Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HAND, FOOT, AND MOUTH DISEASE (HFMD)

OLEH :
SYIFA SALSABILA
111 2018 2077

PEMBIMBING :
dr. Hj. Yati Aisyah Arifin, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Syifa Salsabila

NIM : 111 2018 2077

Laporan Kasus : Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Oktober 2019

Pembimbing Dokter Muda

dr. Hj. Yati Aisyah Arifin, Sp.A Syifa Salsabila


BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NA

Umur : 2 tahun 7 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan :-

Alamat : Desa Batu Rappe

Nomor RM : 268444

MRS : 11 September 2019

II. Keluhan Utama

Demam

III. Anamnesis (Alloanamnesis)

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke rumah sakit oleh ayahnya dengan keluhan demam yang naik

turun sejak empat hari yang lalu. Panas dikatakan tidak terlalu tinggi dan turun dengan

pemberian penurun panas (Paracetamol sirup).

Pasien juga dikeluhkan muncul bintil-bintil kemerahan pada kedua telapak tangan

dan kaki sejak sehari sebelumnya. Dikatakan muncul mendadak, awalnya hanya

beberapa namun jumlahnya makin bertambah dan terkadang gatal. Muncul keluhan

serupa di bagian tubuh lain disangkal. Selain itu, pasien juga dikeluhkan mengalami sakit

tenggorokan dan pilek sejak sehari sebelumnya. Ingus dikatakan cair dan berwarna
bening.

Nafsu makan dikatakan sedikit menurun karena sariawan yang muncul dua hari

sebelumnya. Keluhan lain seperti mual, muntah, BAB cair disangkal.

 Riwayat Pengobatan

Pasien sudah mendapat Paracetamol, panas dikatakan menurun dengan pemberian obat

tersebut.

 Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat cacar disangkal.

 Riwayat Keluarga

Kakak pasien pernah menderita keluhan serupa.

 Riwayat Sosial

Pasien merupakan anak kedua dalam keluarganya. Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai

petani. Dikatakan tetangga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seminggu

sebelumnya.

 Riwayat Alergi

Menurut ayahnya, pasien tidak memiliki riwayat alergi

 Riwayat Persalinan

Pasien dilahirkan melalui persalinan spontan, ditolong oleh bidan di Puskesmas, dengan

berat badan lahir 3200 gram, segera menangis, dan tidak ada kelainan.

 Riwayat Imunisasi

Pasien dikatakan sudah mendapat imunisasi lengkap sejak bayi walaupun ayah pasien lupa

imunisasi apa saja dan berapa kali yang sudah didapat.


IV. PEMERIKSAAN FISIS (Tanggal 11 September 2019)

 Keadaan umum : tampak sakit ringan

 Kesadaran : Compos mentis

 Antropometri : BB 10 kg

TB 82 cm

LK 47 cm

LD 51 cm

LP 45 cm

 Status Gizi :

 BB/TB = Terletak diantara -2SD sampai +2SD (gizi baik)

 BB/U = Terletak diantara <-2SD sampai <-3SD (gizi kurang)

 TB/U = Terletak diantara <-2SD sampai -3SD (pendek/mild stunting)

 Tanda-tanda Vital :

Tekanan Darah : tidak dilakukan

Heart Rate : 96x/menit, regular,kuat angkat.

Suhu : 38,3°C

Pernapasan : 21 x/menit

 Status Generalis

 Kepala : Normocephal, simetris kiri dan kanan, deformitas (-)

 Rambut : Hitam, tidak mudah tercabut

 Ubun-ubun : Sudah menutup, bentuk datar

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), kornea

jernih, pupil bulat, isokor 2,5 mm/2,5 mm

 Telinga : Sekret (-), nyeri tekan di pros. mastoideus (-)

 Hidung : Epistaksis (-), rhinore (+)


 Mulut : Sianosis (-), perdarahan gusi (-), stomatitis (+)

 Faring : Hiperemis (+)

 Tonsil : T1-T1

 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), nyeri tekan

(-)

 Paru-paru :

Inspeksi : Pengembangan simetris kiri dan kanan, retraksi (-)

Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesicular, rhonki -/-, wheezing -/-

 Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Thrill tidak teraba

Perkusi : Pekak, batas jantung atas ICS II linea mid lavicularis sinistra,

batas jantung kanan linea parasternalis dekstra, batas jantung kiri

midaksilaris ICS 5

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, reguler, bising (-)

 Abdomen :

Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Tympani.

 Extremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-).

 Status lokalis
Regio : Palmar manus dan palmar pedis sinistra dan dekstra

Makula eritematosa disertai papul dan vesikel, multipel, bulat, milier,


batas tegas, kulit sekitar eritema

Regio : Mukosa buccalis

Ulser, soliter, bulat, diameter 0,5 cm, tepi rata, batas tegas, mukosa sekitar eritema

V. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

VI. Diagnosis Kerja

Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD)

VII. Penatalaksanaan

 IVFD Dextrose 5 % 6 tpm

 Imboost 1 dd 1 cth

 Methisoprinol syrup 4 dd ½ cth

 Paracetamol syrup 4 dd 1 cth (bila demam)


BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Kaki, Tangan, dan Mulut (KTM), atau Hand, Foot and Mouth Disease

(HFMD) dan dikenal juga dengan istilah “Flu Singapura” adalah penyakit yang umumnya

diderita oleh bayi dan anak-anak di bawah usia 10 tahun. Periode usia yang terkena yaitu

antara usia 6 bulan sampai 3 tahun, namun ada laporan kasus yang menyebutkan bahwa bayi

baru lahir atau usia dewasa di atas 25 tahun dapat terkena penyakit ini.(1)

Tangan, kaki dan penyakit mulut (HFMD) adalah infeksi virus yang biasanya ringan

dan selflimiting disease. Hal ini ditandai dengan demam prodromal singkat, diikuti oleh

faringitis, ulkus pada mulut dan ruam pada tangan dan kaki. Penyakit ini disebabkan oleh

virus dari anggota Enterovirus dari genus Picornaviridae misalnya Coxsackievirus tipe A

(CA) dan Enterovirus 71 (EV71), dengan gambaran klinis yang berbeda. Transmisi terjadi

dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan air liur, tinja, cairan tubuh atau

droplet dari saluran napas dari orang yang terinfeksi dan secara tidak langsung melalui

benda(2). Di Singapura, wabah pertama HFMD dilaporkan pada bulan Juni sampai Juli 1970

namun agen etiologinya belum diketahui.(3) Dua wabah lainnya terkait dengan CA16

yang dilaporkan selama periode antara September 1972 dan Januari 1973, dan antara

September dan Desember 1981.(4) Wabah terbesar dari HFMD yang disebabkan oleh EV71

dengan 3790 kasus dan 4 kematian terjadi di Singapura antara September dan Desember

2000. Temuan patologis utama yang didapat dari hasil pada otopsi adalah pneumonitis

interstitial, miokarditis dan ensefalitis.(5)

Dari berbagai sumber dilaporkan bahwa akhir-akhir ini penyakit tersebut sudah

banyak penderitanya di Indonesia. Penyakit ini banyak berjangkit pada musim panas dan

kering, dan pada masa awal turunnya hujan. Meskipun di Indonesia penyakit ini dinyatakan
bukan merupakan penyakit yang digolongkan berbahaya, namun wabah yang terjadi selama

April sampai Juli 1998 di Taiwan, dimana Enterovirus 71 (EV71) telah diidentifikasi sebagai

agen etiologi yang utama. Wabah itu dikaitkan dengan tingkat kematian sangat tinggi pada

anak-anak kecil. Setidaknya terdapat 55 kasus fatal yang awalnya dilaporkan (6,7) pada anak-

anak yang memiliki keluhan yang sulit disembuhkan setelah fase prodromal akut penyakit,

banyak dari mereka yang mengalami gangguan neurologis selama sakit dan meninggal dalam

waktu 24 jam rawat inap (8). Selain itu dari April sampai Juni 1997, 29 anak yang sebelumnya

sehat berusia kurang dari 6 tahun di Sarawak, Malaysia, meninggal karena kegagalan

kardiorespirasi cepat progresif selama wabah HFMD yang terutama disebabkan oleh

enterovirus 71 (EV71)(9) .

Untuk pengobatan HFMD, sampai sekarang belum ada obat spesifik untuk

mengatasinya kecuali obat-obatan simptomatik untuk menekan gejala. Penyakit ini

disebabkan oleh virus yang sama sekali berbeda dengan penyakit kaki dan mulut pada

binatang ternak. Gejalanya yang mirip dengan sindroma Stevens-Johnson akibat alergi
(10)
terhadap penggunaan beberapa jenis obat , dan juga mirip dengan cacar air tetapi lokasi

pertumbuhan vesikel dan ulkus di kulit secara spesifik banyak timbul di rongga mulut,

telapak tangan, dan telapak kaki


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Dalam masyarakat infeksi virus tersebut sering disebut sebagai "Flu Singapura".

Dalam dunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau

penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM ). KTM adalah penyakit yang disebabkan oleh

sekelompok enterovirus yang disebut coxsackievirus, anggota dari famili Picornaviridae;

dengan gejala klinis berupa lepuhan di mulut, tangan , dan kaki, terutama di bagian

telapak, terkadang di bokong. Lepuhan di mulut segera pecah dan membentuk ulser yang

dirasakan sangat nyeri dan perih oleh penderitanya sedangkan lepuhan di telapak kaki,

tangan, dan beberapa bagian tubuh lain tidak terasa sakit atau gatal, tapi sedikit nyeri jika

ditekan.(10,16)

II. Epidemiologi(2,19)

HFMD terkait dengan EV71 telah lebih sering di Asia Tenggara dalam beberapa

tahun terakhir. Faktor resiko dalam epidemi penyakit ini termasuk kehadiran pusat

penitipan anak, seringnya berkontak dengan penderita HFMD, jumlah anggota keluarga

yang besar, dan tempat tinggal di pedesaan.

Menurut laporan, HFMD menunjukkan tidak memiliki predileksi seksual. Beberapa

data epidemi mengamati rasio laki-laki dan perempuan dominasi sedikit 1.2-1.3:1. Baru-

baru ini (Juli 2012), di Asia (terutama Kamboja), anak-anak yang diduga terinfeksi

Enterovirus 71 memiliki angka kematian 90%. Ini epidemi (terutama pada bayi, balita, dan

anak di bawah 2 tahun) masih dalam penyelidikan intensif dan itu adalah peneliti

kemungkinan akan memiliki pemahaman yang lebih baik dari angka kematian yang tinggi

terkait dengan enterovirus 71. Jika Enterovirus 71 yang pada akhirnya ditemukan
bertanggung jawab atas kematian, kemungkinan virus telah mengembangkan kemampuan

mematikan baru untuk cepat menginfeksi dan merusak jaringan paru-paru anak-anak.

Namun, penelitian yang sedang berlangsung dan beberapa peneliti menunjukkan bahwa

anak-anak mati dari kombinasi enterovirus 71, suis Streptococcus, dan koinfeksi virus

dengue.

III. Etiologi

Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang

masuk dalam family Picornaviridae, Genus Enterovirus. Genus yang lain adalah

Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A

virus, Coxsackie B virus. Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan

adalah Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya

lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71.

Coxsackie virus yang dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu A dan B, yang

didasarkan pada pengaruhnya terhadap tikus yang baru lahir (Coxsackie A menyebabkan

cedera otot, kelumpuhan, dan kematian,. Coxsackie B mengakibatkan kerusakan organ,

tetapi hasil kurang parah). Ada lebih dari 24 berbeda serotipe virus dimana masing-masing

virus memiliki protein yang berbeda pada permukaannya. Virus Coxsackie menginfeksi

sel inang dan menyebabkan sel inang menjadi lisis.


Tipe A virus penyebab Herpangina (lepuh menyakitkan di mulut, tenggorokan,

tangan, kaki, atau di semua bidang). Tangan, kaki, dan penyakit mulut (HFMD) adalah

nama umum dari infeksi virus. Coxsackie A 16 (CVA16) menyebabkan sebagian besar

infeksi. HFMD di AS Ini biasanya terjadi pada anak- anak (usia 10 dan di bawah), tetapi

orang dewasa juga dapat mengembangkan kondisi. Ini penyakit anak-anak tidak harus

bingung dengan "penyakit kaki dan mulut" biasanya ditemukan pada hewan dengan kuku

(misalnya, pada sapi, babi, dan rusa). Tipe A juga menyebabkan konjungtivitis

(peradangan pada kelopak mata dan area putihmata).

Tipe B menyebabkan epidemi virus pleurodynia (demam, paru-paru, dan nyeri perut

dengan sakit kepala yang berlangsung sekitar dua sampai 12 hari dan resolve).

Pleurodynia juga disebut penyakit Bornholm. Ada enam serotipe dari Coxsackie B (1- 6,

dengan B 4 dianggap oleh beberapa peneliti sebagai kemungkinan penyebab diabetes di

sejumlah individu).

Kedua jenis virus (A dan B) dapat menyebabkan meningitis, miokarditis, dan

perikarditis, tetapi ini jarang terjadi dari infeksi Coxsackie. Beberapa peneliti

menyarankan virus Coxsackie (terutama Coxsackie B4) memiliki peran dalam

pengembangan tipe onset akut I (sebelumnya dikenal sebagai juvenile) diabetes, namun
hubungan ini masih dalam penyelidikan. Virus Coxsackie dan enterovirus lainnya dapat

menyebabkan penyakit anak dari tangan, kaki, dan penyakit mulut. Namun, sebagian besar

anak-anak dengan infeksi virus Coxsackie sepenuhnya menyelesaikan gejala dan infeksi

dalam waktu sekitar 10-12 hari.

IV. Mortalitas dan Morbiditas

Secara umum, penyakit ini biasa menyerang anak-anak dan balita, tetapi dilaporkan

terjadi juga pada orang dewasa. Untuk pasien dengan kondisi tubuh yang baik, penyakit

ini akan menghilang dengan sendirinya selama 7-10 hari sejak gejala timbul. Namun

komplikasi yang berbahaya juga dilaporkan meliputi miokarditis, pneumonia, meningitis,

ensefalitis, hingga kematian. Penyakit KTM juga dapat menjangkit kembali, terutama oleh

virus dengan jenis yang berbeda. Infeksi pada kehamilan trimester pertama dapat

menyebabkan keguguran spontan atau pertumbuhan janin yang tidak normal. Di Taiwan

dengan kasus penjangkitan oleh enterovirus 71 menyebabkan 20 % kematian pada

penderitanya. Tidak dilaporkan adanya perbedaan reaksi pada jenis kelamin dan ras

penderita yang berbeda (4,5,6,8,9).

V. Patofisiologi

Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah

penyakit umum yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat yang sangat padat dan

menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun. Orang dewasa umumnya kebal

terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari manusia ke manusia

yaitu melalui droplet, air liur, tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak

tidak langsung melalui barang, handuk, pakaian, peralatan makanan, dan mainan yang

terkontaminasi oleh sekret tersebut. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa penyakit seperti

lalat dan kecoa.


Manusia adalah satu- satunya inang alami yang diketahui untuk enterovirus.

Enterovirus dapat menginfeksi manusia melalui sel gastrointestinal dan traktus

respiratorius. .(11) Penularan terjadi melalui fecal-oral pada sebagian besar kasus. Selain

itu dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran pernafasan atau oral-to-oral
(1,3,10)
route. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa virus dapat berada dalam feses

hingga 5 minggu.(11) Higiene dari anak-anak yang tidak adekuat juga dikaitkan dengan

meningkatnya viral load dan menyebabkan penyakit yang lebih parah..(13)

Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM

lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Penyakit tangan, kaki dan mulut adalah penyakit

umum dan penyebarannya dapat terjadi di antara kelompok anak, misalnya di sekolah atau

di tempat penitipan anak. Penyakit tangan, kaki dan mulut biasanya tersebar melalui

hubungan sesama manusia. Virus ini tersebar melalui fekal- oral pada tangan yang

tercemar, namun bisa juga disebarkan melalui lendir mulut atau sistem pernapasan dan

kontak langsung dengan cairan di dalam lepuhnya. Sesudah berhubungan dengan orang

yang terkena, biasanya di antara 3-5 hari lepuh baru akan timbul. Selama masih ada

cairannya, lepuh ini bisa menular dan virus ini juga bisa berminggu-minggu berada di

dalam kotoran.

Penyakit KTM mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Selama masa epidemik, virus

menyebar dengan sangat cepat dari satu anak ke anak yang lain atau dari ibu kepada janin

yang dikandungnya. Virus menular melalui kontak langsung dengan sekresi hidung dan

mulut, tinja, maupun virus yang terhisap dari udara. Implantasi dari virus di dalam bukal

dan mukosa ileum segera diikuti dengan penyebaran menuju nodus-nodus limfatik selama

24 jam. Setelah itu segera timbul reaksi berupa bintik merah yang kemudian membentuk

lepuhan kecil mirip dengan cacar air di bagian mulut, telapak tangan, dan telapak kaki.

Selama 7 hari kemudian kadar antibodi penetral akan mencapai puncak dan virus
tereliminasi (8,9,10).

Patogenesis tentang HFMD sendiri belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun

secara umum patogenesis enterovirus nonpolio sebagian telah terungkap. Setelah virus

masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan usus,

kemungkinan dalam sel M mukosa. Masing- masing serotipe memiliki reseptor yang

merupakan makromolekul permukaan sel yang digunakan untuk masuk menuju sel inang.

(14)

Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada jaringan limfoid
(14)
seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional. Penyebaran ke kelenjar limfe

regional ini berjalan dalam waktu 24 jam yang diikuti dengan viremia. (1,3) Adanya viremia

primer (viremia minor) menyebabkan penyebaran ke sistem retikuloendotelial yang lebih

jauh termasuk hati, limpa, sumsum tulang dan kelenjar limfe yang jauh. Respon imun

dapat membatasi replikasi dan perkembangannya di luar sistem retikuloendotelial yang

menyebabkan terjadinya infeksi subklinis. Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus

berlangsung di sistem retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder

(viremia mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung dan kulit.

Kecenderungan terhadap organ target sebagian ditentukan oleh serotipe yang


(14)
menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus dan EV 71 merupakan penyebab tersering

penyakit virus dengan manifestasi pada kulit. HFMD yang disebabkan oleh coxscakievirus

A16 biasanya berupa lesi mukokutan ringan yang menyembuh dalam 7–10 hari dan jarang

mengalami komplikasi. (3) Namun enterovirus juga dapat merusak berbagai macam organ

dan sistem. Kerusakan ini diperantarai oleh nekrosis lokal dan respon inflamasi inang. (14)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kuo, dkk. (2002) disebutkan bahwa infeksi EV

71 memberikan cytopathic effect yang luas, menyebabkan kerusakan sel dan akhirnya sel

mati. Ekspresi adanya EV 71 2A protease (2Apro) sendiri dapat menginduksi terjadinya


perubahan apoptotik.(15)

VI. Manifestasi Klinis

Penyakit tangan, kaki dan mulut yang ringan biasanya disebabkan oleh

Coxsackievirus. Anak usia di bawah 5 tahun sering terkena infeksi virus ini, meskipun

pada orang dewasa dapat juga terjadi. Infeksi Coxsackievirus mungkin sama sekali tidak

menunjukkan gejala atau hanya ringan.(12)

Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat mengeluh panas badan yang

biasanya tidak terlalu tinggi (38° C hingga 39°C) selama 2-3 hari, malaise, nyeri perut, dan

gejala traktus respiratorius bagian atas seperti batuk dan nyeri tenggorokan atau faringitis.
(1,8)
Kadang disertai sedikit pilek atau gejala seperti flu. Dapat dijumpai pula adanya
(1)
limfadenopati leher dan submandibula. Eksantema biasanya nampak 1 hingga 2 hari

setelah onset demam, tetapi bisa bervariasi tergantung serotipe yang terlibat. (18)

Hampir semua kasus HFMD mengalami lesi oral yang nyeri yang membuat anak

menjadi sulit makan dan minum. Biasanya jumlah lesi hanya beberapa dan bisa ditemukan

di mana saja namun paling sering ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan

jarang pada orofaring.(1) Lesi dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda

cerah berukuran 5–10 mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di sekelilingnya.
(2)
Lesi ini cepat mengalami erosi dan berwarna kuning hingga abu- abu dikelilingi oleh

halo eritema. (1) Beberapa literatur lain menyebutkan bentuk lesi ini sebagai vesikel
(10,17)
yang cepat berkembang menjadi ulkus. Lesi pada mulut ini dapat bergabung,
(1)
sehingga lidah dapat menjadi eritema dan edema. Timbul lepuhan atau vesikel yang

kemudian pecah selama 5-10 hari. Lepuhan di mulut berukuran 2-3 mm yang segera pecah

dan membentuk ulkus yang dirasakan sangat perih terutama saat makan/minum, sehingga

sukar untuk menelan. Jumlah ulkus di mulut mencapai 5-10 yang tersebar di daerah bukal,
palatal, gusi, dan lidah seperti ditunjukkan pada gambar 1.(18) Ulkus di lidah paling lama

sembuh.

Ulkus juga dapat menyebar hingga saluran cerna yang lebih dalam sampai ke

lambung. Pada kondisi pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang baik, seluruh gejala

dapat membaik selama 5 –7 hari. Bersamaan dengan itu timbul rash atau ruam atau vesikel

(lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak

tangan dan kaki. Kadang-kadang rash atau ruam (makulopapul) ada pada daerah bokong.

(12,13,14,15,16).

Lesi kulit terdapat pada dua pertiga penderita dan muncul beberapa saat setelah lesi

oral. Lesi ini paling banyak didapatkan pada telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu

dapat juga pada bagian dorsal tangan, sisi tepi tangan dan kaki, bokong dan terkadang pada

genitalia eksternal serta wajah dan tungkai. (1,18) Tangan lebih sering terkena daripada kaki.
(8,13)
Pada anak-anak yang memakai diapers lesi dapat timbul di daerah bokong. (17) Lesi di

bokong biasanya sama dengan bentuk awal eksantema namun sering tidak memberikan

gambaran vesikel. (10,16) Lesi kulit dimulai sebagai makula eritematus berukuran 2–8 mm

yang menjadi vesikel berbentuk oval, elips atau segitiga berisi cairan jernih dengan
(1,2)
dikelilingi halo eritematus. Literatur lain menggambarkan lesi vesikel ini berdinding

tipis dan berwarna putih keabu-abuan. (17,18,19) Aksis panjang lesi sejajar dengan garis kulit

pada jari tangan dan jari kaki. (17)

Lesi pada kulit dapat bersifat asimtomatik atau nyeri.2,13 Jumlahnya bervariasi dari

beberapa saja hingga banyak. Setelah menjadi krusta, lesi sembuh dalam waktu 7 hingga

10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut. (1,17) Referensi lain menyatakan bahwa vesikel
(15)
ini dapat sembuh melalui resorpsi cairan dan tidak mengalami krustasi. Penyakit

dengan gejala simtomatis yang fatal dapat terjadi dalam 2 hingga 5 hari infeksi, di mana

merupakan waktu yang sangat terbatas untuk memberikan terapi yang efektif, jika
tersedia. (5)

Pada bayi atau anak usia di bawah 5 tahun yang timbul gejala berat harus dirujuk ke

rumah sakit. Gejala yang dianggap berat adalah hiperpireksia (suhu lebih dari 39OC) atau

demam tidak turun-turun, takikardi, sesak, anoreksia, muntah atau diare dengan dehidrasi,

badan sangat lemas, kesadaran menurun dan kejang.

Gambar 1 : Lepuhan pada bibir dan lidah

Lepuhan atau vesikel di kaki dan tangan dijumpai pada 2/3 penderita, yang terutama

tumbuh di bagian dorsal dan sisi-sisi jari serta telapak tangan seperti ditunjukkan pada

gambar 2(19). Lepuhan/vesikel yang dikenal dalam istilah kedokteran sebagai erythema

multiforma ini secara khas berbentuk bulat atau elips yang akan mengering sendiri selama

3-7 hari. (14)

Gambar 2 : Lepuhan pada telapak tangan

Permasalahan utama pada anak-anak dan balita adalah kesulitan untuk makan dan
minum yang dengan beberapa bentuk komplikasi seperti mual, muntah, dan diare akibat

ulkus di saluran pencernaan, serta demam panas, dapat menyebabkan dehidrasi. Di samping

itu kemungkinan terjadinya superinfeksi oleh mikroba lain dapat memperparah penyakit dan

menyebabkan berbagai komplikasi.

VII. Pemeriksaan Penunjang

Pasien biasanya didiagnosis dengan penampilan klinis mereka. Secara klinis, ruam

yang tampak biasanya pada tangan, kaki, dan mulut pada anak dengan demam dianggap

diagnostik infeksi virus Coxsackie. Biasanya, diagnosis HFM dibuat pada kombinasi dari

sejarah klinis dan temuan fisik karakteristik. Konfirmasi laboratorium jarang diperlukan

kecuali pada komplikasi berat. Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, tes virus dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi virus, tetapi tes ini sangat mahal, biasanya perlu dikirim ke

laboratorium diagnostik khusus virus yang menggunakan RT-PCR dan sering memakan

waktu sekitar dua minggu untuk mendapatkan hasilnya. Pengujian ini hampir tidak pernah

dilakukan karena sebagian besar infeksi diri terbatas dan biasanya ringan, tapi situasi ini bisa

berubah karena wabah di Alabama (38 anak, 12% dirawat di rumah sakit namun tidak ada

kematian pada tahun 2011-2012) dan Enterovirus 71 epidemi terbaru (sekitar 905 anak-anak

dirawat di rumah sakit telah meninggal) di Kamboja. RT-PCR pengujian dapat membedakan

antara genera virus banyak, spesies, dan subtipe. Strain virus Coxsackie Membedakan dari

adenovirus, jenis enterovirus lainnya, virus gema, dan lain-lain dapat menjadi diperlukan di

masa depan.

Standar kriteria untuk mendiagnosis infeksi enterovirus adalah dengan isolasi virus.
(20)
Virus dapat diisolasi dan didentifikasi melalui kultur dan teknik immunoassay dari lesi

kulit, lesi mukosa atau bahan feses.4 Spesimen oral memiliki angka isolasi tertingggi. Pada

penderita dengan kelainan kulit berupa vesikel, swab dari vesikel merupakan bahan yang
baik. Pada penderita tanpa vesikel, dapat diambil swab dari rektum. Untuk isolasi virus,

pengumpulan 2 swab dianjurkan yaitu dari tenggorok dan yang lain dapat dari vesikel atau

rektum. (3,20)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk. pada epidemik EV 71 di Taiwan

tahun 1998 ditemukan bahwa angka isolasi EV 71 secara signifikan lebih tinggi didapatkan

pada swab tenggorok (93%) daripada swab rektum (30%).7 Hasil serupa juga ditunjukkan

pada penelitian Ooi dkk. di Malaysia pada tahun 2000–2003. Hasil dari kombinasi swab

tenggorok dan vesikel merupakan hal yang paling bermanfaat bagi penderita dengan vesikel

di kulit dengan atau tanpa ulkus di rongga mulut. (20) Bukti ini dapat mendukung bahwa jalur

oral-oral atau droplet transmission mungkin lebih berperan penting dalam penyebaran infeksi

dibandingkan dengan jalur fecal- oral selama fase akut. (11)

Uji serologi (misalnya, akut dan tingkat antibodi sembuh) dapat diperoleh.

Pemeriksaan serologis jarang dilakukan karena tidak dapat menunjukkan serotipe yang
(8)
spesifik dari enterovirus. Membedakan coxsackie-terkait dari EV-71-terkait HFMD

mungkin memiliki makna prognostik. Polymerase chain reaction (PCR) dan teknologi

microarray antara berbagai cara untuk mengidentifikasi virus penyebab. Tes spesifik
(19,25)
bervariasi antara rumah sakit. Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang

cepat dalam mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini menjadi uji

diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh ketersediaannya dan biayanya yang relatif

mahal. (8)

Pemeriksaan histopatologi biasanya tidak diperlukan karena pada kebanyakan infeksi


(8,19)
enterovirus memberikan gambaran nonspesifik. Pada pemeriksaan histopatologis

terdapat gambaran degenerasi retikuler pada epidermis yang menghasilkan terbentuknya

celah intraepidermal diisi oleh neutrofil, sel mononuklear dan bahan eosinofilik protein.

Vesikel ini memiliki atap yang nekrotik dengan diskeratosis dan akantolisis. Pada lapisan
dermis bagian atas nampak edem dan terdapat infiltrat sel campuran perivaskuler. Tidak
(2,21,22)
ditemukan viral inclusion atau multinucleated giant cell. Pada pemeriksaan Tzanck

smear dapat ditemukan sel dengan syncytial nuclei. (2,23)

(b) (a)

Gambar 3. (a). Degenerasi retikuler dengan vesikulasi intraepidermal; (b). Gambaran

nekrosis dan diskeratosis.22

VIII. Diagnosis Banding

 Herpangina

 Herpes Simplex

 Herpes Zoster

 Stomatitis

 Varicella

IX. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang perlu diwaspadai adalah dehidrasi pada anak-anak dan

balita, harus dirawat di rumah sakit dan diinfus dengan cairan elektrolit dan nutrisi. Sebagai

pencegahan banyak diberikan cairan elektrolit, misalnya oralit. Infeksi pada kulit atau ulser di

mulut oleh bakteri dan/atau jamur. Kasus komplikasi yang jarang: meningoensefalitis,

miokarditis, edema paru, dan kematian. (18,19)

X. Pengobatan

Tujuan pemberian farmakoterapi adalah mengurangi morbiditas dan mencegah

komplikasi. Pengobatan HFMD bersifat suportif dan ditujukan untuk meredakan gejala. (1,8,13)
(18)
Sampai saat ini belum ada pengobatan dengan antivirus yang efektif. Tidak adanya

antivirus ini menyebabkan penderita bergantung pada sistem imun untuk mengatasi

infeksinya. (5)

Asupan cairan yang adekuat perlu diperhatikan untuk mencegah dehidrasi akibat lesi

oral yang nyeri. Cairan yang dingin biasanya lebih disukai. Hidrasi intravena mungkin

diperlukan jika penderita mengalami dehidrasi sedang hingga berat atau jika

ketidaknyamanan membatasi asupan oral. Untuk mengatasi demam dapat diberikan

antipiretik. Nyeri dapat diobati dengan dosis standar asetaminofen atau ibuprofen. Anastesi

topikal atau analgesia juga dapat diberikan pada rongga mulut melalui mouthwash atau spray.
(1,17) (8)
Solusio lidokain 2% mungkin dapat membantu. Obat-obatan lain untuk meredakan

nyeri pada lesi oral adalah dyclonine solution, difenhidramin, magnesium hidroksida dan
(13)
sukralfat. Lesi kulit pada penderita HFMD tidak memerlukan perawatan khusus.

Antibiotik topikal atau oral dapat diberikan terutama jika terjadi infeksi sekunder. (26,27)

Pada kondisi penderita dengan kekebalan dan kondisi tubuh cukup baik, biasanya

tidak diperlukan pengobatan khusus. Peningkatan kekebalan tubuh penderita dilakukan

dengan pemberian konsumsi makanan dan cairan dalam jumlah banyak dan dengan kualitas

gizi yang tinggi, serta diberikan tambahan vitamin dan mineral jika perlu. Jika didapati

terjadinya gejala superinfeksi akibat bakteri maka diperlukan antibiotika atau diberikan

antibiotika dosis rendah sebagai pencegahan.

Secara umum, untuk menekan gejala dan rasa sakit akibat timbulnya luka di mulut

dan untuk menurunkan panas dan demam, digunakan obat-obatan golongan analgetika dan

antipiretika. Dari aspek farmakoterapi, hal penting untuk diperhatikan dalam pengobatan

penyakit KTM adalah bahwa beberapa golongan obat dapat menimbulkan sindroma Stenven-

Johnson yang menunjukkan gejala mirip dengan penyakit KTM dan dapat memperparah

ulser. Golongan obat tersebut adalah : barbiturat, karbamazepin, diflusinal, hidantoin,


ibuprofen, penisilin, fenoftalein, fenilbutazon, propranolol, kuinin, salisilat, sulfonamida,

sulfonilurea, sulindac, dan tiazida. (20)

Antiseptik oral digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat jamur atau

bakteri. Beberapa golongan antasida dan pelapis mukosa lambung juga digunakan untuk

mengatasi ulkus di saluran cerna dan lambung. Berikut adalah daftar obat-obatan yang bisa

digunakan untuk mengatasi simptomatik Penyakit Kaki Tangan dan Mulut .

Antipiretika yang digunakan untuk menurunkan demam, misalnya : asetaminofen.

Perlu diperhatikan bahwa penggunaan golongan NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory

Drugs) dapat menimbulkan gejala sindrom Stenven-Johnson yang menunjukkan gejala mirip

dengan penyakit ini dan dapat memperparah ulser sehingga disarankan untuk digunakan

dengan golongan antasida, atau jika ada dipilih golongan antipiretika/analgetika yang lain.

Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti : betadine, rebusan daun sirih, dan tablet

hisap, seperti SP troches, FG troches, dsb. Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk

mencegah atau mengatasi infeksi karena mikroba pada ulser di mulut dan kulit, ditentukan

oleh dokter, seperti : neosporin (lokal), klindamisin, eritromisin,dsb.

Bahan anestetika lokal untuk mengurangi rasa sakit di daerah mulut ditabelkan sebagai

berikut:

Dyclonine(Dyclone®) – dengan resep dokter : anestetika

lokal yang tersedia dalam bentuk larutan, semprot,

Nama Obat lozenge. Mencegah permeabilitas sel dan memblokir

impuls pada ujung sarap perifer di kulit.

Dosis dewasa Oleskan 0,5 atau 1% larutan pada luka, tak boleh lebih

dari 200 mg atau 40 mL dari

0,5% larutan atau 20 mL larutan 1%


Dosis anak-anak Seperti dosis dewasa, disesuaikan dengan

bobot badan.

Kontra Indikasi Riwayat hipersensitivitas

Interaksi Tidak dilaporkan

Kehamilan Golongan resiko C – keamanan penggunaan

selama kehamilan belum ditetapkan

Perhatian Overdosis dapat menyebabkan depresi atau

eksitasi, syok miokardiak

Lidokain cair (Dilocaine®; Dermaflex Gel®)

– anestetika lokal. Menurunkan permeabilitas terhadap ion

natrium pada membran saraf dan menghasilkan

Nama Obat inhibisi depolarisasi,

blokir transmisi impuls saraf.

Cara pemakaian (dewasa) Dioleskan dengan kapas pada ulser di mulut.

Dosis anak Disesuaikan dengan bobot badan.

Kontra Indikasi Riwayat hipersensitivitas, sindrom Adam- Stokes,

simdrom Wolfgang-Parkinson-White, gangguan sinoatrial,

AV, atau blok intraventikular (jika tidak digunakan alat

pacu jantung).

Interaksi Pemberian dengan simetidin dan beta bloker

meningkatkan toksisitas. Pemberian bersama dengan

prokainamida dan tokainida meningkatkan aksi

kardiodepresan,

meningkatkan suksinilkolin.
Kehamilan Resiko B – biasanya aman, perlu diperhitungkan manfaat

dengan resikonya.

Perhatian Anestesia di seluruh wilayah mulut dan faring

kemungkinan dapat menyebabkan tak terasanya makanan,

gangguan terhadap pernafasan, rasa menggigit di lidah dan

mukosa bukal, overdosis data menyebabkan toksisitas

(kepala berat, euforia, tinitus, nausea, mual, koma,

brakikardi, hipotensi,

lemah jantung).

Antihistamin: Inhibisi antihistamin pada reseptor H1 menyebabkan kontriksi bronkus, sekresi

mukosa, kontraksi otot halus, edema, hipotensi, depresi sususan saraf pusat, dan aritmia

jantung.

Difenhidramin (Benadryl®, Benylin®, Diphen®,

AllerMax®) – kelas etanolamina, bloker reseptor histamin

tipe 1. Memiliki sifat sedatif dan antikolinergik penting

Nama Obat dapat menimbulkan efek anestetika lokal dengan

menahan transmisi dari implus saraf.

Penggunaan pada penderita Untuk menahan simptom ulser oral : dikombinasikan

dewasa dengan alukol dan magnesium hidroksida (Mylanta®),

cairan lidokain dan/atau gerusan tablet sukralfat

(Carafate®). Kumur dan keluarkan lagi.

Dosis anak Disesuaikan dengan bobot badan, penggunaan

sama dengan penderita dewasa.

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas, MAO Inhibitor.


Potensi efek depresi sistem saraf pusat, jangan diberikan

dengan sirup yang dapat menimbulkan gejala seperti reaksi

Interaksi disulfiram (yang mengandung alkohol), berinteraksi

dengan antidepresan trisiklik, Inhibitor

MAO, antimuskarinik, amantadin, dan

prokainamida.

Kehamilan Golongan Resiko C – keamanan selama kehamilan belum

ditetapkan.

Perhatian Xerostomia, glaucoma, hipertiroidismus, ulser usus,

gangguan saluran kemih, gangguan saluran pencernaan,

penyakit hati,

hipertrofi prostat.

Golongan Antasida dan Antiulser digunakan untuk mengatasi gastritis, ulser di mulut dan

saluran cerna. Biasanya digunakan untuk kumur, namun jika didiagnosis ada luka di saluran

gastrointestinal maka antasida ditelan.

Sukralfat (Carafate®) – antasida dengan kompleks

aluminium untuk treatmen ulser mukosa mulut. Sama

efeknya terhadap ulser pada saluran cerna, sukralfat

Nama Obat membentuk suatu lapisan kental yang menyelimuti saluran

cerna bersama menahan pepsin, asam lambung, dan garam

empedu. Dengan aksi tersebut, memudahkan pemulihan

luka-luka

di saluran cerna.
Penggunaan pada penderita Kontrol simptomatik ulser di mulut : dikombinasi dengan

dewasa antasida koloidal alukol dan magnesium hidroksida

(Mylanta), lidokain kental dan difenhidramin, dicampur

dalam bentuk cairan untuk dikumur beberapa kali sehari.

Jika didiagnosis ada luka ikutan di sepanjang saluran cerna,

antasida dan difenhidramin dapat ditelan dengan dosis

yang dianjurkan.

Dosis anak-anak Disesuaikan dengan bobot badan, digunakan sama dengan

cara penggunaan pada penderita dewasa.

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas.

Interaksi Menurunkan efek ketokonazol,ciprofloxacin, tetrasiklin,

fenitoin, warfarin, kuinidin, teofilin, norfoxacin; antasida,

bloker H2, digoksin, lansoprazole, levotiroksin, fenitoin,

dan absorpsi teofilin.

Kehamilan B- Biasanya aman, perlu dipertimbangkan

manfaat dibandingkan resiko.

Perhatian Bisa menyebabkan gagal ginjal jika terjadi

absorpsi berlebihan dari aluminium

Aluminium hidroksida, magnesium hidroksida, simetikon

(Mylanta®). Meningkatkan pH asam lambung dan

Nama Obat menutupi ulser lambung. Magnesium ditambahkan sebagai

kombinasi antasida

untuk mencegah kesulitan buang air.


Penggunaan pada penderita Diberikan dalam bentuk kombinasi dengan lidokain

dewasa kental, difenhidramin dan/atau

sukralfat, digunakan untuk berkumur.

Penggunaan pada anak-anak Sama dengan penggunaan pada penderita

dewasa, dosis disesuaikan dengan bobot badan.

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas, gangguan ginjal,

osteomalasia.

Interaksi Menurunkan efikasi fluorokuinolon, kortikosteroid,

benzodiazepin, fenotiazin, efek alumunium dan

magnesium terhadap

asam valproat, sulfonil urea,kuinidin dan

Kehamilan C – keamanan selama kehamilan belum

ditetapkan.

Perhatian Dapat menyebabkan gangguan dan gagal

ginjal dan kesulitan b.a.b. sehingga

menyebabkan wasir/hemorrhage.

XI. Prognosis

Prognosis pada HFMD sangat baik. Dan sebagian besar pasien dengan penyakit ini

dapat sembuh sepenuhnya. (3)

XII. Edukasi kepada penderita

 Virus masih dapat berada di dalam tinja penderita hingga 1 bulan.

 Isolasi pasien sebenarnya tidak diperlukan, namun perlu istirahat untuk pemulihan

dan pencegahan penularan lebih luas.

 Selalu mencuci tangan dengan benar untuk mengurangi resiko penularan.


 Jangan memecah vesikel.

 Mencegah kontak dengan cairan mulut dan pernafasan antara penderita dengan

anggota keluarga yang lain.

 Meningkatkan kekebalan tubuh dengan sebisa mungkin makan makanan bergizi,

sayur sayuran berkuah, jus buah, segera setelah rasa nyeri di mulut berkurang.

 Mencegah dehidrasi dengan memasukkan cairan, untuk mengurangi rasa sakit sebisa

mungkin cairan yang isotonis dan isohidris (tidak terasa asam/terlalu manis
DAFTAR PUSTAKA

1. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeney SM, Wiss KM. Exanthematous viral

diseases. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Glicherst BA, Paller AS, Leffel DJ,

editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-

Hill; 2008. p. 1851–72.

2. Wolf K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.

3. Nervi JS. Hand-foot-and-mouth diseasse. 2008. Available from URL:

http://www.emedicine.com

4. Lin TY, Chang LY, Hsia SH, Huang YC, Chiu CH, Hsueh C, et al. The 1998

Enterovirus 71 outbreak in Taiwan: pathogenesis and management. Clin Infect Dis 2002;

32(Suppl 2): S52–7.

5. Chang LJ, Chang LY, Huang LM. Besides increasing surveillance and waiting for an

effective vaccine to emerge in the future, what else can be done to save the lives of

HFMD victims. J Formos Med Assoc 2008; 107(8): 589–90.

6. Sano T, Saito T, Kondo M, Watanabe S, Onoue Y, Konnai M, et al. Enterovirus

detection status of patients with herpangina and hand, foot and mouth disease in

epidemic season 2007, Kanagawa prefecture, Japan. Jpn J Infect Dis 2008; 61: 162–3.

7. Chang LY, King CC, Hsu KH, Ning HC, Tsao KC, Li CC et at. Risk factor of

enterovirus 71 infection and associated hand, foot, and mouth disease/herpangina in

children during an epidemic in Taiwan. Pediatrics 2002; 109(6): 1–6.

8. Sinha S. Enteroviruses. 2006. Available from URL: http://www.emedicine.com

9. Chan KP, Goh KT, Chong CY, Teo ES, Lau G, Ling AE. Epidemic hand, foot and

mouth disease caused by human enterovirus 71, Singapore. Emerging Infectious


Diseases 2003; 9(1): 78–85.

10. Bennett NJ. Enteroviral infections. 2007. Available from URL:

http://www.emedicine.com

11. Chang LY. Enterovirus in Taiwan. Pediatr Neonatol 2008; 49(4): 103–12.

12. Centers for Disease Control and Prevention. Hand, foot, & mouth disease. 2008

Available from URL: http://www.cdc.gov/ncidod/dvvd/revb/enterovirus/ hfhf.

13. Scott LA, Stone MS. Viral Exanthems. Dermatology Online Journal 2003; 9(3): 4.

14. Abzug MJ. Nonpolio enteroviruses. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.

Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p. 1042–8.

15. Kuo RL, Kung SH, Hsu YY, Liu WT. Infection with enterovirus 71 or expression of its

2A protease induces apoptotic cell death. Journal of General Virology 2002; 83: 1367–

76.

16. Slavin KA, Frieden IJ. Hand-foot-and-mouth disease. Arch Pediatr Adolesc Med 1998;

152: 505–7.

17. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin. Clinical

Dermatology. 10th ed. Canada: WB Saunders Company; 2006.

18. Paller AS, Mancini AJ. Enteroviral exanthems. In: Hurwitz Clinical Pediatric

Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2006. p. 438–40.

19. Kurtz JB, Sterling JC. Viral infection. In: Breathnach SM, Burns DA, Burton JL,

Champion RH, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology. 6th ed.

London: Blackwell Science; 1998. p. 995–1095.

20. Ooi MH, Solomon T, Podin Y, Mohan A, Akin W, Yusuf MA, et al. Evaluation of

different clinical simple types in diagnosis of human enterovirus 71-associated hand-

foot-and-mouth disease. J Clin Microbiol 2007; 45(6): 1858–66.

21. Hood AF. Intraepidermal vesicular and pustular dermatitis. In: Kels JMG, editor. Color
Atlas of Dermatopathology. New York: Informa Healthcare USA Inc; 2007. p. 41–55.

22. McKee PH, Calonje E, Granter SR. Pathology of the Skin. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier

Mosby; 2005.

Anda mungkin juga menyukai