Anda di halaman 1dari 23

KEJANG DEMAM

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal >38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial
Tujuan Prosedur menjadi acuan dalam menangani kasus kejang demam agar
tidak mengalami kerusakan otak lebih lanjut dan terjadi kejang
berulang
Prosedur 1. Melakukan survey primer dan pemeriksaan tanda vital. Atasi bila
terdapat permasalahan pada airway, breathing, dan circulation
2. Memberikan terapi oksigen pada pasien
3. Diazepam per rektal (dosis 5 mg untuk BB < 10 kg, 10 mg untuk BB >
10 kg) segera diberikan bila akses vena tidak bisa didapatkan dengan
mudah. Bila akses intravena didapatkan dengan mudah diberikan
diazepam 0,3 – 0,5 mg/kgBB i.v. dengan kecepatan 1 mg/menit
4. Pemberian obat lini ke-2 (fenitoin/fenobarbital) ditentukan oleh
ketersediaan obat, akses vena besar, dan alat monitor EKG.
Dosis obat lini ke -2:
a. Fenitoin 20 mg/kgBB dalam NaCl 0,9% bolus i.v. lambat, kecepatan 1
mg/kgBB/menit, atau 5- mg/menit. Jika kejang masih berlanjut dapat
diulang 10 mg/kgBB. Bila setelah itu pasien tidak kejang, 12 jam
kemudian diberikan fenitoin rumatan 4 – 8 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
b. Fenobarbital 20 mg/kgBB kecepatan <50 mg/menit. Bila setelah itu
pasien tidak kejang, 12 jam kemudian diberikan fenobarbital rumatan 4
– 8 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
5. Bila pasien tetap kejang, diberikan midazolam dengan pemantauan
tanda vital. Dosis midazolam 0,15 mg/kgBB bolus i.v. dilanjutkan
dengan infuse 1 – 2 mikrogram/kgBB/menit, titrasi setiap 15 menit
hingga kejang teratasi
6. Dilakukan pemberian antipiretik dengan parasetamol atau ibuprofen
7. Menjelaskan pada keluarga mengenai prosedur emergensi dalam
penanganan kejang dan prognosis
8. Melakukan konsul kepada dokter Spesialis Anak saat/ sesudah
penanganan awal kejang demam pada kasus kejang demam yang perlu
dirawat untuk penanganan pasien selanjutnya
9. Melakukan pencatatan ke dalam rekam medis
10. Jika kejang demam lebih dari 1 kali dalam 24 jam atau lebih dari 15
menit, rujuk
Unit Terkait IGD
GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian GGA merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat
akut, ditandai dengan penimbunan urea N dan kreatinin, serta sisa
metabolisme dengan gejala anuria (urin< 100cc/24 jam), oliguria (urin <
0,5cc/kgBB/jam), atau non oliguria
Tujuan Prosedur menjadi acuan dalam menangani kasus gagal ginjal akut
Prosedur 1. Melakukan survey primer dan stabilisasi
2. Setelah stabil, lakukan survey sekunder (anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang)
3. Atasi etiologi GGA (prerenal, renal, dan/atau postrenal)
4. Upayakan diuresis
5. Terapi konservatif meliputi pengaturan asupan air, protein, dan
elektrolit, Asupan nutrisi yang adekuat (karbohidrat dan lemak), Monitor
output urin, berat badan, BUN, kreatinin, K, Na
6. Bila perlu lakukan dialysis atas indikasi
7. Menjelaskan pada keluarga mengenai prosedur emergensi dalam
penangan GGA
9. Melakukan pencatatan ke dalam rekam medis
10. Rujuk
Unit Terkait IGD
SINDROM KORONER AKUT (SKA)

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Sindrom koroner akut (SKA) merupakan sekumpulan keluhan dan tanda
klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut. SKA dapat berupa
angina pectoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi,
infark miokard dengan ST elevasi, atau kematian jantung mendadak
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani SKA untuk mengurangi daerah
miokard yang mengalami infark sehingga fungsi ventrikel kiri dapat
dipertahankan, mencegah komplikasi kardiak fatal, dan menangani
komplikasi SKA
Prosedur 1. Penilaian segera (<10 menit)
a. Monitoring, mengamankan airway, breathing, dan circulation dan
melakukan pemeriksaan tanda vital.
b. Memasang akses IV
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik singkat yang terarah
d. Melengkapi check list fibrinolitik dan mencari bila ada kontraindikasi
e. Pemeriksaan dengan EKG 12 sandapan
f. Pemeriksaan penunjang, seperti cardiac marker dan pemeriksaan
lainnya
2. Tata laksana segera
a. Segera memberikan oksigen 4L/menit kanul nasal bila saturasi
oksigen < 94%
b. Aspirin 160 – 325 mg dikunyah
c. Nitrogliserin sublingual atau spray. Obat ini tidak boleh diberikan
pada pasien hemodinamik tidak stabil: TD< 90 mmHg, bradikardia < 50
x/menit atau takikardia > 100x/menit tanpa adanya gagal jantung, dan
adanya infark ventrikel kanan
d. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang setelah nitrogliserin
3. Melakukan pengkajian hasil pemeriksaan EKG 12 sandapan
a. ST-Elevasi MI (STEMI)
Mulai tata laksana tambahan sesuai indikasi dan jangan menunda
reperfusi. Bila onset symptom ≤ 12 jam rujuk ke fasilitas kesehatan
dengan sarana terapi fibrinolisis atau percutaneous coronary
intervention (PCI). Bila onset > 12 jam pertimbangkan strategi invasive
dini pada pasien dengan troponin meningkat atau pasien risiko tinggi
b. Non ST-Elevasi MI/ Angina tidak stabil risiko tinggi (NSTEMI/UA)
Pertimbangkan strategi invasive bila nyeri dada refrakter, ST deviasi
persisten atau berulang, ventricular tachycardia, hemodinamik tidak
stabil, atau didapat tanda gagal jantung.
Mulai terapi untuk SKA seperti nitrogliserin, heparin, penyakat beta,
clopidogrel, penyekat glycoprotein IIb/IIIa
Rawat pasien dengan monitoring dan nilai status risiko
c. UA risiko rendah/ intermediate
Pertimbangkan admisi ke chest pain unit/ tempat perawatan yang
sesuai untuk monitoring gambaran klinis, EKG, dan cardiac marker
4. Pada kasus SKA yang sulit perlu dilakukan konsul dokter Spesialis
Penyakit Dalam
5. Menjelaskan kepada pasien dan/atau keluarga mengenai prosedur
yang dilakukan dan prognosis
6. Melakukan pencatatan ke dalam rekam medis
7. Rujuk
Unit Terkait IGD
EDEMA PARU AKUT

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Edema paru akut adalah timbunan cairan di pembuluh darah dan
parenkim paru yang sebagian besar kasus disebabkan oleh gagal
jantung akut
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus edema paru akut
Prosedur 1. Posisikan pasien dalam posisi duduk
2. Amankan airway, breathing, dan circulation. Berikan terapi oksigen
menggunakan sungkup muka non rebreathing dengan aliran 15 L/menit
(target SpO₂ >90%). Kantung nafas-sungkup muka menggantikan
sungkup muka non rebreathing bila terjadi hipoventilasi
2. Pemberian nitrogliserin/nitrat tablet atau spray sublingual.
Pemberian dapat diulangisetiap 5 – 10 menit bila TD tetap > 90 – 100
mmHg
3. pemberian furosemide 0,5 – 1 mg/kgBB IV. Bila furosemide sudah
rutin diminum sebelumnya, makan dosis dapat digandakan. Bila dalam
20 menit belum didapat hasil yang diharapkan, dapat diulang IV dua kali
dosis awal. Dosis dapat lebih tinggi bila retensi cairan menonjol
atau/dan fungsi ginjal terganggu
4. Morfin sulfate diencerkan dengan NaCl 0,9% diberikan 2 – 4 mg IV
bila TD> 100 mmHg
5. Bila respon pasien baik setelah tindakan, khusunya bila normotensi,
dilanjutkan pemberian nitrogliserin IV 10 – 20 mcg/menit dengan tetap
memantau TD. Bila TD 70 – 100 mmHg dengan syok, diberikan
dopamine 2 – 20 mcg/kgBB/menit IV. Bila hipotensi tanpa syok,
diberikan dobutamine 2 – 20 mcg/kgBB/menit IV
6. Bila respon pasien buruk, perlu dipertimbangakn untuk merujuk
pasien ke rumah sakit dengan fasilitas yang dibutuhkan
7. Pada kasus sulit dilakukan konsul pada dokter Spesialis Penyakit
Dalam
8. Menjelaskan prosedur dan prognosis kepada pasien/keluarga
9. melakukan pencatatan pada rekam medis
10. Rujuk
Unit Terkait IGD
BRAKIKARDIA

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Bradikardia adalah denyut jantung yang kurang dari 60 x/ menit.


Umumnya tanda dan gejala timbul pada denyut jantung < 50 kali/menit
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani
Prosedur 1. Lakukan survey primer (airway, breathing, circulation) dan stabilisasi
2. Bila oksigenasi tidak adekuat, berikan oksigen, pasang monitor EKG,
evaluasi tekanan darah, dan pasang infus
3. Evaluasi penyebab, tentukan bila tanda dan gejala perfusi yang buruk
disebabkan oleh bradikardia
4. Bila bradiaritmia tidak menyebabkan hipotensi, penurunan
kesadaran, tanda syok, nyeri dada iskemik, dan gagal jantung akut,
maka lakukan monitor dan observasi
5. Bila bradiaritmia menyebabkan hipotensi, penurunan kesadaran,
tanda syok, nyeri dada iskemik, dan gagal jantung akut, perlu dilihat
gambaran EKG sebelum menentukan tindakan
a. gambaran EKG bukan AV blok derajat 2 tipe II dan AV blok
total/derajat 3
Berikan atropine sulfat 0,5 mg IV dengan memperhatikan monitor EKG.
Jika tidak terdapat respon ulangi pemberian atropine sulfat 0,5 mg
setiap 3 – 5 menit (dosis maksimum 3 mg). Bila tidak ada respon
pertimbangkan pemberian epinefrin 2 – 10 mcg/menit atau dopamine 2
– 10 mcg/kgBB/menit. Bila belum ada respon, pertimbangkan rujuk
untuk pemasangan pacu jantung transvena
b. gambaran EKG AV blon derajat 2 tipe II dan AV blok total/ derajat 3
rujuk pasien dengan pertimbangan perlunya pemasangan pacu jantung
6. Pada kasus yang sulit dilakukan konsul dokter Spesialis Penyakit
Dalam
7. Dilakukan penjelasan mengenai penanganan dan prognosis penyakit
pasien kepada pasien dan/atau keluarga
8. Dilakukan pencatatan pada rekam medis
Unit Terkait IGD
DIARE AKUT

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Diare akut adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi yang lebih
lunak atau cair yang terjadi dengan frekuensi ≥ 3x dalam 24 jam dan
berlangsung dalam waktu <14 hari
Tujuan Sebagai acuan dalam mengatasi diare akut yang dapat menyebabkan
dehidrasi, asisdosis metabolic, dan gangguan elektrolit
Prosedur 1. melakukan survey primer (airway, breathing, circulation) dan
stabilisasi
2. Melakukan diagnosis pasien dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan
3. mengklasifikasikan dehidrasi pasien dan memberikan pengobatan
yang sesuai. Klasifikasi dehidrasi: diare tanpa dehidrasi (terapi A), diare
dengan dehidrasi ringan-sedang (terapi B), diare dengan dehidrasi berat
(terapi C)
4. Pada diare tanpa dehidrasi (terapi A), pengobatan dapat dilakukan di
rumah. Pengobatan meliputi rehidrasi dengan menggunakan oralit dan
pengobatan lain bila diperlukan, seperti zinc, probiotik, antibiotic
selektif, ASI dan makanan diteruskan, dan penyuluhan kepada orang
tua
5. Pada terapi B dapat diberikan oralit terlebih dahulu dalam 3 jam bila
anak dapat diberi asupan cairan. Minimal banyak oralit yang diberikan
didapat dengan mengalikan BB anak dengan 75 mL. Setelah 3 jam, nilai
kembali derajat dehidrasi anak
6. Pada terapi C, perlu diberikan terapi IV segera menggunakan ringer
laktat atau cairan normal garam fisiologis lain dengan dosis 100
ml/kgBB yang dibagi sebagai berikut:
Usia (tahun) Pemberian pertama 30 Pemberian kedua 70
ml/kgBB dalam jam ml/kgBB dalam jam
Bayi <1 1 5
Anak >1 ½ 2½
Nilai kembali pasien setiap 1 – 2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai,
percepat tetesan IV
7. Pada anak dengan dehidrasi berat perlu dirawat dan managemen
selanjutnya dikonsulkan ke dokter Spesialis Anak
8. Keluarga pasien diberi penjelasan mengenai penyakit pasien dan
prosedur yang harus dilakukan
9. Melakukan pencatatan pada rekam medis pasien

Unit Terkait IGD


ANAFILAKSIS

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Anafilaksis merupakan reaksi hipersensitivitas yang bersifat sistemik,


berat, dan mengancam jiwa
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus anafilaksis pada anak
Prosedur 1. melakukan survey primer (airway, breathing, circulation, disability)
dan stabilisasi
2. menegakkan diagnosis (onset penyakit akut, terdapat kondisi yang
mengancam jiwa, perubahan pada kulit)
3. Lakukan resusitasi, stabilkan jalan nafas dan beri terapi oksigen.
Baringkan penderita dan naikkan kaki penderita
4. Segera berikan adrenalin pengenceran 1:1000 (dapat diulang setiap 5
– 15 menit jika tidak ada perbaikan. Dosis diberikan berdasarkan BB:
dosis 0,01 mg/kgBB secara IM (1 mg/ml), maksimal 0,3 mg
5. Pasang jalur IV, cairan infuse diberikan kristaloid 20 ml/kgBB, jangan
diberikan koloid
6. Bila perlu diberikan klorfeniramin IM atau IV lambat dengan dosis 1 –
2 mg/kgBB/kali maks. 50 mg IV atau PO dan hirokortison IM atau IV
lambat dengan dosis 4 mg/kgBB/kali maks. 100 mg IV
7. Monitor saturasi, EKG, dan dan tekanan darah
8. Melakukan konsul kepada dokter Spesialis Anak saat/setelah
melakukan tindakan gawat darurat
9. Menjelaskan mengenai kondisi pasien, prosedur, dan prognosis pada
keluarga pasien
10. Melakukan pencatatan pada rekam medis pasien

Unit Terkait IGD


DEMAM ENTERIK

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Demam enterik adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
genus Salmonella
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani demam enterik
Prosedur 1. Lakukan primary survey (airway, breathing, circulation, disability) dan
stabilisasi
2. Lakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah rutin,
kimia, serologi, dan/atau pemeriksaan pencitraan).
3. Manajemen khusus pasien meliputi eradikasi kuman dengan
antibiotik, terapi komplikasi, dan kortikosteroid bila perlu
4. Manajemen umum meliputi tirah rebah selama panas dan diet
makanan lunak yang mudah dicerna
5. Konsul pada dokter Spesialis Anak pada pasien anak dan konsul pada
dokter Spesialis Penyakit Dalam pada pasien dewasa dengan kasus yang
sulit
6. Menjelaskan mengenai penyakit dan prosedur kepada pasien
dan/atau keluarga
7. Melakukan pencatatan pada reka medis pasien
Unit Terkait IGD
INFEKSI VIRUS DENGUE: DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH
DENGUE

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Demam berdarah dengue dan demam dengue merupakan spectrum


manifestasi dari infeksi virus dengue. Pada demam berdarah dengue
terjadi kebocoran plasma
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani pasien dengan infeksi virus dengue
Prosedur 1. Melakukan survey primer (airway, breathing, circulation, disability)
dan stabilisasi
2. Menegakkan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
3. Penderita demam berdarah dirawat di rumah sakit. Tersangka
dengue dan demam dengue dengan tanda bahaya (warning sign) perlu
dirawat di rumah sakit. Tanda bahaya meliputi: tidak ada perbaikan
atau terjadi perburukan secara klinis (khususnya pada saat perubahan
dari demam menuju penurunan suhu tubuh), muntah persisten, nyeri
perut hebat, letargis atau gelisah atau penurunan kesadaran mendadak,
terdapat perdarahan, tampak pucat dengan tangan dan kaki teraba
dingin dan lembab, produksi urin menurun atau tidak ada dalam 4 – 6
jam terakhir, dan nilai hematokrit meningkat signifikan (dengan atau
tanpa disertai penurunan jumlah trombosit)
4. Segera berikan cairan melalui infus pada penderita dengan asupan
oral yang kurang (muntah, malas minum), nilai hematokrit tinggi, dan
terdapat tanda-tanda bahaya, khususnya tanda syok. Jumlah cairan
disesuaikan dengan kebutuhan rumatan dan defisit.
5. Melakukan monitor keadaan umum, tanda bahaya, dan tanda vital
secara berkala
6. Melakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala
7. Melakukan pencatatan keluaran urin
8. Melakukan konsul pada dokter Spesialis Anak pada pasien anak.
Melakukan konsul pada dokter Spesialis Penyakit Dalam pada pasien
dewasa dengan kasus yang sulit
9. Menginformasikan keadaan pasien dan prosedur yang dilakukan
pada pasien dan/atau keluarga
10. Melakukan pencatatan pada rekam medis
Unit Terkait IGD
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS (PSCA)

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCA) merupakan muntah darah
yang berasal dari perdarahan saluran cerna di atas ligamentum Treitz
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus perdarahan saluran cerna
bagian atas
Prosedur 1. Survey primer (airway, breathing, circulation) dan stabilisasi
2. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis (anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang)
3. Bila terdapat syok atau anemia berat. Pasang infus dan atasi syok.
Pada anak berikan infuse RL 10 – 20 mg/kgBB/jam. Bila syok teratasi,
tetesan diperlambat
4. Bila diperlukan lakukan transfusi darah (PRC atau FWB) terutama
pada perdarahan massif
5. Berikan vitamin K bila ada koagulopati
6. Pembilasan lambung dilakukan melalui NGT dengan 50 – 100 NaCl
0,9% berulang kali setiap 1 – 3 jam bergantung pada perdarahan sampai
cairan lambung bersih
7. Bila terdapat kelainan peptic dan erosive pada mukosa dapat
diberikan H₂ reseptor antagonis, PPI, dan/atau sukralfat
8. Lakukan konsul pada dokter Spesialis. Jelaskan kondisi dan prosedur
yang dilakukan pada keluarga pasien
10. Melakukan pencatatan pada rekam medis
11. Rujuk
Unit Terkait IGD
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAWAH (PSCB)

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian PSCB adalah perdarahan yang berasal dari perdarahan saluran cerna di
bawah ligamentum Treitz, dapat berupa melena atau hematochezia,
bergantung pada lokasi dan volume darah
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani PSCB
Prosedur 1. Survey primer (airway, breathing, circulation, disability, exposure)
dan stabilisasi
2. Menegakkan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
3. Stabilisasi keadaan pasien. Bila terdapat syok atau anemia berat
tangani dengan terapi cairan. Pada anak berikan infuse RL 10 – 20
ml/kgBB/jam. Bila syok teratasi perlambat tetesan
4. Transfusi FWB atau PRC bila diperlukan
5. Berikan vitamin K bila terdapat koagulopati
6. Penghentian perdarahan menggunakan obat-obatan
7. Pembedahan dilakukan bila tindakan konservatif tidak dapat
mengatasi perdarahan
8. Lakukan konsul pada dokter Spesialis Anak.
9. Jelaskan kondisi dan prosedur yang dilakukan pada pasien kepada
keluarga pasien
10. Melakukan pencatatan pada rekam medis
Unit Terkait IGD
KRISIS HIPERTENSI

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Krisis hipertensi terjadi ketika tekanan darah naik dengan cepat dan
tinggi (diastolic >140 mmHg). Krisis hipertensi meliputi hipertensi
urgensi dan hipertensi emergensi. Pada hipertensi emergensi terdapat
disfungsi organ (otak, jantung, dan/atau mata). Pada hipertensi urgensi
tidak terdapat disfungsi organ
Tujuan Sebagai acuan dalam menangai krisis hipertensi
Prosedur 1. Lakukan survey primer dan stabilisasi
2. Setelah stabil dilakukan survey sekunder (anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang)
3. Tentukan jenis krisis hipertensi. Pada hipertensi emergensi dapat
terjadi gangguan system saraf pusat (encefalopati hipertensi, SAB,
perdarahan intraserebral), dekom kiri akut, angina tidka stabil, AMI,
eklampsia, perdarahan pot op vaskuler, trauma kepala, epistaksis
hebat.
4. Pada hipertensi emergensi dilakuakn terapi obat intra vena dengan
penurunan tensi 1 – 2 jam. Pada hipertensi urgensi boleh diberikan obat
peroral
5. Target terapi hipertensi emergensi: MAP turun 25% (maksimal dalam
2 jam) kemudian menjadi kurang lebih 160 /90 mmHg dalam 2 – 6 jam.
MAP=diastole + 1/3 (sistol-diastol)
6. Pilihan anti hipertensi untuk hipertensi emergensi: vasodilator,
clonidin drip, ca antagonist drip, nifedipin sub lingual
7. Bila perlu konsul pada dokter spesialis
8. Memberitahukan mengenai penyakit pasien dan managemen kepada
pasien dan /atau keluarga
9. Melakukan pencatatan pada reka medis
Unit Terkait IGD
KERACUNAN

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Keracunan adalah efek yang tidak diinginkan dari suatu bahan kimia
terhadap organisme hidup
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus keracunan
Prosedur 1. Primary survey (airway, breathing, circulation, disability), stabilisasi
2. Pada kasus gawat darurat, nilai kegawatan keracunan pada pasien:
jalan nafas, pernafasan, bau nafas, jantung dan sirkulasi, kesadaran,
kejang, suhu tubuh, dan kegawatan lain (rigiditas, hipoglikemia, gagal
ginjal, gangguan fungsi hati)
3. Atasi kegawatan: buka jalan nafas dan pemberian bantuan nafas
pada henti jantung, atasi syok bila ada, atasi koma pada pasien koma,
berikan anti kejang untuk pasien kejang, atasi hipo/hipertermi, dan
atasi kegawatan lainnya
4. Setelah pasien stabil, dilakukan dekontaminasi. Bila kulit atau mata
terpapar lakukan irigasi dengan air bersih. Bila ditelan dapat dilakukan
rangsang muntah, bilas lambung, pemberian arang aktif, irigasi usus
bergantung pada kondisi keracunan.
5. Bila ada ancaman kematian lakukan eliminasi cepat: dieresis paksa,
peritoneal dialisa, hemodialisa, hemoperfusi
6. Setelah dekontaminasi dilakukan observasi selama 12 jam. Saat
observasi dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab
sederhana
7. Pasien dengan kegawatan yang timbul berulang dipertimbangkan
untuk masuk ICU
8. Pasien yang tidak timbul kegawatan lain saat observasi boleh
dipulangkan dengan syarat pasien bunuh diri harus berkonsultasi
dengan psikiater terlebih dahulu
9. Pasien keracunan yang tidak gawat (sadar, bisa bicara) tetap harus
diawasi dengan ketat karena penyerapan racun terus berlangsung
10. Bila diperlukan dapat berkonsultasi ke Sentra Informasi Keracunan
Nasional (081310826879) atau Balai POM tingkat propinsi
11. Bila diperlukan, dapat berkonsultasi dengan dokter Spesialis yang
bersangkutan
12. Prosedur yang perlu dilakukan dan keadaan pasien dijelaskan
kepada pasien dan/atau keluarga pasien
13. Melakukan pencatatan pada reka medis
Unit Terkait IGD
SYOK

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Syok adalah sindroma klinis akibat disfungsi system kardiovaskular yang
menyebabkan ketidakmampuan system sirkulasi untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sel. Syok ditandai dengan adanya hipotensi dan
abnormalitas organ akibat hipoperfusi. Macam syok meliputi syok
kardiogenik, hipovolemik, distributive, dan obstruktif
Tujuan Prosedur menjadi acuan dalam menangani kasus syok melalui
peningkatan pengangkutan oksigen ke jaringan dengan cara menaikkan
cardiac output (CO). Meningkatkan CO dapat dengan penambahan
cairan, meningkatkan kontraktilitas jantung, dan meningkatkan
resistensi pembuluh darah
Prosedur 1. Melakukan survey primer dan stabilisasi
2. Atasi syok bergantung jenis syok
a. Syok Kardiogenik
Bila tekanan darah turun sedikit atau hampir normal diberikan
dobutamin. Pada tekanan darah turun sekali diberikan inotropik dan
vasopressor seperti dopamine atau noradrenalin, dan setelah stabil
dapat ditambah dobutamin untuk menurunkan kebutuhan vasopressor
b. Syok hipovolemik
Bila muntah/diare/dehidrasi dapat diberikan cairan kristaloid seperti
NaCl, Rl, dan koloid seperti albumin, HaES. Bila perdarahan dapat
dilakukan transfusi PRC 1500 – 2000 cc (syok kelas III – IV)
c. Syok distributive (syok sepsis)
Menagemen meliputi pemberian cairan kristaloid, anti biotika yang
adekuat, menghilangkan focus infeksi. Dapat diberikan noradrenaline
karena vasodilatasi dan dobutamin untuk memperbaiki kontraktilitas
jantung
d. Syok obstruktif
Managemen dengan cara menghilangkan penyebab. Pada tamponade
jantung dilakukan parasentesis, WSD pada pneumotoraks, resusitasi
cairan bila diperlukan. Diuretika merupakan kontraindikasi
3. Menjelaskan pada keluarga mengenai prosedur emergensi dalam
penanganan syok
4. Bila perlu, dilakukan konsul kepada dokter Spesialis yang
bersangkutan
5. Melakukan pencatatan ke dalam reka medis
Unit Terkait IGD
RETENSI URIN

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk buang air kecil secara
sengaja. Penyebab dapat merupakan obstruksi, infeksi dan inflamasi,
farmakologi, neurologi, atau penyebab lainnya
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus retensi urin
Prosedur 1. Survey primer (airway, breathing, sirkulasi) dan stabilisasi
2. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik singkat dan terarah
3. Dekompresi vesica urinaria segera melalui kateter. Bila pemasangan
kateter melalui uretra tidak dapat dilakukan atau kontraindikasi,
dilakukan pemasangan kateter suprapubis
4. Lakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab retensi urin:
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
5. Lakukan konsul kepada dokter Spesialis untuk managemen
selanjutnya
6. Menjelaskan kondisi pasien dan prosedur yang dilakukan pada pasien
dan/atau keluarga
7. Melakukan pencatatan pada rekam medis

Unit Terkait IGD


IKTERUS NEONATORUM

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Ikterus neonatorum merupakan keadaan klinis bayi yang ditandai doleh
pewarnaan kuning pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih. Secara klinis tampak pada bayi baru lahir
bila kadar bilirubin serum 5 – 7 mg/dL
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus ikterus neonatorum
Prosedur 1. Lakukan survey primer (airway, breathing, circulation) dan stabilisasi
2. Lakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis. Jika secara klinis
tampak ikterus yang signifikan, periksa kadar bilirubin
3. Bila kadar bilirubin <12 mg/dL lakukan observasi
4. Bila kadar bilirubin ≥ 12 mg/dL, lakukan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk mencari penyebab (Coomb test, bilirubin direk, Ht,
morfologi eritrosit retikulosit)
5. Prinsip terapi segera menurunkan bilirubin indirek untuk mencegah
bilirubin ensefalopati dengan fototerapi
6. Managemen bayi dikonsulkan kepada dokter Spesialis Anak
7. Menjelaskan kondisi pasien dan prosedur yang dilakukan pada
keluarga
8. Melakukan pencatatan pada rekam medis

Unit Terkait IGD


ASMA

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Asma merupakan inflamasi kronik saluran respiratorik yang


mengakibatkan obstruksi aliran udara secara episodic. Asma
eksaserbasi (serangan asma) terdiri dari episode akut atau subakut dari
perburukan sesak nafas, batuk, mengi, atau kombinasi gejala asma
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus asma
Prosedur 1. Survey primer (airway, breathing, circulation)
2. Lakukan pemeriksaan pada pasien. Dalam keadaan eksaserbasi,
lakukan penilaian singkat derajat eksaserbasi (eksaserbasi ringan,
sedang, berat, ancaman henti nafas)
3. Pada serangan asma ringan dan sedang dapat diberikan nebulisasi
dengan obat tunggal β agonist. Nebulisasi dapat dilakukan 2x berturut-
turut dengan jarak 20 menit. Dilakukan penilaian perbaikan klinis
setelah nebulisasi. Bila pasien membaik, pasien dapat dipulangkan
setelah observasi. Bila pasien tidak membaik, pasien dirawat
4. Bila serangan asma berat, nebulisasi awal langsung menggunakan
kombinasi β agonis dan antikolinergik disertai pemberian oksigen 2-4
L/menit yang diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pada
pasien dipasang jalur parenteral dan dilakukan pemeriksaan foto thorax
bila perlu. Pasien dirawat di rumah sakit
6. Konsul dokter Spesialis Anak pada pasien anak. Konsul dokter
Spesialis Penyakit Dalam pada pasien dewasa dengan kasus yang sulit
7. Menjelaskan prosedur yang dilakukan pada pasien dan/atau
keluarga pasien
8. Melakukan pencatatan pada reka medis

Unit Terkait IGD


MORBILI

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Morbili merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi


morbilivirus
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus morbili
Prosedur 1. Lakukan survey primer (airway, breathing, circulation, disability,
exposure) dan stabilisasi
2. Melakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis (3C, koplik’s
spot, ruam macula eritrematosus dengan penyebaran khas saat panas
mencapai puncaknya), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
3. Pasien dirawat inap bila ada indikasi seperti hiperpireksia (>39°C),
dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau terdapat komplikasi lain
seperti pneumonia
4. Managemen suportif: pemberian cukup cairan, antibiotic bila ada
infeksi sekunder, antikonvulsan bila kejang, pemberian vitamin A. Dosis
vitamin A pada anak <6 bulan 50.000 IU, pada anak 6 – 12 bulan
100.000 IU, dan pada anak > 12 bulan 200.000 IU
5. Kasus morbili pada anak dikonsulkan pada dokter Spesialis Anak
6. Menjelaskan prosedur yang dilakukan pada pasien dan/atau
keluarga pasien
7. Melakukan pencatatan pada reka medis

Unit Terkait IGD


INTOKSIKASI JENGKOL

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Intoksikasi jengkol adalah keadaan gejala disuria, hematuria, dan


terkadang oligouria atau anuria yang timbul setelah memakan jengkol
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus keracunan jengkol
Kebijakan
Prosedur 1. Survey primer (airway, breathing, circulation) dan memeriksa tanda
vital
2. Melakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis meliputi
anamnesis (riwayat memakan jengkol), pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang (urin lengkap, tes fungsi ginjal, pencitraan)
3. Pada kasus ringan, pasien dinasihati untuk minum banyak dan diberi
tablet nikarbonat. Dosis anak tab Na bikarbonat 1 mg/kgBB/hari atau 1
– 2 gr/hari
4. Pada kasus berat pasien dirawat:
a. Bila terjadi retensi urin, dilakukan kateterisasi dan buli-buli dibilas
dengan bikarbonat 1,5%
b. Pada oliguria dilakukan infuse dextrose 5%/NaCl 0,9%. Pada anuria
diberi infuse dextrose 5 – 10%.
c. Pasien diberi terapi Na bikarbonat dalam dextrose 5% per infuse
selama 4 – 8 jam (dosis Na bicarbonate anak 2 – 5 mEq/kgBB)
d. Dapat diberikan diuretic (dosis furosemid anak 1 – 2 mg/kgBB/hr)
e. Bila terapi tidak berhasil dipertimbangkan untuk melakukan
hemodialisis
5. . Konsul dokter Spesialis Anak pada pasien anak. Konsul dokter
Spesialis Penyakit Dalam pada pasien dewasa dengan kasus yang sulit
6. Menjelaskan prosedur yang dilakukan pada pasien dan/atau
keluarga pasien
7. Melakukan pencatatan pada reka medis

Unit Terkait IGD


TENGGELAM

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Tenggelam merupakan proses dari perendaman atau pencelupan ke


dalam air yang mengakibatkan gangguan pernafasan
Tujuan Sebagai acuan dalam mengatasi kasus tenggelam
Prosedur 1. Perbaikan ventilasi secara cepat. TIdak membuang waktu berusaha
mengeluarkan cairan dari paru karena umumnya tidak banyak atau
sudah terabsorpsi habis oleh alveoli
2. Setelah perbaikan ventilasi, dilakukan evaluasi dan koreksi terhadap
sisa hipoksia atau asidosis dan gangguan elektrolit. Bila cairan yang
teraspirasi banyak lakukan intubasi dan oksigenasi
3. Pada korban yang selamat dengan resusitasi berdasarkan ABCD
trauma, mempunyai risiko tinggi gagal paru akut. Pertimbangkan untuk
merujuk ke fasilitas kesehatan dengan ventilator support
4. Bila terjadi intravascular hemolisis yang banyak, berikan diuretic
osmosis dan alkalinasi urin atau dengan dialysis bila terjadi gagal ginjal
akut
5. Waspadai dan tangani komplikasi tenggelam seperti kerusakan
susunan saraf pusat, trauma servikal
6. Bila diperlukan, lakukan konsul pada dokter spesialis
7. Menjelaskan mengenai kondisi pasien kepada pasien dan/atau
keluarga
8. Melakukan pencatatan pada reka medis

Unit Terkait IGD


PERDARAHAN SALURAN CERNA

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Perdarahan saluran cerna terbagi menjadi dua, yaitu perdarahan


saluran makan bagian atas dan perdarahan saluran makan bagian
bawah. Keduanya secara anatomis dipisahkan oleh ligamentum treitz
(antara duodenum dan ileum)
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus perdarahan saluran cerna
Prosedur 1. Melakukan survey primer (airway, breathing, circulation, disability)
dan stabilisasi. Bebaskan jalan nafas, resusitasi dan monitoring
hemodinamik
2. Lakukan pendekatan dianosa, meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang seperti hematologi, faal hati/ginjal, dan
elektrolit
3. Dapat dilakukan bilas lambung dengan air es melalui NGT
4. Berikan terapi empiric seperti penekan asam lambung (antagonis H2
reseptor, PPI), vasopresor (vasopressin), antasida, hormone intestinal,
sukralfat (untuk stress ulcer)
5. Bila perlu lakukan konsul pada dokter Spesialis yang bersangkutan
6. Menjelaskan kondisi dan prosedur kepada pasien dan/atau keluarga
7. Melakukan pencatatan pada reka medis
Unit Terkait IGD
CEDERA KEPALA

No. Dokumen : Ditetapkan


No. Revisi : Oleh :
SOP Tanggal Terbit :

Halaman :
KLINIK MUTIARA BUNDA
dr. Novi Rostikasari

Pengertian Cedera kepala adalah perubahan fungsi mental atau fisik yang berkaitan
dengan benturan pada kepala
Tujuan Sebagai acuan dalam menangani kasus cedera kepala
Prosedur 1. Lakukan survey primer (airway, breathing, circulation, disability)
2. Klasifikasikan berat ringan cedera kepala berdasarkan GCS. Cedera
kepala ringan (GCS 14 – 15), cedera kepala sedang (GCS 9 – 13), cedera
kepala berat (GCS 3 – 8)
3, Pada cedera kepala ringan (CKR), setelah stabilisasi dilakukan
anamnesa, pemeriksaan umum, pemeriksaan mini neurologis (GCS,
pupil, reaksi cahaya, motorik), foto polos kepala bila terdapat jejas
kepala, dan CT scan kepala bila ada indikasi.
Indikasi rawat pada cedera kepala ringan: pingsan >15 menit, post
traumatic amnesia >1 jam, cedera tembus, terdapat penurunan
kesadaran saat observasi, sakit kepala tambah berat, fraktur tulang
kepala, otorrhea/rhinorrhea, cedera penyerta, CT scan abnormal, tidak
ada keluarga yang menyertai bila pulang ke rumah, tempat tinggal jauh
dari RS, dan intoksikasi alcohol atau obat-obatan
4. Pada cedera kepala sedang pasien dirawat untuk observasi
a. perhatikan jalan nafas
b. pemeriksaan awal sama seperti CKR, disertai pemeriksaan darah
sederhana, pemeriksaan CT scan kepala
c. Saat dirawat dilakukan observasi tanda vital dan pemeriksaan
neurologi periodic
d. Bila memburuk diperlukan CT scan kepala ulang
5. Pada cedera kepala berat perlu dilakukan rawat intensif untuk
mencegah cedera otak sekunder
Penatalaksanaan ABCDE:
Airway: pasang cervical collar, lakukan intubasi
Breathing: ventilasi: beri oksigen 10 – 12 lt/menit
Circulation: pasang infuse dengan cairan isotonis, cegah hipotensi
Disability/status neurologis: posisi kepala 30°. Bila diperlukan diberi
manitol 20% 1 gr/kgBB IV, bolus dalam 10 menit, furosemide 0,3 – 0,5
mg/kgBB IV, steroid, anti konvulsan. Lakukan re evaluasi

Unit Terkait IGD

Anda mungkin juga menyukai