Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT HIRSCHPRUNG PADA ANAK

KEPERAWATAN ANAK

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing :Sri Mulyanti, Skep.,Ns.,Mkep

Disusun Oleh:

1. Dilla Meilasari Widyatama (P27220017 135)

2. Ika Fauziyah Pujiastuti (P27220017142)

3. Oktavia Rahmawati (P27220017155)

4. Widha Listyaninggar (P27220017163)

5. Zakky Abdul Ghoniy (P27220017 165)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SURAKARTA

2018/2019

18
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Hirschprung pada Anak” dapat diselesaikan sesuai rencana.
Makalah sederhana ini kami susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Anak . Dalam menulis makalah ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan serta
partisipasi dari segala pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami menyadari akan kekurangan serta hasil
yang jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Kami mengharapkan semoga makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hirschprung pada Anak ”dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya serta dapat
membantu bagi dunia pendidikan.

Surakarta, 02 Oktober 2018

Penulis

18
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

C. Tujuan .................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................

A. Pengertian ............................................................................................................

B. Etiologi ................................................................................................................

C. Klasifikasi ............................................................................................................

D. Anatomi Fisologi .................................................................................................

E. Pathofisologi dan Pathway...................................................................................

F. `Manifestasi Klinis ................................................................................................

G. Faktor Risiko ........................................................................................................

H. Komplikasi . .........................................................................................................

I. Penatalaksanaan Medis ..........................................................................................

J. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................

1. Pengkajian ........................................................................................................

2. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................

18
3. Intervensi Keperawatan .....................................................................................

BAB III PENUTUP ............................................................................................................

A. Kesimpulan ..........................................................................................................

B. Saran ....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia.Anak terutama bayi baru lahir
merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan dan perlu mendapat
perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat karena masih tingginya Angka
Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi dapat menjadi indikator pertama
dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status
kesehatan anak saat ini . Menurut Departemen Kesehatan RI kelainan konginetal
adalah kelainan yang terlihat pada saat lahir, bukan akibat proses persalinan.
Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan konginetal (dalam Hidayat,2010).
Meskipun angka ini termasuk rendah, akan tetapi kelainan ini dapat mengakibatkan
angka kematian dan kesakitan yang tinggi. Salah satu penyakit konginetal yaitu
penyakit hirschprung.
Penyakit hirschprung merupakan salah satu penyakit bedah yang paling
sering pada anak dan juga kelainan konginetal dengan karesteristik berupa tidak
adanya pleksus dan ganglion sel sub mukosa dan mientericus di usus distal
(Irianto,2015). Usus distal yang aganglionik pada penyakit hirscprung kekurangan
mobilitas normal ; akibatnya usus proksimal berdilatasi, menyebabkan obstruksi
fungsional sekunder, dan pasien menjadi berisiko besar terkena enterokolitis. Selain
itu terdapat kekurangan internal sphincter relaksasi normal sebagai respon terhadap
pelebaran rectum dan ini merupakan prinsip modalitas diagnotis yang dikenal
dengan sebutan manometryanorectal.
Insiden penyakit hirschsprung terjadi pada 1 di antara 5.000-10.000
kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan (1-5).
Gejala klinis penyakit Hirscshprung biasanya mulai pada saat lahir. Sembilan puluh
Sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan meconium dalam waktu 48
jam setelah lahir. Penyakit Hirscshprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup
bulan (penyakit ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat

18
mengeluarkan tinja. Terlambatnya pengeluaran mekonium merupakan tanda yang
signifikan. Distensi abdomen dan muntah hijau merupakan gejala penting lainnya.
Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya
enterokolitis dengan gejala berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk dan
disertai demam (Betz,2011). Oleh karena itu untuk mengurangi angka kematian
bayi yang disebabkan penyakit konginetal, maka masyarakt khususnya para pekerja
medis harus mengetahui tentang konginetal khususnya hirschprung.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit hirschprung?
2. Apa etiologi dari penyakit hirsprung?
3. Apa saja klasifikasi penyakit hirschprung?
4. Apa saja anatomi fisiologi dari penyakit hirschprung?
5. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari penyakit hirschprung?
6. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit hirschprung?
7. Apa saja faktor risiko dari penyakit hirschprung?
8. Apa saja komplikasi dari penyakit hirschprung?
9. Apa saja penatalaksanaan medis pada penyakit hirschprung?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit hirschprung.
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit hirschprung.
3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi penyakit hirschprung.
4. Untuk mengetaahui apa saja anatomi fisiologi dari penyakit hirschprung.
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dan pathway dari penyakit
hirschprung.
6. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari penyakit hirschprung.
7. Untuk mengetahui apa saja faktor risiko dari penyakit hirschprung.
8. Untuk mengetahu apa saja komplikasi dari penyakit hirschprung.
9. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan medis pada penyakit hirschprung.
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit
hirschprung.
18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rectum. Juga dikatakan sebagai
suatu kelainan konginetal dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal tersebut yang dapat menimbulkan
tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, slingter rectum tidak
dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada
ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal (Betz,2011).
Penyakit hirschprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persyarafan (aganglionik). Jadi , karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus
kearah atas) yang tidak mempunyai persyarafan (ganglion), maka terjadi
kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus memebsar
(megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda setiap individu
(Hidayat,2010). Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Penyakit
Hirschprung merupakan kelainan perkembangan komponen instrinsik pada sistem
saraf enteric yang ditandai oleh absennya sel-sel ganglion pada pleksus mynterik
dan submukosa di intestinal distal (Elfianto,dkk.,2016).
Menurut Arief Hirschprung adalah penyakit yang tidak ada ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketiadaan ini menimbulksn
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan. Kondisi merupakan kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
tersering pada neonates, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir
3 kg, lebih banyak laki-laki daripada perempuan ( dalam Nurarif dan Hardhi

18
Kusuma,2016). Penyakit Hisprung atau Hirschprung Disease adalah suatu kondisi
langka yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam usus besar (
Suryandari,2017).

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding halus , mulai dari spingterani internus ke arah proksimal. 70% terbatas di
daerah rektosigmoid , 10% sampai seluruh colon dan sekitarnya 5% dapat
mengenai seluruhusus sampai pylorus (Palmer,2014). Diduga terjadi karena faktor
genetik sering terjadi juga pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi , dan sub mukosa dinding
plexus (Nurarif dan Hardhi Kusuma,2016).

C. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschprung dapat di
klasifikasikan dalam 4 kategori yaitu :
1. Ultra short segmen : ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari
rectum
2. Short segmen : ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon
3. Long segment : ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon
4. Very long segmen : ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan
kadang sebagian usu kecil (Betz,2011)

D. Anatomi dan Fisiologi


Menurut Palmer (2014) anatomi fisiologi hisprung sebagai berikut :
Usus adalah bagian dari saluran pencernaan, yang berjalan antara perut ke anus.Hal
ini dibagi ke dalam usus kecil dan usus besar.Usus kecil membentuk bagian utama
dari usus manusia dengan panjang sekitar enam meter.Hal ini dapat ditemukan di
tengah rongga perut.Usus besar atau usus yang besar dimulai pada titik, di mana
usus kecil berakhir. Dibandingkan dengan usus kecil, usus besar memiliki lebih
lebar, tetapi hanya 1,5 meter panjangnya, yaitu sekitar seperlima dari panjang
18
saluran usus. Usus besar terdiri dari sekum, kolon asendens, kolon transversum,
kolon desendens dan kolon sigmoid.
Usus besar hampir seperti sebuah lengkungan yang mengelilingi melingkari
usus keci dalam rongga perut. Ketika bagian utama dari proses pencernaan
dilakukan di usus kecil, usus besar diserahkan dengan fungsi resapan air dan
beberapa vitamin. Hal ini terutama bertanggung jawab untuk menyimpan kotoran,
pemadatan itu dengan menyerap air dan mengeluarkan dengan bantuan kontraksi
berirama (gerakan peristaltik) dari otot-otot usus.
1. Sekum
Usus besar dimulai dengan sekum, yang seperti kantong dalam struktur dan
menghubungkan ileum (bagian terakhir dari usus kecil) ke kolon asendens.Hal
ini dipisahkan dari ileum oleh katup ileocecal atau katup Bauhin dan dari kolon
asendens oleh persimpangan cecocolic.Ini adalah sekitar enam sentimeter
panjang dan lampiran berbentuk ulat menggantung dari sekum.
2. Kolon Ascending
Usus ascending muncul setelah sekum dan melintasi ke atas sampai mencapai
fleksura hepatik atau kanan kolik lentur, yang merupakan pergantian usus
dekat hati. Dengan kata lain, hati fleksura adalah tikungan antara kolon
asendens dan kolon transversum. Tikungan kolon melintang untuk membentuk
fleksura hati, yang diikuti oleh usus besar melintang, yang perjalanan melintasi
rongga perut.
3. Kolon Transverse
Usus yang melintang dimulai dari hepatik kanan dan fleksura
merupakan yang terpanjang dan bagian dapat bergerak dari usus besar. Hal ini
sedikit melengkung ke bawah dengan kenaikan tajam ke atas mendekati akhir,
di mana ia membungkuk ke bawah untuk membentuk fleksura kolik kiri atau
lentur lienalis, yang terletak di dekat limpa. Ini adalah dari ini fleksura kolik
kiri, usus descending dimulai usus transversus terhubung ke perut oleh
sekelompok jaringan, yang dikenal sebagai omentum yang lebih besar.Sisi usus
besar melintang Posterior melekat ke dinding posterior abdomen oleh
peritoneum (selaput yang melapisi rongga perut) dan keterikatan ini disebut
mesokolon transverse.
4. Kolon Descending dan Kolon Sigmoid
18
Usus descending yang dimulai dari fleksura lienalis dan berakhir pada
awal kolon sigmoid.Hal ini ditempatkan lebih mendalam, dibandingkan dengan
usus ascending dan memiliki beberapa bagian dari usus kecil di depannya.Hal
ini berakhir dengan kolon sigmoid, yang merupakan bagian terakhir dari usus
besar, yang berakhir pada titik, di mana rektum dimulai.Kolon sigmoid adalah
struktur berbentuk S, yang berisi otot, bahwa kontraksi untuk membuat tekanan
dalam usus besar, untuk mengeluarkan kotoran dan memindahkan kotoran ke
rektum.
Fungsi utama usus besar adalah untuk menyerap air, menyimpan
limbah, penyerapan beberapa vitamin (seperti vitamin K), penebalan dan
pengeluaran dari tinja. Rumah usus yang besar sekitar 700 spesies bakteri,
yang membantu dalam fermentasi serat dalam bahan makanan.Bakteri ini juga
menghasilkan sejumlah besar vitamin, seperti vitamin K dan biotin (vitamin
B), yang diserap ke dalam darah.

E. Patofisiologi
Istilah kongenital aganglionik megacolon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan
serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada mega colon.
Isi usus terdorong ke segmen aganglion dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkna terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian colon melebar.
Aganglion mega colon atau hirschprung dikarenakan tidak adanya ganglion
parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan satu
atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik
usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisia pencernaan di kolon
yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen. Aganglionis mempengaruhi dilatasi sfingter ani
18
internal menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas , dan
cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan
media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan
peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan
terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal
tersebut dapat mengalami kematian (Hidayat,2010).

Pathway

Tidak ada segmen


aganglionik

Peristaltik abnormal

Obstruksi pada kolon Spasme usus

Konstipasi pada kolon Akumulasi mekonium (feses


pertama bayi baru lahir, yang
kental, lengket dan bewarna
Perut membesar pembengkakan kehijauan ) pada usus besar
dan distensi

Distensi abdomen
Mengganggu Pembedahan
pola nafas Gangguan rasa

Resiko infesi Mual muntah

Resiko kekurangan
nutrisi

F. Manifesti Klinis
Menurut Norton bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan merconium dalam 24-28
jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur

18
dengan cairan empedu dan distensi abdomen (dalam (Nurarif dan Hardhi
Kusuma,2016).
Gejala penyakit hirschprung adalah obstruksi usus letak rendah dan penyakit dapat
menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
1. Obstruksi total saat lahir dengan mudah, distensi abdomen dan ketiadaan
evaluasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi
konstipasi, muntah dan dehidrasi
2. Menurut nelson gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau
bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis
dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot
pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat, dan diare berbau
busuk yang dapat berdarah (dalam Nurarif dan Hardhi Kusuma,2016).
3. Anak – anak
a) Konstipasi
b) Tinja seperti pita dan berbau busuk
c) Distensi abdomen
d) Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e) Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia

G. Faktor Risiko
1. Faktor Bayi
a. Umur bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan
terkena penyakit hischprung karena penyakit hischprung merupakan salah
satu penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-26
hari)
b. Riwayat Sindrom Down
Sekitar 12 % dari kasus penyakit Hiscprung terjadi sebagai bagian dari
sindrom yang disebabkab oleh kelainan kromosom, kelainan kromosom
yang paling umum berisiko menyebabkan terjadinya penyakit hiscprung
adalah sindrom down 2-10% dari individu dengan penyakit Hisprung
merupakan penderita sindrom down. Sindrom down adalah kelainan
18
kromosom dengan karakteristik fitur wajah , jajat jantung bawaan, dan
perkembangan anak
2. Faktor Ibu
a. Wanita yang memiliki hirchprung menghadapi risiko yang lebih besar untuk
mempunyai anak dengan penyakit ini
b. Umur ibu semakin tua (>35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan
risiko terjadinya kelainan konginetal pada bayinya. Bayi dengan Sindrom
Down lebih sering ditemukan pada bayi- bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
mendekati masa menopause (Hidayat,2010).

H. Komplikasi
Menurut hidayat (2014) komplikasi hirschprung antara lain sebagai berikut :
1. Enterokolitis (akut)
2. Kebocoran anastomosis (pasca bedah)
3. Struktur ani (pascabedah)
4. Inkontinensia ( jangka panjang)

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut palmer (2014) penatalaksanaan medis hirschprung sebagai berikut :
1. Pre operatif
a. Diet
Pada periode preoperatif neonatus dengan penyakit hirschprung menderita
gizi buruk disebabkan karenan gangguan pada gastrointestinal. Sebagian
besar memerlukan asupan nutrisi parenteral dan cairan. Meskipun
demikian bayi dengan penyakit hirschprung yang didiagnosis melalui
suction rektal biopsi dapat diberikan larutan rehidrasi oralnsebanyak
15ml/kg berat badan tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperatif dan
irigasi rectal
b. Terapi farmakologik
Terapi ini dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk mencegah
komplikasinya. Untuk mempersiapkan usus adalah dekompresirectum dan
kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigastuba rectal

18
dalam 24-48 jam sebelum pembedahan . antibiotik oral dan intravena
diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan
2. Operatif
Menurut Nurarif dan Hardhi Kusuma (2016) penatalaksanaan pada penyakit
hirshprung adalah terapi pembedahan. Terapi ini terbagi menjadi dua , yaitu :
a. Tindakan bedah sementara
Tindakan ini berupa kolostomi usus yang memiliki ganglion normal paling
distal. Tindakan ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi usu dan
mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya.
Manfaat lain dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat
dilakukan bedah definitif usus dan mengecilkan kaliber usus yang telah
besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose
b. Tindakan bedah definitif
1) Prosedur swenson
Merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk menangani
penyakit hirschprung segmen aganglionik direseksi sehingga kolon
sigmoid kemudian dianastomose oblique dilakukan antar kolon
normal dengan rectum bagian distal
2) Prosedur duhamed
Pendekatan retrorectal digunakan dan beberapa bagian rectum yang
aganglionnik dipertahankan. Usus aganglionik direseksi hingga bagian
rectum dan rectum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian
diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rectum dan sacrum),
kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rectum yang tersisa
3) Prosedur soave
Membuang mukosa dan submukosa dari rectum dan menarik ganglion
ke arah ujung maskuler rectum aganglionik
4) Mymectomy Anarectal
Prosedur ini merupakan alternatif operasi lain bagi anak dengan
penyakit hirschprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang
sedikit bagian midline posterior rectal. Prosedur ini membuang 1 cm
dinding rektalekstra mukolas yang bermula sekitar proksimal garis
dentate. Mukosa dan submukosa dipertahankan
18
3. Post operatif
Pada awal jangka masa postoperatif sesuadah PERPT (Primry Endorectal Pull
Through), pemberian makanan perolal dimulakan segera untuk membantu
penyesuaian (adaptasi usus) dan penyembuhan anastomosis. Pemberian
makanan rata-rata dimulai pada hari kedua setelah operasi dilakukan dan
pemberian nutrisi enteral dilakukan secara penuh dimulakan pada hari
keempat. ASI tidak dikurangi atau dihentikan

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penyakit hirschprung antara lain (Betz,2011) :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan
diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme
anus. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan
memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik
yang saksama dapat membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar,
distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus
jarang ditemukan Differensial.
2. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada penderita Hirschsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk
dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen
rektum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium (Feses) yang menyemprot
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang
sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan
pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.
18
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Dengan pemeriksaan Barium Enema akan ditemukan:
1) Terdapat daerah transisi
2) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit.
3) Enterokolitis pada segmen yang melebar.
4) Adanya penyumbatan pada kolon.
5) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam
5. Pemeriksaan lain-lain
a. Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan
diperolehnya sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel
ganglion dari pleksus Aurbach (Biopsi) yang lebih superfisial untuk
memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
b. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum. Caranya adalah dengan mengambil lapisan otot
rektum, yang dilakukan di bawah narkose.
c. Biopsi isap, caranya adalah dengan mengambil mukosa dan submukosa
dengan alat pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
d. Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan
dalam rektum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon
akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit
hirschsprung tidak ada dan jika balon berada di dalam usus aganglionik,
dapat diidentifikasi gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif
dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif
palsu ataupun negatif palsu
e. Pemeriksaan aktivitas enzim Asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. bila
ditemukan peningkatan aktivitas enzim asetilkolin enterase, maka berarti
khas penyakit hirsprung.
f. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus

18
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Informasi identitas/data dasar meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama ,
alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yangs
ering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung dan muntah bewarna hijau. Gejala lain
adalah muntah diare.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional . obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan dema. Diare berabau
busuk dapat terjadi.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi
e. Riwayat nutrisi melipiuti : masalah diet anak dan pola makan anak
f. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya
g. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita hirschprung
h. Riwayat sosial
Apakah ada pendekatan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain
i. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB
j. Riwayat kebiasaan sehari-hari
18
Meliputi kebutuhan nutrisi, istirahat, aktivitas
Pemeriksaan fisik :
a. Sistem integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat
dilihat capillary refil, warna kulit, edema kulit
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernafas, frekuensi pernafasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi/apikal
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtiva, ritmis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes
(Palmer,2014).
2. Diagnosis
a. Pra pembedahan :
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan saluran pencernaan mual dan muntah (Nanda,2016).
2) Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan kolon
mengevakuasi feses (Nanda,2016).
3) Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan muntah dan diare
b. Post pembedahan
1) Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis (obstruksi parsial
pada dinding usus)
2) Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan pasca operasi
(Palmer,2014).

18
3. Rencana keperawatan
Menurut Palmer 2014 rencana keperawatan hirschprung antara lain sebagai
berikut :
a. Pra pembedahan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan saluran pencernaan mual dan muntah (Nanda,2016).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
BB pasien dalam batas normal atau idea, nafsu makan pasien bertambah,
porsi makan pasien bertambah.
Gangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya perubahan
status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulit menurun, serta
asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah yang demikian
dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.
Intervensi :
a. Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan
b. Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak
memungkinkan
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori , tinggi protein
2. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan kolon
mengevakuasi feses (Nanda,2016).
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan eliminasi dengan kriteria hasil
tidak distensi abdomen, warna feses dalam batas normal, feses lunak /
lembut dan berbentuk, anak tidak kesakitan saat BAB
Intervensi :
a. Monitor tanda konstipasi
b. Catat BAB terakhir
c. Anjurkan keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi BAB
d. Ukur lingkar abdomen anak, sesuai program, dengan menggunakan
titik referensi yang konsisten, dan pita pengukur yang sama setiap
waktu.
e. Kaji bising usus dan abdomen anak setiap 4 jam. Laporkan
penurunan atau tidak adanya bising usus
18
3. Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah dan
diare
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi dengan
Kriteria hasil : Keseimbangan intake dan output 24 jam, berat badan
stabil, tidak ada mata cekung, kelembaban kulit dalam batas normal,
membran mukosa lembab.
Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak memadai
sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membrane mukosa,
produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah
mempertahankan status cairan tubuh.
Intervensi :
a. Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur
asupan dan keluaran cairan tubuh
b. Observasi membrane mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status
cairan.
c. Timbang berat badan anak setiap hari, dan dengan cermat pantau
asupan dan cairan.
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi
e. Menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan cermat terhadap
asupan dan cairan mengindikasikan status cairan anak.
f. Anak mungkin membutuhkan cairan intravena jika ia mengalami
dehidrasi atau beresiko mengalami dehidrasi.
b. Pasca pembedahan
1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan : level nyeri berkurang dengan kriteria hasil : anak tidak rewel,
ekspresi wajah dan sikap tubuh rileks
Masalah nyeri yang dijumpai pada pasca pembedahan ini dapat
disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditujukan dengan adanya
tanda nyeri seperti ekpresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital,
pembatasan aktivitas
Intervensi :

18
a. Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri meliputi
karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
b. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung
(back rub), sentuhan
c. Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien
d. Kolaborasi dalam pemberian analgesic apabila dimungkinkan
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan pasca operasi
Tujuan : risiko infeksi terkontrol dengan kriteria hasil suhu dalam
keadaan normal (36-37°C)., tidak ada pathogen yang terlihat dalam
kultur, luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari
drainase purulen
Risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh adanya
mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau
kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik
pascapembedahan
Intervensi :
a. Monitor tempat insisi
b. Ganti popok yang kering untuk menghindari kontaminasi feses
c. Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal
d. Kolaborasi pemberian antibiotic dalam penatalaksanaan pengobatan
terhadap mikroorganisme
e. Minimalkanrisiko infeksi pasien dengan :Mencuci tangan sebelum
dan setelah memberikan perawatan, menggunakan sarung tangan
untuk mempertahankan asepsis pada saat memberikan perawatan
langsung
f. Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan catat pada kertas grafik.
Laporkan evaluasi kerja.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hirschsprung disebut juga dengan megakolon congenital, merupakan
kelainan ditemukan sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada neonatus.
Pada kasus Hirschsprung tidak ditemukan pleksus mientorik atau pleksus di
lapisan otot dinding ususakibatnya bagian usus yang terkena tidak dapat
mengembang (Hidayat,2010).
Masalah setelah pembedahan yang dapat ditemukan adalah enterokolitis
berulang, struktur prolaps, abses perianal, dan pengotoran feses. Obstipasi
(sembelit) merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir dapat merupakan
gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi
mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam). Perut kembung dan
muntah berwarna hijau. Pada neonatus kemungkinan ada riwayat keterlambatan
keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih.
Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit
hirscprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan
menimbulkan masalah baru bagi bayi atau anak. Penatalaksanaan yang benar
mengenai penyakit hisprung harus dipahami dengan benar oleh seluuh pihak
baik tenanga medis maupun keluarga. Untuk tercapainya tujuan yang diharapkan
perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter,
perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang
terjadi. Peran perawat juga sangat penting dalam memotivasi keluarga maupun
pasien hisprung.

B. Saran
Dengan terbentuknya makalah tentang hirschsprung dan asuhan
keperawatan ini diharapkan kepada para pembaca mampu untuk memahami dan
mempelajari materi ini dengan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn. 2011. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Elfianto.,dkk.. 2016. Gambaran Pasien Hirschprung di RSUP Prof Dr Kandou Manado. Juranl
Keperawatan

Hidayat, Aziz Alimul.2010.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Irianto, Koes. 2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung : Alfabeta


Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktik Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda NIC NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta : Medi Action

Palmer, Luanne Linnard.2014. Intisari Pediatrik : Buku Praktik Klinik. Jakarta :EGC.

Suryandari, Artathi Eka. 2017. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Hirschprung di Rumah
Sakit Prof. DR. Margono. Soekarjo. Purwokerto. Jurnal Keperawatan

18
LEMBAR KONSULTASI

KEGIATAN BIMBINGAN ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT HIRSCHPRUNG

Kelompok : Hirschprung

Dosen Pembimbing : Sri Mulyanti, Skep.,Ns.,Mkep

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

No Tanggal/Hari Catatan Paraf

Surakarta, 11 Oktober 2018

Dosen pembimbing

Sri Mulyanti, Skep.,Ns.,Mkep

18

Anda mungkin juga menyukai