Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING SNIPS 2016

Pengaruh Mode Cataracting dan Cascading dalam Proses


Penghancuran Material Butiran oleh Bola Baja dalam
Silinder Bergerigi
Nur Faizin1,a), Lilik Hendrajaya2,b), dan Sparisoma Viridi3,c)
1
Laboratorium Fisika Bumi,
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung,
Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132
2
Laboratorium Fisika Bumi,
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung,
Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132
3
Laboratorium Biofisika,
Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung,
Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132
a)
payizin@gmail.com (corresponding author)
b)
lilikhendrajaya@gmail.com
c)
dudung@fi.itb.ac.id

Abstrak

Fenomena fisika yang berkaitan erat dengan proses grinding adalah peristiwa tumbukan antar dua benda.
Dalam penelitian ini proses yang dikaji yaitu tumbukan antara material butiran dengan bola baja. Pada
umumnya proses grinding material, berlangsung di dalam sebuah silinder yang diisi dengan bola baja. Silinder
tersebut diputar hingga menghasilkan dua mode gerak yaitu cataracting dan cascading. Mode gerak
cataracting dimanfaatkan untuk menumbuk material, sedangkan mode cascading berfungsi sebagai penggerus
material. Untuk mempermudah terbentuknya dua mode ini, dinding silinder dibuat bergerigi. Kehadiran mode
cataracting sangat mempengaruhi proses grinding. Gradien garis yang diperoleh untuk dual mode (cataracting
dan cascading) yaitu 0,234. Sedangkan untuk mode tunggal (cascading) gradien garis yang diperoleh adalah
0,032. Gradien garis tersebut menunjukkan besarnya tingkat kelolosan material yang disaring. Semakin besar
gradien garis maka tingkat kelolosan material semakin besar pula. Parameter yang digunakan sebagai
indikator baik tidaknya proses grinding yaitu persentase kelolosan material setelah disaring dengan ayakan 225
mesh atau berukuran 0,065 mm.

Kata kunci : bola baja, silinder, material butiran

PENDAHULUAN
Mode gerak bola-bola baja yang berada di dalam sebuah silinder yang diputar dimanfaatkan dalam industri
yang berhubungan dengan grinding. Salah satu contoh industri yang berhubungan dengan grinding yaitu industri
pembuatan semen. Dalam industri semen silinder yang diisi dengan bola baja disebut dengan raw mill. Prinsip
kerja dari raw mill yaitu suatu silinder yang diletakkan secara horizontal dan diputar pada porosnya sehingga
bola baja yang ada di dalam tabung tersebut akan mengalami pergerakan. Bola baja yang digunakan mempunyai

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 600


PROSIDING SNIPS 2016
ukuran yang bervariasi. Ukuran bola baja dapat mempengaruhi proses proses grinding material [1]. Raw mill
yang diisi dengan bola baja diputar dengan kecepatan tertentu. Akibat dari putaran tersebut maka akan
menghasilkan enam kemungkinan mode gerak yaitu slipping, slumping, rolling, cascading, cataracting, dan
centrifuging. Keenam mode tersebut sangat dipengaruhi oleh kecepatan sudut dari raw mill.

Gambar 1. Contoh raw mill


Selain kecepatan sudut raw mill, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya mode-mode di atas yaitu jumlah
bola baja dan gaya interaksi antara bola baja dengan dinding raw mill. Gaya interaksi bola baja dengan dinding
raw mill dipengaruhi oleh bentuk dinding yang dibentuk bergerigi [2]. Dalam proses penghancuran dan
penghalusan material mode yang paling diharapkan adalah mode cataracting dan cascading. Mode ini akan
memastikan adanya proses tumbukan dan penggerusan terhadap material di dalam raw mill.

Gambar 2. Salah satu bentuk gerigi dalam raw mill

Bentuk gerigi dalam raw mill mempengaruhi efektivitas gerak steel ball. Gerigi dalam raw mill didesain
sedemikian rupa, hal ini bertujuan untuk mempermudah terjadinya mode gerak cataracting. Dengan adanya
gerigi ini, kecepatan rotasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan mode cataracting relatif kecil. Beberapa desain
telah dikembangkan untuk memperoleh optimasi energi yang paling efisien. Dalam penelitian ini bentuk raw
mill diperkecil dari ukuran sesungguhnya yaitu 3 cm untuk panjang silinder dan 40 cm untuk diameternya.

Gambar 3. Bentuk raw mill mini dan penyangganya

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 601


PROSIDING SNIPS 2016
PENUMBUKAN BOLA BAJA
Bola baja yang digunakan sebagai media penghancur berasal dari bahan alloy. Alloy merupakan bahan
campuran metal. Sebagian besar bola baja yang dipasarkan berasal dari bahan dasar besi (Fe) dan diberi
campuran material kromium (Cr), silikon (Si), mangan (Mn), sulfur (S), karbon (C), dan fosfor (P). Kajian
fisika yang muncul dalam proses penghancuran dan penghalusan material melibatkan dua gaya yaitu gaya tekan
dan gaya geser. Tekanan bola baja yang diberikan terhadap material yang ditumbuk dapat dituliskan,

1 n Fj
P

rj 1
2
, (1)
k, j

dimana P adalah tekanan total yang diberikan bola baja terhadap material, Fj adalah gaya tekan bola baja ke-j
dan rk,j adalah radius kontak ke-j, dan n adalah jumlah bola baja [3]. Jika bola baja yang digunakan memiliki
karakteristik yang sama, maka persamaan (1) dapat dituliskan sebagai berikut

nF
P , (2)
 rk2
Sedangkan energi spesifik penumbukan yang ditimbulkan oleh bola baja yaitu

n
Mb
Es 
2
v
j 1
2
j
, (3)

dimana Mb adalah massa bola baja dan vj adalah kecepatan bola baja ke-j saat menumbuk.

Gerak Bola Baja dalam Silinder Berotasi

Partikel yang bergerak di dalam silinder yang diputar pada porosnya merupakan konsep dasar dari gerak bola
baja dalam raw mill. Pada proses penghancuran dan penghalusan, bola baja dalam raw mill diputar pada sumbu
aksial. Akibat dari perputaran tersebut bola baja memiliki beberapa mode gerak diantarannya slipping,
cataracting, centrifuging, rolling, slumping, dan cascading [4].
Jika kita tinjau satu bola baja sebagai satu titik partikel dalam sebuah drum maka akan diperoleh diagram
gaya seperti ditunjukkan oleh Gambar 4. Terdapat empat gaya interaksi pada sebuah partikel dalam drum yang
bergerak vertikal.

Gambar 4. Gaya-gaya yang bekerja pada partikel

Mode cataracting terjadi saat benda akan mulai meninggalkan dinding drum, keadaan ini terjadi saat FN < 0.
Sehingga diperoleh persamaan,
g cos N
2   (4)
R

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 602


PROSIDING SNIPS 2016
untuk memperoleh nilai  yang riil maka nilai  harus melebihi  . Pada mode cataracting, bola mulai
2
terlepas dari dinding sehingga terjadi gerak parabola. Posisi bola terhadap pusat rotasi silinder dapat dituliskan

xt   xd  R sin  N    R sin    N t (5)

yt   y d  R cos N    R cos   N t  g t 


1 2
(6)
2
dimana t  t  t N , sehingga nilai t > tN [5].

Gambar 5. Bola tunggal yang bergerak di dalam silinder

Kecepatan kritis adalah kecepatan angular yang menyebabkan bola tunggal tetap berada pada posisinya
dalam silinder untuk satu putaran penuh [6]. Kita tinjau suatu benda bulat yang berada pada dinding silinder
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Secara umum kecepatan kritis dirumuskan seperti berikut ini
1 g
c  (7)
2 R  r
dimana c adalah kecepatan kritis dari silinder, R adalah jari-jari silinder dan r adalah jari-jari bola. Proses
grinding yang dilakukan di industri pada umumnya menggunakan kecepatan angular tidak dari 75% kecepatan
kritisnya [7].
Pada umumnya dinding bagian dalam silinder dibuat bergerigi hal ini dimaksudkan agar proses
penghancuran dan penghalusan material lebih efisien. Dengan adanya gerigi tersebut material yang ada di dalam
silinder lebih mudah mengalami mode cataracting dan cascading dengan kecepatan angular yang rendah.

Gambar 6. Gaya-gaya yang bekerja pada benda yang berada di atas gerigi

Dari diagram gaya yang ditunjukkan pada Gambar 6, diperoleh rumusan sebagai berikut
m g sin   FNG sin Ω
f ges  (8)
cos Ω
m g sin 
FNG  . (9)
 cos Ω  sin Ω
Benda tepat akan jatuh jika resultan gaya kepusat = 0. Sehingga diperoleh

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 603


PROSIDING SNIPS 2016
FNG cos Ω  m g cos  f ges sin Ω   m 2 R. (10)
Dengan menggunakan persamaan 8 dan 9 maka didapatkan
  2R 
  cos Ω  sin Ω  cos  
  g  
 c  arcsin  . (11)
 cos Ω   sin Ω 
 
 
Sudut θc merupakan sudut kritis yaitu sudut dimana benda tepat akan jatuh. Sudut kritis ini dapat diperoleh
dengan menggunakan metode fixed point.

HASIL PERHITUNGAN DAN PERBANDINGAN DENGAN DATA REFERENSI


Telah dibuat alat grinding material berupa silinder yang terbuat dari akrilik. Silinder tersebut memiliki
dinding yang berupa gerigi. Dimensi dari gerigi yaitu tinggi 4,2 mm, panjang 22,4 mm, dan lebar 30 mm.
Adanya gerigi dalam silinder dimaksudkan agar pembentukan mode cataracting lebih mudah. Dilihat dari
penampang silinder, gerigi tersebut berbentuk segitiga siku-siku.
Penelitian dilakukan dengan memvariasikan putaran silinder. Variasi putaran silinder dilakukan untuk dua
bentuk gerigi. Gerigi yang pertama mempunyai sudut β sebesar 0 derajat. Sedangkan gerigi yang kedua β =
79,38 derajat. Hasil uji penyaringan material yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam bentuk plot
dimana parameter utama adalah material yang lolos dari saringan 0,065 mm. Bentuk gerak material dan bola
baja di dalam silinder dapat ditunjukkan pada gambar berikut,

Gambar 7. Gerak material di dalam silinder, β = 0 derajat (kiri) dan β = 79,38 derajat (kanan)

Dari Gambar 7 diketahui bahwa saat nilai β = 0 derajat, bola baja dan material butiran mengalami mode
cataracting dan cascading. Sedangkan untuk β = 79,38 derajat, kedua material mengalami mode cascading saja.
Hal ini sesuai dengan persamaan 11 yaitu sudut kritis benda (θc) akan semakin besar jika sudut β semakin kecil.
dengan semakin besarnya θc maka material akan mudah mengalami mode gerak cataracting.
Tabel 1. Hasil penyaringan material dengan ayakan 0,065 mm
Massa kotor (gram) Lolos (%)
Jumlah Cataracting Cataracting
putaran + cascading + cascading
cascading cascading
5 52,66 52,54 0,22 0,44
10 51,9 52,42 1,74 0,68
20 50,76 52,41 4,02 0,7
25 49,56 52,37 6,42 0,78
35 47,76 52,04 10,02 1,44
45 47,62 51,84 10,3 1,84
60 46,47 51,7 12,6 2,12

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 604


PROSIDING SNIPS 2016
Mode gerak yang timbul pada proses grinding berpengaruh terhadap persentase material yang lolos saringan.
Cataracting merupakan mode gerak yang sangat diharapkan dalam proses grinding karena dengan mode gerak
ini memastikan terjadinya penumbukan bola baja terhadap material butiran. Dalam proses grinding mode gerak
cascading digunakan sebagai proses penggerusan material. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat
ditinjukkan pada Tabel 1. Untuk lebih memperjelas hasil yang diperoleh, Tabel 1 dapat disajikan dalam bentuk
plot.

Gambar 8. Plot antara material yang lolos ayakan vs jumlah putaran.

Hasil plot yang ditunjukkan pada Gambar 8 menunjukkan adanya pengaruh jumlah putaran terhadap material
yang lolos dari ayakan. Pada putaran terendah yaitu 5 putaran, mode ganda (cataracting + cascading) diperoleh
nilai 0,22%. Sedangkan untuk mode tunggal (cascading) material yang lolos adalah 0,44%. Persentase material
yang lolos semakin meningkat seiring meningkatnya putaran silinder. Untuk nilai putaran tertinggi yaitu 60
putaran, material yang lolos untuk mode ganda adalah 12,6%, sedangkan untuk mode tunggal yaitu 2,12%.
Perbedaan nilai yang cukup besar ini menunjukkan bahwa kehadiran mode cataracting sangat mempengaruhi
proses penghancuran dan penghalusan material.

KESIMPULAN
Alat grinding material telah berhasil dibuat. Alat ini berupa silinder dengan dinding bagian dalam berupa gerigi
berbentuk segitiga siku-siku jika dipandang dari penampang silinder. Sudut β yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 0 dan 79,38 derajat. Tinggi gerigi yaitu 4,2 mm sedangkan alasnya 22,4 mm. Silinder tersebut diisi
dengan bola baja yang berfungsi sebagai media penumbuk dan penghalus material. Sampel yang digunakan
berupa butiran yang berasal dari produk raw mill yang diperoleh dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Ukuran butiran yang digunakan yaitu 8 mm. Sedangkan ayakan yang digunakan untuk menyaring material yang
halus berukuran 225 mesh atau 0,065 mm.
Jumlah putaran dari silinder sangat mempengaruhi proses grinding. Ukuran material butiran mula-mula
adalah 8 mm. Saat silinder diputar sebanyak 5 kali, material yang lolos ayakan untuk mode ganda (cataracting +
cascading) adalah 0,22%. Material yang lolos meningkat seiring dengan meningkatnya putaran silinder. Saat
putaran silinder mencapai putaran tertinggi yaitu 60 putaran, material yang lolos 12,6%. Sedangkan untuk mode
tunggal (cascading) saat putaran terendah, material yang lolos adalah 0,44%. Pada saat putaran tertinggi,
persentase material yang lolos adalah 2,12%.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. yang telah memberikan
izin untuk melakukan observasi lapangan. Makalah ini didanai oleh Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun
2016 dengan nomor kontrak 585f/I1.C01/PL/2016.

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 605


PROSIDING SNIPS 2016
REFERENSI
1. Runge, K. C., E. Tabosa, and A. Jankovic, Particle size distribution effects that should be considered when
performing flotation geometallurgical testing. IN PROCEEDINGS OF THE SECOND AUSIMM
INTERNATIONAL GEOMETALLURGY CONFERENCE, Brisbane, Australia, vol. 30. (2013).
2. Royston, D, Semi-autogenous grinding (SAG) mill liner design and development. Minerals and
Metallurgical Processing 23, no. 3 (2007): 121-132.
3. Sheng-Yong, Lu, Mao Qiong-Jing, Peng Zheng, Li Xiao-Dong, and Yan Jian-Hua, Simulation of ball
motion and energy transfer in a planetary ball mill. Chinese Physics B 21, no. 7 (2012): 078201.
4. Henein, H., J. K. Brimacombe, and A. P. Watkinson, Experimental study of transverse bed motion in
rotary kilns. Metallurgical transactions B 14, no. 2 (1983): 191-205.
5. Viridi, S, Khotimah, S.N, Yulia, dan Mardiansyah, Y, Point Mass Model for Predicting 2-D Particles
Motion Modes in Vertical Rotation Drum. (2015), viXra:1508.0126v1.
6. King, R. P, Modeling and simulation of mineral processing systems. Elsevier, (2012)
7. Moys, M. H, A model of mill power as affected by mill speed, load volume, and liner design. JOURNAL-
SOUTH AFRICAN INSTITUTE OF MINING AND METALLURGY, 93(6), 135-135, (1993)

ISBN: 978-602-61045-0-2 21-22 JULI 2016 606

Anda mungkin juga menyukai