LAPSUSKU
LAPSUSKU
OLEH :
SYIFA SALSABILA
111 2018 2077
PEMBIMBING :
dr. Hj. Yati Aisyah Arifin, Sp.A
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NA
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan :-
Nomor RM : 268444
Demam
Pasien dibawa ke rumah sakit oleh ayahnya dengan keluhan demam yang naik
turun sejak empat hari yang lalu. Panas dikatakan tidak terlalu tinggi dan turun dengan
Pasien juga dikeluhkan muncul bintil-bintil kemerahan pada kedua telapak tangan
dan kaki sejak sehari sebelumnya. Dikatakan muncul mendadak, awalnya hanya
beberapa namun jumlahnya makin bertambah dan terkadang gatal. Muncul keluhan
serupa di bagian tubuh lain disangkal. Selain itu, pasien juga dikeluhkan mengalami sakit
tenggorokan dan pilek sejak sehari sebelumnya. Ingus dikatakan cair dan berwarna
bening.
Nafsu makan dikatakan sedikit menurun karena sariawan yang muncul dua hari
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah mendapat Paracetamol, panas dikatakan menurun dengan pemberian obat
tersebut.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat cacar disangkal.
Riwayat Keluarga
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak kedua dalam keluarganya. Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai
petani. Dikatakan tetangga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seminggu
sebelumnya.
Riwayat Alergi
Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan melalui persalinan spontan, ditolong oleh bidan di Puskesmas, dengan
berat badan lahir 3200 gram, segera menangis, dan tidak ada kelainan.
Riwayat Imunisasi
Pasien dikatakan sudah mendapat imunisasi lengkap sejak bayi walaupun ayah pasien lupa
Antropometri : BB 10 kg
TB 82 cm
LK 47 cm
LD 51 cm
LP 45 cm
Status Gizi :
Tanda-tanda Vital :
Suhu : 38,3°C
Pernapasan : 21 x/menit
Status Generalis
Tonsil : T1-T1
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), nyeri tekan
(-)
Paru-paru :
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus normal
Jantung :
Perkusi : Pekak, batas jantung atas ICS II linea mid lavicularis sinistra,
midaksilaris ICS 5
Abdomen :
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani.
Status lokalis
Regio : Palmar manus dan palmar pedis sinistra dan dekstra
Ulser, soliter, bulat, diameter 0,5 cm, tepi rata, batas tegas, mukosa sekitar eritema
V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
VII. Penatalaksanaan
Imboost 1 dd 1 cth
PENDAHULUAN
Penyakit Kaki, Tangan, dan Mulut (KTM), atau Hand, Foot and Mouth Disease
(HFMD) dan dikenal juga dengan istilah “Flu Singapura” adalah penyakit yang umumnya
diderita oleh bayi dan anak-anak di bawah usia 10 tahun. Periode usia yang terkena yaitu
antara usia 6 bulan sampai 3 tahun, namun ada laporan kasus yang menyebutkan bahwa bayi
baru lahir atau usia dewasa di atas 25 tahun dapat terkena penyakit ini.(1)
Tangan, kaki dan penyakit mulut (HFMD) adalah infeksi virus yang biasanya ringan
dan selflimiting disease. Hal ini ditandai dengan demam prodromal singkat, diikuti oleh
faringitis, ulkus pada mulut dan ruam pada tangan dan kaki. Penyakit ini disebabkan oleh
virus dari anggota Enterovirus dari genus Picornaviridae misalnya Coxsackievirus tipe A
(CA) dan Enterovirus 71 (EV71), dengan gambaran klinis yang berbeda. Transmisi terjadi
dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan air liur, tinja, cairan tubuh atau
droplet dari saluran napas dari orang yang terinfeksi dan secara tidak langsung melalui
benda(2). Di Singapura, wabah pertama HFMD dilaporkan pada bulan Juni sampai Juli 1970
namun agen etiologinya belum diketahui.(3) Dua wabah lainnya terkait dengan CA16
yang dilaporkan selama periode antara September 1972 dan Januari 1973, dan antara
September dan Desember 1981.(4) Wabah terbesar dari HFMD yang disebabkan oleh EV71
dengan 3790 kasus dan 4 kematian terjadi di Singapura antara September dan Desember
2000. Temuan patologis utama yang didapat dari hasil pada otopsi adalah pneumonitis
Dari berbagai sumber dilaporkan bahwa akhir-akhir ini penyakit tersebut sudah
banyak penderitanya di Indonesia. Penyakit ini banyak berjangkit pada musim panas dan
kering, dan pada masa awal turunnya hujan. Meskipun di Indonesia penyakit ini dinyatakan
bukan merupakan penyakit yang digolongkan berbahaya, namun wabah yang terjadi selama
April sampai Juli 1998 di Taiwan, dimana Enterovirus 71 (EV71) telah diidentifikasi sebagai
agen etiologi yang utama. Wabah itu dikaitkan dengan tingkat kematian sangat tinggi pada
anak-anak kecil. Setidaknya terdapat 55 kasus fatal yang awalnya dilaporkan (6,7) pada anak-
anak yang memiliki keluhan yang sulit disembuhkan setelah fase prodromal akut penyakit,
banyak dari mereka yang mengalami gangguan neurologis selama sakit dan meninggal dalam
waktu 24 jam rawat inap (8). Selain itu dari April sampai Juni 1997, 29 anak yang sebelumnya
sehat berusia kurang dari 6 tahun di Sarawak, Malaysia, meninggal karena kegagalan
kardiorespirasi cepat progresif selama wabah HFMD yang terutama disebabkan oleh
enterovirus 71 (EV71)(9) .
Untuk pengobatan HFMD, sampai sekarang belum ada obat spesifik untuk
disebabkan oleh virus yang sama sekali berbeda dengan penyakit kaki dan mulut pada
binatang ternak. Gejalanya yang mirip dengan sindroma Stevens-Johnson akibat alergi
(10)
terhadap penggunaan beberapa jenis obat , dan juga mirip dengan cacar air tetapi lokasi
pertumbuhan vesikel dan ulkus di kulit secara spesifik banyak timbul di rongga mulut,
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Dalam masyarakat infeksi virus tersebut sering disebut sebagai "Flu Singapura".
Dalam dunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau
penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM ). KTM adalah penyakit yang disebabkan oleh
dengan gejala klinis berupa lepuhan di mulut, tangan , dan kaki, terutama di bagian
telapak, terkadang di bokong. Lepuhan di mulut segera pecah dan membentuk ulser yang
dirasakan sangat nyeri dan perih oleh penderitanya sedangkan lepuhan di telapak kaki,
tangan, dan beberapa bagian tubuh lain tidak terasa sakit atau gatal, tapi sedikit nyeri jika
ditekan.(10,16)
II. Epidemiologi(2,19)
HFMD terkait dengan EV71 telah lebih sering di Asia Tenggara dalam beberapa
tahun terakhir. Faktor resiko dalam epidemi penyakit ini termasuk kehadiran pusat
penitipan anak, seringnya berkontak dengan penderita HFMD, jumlah anggota keluarga
data epidemi mengamati rasio laki-laki dan perempuan dominasi sedikit 1.2-1.3:1. Baru-
baru ini (Juli 2012), di Asia (terutama Kamboja), anak-anak yang diduga terinfeksi
Enterovirus 71 memiliki angka kematian 90%. Ini epidemi (terutama pada bayi, balita, dan
anak di bawah 2 tahun) masih dalam penyelidikan intensif dan itu adalah peneliti
kemungkinan akan memiliki pemahaman yang lebih baik dari angka kematian yang tinggi
terkait dengan enterovirus 71. Jika Enterovirus 71 yang pada akhirnya ditemukan
bertanggung jawab atas kematian, kemungkinan virus telah mengembangkan kemampuan
mematikan baru untuk cepat menginfeksi dan merusak jaringan paru-paru anak-anak.
Namun, penelitian yang sedang berlangsung dan beberapa peneliti menunjukkan bahwa
anak-anak mati dari kombinasi enterovirus 71, suis Streptococcus, dan koinfeksi virus
dengue.
III. Etiologi
Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang
masuk dalam family Picornaviridae, Genus Enterovirus. Genus yang lain adalah
virus, Coxsackie B virus. Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan
adalah Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya
lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71.
Coxsackie virus yang dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu A dan B, yang
didasarkan pada pengaruhnya terhadap tikus yang baru lahir (Coxsackie A menyebabkan
tetapi hasil kurang parah). Ada lebih dari 24 berbeda serotipe virus dimana masing-masing
virus memiliki protein yang berbeda pada permukaannya. Virus Coxsackie menginfeksi
tangan, kaki, atau di semua bidang). Tangan, kaki, dan penyakit mulut (HFMD) adalah
nama umum dari infeksi virus. Coxsackie A 16 (CVA16) menyebabkan sebagian besar
infeksi. HFMD di AS Ini biasanya terjadi pada anak- anak (usia 10 dan di bawah), tetapi
orang dewasa juga dapat mengembangkan kondisi. Ini penyakit anak-anak tidak harus
bingung dengan "penyakit kaki dan mulut" biasanya ditemukan pada hewan dengan kuku
(misalnya, pada sapi, babi, dan rusa). Tipe A juga menyebabkan konjungtivitis
Tipe B menyebabkan epidemi virus pleurodynia (demam, paru-paru, dan nyeri perut
dengan sakit kepala yang berlangsung sekitar dua sampai 12 hari dan resolve).
Pleurodynia juga disebut penyakit Bornholm. Ada enam serotipe dari Coxsackie B (1- 6,
sejumlah individu).
perikarditis, tetapi ini jarang terjadi dari infeksi Coxsackie. Beberapa peneliti
pengembangan tipe onset akut I (sebelumnya dikenal sebagai juvenile) diabetes, namun
hubungan ini masih dalam penyelidikan. Virus Coxsackie dan enterovirus lainnya dapat
menyebabkan penyakit anak dari tangan, kaki, dan penyakit mulut. Namun, sebagian besar
anak-anak dengan infeksi virus Coxsackie sepenuhnya menyelesaikan gejala dan infeksi
Secara umum, penyakit ini biasa menyerang anak-anak dan balita, tetapi dilaporkan
terjadi juga pada orang dewasa. Untuk pasien dengan kondisi tubuh yang baik, penyakit
ini akan menghilang dengan sendirinya selama 7-10 hari sejak gejala timbul. Namun
ensefalitis, hingga kematian. Penyakit KTM juga dapat menjangkit kembali, terutama oleh
virus dengan jenis yang berbeda. Infeksi pada kehamilan trimester pertama dapat
menyebabkan keguguran spontan atau pertumbuhan janin yang tidak normal. Di Taiwan
penderitanya. Tidak dilaporkan adanya perbedaan reaksi pada jenis kelamin dan ras
V. Patofisiologi
Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah
penyakit umum yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat yang sangat padat dan
menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun. Orang dewasa umumnya kebal
yaitu melalui droplet, air liur, tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak
tidak langsung melalui barang, handuk, pakaian, peralatan makanan, dan mainan yang
terkontaminasi oleh sekret tersebut. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa penyakit seperti
respiratorius. .(11) Penularan terjadi melalui fecal-oral pada sebagian besar kasus. Selain
itu dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran pernafasan atau oral-to-oral
(1,3,10)
route. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa virus dapat berada dalam feses
hingga 5 minggu.(11) Higiene dari anak-anak yang tidak adekuat juga dikaitkan dengan
Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM
lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Penyakit tangan, kaki dan mulut adalah penyakit
umum dan penyebarannya dapat terjadi di antara kelompok anak, misalnya di sekolah atau
di tempat penitipan anak. Penyakit tangan, kaki dan mulut biasanya tersebar melalui
hubungan sesama manusia. Virus ini tersebar melalui fekal- oral pada tangan yang
tercemar, namun bisa juga disebarkan melalui lendir mulut atau sistem pernapasan dan
kontak langsung dengan cairan di dalam lepuhnya. Sesudah berhubungan dengan orang
yang terkena, biasanya di antara 3-5 hari lepuh baru akan timbul. Selama masih ada
cairannya, lepuh ini bisa menular dan virus ini juga bisa berminggu-minggu berada di
dalam kotoran.
Penyakit KTM mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Selama masa epidemik, virus
menyebar dengan sangat cepat dari satu anak ke anak yang lain atau dari ibu kepada janin
yang dikandungnya. Virus menular melalui kontak langsung dengan sekresi hidung dan
mulut, tinja, maupun virus yang terhisap dari udara. Implantasi dari virus di dalam bukal
dan mukosa ileum segera diikuti dengan penyebaran menuju nodus-nodus limfatik selama
24 jam. Setelah itu segera timbul reaksi berupa bintik merah yang kemudian membentuk
lepuhan kecil mirip dengan cacar air di bagian mulut, telapak tangan, dan telapak kaki.
Selama 7 hari kemudian kadar antibodi penetral akan mencapai puncak dan virus
tereliminasi (8,9,10).
secara umum patogenesis enterovirus nonpolio sebagian telah terungkap. Setelah virus
masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring dan usus,
kemungkinan dalam sel M mukosa. Masing- masing serotipe memiliki reseptor yang
merupakan makromolekul permukaan sel yang digunakan untuk masuk menuju sel inang.
(14)
Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada jaringan limfoid
(14)
seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional. Penyebaran ke kelenjar limfe
regional ini berjalan dalam waktu 24 jam yang diikuti dengan viremia. (1,3) Adanya viremia
jauh termasuk hati, limpa, sumsum tulang dan kelenjar limfe yang jauh. Respon imun
menyebabkan terjadinya infeksi subklinis. Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus
(viremia mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung dan kulit.
penyakit virus dengan manifestasi pada kulit. HFMD yang disebabkan oleh coxscakievirus
A16 biasanya berupa lesi mukokutan ringan yang menyembuh dalam 7–10 hari dan jarang
mengalami komplikasi. (3) Namun enterovirus juga dapat merusak berbagai macam organ
dan sistem. Kerusakan ini diperantarai oleh nekrosis lokal dan respon inflamasi inang. (14)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kuo, dkk. (2002) disebutkan bahwa infeksi EV
71 memberikan cytopathic effect yang luas, menyebabkan kerusakan sel dan akhirnya sel
Penyakit tangan, kaki dan mulut yang ringan biasanya disebabkan oleh
Coxsackievirus. Anak usia di bawah 5 tahun sering terkena infeksi virus ini, meskipun
pada orang dewasa dapat juga terjadi. Infeksi Coxsackievirus mungkin sama sekali tidak
Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat mengeluh panas badan yang
biasanya tidak terlalu tinggi (38° C hingga 39°C) selama 2-3 hari, malaise, nyeri perut, dan
gejala traktus respiratorius bagian atas seperti batuk dan nyeri tenggorokan atau faringitis.
(1,8)
Kadang disertai sedikit pilek atau gejala seperti flu. Dapat dijumpai pula adanya
(1)
limfadenopati leher dan submandibula. Eksantema biasanya nampak 1 hingga 2 hari
setelah onset demam, tetapi bisa bervariasi tergantung serotipe yang terlibat. (18)
Hampir semua kasus HFMD mengalami lesi oral yang nyeri yang membuat anak
menjadi sulit makan dan minum. Biasanya jumlah lesi hanya beberapa dan bisa ditemukan
di mana saja namun paling sering ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan
jarang pada orofaring.(1) Lesi dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda
cerah berukuran 5–10 mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di sekelilingnya.
(2)
Lesi ini cepat mengalami erosi dan berwarna kuning hingga abu- abu dikelilingi oleh
halo eritema. (1) Beberapa literatur lain menyebutkan bentuk lesi ini sebagai vesikel
(10,17)
yang cepat berkembang menjadi ulkus. Lesi pada mulut ini dapat bergabung,
(1)
sehingga lidah dapat menjadi eritema dan edema. Timbul lepuhan atau vesikel yang
kemudian pecah selama 5-10 hari. Lepuhan di mulut berukuran 2-3 mm yang segera pecah
dan membentuk ulkus yang dirasakan sangat perih terutama saat makan/minum, sehingga
sukar untuk menelan. Jumlah ulkus di mulut mencapai 5-10 yang tersebar di daerah bukal,
palatal, gusi, dan lidah seperti ditunjukkan pada gambar 1.(18) Ulkus di lidah paling lama
sembuh.
Ulkus juga dapat menyebar hingga saluran cerna yang lebih dalam sampai ke
lambung. Pada kondisi pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang baik, seluruh gejala
dapat membaik selama 5 –7 hari. Bersamaan dengan itu timbul rash atau ruam atau vesikel
(lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak
tangan dan kaki. Kadang-kadang rash atau ruam (makulopapul) ada pada daerah bokong.
(12,13,14,15,16).
Lesi kulit terdapat pada dua pertiga penderita dan muncul beberapa saat setelah lesi
oral. Lesi ini paling banyak didapatkan pada telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu
dapat juga pada bagian dorsal tangan, sisi tepi tangan dan kaki, bokong dan terkadang pada
genitalia eksternal serta wajah dan tungkai. (1,18) Tangan lebih sering terkena daripada kaki.
(8,13)
Pada anak-anak yang memakai diapers lesi dapat timbul di daerah bokong. (17) Lesi di
bokong biasanya sama dengan bentuk awal eksantema namun sering tidak memberikan
gambaran vesikel. (10,16) Lesi kulit dimulai sebagai makula eritematus berukuran 2–8 mm
yang menjadi vesikel berbentuk oval, elips atau segitiga berisi cairan jernih dengan
(1,2)
dikelilingi halo eritematus. Literatur lain menggambarkan lesi vesikel ini berdinding
tipis dan berwarna putih keabu-abuan. (17,18,19) Aksis panjang lesi sejajar dengan garis kulit
Lesi pada kulit dapat bersifat asimtomatik atau nyeri.2,13 Jumlahnya bervariasi dari
beberapa saja hingga banyak. Setelah menjadi krusta, lesi sembuh dalam waktu 7 hingga
10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut. (1,17) Referensi lain menyatakan bahwa vesikel
(15)
ini dapat sembuh melalui resorpsi cairan dan tidak mengalami krustasi. Penyakit
dengan gejala simtomatis yang fatal dapat terjadi dalam 2 hingga 5 hari infeksi, di mana
merupakan waktu yang sangat terbatas untuk memberikan terapi yang efektif, jika
tersedia. (5)
Pada bayi atau anak usia di bawah 5 tahun yang timbul gejala berat harus dirujuk ke
rumah sakit. Gejala yang dianggap berat adalah hiperpireksia (suhu lebih dari 39OC) atau
demam tidak turun-turun, takikardi, sesak, anoreksia, muntah atau diare dengan dehidrasi,
Lepuhan atau vesikel di kaki dan tangan dijumpai pada 2/3 penderita, yang terutama
tumbuh di bagian dorsal dan sisi-sisi jari serta telapak tangan seperti ditunjukkan pada
gambar 2(19). Lepuhan/vesikel yang dikenal dalam istilah kedokteran sebagai erythema
multiforma ini secara khas berbentuk bulat atau elips yang akan mengering sendiri selama
Permasalahan utama pada anak-anak dan balita adalah kesulitan untuk makan dan
minum yang dengan beberapa bentuk komplikasi seperti mual, muntah, dan diare akibat
ulkus di saluran pencernaan, serta demam panas, dapat menyebabkan dehidrasi. Di samping
itu kemungkinan terjadinya superinfeksi oleh mikroba lain dapat memperparah penyakit dan
Pasien biasanya didiagnosis dengan penampilan klinis mereka. Secara klinis, ruam
yang tampak biasanya pada tangan, kaki, dan mulut pada anak dengan demam dianggap
diagnostik infeksi virus Coxsackie. Biasanya, diagnosis HFM dibuat pada kombinasi dari
sejarah klinis dan temuan fisik karakteristik. Konfirmasi laboratorium jarang diperlukan
kecuali pada komplikasi berat. Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, tes virus dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi virus, tetapi tes ini sangat mahal, biasanya perlu dikirim ke
laboratorium diagnostik khusus virus yang menggunakan RT-PCR dan sering memakan
waktu sekitar dua minggu untuk mendapatkan hasilnya. Pengujian ini hampir tidak pernah
dilakukan karena sebagian besar infeksi diri terbatas dan biasanya ringan, tapi situasi ini bisa
berubah karena wabah di Alabama (38 anak, 12% dirawat di rumah sakit namun tidak ada
kematian pada tahun 2011-2012) dan Enterovirus 71 epidemi terbaru (sekitar 905 anak-anak
dirawat di rumah sakit telah meninggal) di Kamboja. RT-PCR pengujian dapat membedakan
antara genera virus banyak, spesies, dan subtipe. Strain virus Coxsackie Membedakan dari
adenovirus, jenis enterovirus lainnya, virus gema, dan lain-lain dapat menjadi diperlukan di
masa depan.
Standar kriteria untuk mendiagnosis infeksi enterovirus adalah dengan isolasi virus.
(20)
Virus dapat diisolasi dan didentifikasi melalui kultur dan teknik immunoassay dari lesi
kulit, lesi mukosa atau bahan feses.4 Spesimen oral memiliki angka isolasi tertingggi. Pada
penderita dengan kelainan kulit berupa vesikel, swab dari vesikel merupakan bahan yang
baik. Pada penderita tanpa vesikel, dapat diambil swab dari rektum. Untuk isolasi virus,
pengumpulan 2 swab dianjurkan yaitu dari tenggorok dan yang lain dapat dari vesikel atau
rektum. (3,20)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk. pada epidemik EV 71 di Taiwan
tahun 1998 ditemukan bahwa angka isolasi EV 71 secara signifikan lebih tinggi didapatkan
pada swab tenggorok (93%) daripada swab rektum (30%).7 Hasil serupa juga ditunjukkan
pada penelitian Ooi dkk. di Malaysia pada tahun 2000–2003. Hasil dari kombinasi swab
tenggorok dan vesikel merupakan hal yang paling bermanfaat bagi penderita dengan vesikel
di kulit dengan atau tanpa ulkus di rongga mulut. (20) Bukti ini dapat mendukung bahwa jalur
oral-oral atau droplet transmission mungkin lebih berperan penting dalam penyebaran infeksi
Uji serologi (misalnya, akut dan tingkat antibodi sembuh) dapat diperoleh.
Pemeriksaan serologis jarang dilakukan karena tidak dapat menunjukkan serotipe yang
(8)
spesifik dari enterovirus. Membedakan coxsackie-terkait dari EV-71-terkait HFMD
mungkin memiliki makna prognostik. Polymerase chain reaction (PCR) dan teknologi
microarray antara berbagai cara untuk mengidentifikasi virus penyebab. Tes spesifik
(19,25)
bervariasi antara rumah sakit. Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang
cepat dalam mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini menjadi uji
diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh ketersediaannya dan biayanya yang relatif
mahal. (8)
celah intraepidermal diisi oleh neutrofil, sel mononuklear dan bahan eosinofilik protein.
Vesikel ini memiliki atap yang nekrotik dengan diskeratosis dan akantolisis. Pada lapisan
dermis bagian atas nampak edem dan terdapat infiltrat sel campuran perivaskuler. Tidak
(2,21,22)
ditemukan viral inclusion atau multinucleated giant cell. Pada pemeriksaan Tzanck
(b) (a)
Herpangina
Herpes Simplex
Herpes Zoster
Stomatitis
Varicella
IX. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang perlu diwaspadai adalah dehidrasi pada anak-anak dan
balita, harus dirawat di rumah sakit dan diinfus dengan cairan elektrolit dan nutrisi. Sebagai
pencegahan banyak diberikan cairan elektrolit, misalnya oralit. Infeksi pada kulit atau ulser di
mulut oleh bakteri dan/atau jamur. Kasus komplikasi yang jarang: meningoensefalitis,
X. Pengobatan
komplikasi. Pengobatan HFMD bersifat suportif dan ditujukan untuk meredakan gejala. (1,8,13)
(18)
Sampai saat ini belum ada pengobatan dengan antivirus yang efektif. Tidak adanya
antivirus ini menyebabkan penderita bergantung pada sistem imun untuk mengatasi
infeksinya. (5)
Asupan cairan yang adekuat perlu diperhatikan untuk mencegah dehidrasi akibat lesi
oral yang nyeri. Cairan yang dingin biasanya lebih disukai. Hidrasi intravena mungkin
diperlukan jika penderita mengalami dehidrasi sedang hingga berat atau jika
antipiretik. Nyeri dapat diobati dengan dosis standar asetaminofen atau ibuprofen. Anastesi
topikal atau analgesia juga dapat diberikan pada rongga mulut melalui mouthwash atau spray.
(1,17) (8)
Solusio lidokain 2% mungkin dapat membantu. Obat-obatan lain untuk meredakan
nyeri pada lesi oral adalah dyclonine solution, difenhidramin, magnesium hidroksida dan
(13)
sukralfat. Lesi kulit pada penderita HFMD tidak memerlukan perawatan khusus.
Antibiotik topikal atau oral dapat diberikan terutama jika terjadi infeksi sekunder. (26,27)
Pada kondisi penderita dengan kekebalan dan kondisi tubuh cukup baik, biasanya
dengan pemberian konsumsi makanan dan cairan dalam jumlah banyak dan dengan kualitas
gizi yang tinggi, serta diberikan tambahan vitamin dan mineral jika perlu. Jika didapati
terjadinya gejala superinfeksi akibat bakteri maka diperlukan antibiotika atau diberikan
Secara umum, untuk menekan gejala dan rasa sakit akibat timbulnya luka di mulut
dan untuk menurunkan panas dan demam, digunakan obat-obatan golongan analgetika dan
antipiretika. Dari aspek farmakoterapi, hal penting untuk diperhatikan dalam pengobatan
penyakit KTM adalah bahwa beberapa golongan obat dapat menimbulkan sindroma Stenven-
Johnson yang menunjukkan gejala mirip dengan penyakit KTM dan dapat memperparah
Antiseptik oral digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat jamur atau
bakteri. Beberapa golongan antasida dan pelapis mukosa lambung juga digunakan untuk
mengatasi ulkus di saluran cerna dan lambung. Berikut adalah daftar obat-obatan yang bisa
Perlu diperhatikan bahwa penggunaan golongan NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory
Drugs) dapat menimbulkan gejala sindrom Stenven-Johnson yang menunjukkan gejala mirip
dengan penyakit ini dan dapat memperparah ulser sehingga disarankan untuk digunakan
dengan golongan antasida, atau jika ada dipilih golongan antipiretika/analgetika yang lain.
Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti : betadine, rebusan daun sirih, dan tablet
hisap, seperti SP troches, FG troches, dsb. Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk
mencegah atau mengatasi infeksi karena mikroba pada ulser di mulut dan kulit, ditentukan
Bahan anestetika lokal untuk mengurangi rasa sakit di daerah mulut ditabelkan sebagai
berikut:
Dosis dewasa Oleskan 0,5 atau 1% larutan pada luka, tak boleh lebih
bobot badan.
pacu jantung).
kardiodepresan,
meningkatkan suksinilkolin.
Kehamilan Resiko B – biasanya aman, perlu diperhitungkan manfaat
dengan resikonya.
brakikardi, hipotensi,
lemah jantung).
mukosa, kontraksi otot halus, edema, hipotensi, depresi sususan saraf pusat, dan aritmia
jantung.
prokainamida.
ditetapkan.
penyakit hati,
hipertrofi prostat.
Golongan Antasida dan Antiulser digunakan untuk mengatasi gastritis, ulser di mulut dan
saluran cerna. Biasanya digunakan untuk kumur, namun jika didiagnosis ada luka di saluran
luka-luka
di saluran cerna.
Penggunaan pada penderita Kontrol simptomatik ulser di mulut : dikombinasi dengan
yang dianjurkan.
kombinasi antasida
osteomalasia.
magnesium terhadap
ditetapkan.
menyebabkan wasir/hemorrhage.
XI. Prognosis
Prognosis pada HFMD sangat baik. Dan sebagian besar pasien dengan penyakit ini
Isolasi pasien sebenarnya tidak diperlukan, namun perlu istirahat untuk pemulihan
Mencegah kontak dengan cairan mulut dan pernafasan antara penderita dengan
sayur sayuran berkuah, jus buah, segera setelah rasa nyeri di mulut berkurang.
Mencegah dehidrasi dengan memasukkan cairan, untuk mengurangi rasa sakit sebisa
mungkin cairan yang isotonis dan isohidris (tidak terasa asam/terlalu manis
DAFTAR PUSTAKA
1. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeney SM, Wiss KM. Exanthematous viral
diseases. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Glicherst BA, Paller AS, Leffel DJ,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-
2. Wolf K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
http://www.emedicine.com
4. Lin TY, Chang LY, Hsia SH, Huang YC, Chiu CH, Hsueh C, et al. The 1998
Enterovirus 71 outbreak in Taiwan: pathogenesis and management. Clin Infect Dis 2002;
5. Chang LJ, Chang LY, Huang LM. Besides increasing surveillance and waiting for an
effective vaccine to emerge in the future, what else can be done to save the lives of
detection status of patients with herpangina and hand, foot and mouth disease in
epidemic season 2007, Kanagawa prefecture, Japan. Jpn J Infect Dis 2008; 61: 162–3.
7. Chang LY, King CC, Hsu KH, Ning HC, Tsao KC, Li CC et at. Risk factor of
9. Chan KP, Goh KT, Chong CY, Teo ES, Lau G, Ling AE. Epidemic hand, foot and
http://www.emedicine.com
11. Chang LY. Enterovirus in Taiwan. Pediatr Neonatol 2008; 49(4): 103–12.
12. Centers for Disease Control and Prevention. Hand, foot, & mouth disease. 2008
13. Scott LA, Stone MS. Viral Exanthems. Dermatology Online Journal 2003; 9(3): 4.
14. Abzug MJ. Nonpolio enteroviruses. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.
15. Kuo RL, Kung SH, Hsu YY, Liu WT. Infection with enterovirus 71 or expression of its
2A protease induces apoptotic cell death. Journal of General Virology 2002; 83: 1367–
76.
16. Slavin KA, Frieden IJ. Hand-foot-and-mouth disease. Arch Pediatr Adolesc Med 1998;
152: 505–7.
17. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin. Clinical
18. Paller AS, Mancini AJ. Enteroviral exanthems. In: Hurwitz Clinical Pediatric
19. Kurtz JB, Sterling JC. Viral infection. In: Breathnach SM, Burns DA, Burton JL,
20. Ooi MH, Solomon T, Podin Y, Mohan A, Akin W, Yusuf MA, et al. Evaluation of
21. Hood AF. Intraepidermal vesicular and pustular dermatitis. In: Kels JMG, editor. Color
Atlas of Dermatopathology. New York: Informa Healthcare USA Inc; 2007. p. 41–55.
22. McKee PH, Calonje E, Granter SR. Pathology of the Skin. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier
Mosby; 2005.