Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

CEPHALGIA KRONIK

Disusun oleh:

Muhammad Zen Faris 04084821921116

Pembimbing: dr. Yunni Diansari, Sp.S

BAGIAN/ DEPARTEMEN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT Dr. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

CEPHALGIA KRONIK

Oleh :
Muhammad Zen Faris 04084821921116

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 15 April – 20
Mei 2019

Palembang, 3 Mei 2019

dr. Yunni Diansari, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Cephalgia Kronik” untuk memenuhi tugas laporan kasus
yang merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik senior di
Bagian/Departemen Neurologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yunni Diansari, Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan


kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi
manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, 3 Mei 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................
Identifikasi .................................................................................................
Anamnesis .................................................................................................
Pemeriksaan Fisik ......................................................................................
Diagnosis ...................................................................................................
Penatalaksanaan .........................................................................................
Prognosis ...................................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV ANALISIS KASUS ...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

v
BAB I
PENDAHULUAN

Cephalgia atau nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala
atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala1.
Cephalgia kronik mengacu pada sakit kepala primer yang terjadi setidaknya 15 hari
per bulan, selama 4 jam atau lebih per hari, setidaknya selama tiga bulan berturut-
turut2.. Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan sistem saraf yang paling
umum dialami oleh masyarakat. Telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa
dalam 1 tahun, 90% dari populasi dunia mengalami paling sedikit 1 kali nyeri
kepala. Menurut WHO dalam banyak kasus nyeri kepala dirasakan berulang kali
oleh penderitanya sepanjang hidupnya.1
Sakit kepala biasa disebabkan gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,
umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta
orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan
wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache.1
The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi nyeri
kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang jelas dan
tidak berhubungan dengan penyakit lain, mencakup migraine, tension-type
headache, dan trigeminal autonomic cephalalgias (TACs). Sedangkan nyeri kepala
sekunder terjadi akibat gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma, tumor,
trauma, gangguan homoeostasis, dan penyakit sistemik lain.15 Akan tetapi, untuk
menatalaksana cephalgia kronis, penting untuk menyingkirkan penyebab sekunder
dengan riwayat komprehensif dan penyelidikan yang relevan; mengidentifikasi
faktor-faktor risiko yang memprediksi perkembangannya dan mengenali sub-
jenisnya untuk mengelola kondisi dengan tepat.3

v
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTIFIKASI
a. Nama : Merniati
b. Umur : 41 tahun
c. Alamat : Dusun III Pedamaran III
d. Suku : Palembang
e. Bangsa : Palembang
f. Agama : Islam
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. MRS :
i. No. RM :

ANAMNESIS (Autoanamnesis, Kamis 25 April 2019, Pukul 11.57 WIB)


Pasien kontrol ke bagian Neurologi RSMH karena sakit kepala bagian
belakang kanan sejak + 1 tahun yang lalu. Awal sensasi sakit seperti ditekan, diikat,
sekarang dirasakan seperti berdenyut. Keluhan dirasakan membaik ketika istirahat.
Rasa sakit tidak berpindah-pindah.
Riwayat stroke pada Agustus 2017. Sudah melakukan CT-Scan dan rawat
jalan dengan gejala sisa berupa jalan yang mengot. Riwayat hipertensi, diabetes
melitus dan trauma kepala tidak ada. Pasien pernah mengonsumsi Aspilet 1 x 8
gram dan Amlodipin 1 x 5 gram.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN FISIK (Kamis 25 April 2019, Pukul 11.57 WIB)


STATUS PRESENT
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E:4, M:6, V:5)
Suhu Badan : 36,6°C
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

v
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 165 cm

IMT : 22,03 kg/m2 (Normoweight)


Gizi : Baik
Kepala : Normocephali, konjungtiva palpebra pucat (-), sklera
ikterik (-).
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax :
Cor
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dekstra, batas kiri 2 jari
lateral linea mid klavikula sinistra ICS V (normal)
A: HR 80 x/ menit, Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, tidak ada penggunaan otot bantu napas
tambahan.
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor di kedua hemithorax
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen : I : Datar, massa (-)


P : Lemas
P : Timpani
A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial (-)

Status Psikiatrikus
Sikap : wajar, koperatif Ekspresi Muka : wajar

v
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
STATUS NEUROLOGIKUS
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan
LEHER
Sikap : baik Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hyposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada
N.Opticus Kanan Kiri

Visus normal normal


Lapang pandang luas luas
Fundus Oculi
- Papil edema tidak diperiksa tidak diperiksa
- Papil atrofi tidak diperiksa tidak diperiksa
- Perdarahan retina tidak diperiksa tidak diperiksa

N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata normal normal

v
Gerakan bola mata
V.O.D V.O.S

Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besanya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya (+) (+)
N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit normal normal
- Trismus tidak ada tidak ada
- Refleks kornea ada ada
Sensorik
- Dahi normal normal
- Pipi normal normal
- Dagu normal normal

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi simetris simetris
Menutup mata lagophtalmus (-) lagophtalmus (-)
Menunjukkan gigi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Bentuk Muka
- Istirahat simetris
- Berbicara/bersiul simetris

v
Sensorik
2/3 depan lidah tidak ada kelainan
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chovstek’s sign tidak diperiksa

N. Vestibulocochlearis
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan tidak ada kelainan
Detik arloji tidak ada kelainan
Tes Weber tidak dilakukan
Tes Rinne tidak dilakukan
N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus simetris
Uvula di tengah
Gangguan menelan tidak ada
Suara serak/sengau tidak ada
Denyut jantung normal
Refleks
- Muntah tidak diperiksa
- Batuk tidak diperiksa
- Okulokardiak tidak diperiksa
- Sinus karotikus tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidak diperiksa

v
N. Accessorius Kanan Kiri
Mengangkat bahu simetris
Memutar kepala tidak ada hambatan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Mengulur lidah tidak ada kelainan
Fasikulasi tidak ada
Atrofi papil tidak ada
Disartria tidak ada

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Meningkat Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat Meningkat
- Triceps Meningkat Meningkat
- Radius normal normal
- Ulna normal normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak dilakukan
- Meyer tidak dilakukan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Meningkat Meningkat
Klonus

v
- Paha Positif Negatif
- Kaki Positif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR normal normal
- APR normal normal
Refleks patologis
- Babinsky ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak dilakukan
- Tengah tidak dilakukan
- Bawah tidak dilakukan
Refleks cremaster tidak dilakukan

SENSORIK
Paresthesia pada tungkai kanan

v
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada

v
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : tidak ada kelainan Romberg :tidak ada kelainan
Hemiplegic : tidak ada kelainan Dysmetri : tidak ada kelainan
Scissor : tidak ada kelainan - jari-jari : tidak ada kelainan
Propulsion : tidak ada kelainan - jari hidung : tidak ada kelainan
Histeric :tidak ada kelainan
Limping :positif
Steppage : tidak ada kelainan
Astasia-Abasia: tidak ada kelainan

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada

v
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada

LABORATORIUM
Tidak ada

PENATALAKSANAAN

PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad functionam : dubia at bonam
Quo sanationam : dubia at bonam

v
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cephalgia


Cephalgia merupakan nyeri dikepala. Cepha berarti kepala dan ischialgia
artinya nyeri. Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat
terjadi akibat banyak sebab. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara
orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.4

2.2 Etiologi
Cephalgia atau nyeri kepala suatu gejala yang menjadi awal dari berbagai
macam penyakit. Cephalgia dapat disebabkan adanya kelainan organ-organ
dikepala, jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah. Sakit kepala kronik
biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga
terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit
gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, trauma,
perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam gangguan medis umum
lainnya.9

2.3 Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit,
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau
45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada
wanita, migren sering terjadi pada usia lebih besar dari 12 tahun. IHS juga
mengemukakan cluster headache 80 ± 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.7

v
2.4 Klasifikasi Cephalgia
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala
primer dapat dibagi menjadi migraine, Tension Type Headache, cluster head ache
dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala
sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma
pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal,
sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala
akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat
gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium,
leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit
kepala akibat kelainan psikiatri.10

2.5 Patofisiologi Cephalgia


Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab
memicu nyeri kepala yaitu peregangan atau pergeseran pembuluh darah;
intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan
leher (kerja berlebihan otot), peregangan periosteum (nyeri lokal), degenerasi spina
servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis
vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada
endorfin).5

2.5.1 Cephalgia Primer


Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan
penyakit utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-
organik. Menurut ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar
antara lain:10
1) Migraine
2) Tension Type Headache
3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania
4) Other primary headaches

v
2.5.1.1 Migren
Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.6
Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai
dengan sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan dengan
adanya aura yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.6
.
Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Etiologi migren yaitu perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi
esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, makanan (26,9%),
vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor
(tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG),
stress (79,7%), rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%)
dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, faktor
fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola
tidur, perubahan lingkungan (53,2%), alcohol (37,8%), merokok (35,7%).Faktor
resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia
muda.6
Epidemiologi Migren
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75%
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya
muncul pada usia 10 ± 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50
tahun. Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura
dengan persentasi 9 : 1.7

Klasifikasi Migren

v
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan
migren kronik (transformed).7
Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel
yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang
otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4
menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura
dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.7
Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya
bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang
tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan
berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.7

Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori
vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual
dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai.
Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang
saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting
wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan
kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang
memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan
aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri. Teori Neovaskular
(trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO
akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada
reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator
inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri
serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain

v
itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang
bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.7
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus
sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga
mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah
diotak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah
berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka
akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang
akan menyebabkan nyeri kepala pada migrain.7
Diagnosa Migren
Anamnesis riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda
khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan
bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut, yaitu: 8
1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥ 5 menit,
dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan
2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit
3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral
4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai dengan criteria
migrain tanpa aura
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut :
a. Berlangsung 4 ± 72 jam
b. Paling sedikit memenuhi dua dari:
1. unilateral
2. Sensasi berdenyut
3. Intensitas sedang berat
4. Diperburuk oleh aktifitas
5. Bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

v
Sedangkan menurut Konsensus nasional IV, Kelompok studi Nyeri Kepala,
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tahun 2013, ktriteria
diagnostik migrain tanpa aura :

a Sekurang-kurangnya nyeri kepala berlangsung 4-72 jam (belum diobati atau tidak
berhasil diobati)
b Nyeri kepla memiliki sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi Unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang-berat
4. Keadaan diperberat oleh aktifitas fisik atau diluar kebiasaan aktivitas rutin (seperti
berjalan atau naik tangga)
c Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
d Tidak berkaitan dengan penyakit lain13
Pemeriksaan Penunjang Migren
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (jika ada indikasi) yaitu:
 CT scan
 MRI
 Punksi lumbal.

Diferensial diagnosa Migren


Tabel 1. Diferensial Diagnosis Migren
Tipe Lokasi Umur Gejala Faktor
Klinik Pencetus
Migrain Fronto- Dewasa Nyeri Cahaya,
tanpa aura temporal muda, sedang- suara,
(uni- kadang berat, alkohol,
bilateral) anak-anak berdenyut gangguantid
ur

v
Migrain Sama Sama Sama Sama
dengan dengan dengan dengan dengan atas
aura atas atas atas +
gangguan
sensorik,
visual,
otonom
Cluster Orbito- Dewasa Nyeri Tidak
Headache temporal muda dan hebat, diketahui
(Nyeri laki-laki tidak pasti,
kepala dewasa berdenyut, alkohol pada
kluster) (90%) lakrimasi, beberapa
rinore, kasus
injeksio
konjungtiv
a
Tension Fronto- Dewasa Tertekan, Kelelahan,
Headache Oksipital, muda, usia terikat tali, stress psikis
( Nyeri menyeluru pertengaha tidak
kepala h n, berdenyut,
keteganga terkadang berlangsun
n) anak-anak, g berhari-
wanita>pri hari,
a bulan,
tahunan
Temporal Unilater- Usia >50 Nyeri Tidak ada
Arteritis bilateral di tahun berdenyut,
(Giant- regio kemudian
Cell temporalis persisten
Arteritis dan terasa

v
terbakar,
nyeri tekan
arteri
Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri Mengunyah,
Trigemina mengikuti umumnya seperti berbicara,
l persarafan 60-70 tertusuk, menyikat
sensorik tahun berat, dan gigi,
n.trigemin muncul menyentuh
us pada mendadak area/lokasi
kepala nyeri

Terapi Migren
Penanganan migrain terbagi menjadi terapi farmakologis dan non-
farmakologis. Terapi non-farmakologis adalah dengan menghindari faktor pencetus
serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/ tidur berlebih), makanan yang
merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan, perubahan cuaca, dsb.16
Terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan terapi
profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut. Terapi
lini pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan sampai
sedang atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama, dapat
dipakai golongan analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1 yang
dapat diberikan yaitu16 :
1. Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam
2. Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari
3. Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari
4. Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh lebih dari
5 hari
5. Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal
6. Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari
7. Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi pilihan pada
pasien dengan status migrenosus (serangan migrain >72 jam)

v
Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif
terhadap analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan
dan dihidroergotamin (DHE). Golongan triptan digunakan pada migren sedang
sampai sedang atau migren ringan sampai sedang yang tidak responsif terhadap
analgesik atau NSAID. Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti alkaloid
ergot (ergotamin tartat) walaupun efikasinya tidak lebih baik dari triptan namun
golongan tersebut memiliki rekurensi yang lebih rendah pada beberapa pasien.
Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat
pada dosis sangat rendah sehingga penggunaannya dibatasi hanya sampai 10 hari
per bulan dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuer dan
cerebrovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi. Obat
golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi dari reseptor 5HTIB/ID seperti
sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat ergot seperti
ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun rektal.16
Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi
nausea dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi
analgesik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja
sedangkan domperidon 10 mg untuk anak-anak.16
Terapi Profilaksis pada Migrain14
Indikasi umum profi laksis migren antara lain:
1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan disabilitas terjadi tiga hari atau lebih per
bulannya.
2. Durasi migren lebih dari 48 jam
3. Medikasi migren akut tidak efektif, dikontraindikasikan, atau dipakai berlebihan
(overused).
4. Serangan menghasilkan disabilitas berat, aura yang memanjang, atau nyata terjadi
migrainous infarction.
5. Serangan lebih dari dua sampai empat kali per bulan meskipun dengan
pemeliharaan/perawatan memadai.
6. Pasien lebih memilih terapi preventif.14

v
Terdapat lima medikasi yang telah disetujui US FDA untuk pencegahan
migren, yaitu metisergid (tidak lagi tersedia di Amerika Serikat), propranolol,
timolol, natrium divalproat, dan topiramat.12 Natrium divalproat dan topiramat
adalah neuromodulator yang telah disetujui FDA untuk profilaksis migren pada
pasien dewasa. Neuromodulator lain yang terkadang digunakan ialah gabapentin,
lamotrigin, levetirasetam, dan zonisamid.14
Bahan alami untuk mencegah migren antara lain gingkolide B, suatu
antiplatelet activating factor (PAF) alami, ekstrak utama herbal ginkgobiloba. PAF
adalah zat proinfl amasi yang kuat dan agen nosiseptif yang dilepaskan selama
proses inflamasi. Gingkolide B memodulasi aksi asam glutamat (neurotransmiter
eksitatorik utama pada sistem saraf pusat). Gingkolide B efektif digunakan pada
kasus migren dengan atau tanpa aura.16
Untuk profi laksis lini pertama, obat-obatnya antara lain adalah amitriptilin,
propranolol, dan nadolol. Untuk profi laksis lini kedua, dapat digunakan topiramat,
gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, butterbur, koenzim
Q10, dan ribofl avin. Untuk profi laksis lini ketiga, dapat dipakai flunarizin,
pizotifen, dan natrium divalproat.17
Beberapa pertimbangan khusus sebelum dokter memberikan profilaksis
meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler, gangguan mood,
insomnia inisial, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah terhadap efek
samping medikasi.16 Selain medikamentosa, penggunaan migraine headache trigger
diary (buku harian migren) juga dapat disarankan.

v
Berikut ini beberapa medikamentosa untuk mencegah migren:14,15
Tabel 2. Obat-obatan yang direkomendasikan untuk pencegahan migren

v
Prognosis dan Komplikasi Migren
Pada umumnya migren dapat sembuh sempurna jika dapat mengurangi
paparan atau menghindari faktor pencetus, dan meminum obat yang teratur. Tetapi
berdasarkan penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk
menderita stroke pada pasien riwayat migren, terutama pada perempuan. Namun,
hingga saat ini masih kontroversial dan diperdebatkan.
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang
berlebihan.8

v
2.5.1.2 Tension Type Headche (TTH)
Tension Type Headache adalah suatu sensasi nyeri pada daerah kepala
akibat kontraksi terus menerus dari otot- otot kepala dan tengkuk (M. splenius
kapitis, M. temporalis, M. masseter, M. sternokleidomastoid, M. trapezius, M.
servikalis posterior, dan M. levator scapula).7 Tension tipe headache (TTH) adalah
rasa nyeri dalam, seperti tertekan berat atau terikat erat, umumnya bilateral yang
pada awalnya timbul secara episodic dan terikat dengan stress tetapi kemudian
nyaris setiap hari muncul dalam bentuk kronis, tanpa ada lagi kaitan psikologis yang
jelas.
Nyeri bilateral, menekan sangat kuat dengan itensitas nyeri sedang hingga
kuat. Timbul dalam waktu singkat dengan durasi yang berubah-ubah (episodic
form), atau terus menerus (chronic form). Pada tension headache tidak ada ciri-ciri
seperti pada migrain seperti muntah, photophobia dan phonophobia. Kecuali pada
tension headache chronic form, mungkin masih bisa didapatkan gejala muntah. 9
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Faktor resiko dari Tension Type Headache (TTH) adalah stress psikologi,
depresi, anxietas, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan
mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan
ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan
enkephalin.9
Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)
TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik
terjadi 63% dan Tension Type Headache kronik terjadi 3%. Tension Type Headache
episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada
pria sebanyak 56%. Biasanya mengenai umur 20-40 tahun.10
Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan
tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH)
dapat berlangsung selama 30 menit ± 7 hari. Tension Type Headache kronik

v
(CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung
lebih dari 6 bulan.9
Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)9
Kontraksi otot
Dahulu diyakini bahwa nyeri kepala tipe tegang disebabkan oleh kontraksi
otot-otot perikranial yang berkepanjangan. Keyakinan tersebut didukung oleh
bukti-bukti penelitian yang menemukan adanya hubungan antara nyeri kepala
dengan ketegangan otot-otot perikranial. Sejauh ini memang diduga terkait dengan
kejang berlebihan pada otot dan ini cocok pada tipe nyeri akut. 9
Teori vaskuler
Teori vaskuler menyatakan bahwa pada TTH kronik terdapat penyempitan
pada arteri temporalis superficial pada serangan nyeri, hal ini sangat berbeda
dengan pelebaran arteri tersebut pada serangan migren. Pada saat setelah latihan
ringan pembuluh darah tersebut juga mampu hanya sedikit melebar dibandingkan
orang normal sedang kasus migren justru sangat melebar, sehingga disimpulkan
bahwa reaksi vaskuler abnormal ini mungkin mendasari timbulnya TTH kronik. 9
Teori Humoral
Teori humoral dari Anthony dan Lance menyatakan adanya penurunan
platelet 5-HT , yaitu pada serangan nyeri kepala tegang platelet 5-HT sebesar 310,
pada serangan migren 34 dan 474 pada control. Yang mungkin mencerminkan
penurunan 5-HT dalam jalur control nyeri sentral, sehingga menyebabkan ambang
terhadap nyeri juga rendah. Posture tubuh yang kurang baik membantu terjadinya
kejang otot yang berakibat spasme dan kerusakan sebagian dari otot. Keadaan
seperti ini sering timbul pada sisi nyeri kronis yang terjadi bersamaan dengan
banyak hal seperti stress emosional, kurang tidur, sehingga lebih peka terhadap
nyeri. Di samping posture juga kelainan dinamika dari gerakan saat berjalan
maupun saat bekerja dapat menimbulkan kejang otot.9

v
Gambar 1. Patofisiologi Tension Type Headache
Pada tension type headache rasa nyeri bisa disebabkan akibat stimulasi
nosiseptor dalam otot akibat kejang otot postural leher tetapi bisa akibat iskemi otot
dan reaksi radang melepaskan zat mediator rasa nyeri tetapi bisa juga nyeri ini
neuropatik akibat kompresi saraf spinal cervical atas.
Penderita amat mengeluh tentang nyeri kepala tetapi pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya kelainan yang jelas, selain kotraksi otot berlebihan pada banyak
penderita. Banyak pasien yang menderita nyeri kepala hampir setiap hari sampai
10,20 atau 30 tahun lamanya dan biasanya kebanyakan terjadi pada wanita.
Pada tension type headache yang akut biasanya mengalami ketegangan dan
nyeri yang tidak berdenyut. Tidak seperti nyeri kepala vaskuler, tension type
headache hampir selalu bilateral dengan nyeri yang terlokalisir di kepala bagian
depan, temporal atau belakang kepala, leher dan punggung atas sedangkan pada
tension type headache kronik disertai gangguan tidur, yang dirasakan setiap hari
dengan sifat konstan dan mulai muncul secara perlahan selama beberapa jam
kemudian terus berlangsung beberapa hari sampai bebarapa tahun.
Waktu terjadinya nyeri kepala bisa sepanjang hari dan sering kali memberat
pada siang atau sore hari, sedangkan kualitas nyerinya seakan-akan penuh, diikat
erat atau ditean kuat-kuat dan kadang-kadang ada penderita yang mengeluh bahwa

v
kepalanya seakan-akan mengenakan topi yang sempit dan hal ini dapat diperberat
dengan adanya aktivitas.
Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya
dua dari berikut ini :
(1) Adanya sensasi tertekan/terjepit
(2) Intensitas ringan-sedang
(3) Lokasi bilateral
(4) Tidak diperburuk aktivitas
(5) Tidak dijumpai mual muntah
(6) Tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang-berat, tumpul seperti ditekan
atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala,
oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia,
kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak
nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.9
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.9
Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.9
Terapi Tension Type Headache (TTH)
Prinsip penanganan adalah pendekatan psikologis (psikoterapi), fisiologis
(relaksasi) dan farmakologis (analgesic, sedative, dan minor tranquilizersa). Obat-
obat yang digunakan dapat digolongkan dalam dua kelompok. Pertama obat-obat
yang dinamakan obat psikotropik yang mencakup tensiolotik, ansiolotik dan anti

v
depresi. Kelompok kedua adalah kelompok obat-obat yang menghilangkan sakit
yang bervariasi antara analgetika dan spasmolitika.10 Penanganan penderita tension
type headache yaitu, terapi farmakologikal, terapi non farmakologikal dan terapi
preventif.12
Terapi farmakologikal tension headache: Menurut consensus IX PERDOSSI ,
terapi farmakologis pada TTH 12
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu:
1. Analgetik : aspirin 1000mg/hari, acetaminophen 1000 mg/hr, NSAIDs (Naproxen
660-750 mg/hr, ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic 200-400 mg/hr, asam
mefenamat, fenoprofen, ibuprofen 800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari).
Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal,
penyakit ginjal dan hepar, gangguan fungsi patelet.
2. Caffeine (analgetik ajuvan)
3. Kombinasi : 325 aspirin, achetamonophen + 40 mg caffeine
Terapi non farmakologikal meliputi 1) Terapi fisik, 2) Hindari pemakaian
harian obat analgetik, sedative dan ergotamine, dan 3) Behaviour treatment.
Pengobatan fisik yaitu:
1. Latihan postur dan posisi
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin
3. Akupuntur STENS (Transcutaneus Electrical Stimulation).

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)


Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka
>90% pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen,
dan lain-lain yang berlebihan.9

v
2.5.1.3 Cluster Headache
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala
vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia,
nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgiamigrenosa, atau
migren merah (red migraine) karena pada waktu seranganakan tampak merah pada
sisi wajah yang mengalami nyeri.9-10
Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan
migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis
prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000
penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan
pertama muncul antara usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien.
Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering
didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-
laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari
menjelang pagi yang akan membangunkan penderita dari tidurnya. 9-10
Etiologi cluster headache9-10
1. Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah
sekitar.
2. Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
3. Pelepasan histamin
4. Letupan paroxysmal parasimpatis.
5. Abnormalitas hipotalamus.
6. Penurunan kadar oksigen.
Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas akan tetapi
teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: Cluster headache, timbul
karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai
oleh histamine intrinsic (Teori Horton).8
Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak
dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus

v
yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan
defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada
korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat
dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah
setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII,IX, dan X. Perubahan
pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll)
terutama pada sinus kavernosus(teoriLee Kudrow).8
Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International
Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut:11,12,13
a Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal
selama 15-180 menit bila tidak di tatalaksana.
c Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk
mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien
setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang
terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukandisebabkan oleh gangguan
lainnya.
Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita
unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150
menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi
konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore ipsilateral,

v
edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral, ptosis atau
miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.11
Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat
dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode
remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih.Sedangkan cluster headache kronis
adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun periode remisi atau dengan
periode remisi yang berlangsung kurang dari satu bulan.9
Penatalaksanaan Cluster headache10,13
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat.
 Berikan oksigen inhalasi dengan kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit.8,11
 Triptan: Sumatriptan 20 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster
headache.
 Dihidroergotamin 1 mg intarmuskular efektif pada pengobatan akut cluster
headache.
 Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan
akut cluster headache.
 Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30°
dan beralih ke sisi sakit kepala.
 Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 mllidokain 4% yang dapat diulang
setekah 15 menit.10,13
Pencegahan Cluster headache
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh
lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka
pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa
lama dapat digunakan dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan
verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama. Verapamil lebih efektif
dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan dengan lithium. Praktek
klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada
cluster headache.

v
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama empat
hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan
pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode
cluster, dan digunakan tidak lebih dari sekali setahun.
Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis
biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti
penggunaannya pada migraine.
Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa
yang digunakan adalah 9 mg perhari. Obat-obat pencegahan lainnya termasuk
gabapentin (sampai 3600 perhari).10

Gambar 2. Gambaran Karakteristik Cephalgia

Tabel 3. Karakteristik Cephalgia


Cephalgia Sifat Lokasi Lama Frekuensi Gejala ikutan
nyeri

v
Migren Berdenyut Unilateral/bilateral 4-72 Sporadik, < 5 Mual muntah ,
tanpa aura jam serangan fotofobia,fonofobia
nyeri
Migren Berdenyut Unilateral < 60 Sporadik, 2 Gangguan visual,
dengan menit serangan gangguan sensorik,
aura didahului gangguan bicara
gejala
neurologi
fokal 5-20
menit
Tension Tumpul, Bilateral 30’ -7 Terus Depresi ansietas
Tipe tekan hari menerus stress
Headache diikat
Cluster Tajam, Unilateral orbita, 15-180 Periodik 1 x Lakrimasi
Headache menusuk supraorbital menit tiap 2 hari – ipsilateral.,
8x perhari rhinorrhoea
ipsilatral,
miosis/ptosis
ipsilatral, dahi &
wajah berkeringat
Neuralgia Ditusuk- Dermatom saraf V 15-60 Beberapa Zona pemicu nyeri
trigeminus tusuk detik kali sehari

Tabel 4. Red Flag pada Cephalgia

Possible
Red Flag Consider Investigation

Sudden Onset Headache SAH, Bleed into a mass Neuroimaging


AV Malformaion, Mass
lesion Lumbal Pucture

v
(especially posterior fossa)

Worsening Pattern Headache Mass Lesion, SDH Neuroimaging


Medical Overuse

Headache with systemic illness Meningitis, Encephalitis Neuroimaging


Lyme Disease,Collagen Lumbal Pucture
Vascular disease, systemic Blood Test
Infection

Mass Lesion, AV
Focal Neurological signs other Malformation Neuroimaging
than typical visual or sensorial Collagen Vascular Disease Collagen Vascular
Aura Evaluation

Papiloedema Mass Lesion, Pseudotumor Neuroimaging


Encephalitis, Meningitis Lumbal Pucture

v
ANALISIS KASUS

Seorang wanita berusia 41 tahun datang kontrol ke poliklinik Neurologi


RSMH karena sakit kepala bagian belakang kanan sejak + 1 tahun yang lalu. Awal
sensasi sakit seperti ditekan, sekarang dirasakan seperti berdenyut. Keluhan
dirasakan membaik ketika istirahat. Rasa sakit tidak berpindah-pindah. + 4 bulan
yang lalu, pasien diduga terkena stroke tipe sumbatan. Dari keluhan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa terjadi cephalgia primer dengan tipe Tension Tipe
Headache
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
Pada kasus ini dapat ditemukan beberapa faktor risiko. Riwayat stroke pada
Agustus 2017. Sudah melakukan CT-Scan dan rawat jalan dengan gejala sisa
berupa jalan yang mengot. Riwayat hipertensi, diabetes melitus dan trauma kepala
tidak ada. Pasien pernah mengonsumsi Aspilet 1 x 8 gram dan Amlodipin 1 x 5
gram.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, tidak terdapat
kelainan pada pemeriksaan fisik umum dan spesifik. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan tidak ada kelainan pada pemeriksan fungsi N. Craniales. Pada
pemeriksaan fungsi motorik, gerakan pada lengan kanan dan tungkai kanan dinilai
kurang disertai kekuatan dengan nilai 3. Kelainan fungsi motorik tersebut disertai
dengan peningkatan refleks fisiologis, tonus, klonus dan refleks Babinski (pada
tungkai kanan). Gejala sisa stroke yang dialami penderita menyebabkan penderita
tidak dapat melawan tahanan yang kuat. Fungsi vegetatif, dan fungsi luhur tidak
ada kelainan. Tidak didapatkan gerakan abnormal dan pemeriksaan gait dan
keseimbangan. Pada kasus ini terlihat penderita berjalan tidak simetris (pincang),
cara jalan seperti ini biasa ditemukan pada penderita dengan salah satu tungkai
nyeri, sehingga bertumpu pada tungkai yang lainnya untuk mengurangi nyeri.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien


menderita Cephalgia Kronik Primer. Diagnosis klinis yang didapatkan adalah

v
Cephalgia Kronik. Diagnosis topiknya adalah korteks cerebri, sedangkan diagnosis
etiologinya adalah suspek SOL.

DAFTAR PUSTAKA

1. Olesen J, Bousser MG, Diener HC, Dodick D, First M, Goadsby PJ, et al. Headache
Classification Committee. New appendix criteria open for a broader concept of
chronic migraine. Cephalalgia. 2006;26:742–6.
2. Silberstein S.D., Lipton R.B., Sliwinski M. Classification of daily and near-daily
headaches: field trial of revised IHS criteria. Neurology. 1996;47:871–875.
3. Goadsby, P.J., Lipton, R.B., Ferrari, M.D. Migraine — Current Understanding and
Treatment, N Engl J Med. 2002. 346:257-270.
4. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus ; Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. 2010. EGC : Jakarta
5. Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and fascial
pain Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.
6. Steiner TJ, Olesen J. Implementing The International Classification of Headache
Disorder, 2nd edition (ICHD-II). Handbook of clinical Neurology Headache.
2010;:147-59.
7. Migraine Headache Differential Diagnoses [Internet]. [cited 2017Nov20].
Available from:
http://www.bing.com/cr?IG=D70434B908C941008A1DD43E83282DD5&CID=3
843D5F573696B9C0147DEB5726F6A24&rd=1&h=CbyU8l-czs6e0je1m6igXr-
S2SoSQPoF3ArFB4C55fY&v=1&r=http%3a%2f%2femedicine.medscape.com%
2farticle%2f1142556-differential&p=DevEx,5070.1
8. Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Stephen D, Silberstein.
Wolff’s headache and Other Head Ache.London : Oxford University Press. 2008.
Erlangga : Jakarta
9. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Ed. Ke-2. 2009. FKUGM : Yogyakarta

v
10. ISH Classification ICHD II (International Classification of Headache Disorders).
Available from: http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-
IIR1final.doc
11. CH [Internet]. docshare.tips. [cited 2017Nov20]. Available from:
http://docshare.tips/ch_58e052cfee3435c07c991460.html
12. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of Neuroanatomy.
United Kingdom: Blackwell. Price, Sylvia dan Lorraine M. 2006.69-70.
13. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala 2013. [cited
2017Nov20]. Available from: http.//www.sign.ac.uk/guidelines/published/numlist.
Html
14. Loder E, Biondi D. General Principles of Migraine Management: The Changing
Role of Prevention. Headache 2005;45[Suppl 1]:S33-S47.
15. Bigal ME, Rapoport AM, Sheftell FD, Tepper SJ. New migraine preventive
options: an update with pathophysiological considerations.
Rev.Hosp.Clín.Fac.Med.S.Paulo 2002;57(6):293-298.
16. Usai S, Grazzi L, Bussone G. Gingkolide B as migraine preventive treatment in
young age: results at 1-year follow-up. Neurol Sci 2011(32);Suppl 1:S197–S199.
17. Pringsheim T, Davenport WJ, Becker WJ. Prophylaxis of migraine headache.
CMAJ 2010(4);182(7):E269-E276.
18. Hahn SR, Nelson M, Lipton RB. Provider-patient migraine discussions: Results of
American Migraine Communication Study (AMCS). Presented at the 58th Annual
Meeting of the American Academy of Neurology; San Diego, California, April 1-
8, 2006. Poster P03.190.

Anda mungkin juga menyukai