetiaan pelanggan dalam industri ritel di Shah Alam, Malaysia. Di mana,
kepemimpinan produk kurang digunakan oleh pengecer dalam strategi CRM. Peneliti percaya
bahwa pelanggan merasa bahwa mereka harus mempercayai perusahaan terlebih dahulu sebelum
mereka benar-benar dapat berkomitmen dan setia kepada perusahaan. Temuan penelitian ini
menguntungkan organisasi dalam banyak hal seperti dengan menggunakan penelitian ini sebagai
pedoman untuk melakukan bisnis untuk mencapai tujuan organisasi dan pada akhirnya dapat,
menciptakan loyalitas pelanggan. Namun, penelitian masa depan harus menyertakan perusahaan
ritel lainnya di Selangor dan negara bagian lain di Malaysia.
2. Latar Belakang
Hubungan pelanggan telah menjadi media utama dalam memperoleh keuntungan dari
semua jenis bisnis di Malaysia. Roberts (2005) menyatakan bahwa, tahun 1980-an terjadi
kemunculan pemasaran basis data, yang hanya merupakan frasa penangkap untuk
mendefinisikan praktik pengaturan kelompok layanan pelanggan untuk berbicara secara individu
kepada semua pelanggan perusahaan. Bisnis mulai melihat bahwa pentingnya memiliki
hubungan yang baik dengan pelanggan mereka dalam memperoleh lebih banyak keuntungan.
25
Program hubungan pelanggan yang dirancang secara efektif memberikan banyak manfaat
bagi konsumen serta keuntungan bagi bisnis ritel. Roberts (2005) mengklarifikasi bahwa
Customer Relationship Management (CRM) adalah salah satu konsep luar biasa yang melanda
dunia bisnis pada tahun 1990an dengan janji untuk mengubah cara bisnis kecil dan besar
berinteraksi dengan basis pelanggan mereka. Pentingnya merancang program hubungan
pelanggan yang efektif harus menjadi hal pertama dalam pikiran para manajer industri ritel.
Pengecer perlu mengetahui tahap yang tepat dari setiap proses penjualan yang diberikan,
mereka perlu tahu prospek dan prospek terbaik mereka, mereka perlu tahu kekuatan dan
kelemahan setiap anggota tim penjualan seluler mereka, dan mereka perlu mengetahui semua ini,
atau bagian apa pun darinya, langsung Syed Ali (2007). Di situlah pentingnya CRM datang
sendiri apakah menawarkan diskon atau gratis; ini diarahkan untuk mempertahankan pelanggan
yang berkelanjutan dan memberikan kepuasan 100% kepada pelanggan dari pembelian produk
atau layanan perusahaan (Wingard, 2008). Dalam penelitian Masterson (2007), mengelola
hubungan pelanggan Anda adalah penting, tetapi sangat penting untuk Bisnis Layanan yang
mengandalkan pelanggan tetap, kontrak yang sedang berlangsung, dan rujukan. Sementara dalam
studi Anisimova (2007), disebutkan bahwa perusahaan ritel perlu mengetahui jenis pelanggan
yang mereka miliki. Perusahaan ritel perlu mengetahui apa yang penting bagi pelanggan mereka.
Perusahaan ritel juga perlu mengetahui apakah pelanggan Anda transaksional atau jangka
panjang.
Penting untuk membedakan perbedaan antara pelanggan jangka panjang dan
transaksional karena jika manajer meminta transaksional karena terlalu banyak informasi,
mereka akan melihatnya sebagai pelanggaran privasi perusahaan ritel, sedangkan pelanggan
jangka panjang akan melihatnya sebagai menciptakan hubungan yang lebih pribadi. Bisnis perlu
menciptakan keseimbangan antara dua pelanggan ini.
Hubungan erat antara pelanggan dan perusahaan ritel adalah faktor kunci menuju
hubungan menguntungkan di antara mereka. Hubungan jangka panjang antara perusahaan ritel
dan pelanggan akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Ini karena pelanggan adalah
sumber utama keuntungan bagi perusahaan ritel dan perusahaan ritel adalah tempat utama di
mana pelanggan bisa mendapatkan bahan makanan mereka. Perusahaan mengukur komitmen
pelanggan dengan transaksi mereka. Tetapi itu sering tidak ada hubungannya dengan bagaimana
orang benar-benar merasa tentang bisnis (McKee, 2007). Kesetiaan pelanggan akan membawa
lebih banyak keuntungan kepada perusahaan-perusahaan ritel di mana mereka bersedia terus
datang ke tempat belanja pilihan mereka. Untuk mengukur loyalitas pelanggan, perusahaan harus
melakukannya dengan mengukur keinginan pelanggan untuk datang lagi dan memberikan ulasan
yang baik tentang bisnis. Bagian yang paling sulit adalah mempertahankan pelanggan.
Konsumen memiliki banyak motivasi untuk memilih produk atau penyedia layanan: kualitas dan
berbagai produk dan layanan, harga, kemudahan lokasi, dan kualitas layanan pelanggan semua
faktor menjadi alasan mengapa konsumen memilih untuk merendahkan pedagang tertentu pada
momen tertentu (Szuts dan Toth, 2008).
Persaingan di industri ritel telah menjadi perhatian utama ketika keunggulan kompetitif di
mata pelanggan akan memberikan dampak ekstra pada margin keuntungan mereka. Pelanggan
26
saat ini memiliki banyak pilihan dan pilihan dalam kebiasaan belanja mereka. Ada banyak
perusahaan ritel di Shah Alam yang dapat mereka pilih untuk dibelanjakan. Inilah sebabnya
mengapa para manajer dan pelaku bisnis dalam industri ritel di Shah Alam harus sadar. Untuk
memaksimalkan laba, mereka perlu waspada dan menyadari kebiasaan belanja dan preferensi
pelanggan. Pelanggan saat ini sangat menantikan hubungan dekat, diskon, voucher, dan bersedia
untuk mengambil bagian dalam pemasaran dan Strategi CRM yang dilakukan oleh bisnis.
Peneliti percaya bahwa penelitian ini telah berkontribusi pada peningkatan dalam
mengembangkan Strategi CRM yang paling efektif untuk mendapatkan loyalitas pelanggan.
Studi ini dapat bermanfaat bagi lembaga pendidikan tinggi dan dapat memberikan umpan balik
untuk kebutuhan organisasi.
Manajemen Hubungan Pelanggan
Osarenkhoe dan Bennani (2007) menyatakan bahwa CRM dikembangkan untuk
mengamankan dan mengelola hubungan antara bisnis dan pelanggan. Dalam studi Schierholz,
Kolbe, dan Brenner (2007), CRM didefinisikan sebagai serangkaian proses interaktif yang
kompleks yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan optimal antara investasi perusahaan dan
pemenuhan kebutuhan pelanggan untuk menghasilkan keuntungan maksimum. Sementara, dalam
Chen dan Popovich (2003) studi, (CRM) diidentifikasi sebagai kombinasi orang, proses dan
teknologi yang berusaha untuk memahami pelanggan perusahaan dengan menggunakan
pendekatan terpadu (teknologi informasi dan proses customer-centric) untuk mengelola
hubungan dengan berfokus pada retensi pelanggan dan pengembangan hubungan. Dalam studi
tersebut juga mengidentifikasi bahwa perusahaan yang berhasil menerapkan CRM akan memiliki
penghargaan dalam loyalitas pelanggan dan profitabilitas jangka panjang. Chen dan Popovich
(2003) juga mengutip dalam karya mereka bahwa strategi bisnis CRM memanfaatkan
pemasaran, operasi, penjualan, layanan pelanggan, sumber daya manusia, R & D dan keuangan,
serta teknologi informasi dan Internet untuk memaksimalkan profitabilitas interaksi pelanggan.
Melalui studi di atas, semua setuju bahwa pelanggan adalah fokus utama dalam CRM dan juga,
bisnis perlu membangun kemampuan dan menggunakan sumber daya untuk mempertahankan
dan mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan.
Di Malaysia, kesadaran dan penerimaan solusi CRM menjadi lebih luas. Menurut Lim
(2008), Malaysia keluar dari pertanian dan lebih condong ke bisnis sentris pelanggan yang fokus
pada bisnis B2C dan merupakan tempat yang lebih baik untuk solusi CRM untuk bertahan di
industri Malaysia. Ekonomi di Malaysia berkembang dan memimpin pengecer dan bisnis untuk
mengeksplorasi lebih banyak tentang cara mendapatkan lebih banyak perhatian dari pelanggan
dan mendapatkan keuntungan bisnis. Sangat diyakini bahwa perusahaan-perusahaan Malaysia
yang sukses akan menjadi mereka yang terus berinvestasi dalam inisiatif CRM dan mengalihkan
upaya mereka dari akuisisi pelanggan ke retensi pelanggan. Perusahaan-perusahaan Malaysia
sekarang lebih menyadari CRM dan memiliki pandangan positif tentang pertumbuhan pasarnya.
Teori Nilai Disiplin (Treacy and Wiersema 1996)
Organisasi perlu menemukan pendekatan yang sesuai dalam mempertahankan CRM
dalam organisasi. Teori Nilai Disiplin yang dikembangkan oleh Michael Treacy dan Fred
Wiersema (1996) dapat digunakan sebagai elemen pendekatan sebagai teori yang
27
menggambarkan tiga disiplin nilai generik. Dalam teori ini menunjukkan bahwa perusahaan
perlu memilih salah satu dari disiplin nilai dan bertindak konsisten dan kuat.
Ada tiga disiplin dalam teori ini bahwa perusahaan dapat mengadopsi yang Keunggulan
Operasional, Kepemimpinan Produk dan Keintiman Pelanggan. Teori ini menyarankan bahwa
dalam konteks bisnis, perusahaan harus memilih dan unggul di salah satu disiplin ini sebagai
model operasi inti, sementara tetap mahir di dua lainnya. Eichen (2006) menyatakan bahwa,
kemampuan untuk memilih dan unggul pada satu disiplin nilai dan mengkomunikasikan pilihan
ini sehingga karyawan memahami dan melaksanakannya secara efektif menandai perbedaan
antara keberhasilan dan kegagalan.
Keunggulan Operasional
Perusahaan yang menggunakan strategi keunggulan operasional berusaha untuk
menemukan kombinasi harga, kualitas, dan kemudahan pembelian yang tidak dapat
dibandingkan dengan pesaing mereka. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu untuk inovasi
atau hubungan satu-ke-satu dengan pelanggan. Mereka menawarkan pelanggan mereka harga
murah yang terjamin dan layanan bebas masalah. Ide di balik keunggulan operasional adalah
bahwa perusahaan fokus pada harga dan kenyamanan di mana perusahaan biasanya melawan
harga terendah di industri. Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan terus-menerus mengambil
penghargaan dari posisi kepemimpinan biaya dan menginvestasikannya kembali untuk menekan
biaya lebih jauh atau untuk meningkatkan kenyamanan dalam berbisnis dengan pelanggan
(Soderlund dan Vilgon, 1999). Sheth (2002) menyatakan bahwa keunggulan operasional adalah
kunci sukses dalam menentukan kesetiaan pelanggan di mana sebagian besar perusahaan telah
lupa sementara terlalu berfokus pada TI. Perusahaan yang mengejar keunggulan operasional
menyediakan produk-produk konsumen dengan biaya total terendah. Lini produk distandardisasi,
dan terbatas, dengan produk yang sangat andal. Keunggulan Operasional menuntut nol cacat
(Zineldin, 2006). Pemimpin biaya tampaknya tidak lebih atau kurang bergantung daripada salah
satu jenis pembeda pada sistem CRM (Valos, Bednall & Callaghan, 2007).
Kepemimpinan Produk
Organisasi yang bertujuan untuk kepemimpinan produk terus bekerja keras untuk
menerapkan inovasi dan pembaruan. Perusahaan-perusahaan ini ingin memukau pelanggan,
mendorong batas dan menemukan yang tidak diketahui. Ini akan melibatkan risiko dan tantangan
karena mereka memperkenalkan produk dan layanan baru yang belum diterima oleh pelanggan.
Zineldin (2006) menyatakan bahwa, perusahaan-perusahaan Leadership Produk menghasilkan
aliran produk atau layanan yang canggih. Perusahaan yang terlibat dalam strategi kepemimpinan
produk terus berinovasi dan berada di depan persaingan mereka. Pembeda produk tampaknya
mendukung pengambilan keputusan intuitif atas riset pasar pada pengambilan keputusan inovasi
produk mereka (Valos, Bednall & Callaghan, 2007). Kinerja merek seperti kesadaran, reputasi,
dan kesetiaan dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Ketika pelanggan mengetahui
produk atau layanan yang tersedia bagi mereka, perusahaan memiliki peluang untuk meyakinkan
pelanggan sasaran untuk mencoba layanan dan produknya (Wong dan Meriless, 2007).
Soderlund (1999) juga menyatakan bahwa kepemimpinan produk dapat dijelaskan sebagai
perusahaan paling inovatif di blok di mana perusahaan terus-menerus memberikan solusi paling
28
inovatif kepada pelanggan Anda. Untuk menjadi pemimpin produk, kebutuhan akan kemajuan
teknologi dan finansial sangat dibutuhkan. Untuk menjadi pemimpin produk, investasi pada
upaya telah membuat sebagian besar perusahaan lebih memilih untuk menggunakan strategi lain
daripada menjadi pemimpin produk.
Keintiman Pelanggan
Strategi keintiman pelanggan dicirikan oleh fakta bahwa perusahaan membangun
hubungan dengan pelanggan. Perhatian besar difokuskan pada pengembangan pelanggan yang
diinginkan berdasarkan, pelanggan mana mereka inginkan sebagai pelanggan mereka.
Perusahaan dibangun berdasarkan pengetahuan pelanggan individu dan preferensi mereka.
Perusahaan yang mengejar strategi keintiman pelanggan akan menyesuaikan solusi, menginstal
solusi ini dan bertanggung jawab atas keberhasilan pelanggan (Zineldin, 2006). Zineldin (2006)
juga menyebutkan bahwa, perusahaan yang akrab dengan pelanggan berinvestasi dalam angkatan
kerja yang sangat terampil dan memberi mereka keleluasaan besar untuk memecahkan masalah
pelanggan di lapangan.
3. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara CRM dengan loyalitas pelanggan?
4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah untuk menguji bagaimana Customer Relationship Management
Strategies yang paling berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
5. Metodologi Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada pelanggan perusahaan ritel terpilih di Shah Alam,
Selangor Darul Ehsan. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan
data dan pengumpulan. Validitas dan reliabilitas data sangat bergantung pada kejujuran dan
kebenaran responden dalam menjawab kuesioner. Hasilnya sangat tergantung pada pendapat dan
persepsi responden yang berada di luar kendali peneliti.
Menurut Sekaran (2006), sampel harus cukup kecil untuk menyediakan volume data yang
dapat dikelola, tetapi sampel harus secara akurat mewakili populasi jika ada kesimpulan yang
valid yang harus diambil dari hasil sampel. Beberapa panggilan telepon telah dilakukan untuk
mendapatkan populasi penelitian. Karena kebijakan ketat dalam memberikan informasi
pelanggan, tidak satupun dari perusahaan ritel terpilih ini mengungkapkan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti
Peneliti telah memutuskan untuk menggunakan quota sampling. Menurut Sekaran (2006),
quota sampling memastikan bahwa kelompok-kelompok tertentu terwakili secara memadai
29
dalam penelitian melalui penugasan kuota. Umumnya, kuota yang ditetapkan untuk setiap
subkelompok didasarkan pada jumlah total masing-masing kelompok dalam populasi. Tabel 1
menunjukkan distribusi responden sebagai 400 responden dipilih di perusahaan ritel. 400
responden yang diambil didasarkan pada penelitian serupa sebelumnya yang dilakukan oleh Che
Chik, Rosidah, Che Wan Faridah (2005).
Kuesioner dimodifikasi dari Hao Yuan & Zhang (2009) untuk memenuhi tujuan dari
pertanyaan penelitian. Dalam pengembangan dan modifikasi kuesioner ini untuk memenuhi
tujuan penelitian, peneliti mengadopsi teknik terjemahan kembali. Ini terdiri dari tiga bagian.
Pada bagian pertama yaitu Bagian A, ini digunakan untuk mengumpulkan informasi demografis
seperti, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status perkawinan, perusahaan ritel yang
paling banyak dikunjungi, dan frekuensi mengunjungi perusahaan ritel. Di Bagian B, pertanyaan-
pertanyaan tersebut menanyakan kepada responden tentang persepsi dan pengetahuan mereka
tentang Strategi Manajemen Hubungan Pelanggan, yaitu, Keunggulan Operasional,
Kepemimpinan Produk, dan Keintiman Pelanggan. Bagian ini menggunakan lima titik likert-
timbangan dengan nilai-nilai: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Tidak Setuju / Tidak
Setuju, 4 = Setuju dan 5 = Sangat Setuju.
Uji coba telah dilakukan yang hasilnya menunjukkan bahwa kuesioner mampu memenuhi
tujuan penelitian dan dapat didahului. Peneliti juga telah melakukan tes untuk validitas wajah
dilakukan melalui diskusi dengan anggota fakultas yang merupakan pelanggan tetap industri ritel
yang dipilih di Shah Alam, Selangor. Tes untuk validitas sangat penting untuk memastikan
bahwa kepatuhan tujuan penelitian dan kuesioner. Uji validitas konten dilakukan oleh ahli CRM
dari fakultas.
6. Pembahasan
Deskripsi sampel
Sampel penelitian melibatkan tanggapan dari 420 tanggapan yang mewakili empat (4)
perusahaan ritel di Shah Alam, Selangor. Namun, hanya 304 survei yang diselesaikan
dikembalikan yang mencapai 72% dari jumlah yang diusulkan. Tanggapan yang berpartisipasi
adalah pelanggan dari masing-masing perusahaan ritel yang terlibat. 44 survei tanggapan
dikumpulkan dari Bintang Supermarket yang mewakili 15% dari total responden. Tabel 2
menunjukkan distribusi responden sebanyak 420 responden dipilih di perusahaan ritel. 400
30
responden yang diambil didasarkan pada penelitian serupa sebelumnya yang dilakukan oleh Che
Chik, Rosidah, Che Wan Faridah (2005).
Analisis Demografi
Data demografi dikumpulkan melalui penggunaan bagian A dalam kuesioner yang
dikembangkan oleh peneliti untuk memperoleh informasi umum tentang responden seperti jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan frekuensi mengunjungi
perusahaan ritel yang dipilih.
Dari 304 total responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini, 108 (35,5%) adalah
laki-laki, sementara 151 (64,5%) adalah perempuan. Di sisi lain, sebagian besar responden yang
102 (33,6%) adalah usia antara 21-25 tahun dan hanya 8 (2,6%) yang berusia lebih dari 40 tahun.
Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah Diploma dengan total 130 (86,5%) dan
paling rendah adalah pemegang PMR yang hanya 7 orang (2,3%). Para responden juga diminta
untuk menanggapi pekerjaan mereka saat ini. 137 dari 304 responden yang berkontribusi 45,1%
tidak berfungsi dan hanya 39 (12,8%) responden yang berwiraswasta. Selain itu, 201 (66,1%)
dari responden adalah tunggal, 30,6% (n = 93) menikah sementara 3,3% (n = 10) adalah janda.
Last but not least, tabel menunjukkan frekuensi kunjungan pada perusahaan ritel yang dipilih di
antara responden. Sebagian besar responden yang 119 (39,1%) menyatakan bahwa mereka pergi
ke perusahaan ritel yang dipilih sekali dalam seminggu dan paling tidak dari responden yaitu 14
(4,6%) dua kali dalam dua minggu.
31
Tabel 4 di bawah ini menunjukkan ringkasan analisis statistik deskriptif untuk semua
strategi manajemen hubungan pelanggan (Keunggulan Operasional). Untuk keseluruhan sampel,
berarti variabel berkisar antara 4,09 (Tata letak produk membantu saya dalam membeli produk
yang saya inginkan) hingga 3.53 (Kecepatan pengiriman layanan di toko ini sangat bagus).
Table 4. Descriptive statistics of operational excellence (n=304)
Operational Excellence M SD
The layout of the products helps me in purchasing the products I 4.09 .64
wanted.
The speed of service delivery at this store is very good. 3.53 .69
32
sampel, artinya variabel berkisar antara 3,92 (Toko menyediakan pusat layanan pelanggan
sehingga saya dapat merujuk kepada mereka jika saya memiliki masalah atau pertanyaan) hingga
3,51 (Karyawan garis depan toko ini selalu bersedia membantu saya).
7. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa strategi manajemen hubungan pelanggan yang
paling banyak digunakan dalam perusahaan ritel di Shah Alam yang dirasakan oleh pelanggan
adalah keunggulan operasional (M = 3,75) dan yang paling tidak dipraktikkan adalah
kepemimpinan produk (M = 3,68). Menurut Soderlund, 1999, ide di balik keunggulan
operasional adalah bahwa perusahaan fokus pada harga dan kenyamanan di mana perusahaan
biasanya melawan harga terendah di industri. Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan terus-
menerus mengambil penghargaan dari posisi kepemimpinan biaya dan menginvestasikan
kembali mereka untuk lebih mendorong biaya turun atau untuk meningkatkan kenyamanan
dalam melakukan bisnis dengan pelanggan.
Di sisi lain, Soderlund, 1999 juga menyatakan bahwa kepemimpinan produk dapat
dijelaskan sebagai perusahaan paling inovatif di blok di mana perusahaan terus-menerus
memberikan solusi paling inovatif kepada pelanggan Anda. Untuk menjadi pemimpin produk,
kebutuhan akan kemajuan teknologi dan finansial sangat dibutuhkan. Untuk menjadi pemimpin
produk, investasi pada upaya telah membuat sebagian besar perusahaan lebih memilih untuk
menggunakan strategi lain daripada menjadi pemimpin produk. Ide ini telah mendukung
penelitian ini dimana hal ini dapat dilihat dengan jelas daripada kepemimpinan produk adalah
strategi yang paling tidak dipraktekkan di perusahaan ritel di Shah Alam.
33