Anda di halaman 1dari 33

Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geotekstil khususnya digunakan dalam fungsi-fungsi utama (misalnya,


pemisahan, filtrasi, drainase, penguatan, bantalan, dan geotekstil yang
dikombinasikan dengan jenis geoteknologi lainnya biasanya dirujuk sebagai
geokomposit). Penggunaan geosintetik, dan geotekstil secara khusus,
kemungkinan akan berkembang lebih lanjut karena perencana sudah lebih
mengenal aplikasi material tersebut dan produsen mengembangkan geosintetik
baru dan lebih baik untuk aplikasi. ( http://www.pandu-equator.com/geosintetik-
dalam-penahan-limbah/ )
Istilah geosintetik terdiri dari dua bagian, yaitu geo yang berhubungan dengan
tanah dan sintetik yang berarti bahan buatan manusia. Berbagai jenis geosintetik
telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1980an. Produk yang banyak digunakan
adalah geotekstil, geogrid dan geomembran (Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen
Bina Marga, 2009)
Berbagai penggunaan geosintetik dalam desain tempat pembuangan sampah
kota modern adalah gambaran contoh yang baik dari aplikasi material tersebut
untuk melakukan banyak fungsi, terutama terkait dengan pemisahan, filtrasi,
drainase, penguatan, dan lapis kedap. Selain itu, tanah fondasi dan lereng sisi
tanah yang curam di bawah dasar TPA mungkin perlu distabilkan dan diperkuat
menggunakan geotekstil atau Geogrid yang didistribusikan secara acak. Fasilitas
TPA modern, kolam limbah, dan kolam lindi menggunakan geosintetik dalam
sistem utama yang dirancang untuk menampung limbah di dalam fasilitas. (
http://www.pandu-equator.com/geosintetik-dalam-penahan-limbah/ )
penggunaan geosintetis pada TPA sudah mulai digunakan di beberapa TPA di
indonesia khususnya di daerah perkotaan. Selain itu geosintetis digunakan pada
TPA dengan pemrosesan akhir menggunkan sanitary landfill.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 1


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Untuk mengetahui pengaplikasian dari Geosintetis pada Tempat Pembuangan


Akhir (TPA), melalui penulisan karya tulis ini diharapkan dapat mejelaskan
geosintetis apa saja yang digukana pada TPA.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Aplikasi geosintetis apa saja yang digunakan pada pemrosesan akhir Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) ?
2. Bagaimana proses penggunaan geosintetis pada TPA?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan pada penulisan karya ilmiah ini yaitu :
1. Memahami berbagai macam fungsi dan aplikasi geosintetis.
2. Mengetahui pengaplikasian geosintetis pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
3. Mengetahui proses penggunaan geosintetis pada TPA.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 2


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Geosintetis


Geosintetik adalah suatu produk berbentuk lembaran yang terbuat dari bahan
polimer lentur yang digunakan dengan tanah, batuan, atau material geoteknik
lainnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu pekerjaan, struktur atau
sistem (ASTM D 4439).
Istilah geosintetik terdiri dari dua bagian, yaitu geo yang berhubungan dengan
tanah dan sintetik yang berarti bahan buatan manusia. Berbagai jenis geosintetik
telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1980an. Produk yang banyak digunakan
adalah geotekstil, geogrid dan geomembran (Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen
Bina Marga, 2009).

2.2. Jenis Geosintetis


Berdasarkan Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009
bentuk fisik, geosintetik terbagi menjadi dua jenis yaitu tekstil dan jaring (web).
A. Geosintetik berbentuk tekstil:
1. Berdasarkan sifat kelulusan air (permeabilitas), geosintetik berbentuk
tekstil dapat dibagi menjadi kedap air dan lolos air. Geotekstil adalah
jenis geosintetik yang lolos air yang berasal dari bahan tekstil.
Geomembran dan Geosynthetic Clay Liner (GCL) merupakan jenis
geosintetik kedap air yang biasa digunakan sebagai penghalang zat cair.
2. Geotekstil kemudian dikelompokkan berdasarkan proses pembuatannya.
Jenis geotekstil yang utama adalah teranyam (woven), tak-teranyam
(non-woven) dan rajutan (knitted). Proses penganyaman untuk
geosintetik teranyam sama dengan pembuatan tekstil biasa. Geotekstil
tak-teranyam dilakukan dengan teknologi canggih dimana serat polimer
atau filamen didesak keluar dan dipuntir secara menerus, ditiup atau
ditempatkan pada suatu sabuk berjalan. Kemudian massa filamen atau

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 3


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

serat tersebut disatukan dengan proses mekanis dengan tusukan jarum-


jarum kecil atau disatukan dengan panas dimana serat tersebut “dilas”
oleh panas dan/atau tekanan pada titik kontak serat dengan massa teksil
tak-teranyam.
B. Geosintetik berbentuk jaring (web) yang terdiri dari geosintetik dengan jaring
rapat dan jaring terbuka.
1. Net dan matras merupakan salah satu jenis geosintetik berbentuk jaring
rapat.
2. Geogrid merupakan suatu contoh dari jenis geosintetik yang berbentuk
jaring (web) terbuka. Fungsi geogrid yang utama adalah sebagai
perkuatan. Geogrid dibentuk oleh suatu jaring teratur dengan elemen-
elemen tarik dan mempunyai bukaan berukuran tertentu sehingga saling
mengunci (interlock) dengan bahan pengisi di sekelilingnya

Saat ini terdapat beberapa material yang dikombinasikan antara geotekstil


dengan geomembran atau bahan sintetik lainnya untuk mendapatkan karakteristik
terbaik dari setiap bahan. Produk tersebut dikenal sebagai geokomposit dan
produk ini dapat berupa gabungan dari geotekstil-geonet, geotekstil-geogrid,
geotekstil-geomembran, geomembran-geonet, dan bahkan struktur sel polimer tiga
dimensi. Kombinasi bahan-bahan pembentuk geokomposit tersebut sangat banyak
dan hampir tidak terbatas. Selain itu terdapat juga tipe-tipe geosintetik lain seperti
geosynthetic clay liner, geopipa, geofoam.
Gambar 2.1 sampai Gambar 2.8 secara berturut-turut memperlihatkan contoh
geotekstil lulus air, geotekstil kedap air, geogrid dan geokomposit.

Gambar 2.1 Contoh Geotekstil Bersifat Lulus Air Tak Teranyam


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 4


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Gambar 2.2. Contoh Geotekstil Bersifat Lulus Air Teranyam


Sumber : Volume 1Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

Gambar 2.3. Contoh Geotekstil Bersifat Lulus Air Rajutan


Sumber : Volume 1Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

Gambar 2.4. Contoh Geotekstil Bersifat Kedap Air Geomembran


Sumber : Volume 1Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

Gambar 2.5. Contoh Geotekstil Bersifat Kedap Air Geosynthetic Clay Liner
Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009
ZULFIKAR FAHMI KOMARA 5
Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Gambar 2.6 Contoh Geogrid


Sumber : Volume 1Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

Gambar 2.7. Contoh Geokomposit Geomembran dan Geotekstil Tak-teranyam


Sumber : Volume 1Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

Gambar 2.8. Contoh Geokomposit Geogrid dan Geotekstil Tak-teranyam


Sumber : Volume 1Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

2.3. Fungsi dan Aplikasi Geosintetis


Berdasarkan Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009
aplikasi dari geosintetis bermacam-macam. Berikut ini enam fungsi dan aplikasi
geosintetik antara lain:
1. Separator: bahan geosintetik digunakan di antara dua material tanah yang
tidak sejenis untuk mencegah terjadi pencampuran material. Sebagai contoh,
bahan ini digunakan untuk mencegah bercampurnya lapis pondasi jalan

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 6


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

dengan tanah dasar yang lunak sehingga integritas dan tebal rencana struktur
jalan dapat dipertahankan.

Gambar 2.9. Separator


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

2. Perkuatan: sifat tarik bahan geosintetik dimanfaatkan untuk menahan


tegangan atau deformasi pada struktur tanah. Untuk fungsi ini, geosintetik
banyak digunakan untuk perkuatan timbunan di atas tanah lunak, perkuatan
lereng dan dinding tanah yang distabilisasi secara mekanis (mechanically
stabilized earth wall, MSEW).

Gambar 2.10. Perkuatan


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

3. Filter: bahan geosintetik digunakan untuk mengalirkan air ke dalam sistem


drainase dan mencegah terjadinya migrasi partikel tanah melalui filter.
Contoh penggunaan geosintetik sebagai filter adalah pada sistem drainase
porous.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 7


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Gambar 2.11. Filter


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

4. Drainase: bahan geosintetik digunakan untuk mengalirkan air dari dalam


tanah. Bahan ini contohnya digunakan sebagai drainase di belakang abutmen
atau dinding penahan tanah.

Gambar 2.12. Drainase


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

5. Penghalang: bahan geosintetik digunakan untuk mencegah perpindahan zat


cair atau gas. Sebagai contoh, geomembran pada kolam penampung limbah
berfungsi untuk mencegah pencemaran limbah cair pada tanah.

Gambar 2.13. Penghalang


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 8


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

6. Proteksi: bahan geosintetik digunakan sebagai lapisan yang memperkecil


tegangan lokal untuk mencegah atau mengurangi kerusakan pada permukaan
atau lapisan tersebut. Sebagai contoh, tikar geotekstil (mat) digunakan untuk
mencegah erosi tanah akibat hujan dan aliran air. Contoh lainnya, geotekstil
tak-teranyam digunakan untuk mencegah tertusuknya geomembran oleh tanah
atau batu di sekelilingnya pada saat pemasangan.

Gambar 2.14. Proteksi


Sumber : Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009

2.4. Pemilihan Jenis Geosintetik


Berdasarkan Volume 1 Modul Pelatihan Geosintetik Dirjen Bina Marga, 2009
Pada Tabel 2.1 dibawah ini memperlihatkan fungsi utama atau fungsi primer yang
dapat diperoleh dari setiap jenis geosintetik. Akan tetapi, pada beberapa kasus
geosintetik dapat juga memberikan fungsi sekunder atau bahkan fungsi tersier.
Sebagai contoh, geosintetik untuk perkuatan timbunan di atas tanah lunak fungsi
primernya adalah perkuatan, tetapi kita juga membutuhkan fungsi sekunder
sebagai separator dan fungsi tersier sebagai filter.
Tabel 2.1. Identifikasi Fungsi Primer Geosintetik

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 9


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

2.5. Geosintetik pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir)


Geosintetik secara ekstensif digunakan dalam disain ini, baik itu pelapisan
dasar maupun sistem penutup dari suatu fasilitas TPA (tempat pembuangan akhir)
sampah tipe landfill.

Gambar 2.15. Geosintetik pada TPA


Sumber : http://geoforce-indonesia.com/index.php?m=application&id=10

Sistem pelapis dasar pada gambar di bawah ini adalah sistem composite
double layer. Terdiri dari komposit geomembrane /GCL sebagai sistem pelapis
primer dan komposit geomembrane/GCL sebagai pelapis sekunder. Sistem deteksi
kebocoran, berada di antara lapis primer dan sekunder berupa composite antara
geotekstil-geonet.

Gambar 2.15. Sistem pelapis pada TPA


Sumber : http://geoforce-indonesia.com/index.php?m=application&id=10
Sistem pengumpul leachate berada di atas lapis primer berada di bagian bawah
sistem liner yang terdiri dari gravel dan jaringan pipe perforated. Geotekstil untuk

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 10


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

proteksi juga diperlukan untuk menghindari geomembrane rusak akibat adanya


lapisan gravel. Sistem pengumpul leachate pada sisi lereng menggunakan sheet
drain (composite geotekstil-geonet) dan kemudian bergabung dengan lapisan
gravel di bawah. Seluruh sistem pengumpul leachate dan juga saluran
pembuangnya dipasang geotekstil filter agar tidak terjadi clogging. Elevasi muka
air tanah di bawah landfill juga dikontrol dengan menggunakan sistem drain
gravel menggunakan geotekstil sebagai filternya. Juga, jika daya dukung tanah
dasar tidak mencukupi maka diperlukan material perkuatan untuk meningkatkan
daya dukungnya, demikian juga pada sisi lereng penggunaan geogrid sebagai
perkuatan tanah sangat ideal.
Sistem cover atau penutup landfill pada gambar di atas adalah berupa lapisan
komposit geomembrane/GCL. Lapisan drainasi di atas geomembrane adalah sheet
drain. Sebagai tambahan, sistem cover tanah terdiri dari perkuatan geogrid,
geotekstil atau geocell berada di bawah sistem penahan rembesan. Lapisan
perkuatan ini dapat digunakan untuk meminimalkan regangan yang terjadi pada
lapisan cover terpicu oleh adanya perbedaan penurunan (differential settlements)
atau dikarenakan adanya penambahan tinggi timbunan sampahnya.
Sistem control erosi diatas vegetasi juga diperlukan agar dapat mencegah
kemungkinan adanya erosi akibat air hujan atau air limpasan permukaan. Dan
yang terakhir geosintetik juga dapat sebagai penahan rembesan arah horisontal
dengan memasang penahan vertical dari bahan HDPE sheet serta material geo-
composite sebagai drainase pengumpul di sekeliling fasilitas landfill.

2.5.1. Aplikasi Geosintetik Pada TPA


 Geogrid : digunakan untuk memperkuat lereng dibawah limbah juga untuk
memperkuat tanah penutup di atas geomembrane,
 Geonet : digunakan sebagai drainasi,
 Geomembrane : material yang sangat kedap digunakan untuk mencegah
merembesnya aliran cairan, gas dan juga bau.
 Geocomposite : yang terdiri dari dua atau lebih material geosintetik, dapat
digunakan untuk separasi, filter dan drainase,

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 11


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

 Geosynthetic Clay Liner (GSLs) : merupakan material komposit terdiri


dari bentonite dan geosintetik berguna untuk mencegah infiltrasi dan aliran
hidraulik,
 Geotextile : digunakan untuk keperluan filter atau sebagai lapis pelindung
untuk melidungi geomembrane dari kerusakan.
http://geoforce-indonesia.com/index.php?m=application&id=10

2.6. Konsep Perencanaan Geotextille

1. Mencari nilai momen dorong (MD)

2. Mencari nilai Mresisten rencana dengan angka keamanan rencana (SF =


1,5)
Mresisten rencana = Mdorong x SFrencana
3. Mencari nilai tambahan Momen penahan (ΔMR) dari FS rencana
ΔMR = Mresisten rencana – Mresisten yang terjadi
4. 4. Mencari Kekuatan dari bahan geotekstile Rumus kekuatan bahan
geotextile adalah persamaan :

5. Menentukan jumlah geotekstil yang dibutuhkan ∆ MR < Tallow x ∑ Ri


6. Menghitung panjang geotekstil di belakang bidang longsor (Le)

7. Menghitung panjang geotekstil di depan bidang longsor Panjang geotextile


ini dihitung dengan bantuan output dari program bantu AUTOCAD.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 12


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

2.6.1. Kondisi Overall Stability

Gambar 2.16. Overall Stability

Dengan geotekstil :
Momen penahan (Mr
= Mr + ∆ MR

Gambar 2.17. Overall Stability

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 13


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Data Pelaksanaan


Data pelaksankan merupakan data sekunder, TPA yang dievaluasi masih
berupa opsional. Lebih lanjut akan dibahas berada pada TPA Jatiwaringin
merupakan satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kabupaten Tangerang. TPA ini
berdiri sejak tahun 1992 dan berlokasi di Desa Jatiwaringin, Kecamatan Mauk
Kabupaten Tangerang. Status kepemilikan lahan TPA Jatiwaringin merupakan
aset milik Pemerintah Kabupaten Tangerang. Guna menunjang kegiatan
operasional di TPA Jatiwaringin didukung dengan beberapa orang petugas yang
merupakan bagian dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang.
TPA Jatiwaringin berjarak lebih kurang 25 km ke arah utara dari pusat Kabupaten
Tangerang yang berada di Kecamatan Tigaraksa. TPA Jatiwaringin terletak di Jl.
Raya Jatipulo, Desa Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang dengan titik koordinat
6°6'4"S 106°32'39"E. Batas wilayah TPA Jatiwaringin adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : lahan kosong
Sebelah selatan : jalan inspeksi dan sawah
Sebelah barat : lahan milik warga
Sebelah timur : jalan masuk TPA, sungai Cirarab

3.2. Lokasi TPA


Layout TPA Jatiwaringin dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jatiwaringin yang berlokasi di
Kecamatan Mauk, Kabupatan Tangerang berada di dekat sawah penduduk, aliran
sungai dan terletak tidak begitu jauh dari pemukiman warga ataupun jalan raya.
Pada bagian Timur TPA terdapat Sungai Cirarab yang berjarak ± 150 m dari
landfill TPA. Terdapat pemukiman warga di sekitar TPA dengan jarak terdekat ±
300 m yaitu beberapa pemukiman penduduk Desa Tanjakan Mekar, Kecamatan
Rajeg yang terletak di arah Barat TPA dan ± 500 m Desa Gintung, Kecamatan

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 14


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Sukadiri yang berada di depan jalan raya menuju TPA Jatiwaringin atau sebelah
Utara TPA.

Gambar 3.1 Peta Layout TPA Jatiwaringin

Gambar 3.2 P TPA Jatiwaringin

Luas area TPA Jatiwaringin secara keseluruhan saat ini sebesar ± 14 Ha


terbagi menjadi ± 13 Ha untuk landfill dan ± 1 Ha untuk area penunjang kegiatan
operasional TPA. Lahan TPA saat ini sudah terpakai ± 9 Ha yang terdiri dari

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 15


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

landfill Zona 1, Zona 2, Zona 3, Zona antara dan area bangunan penunjang
kegiatan operasional TPA Jatiwaringin. Area untuk landfill saat ini terbagi
menjadi beberapa zona, yaitu :
1. Zona 1 dan Zona 2 beroperasi pada tahun 1992, dengan open dumping dan
sudah ditutup.
2. Zona 3 beroperasi pada tahun 2009 dengan open dumping dan masih
digunakan hingga saat ini, tinggi timbunan sampah saat ini ± 15 m.
3. Zona antara mulai digunakan dan beroperasi pada tahun 2013 menggunakan
sistem open dumping dan masih digunakan hingga saat ini, tinggi timbunan
sampah saat ini ±10 m.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 16


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Proses Perencanaan TPA Jatiwaringin


Adapun proses perencanaan TPA dengan menggunakan sanitary landfill sebagai
berikut:
1. Proyeksi Jumlah Penduduk
2. Proyeksi Timbulan Sampah
3. Perhitungan Perkiraan Kapasitas Landfill dan Usia Pakai TPA
Pada zona 4 (empat) menggunakan metode parit/trench yang akan dilanjutkan
dengan metode area hal ini dikarenakan kedalaman muka air tanah di daerah TPA
Jatiwaringin yang tidak terlalu dalam yaitu memiliki rata-rata kedalaman 4,6 m
sehingga selebihnya sampah ditumpuk diatas permukaan tanah awal.
Direncanakan landfill akan ditutup saat tinggi timbunan telah mencapai 20 m dari
permukaan tanah awal, dengan tinggi sel harian 2 meter setiap lapisnya. Zona 4
(empat) direncanakan terbagi menjadi 3 area pengurugan yaitu area
jajarangenjang, area trapesium dan area persegi. Perhitungan kapasitas landfill
menggunakan konsep pembuangan tercampur, dimana sampah yang masuk ke
dalam landfill berupa sampah organik dan anorganik (sampah campuran). Maka
umur pakai landfill Zona 4 (empat) TPA Jatiwaringin sebesar 745 hari atau 2
tahun 15 hari dari tahun 2015 hingga tahun 2017. Usia pakai tiap lapis (layer)
dihitung berdasarkan kapasitas dan usia pakai tiap lapisan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.1 Kapasitas Tiap Lapis Zona 4 (empat) TPA Jatiwaringi

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 17


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Gambar 4.1 Rencana Penimbunan Sampah

4. Penilaian Kelayakan Lokasi TPA menggunakan Penilaian Indeks Risiko


Lingkungan atau Integrated Risk Based Approach (IRBA)
Hasil penilaian menunjukkan nilai bahwa total indeks resiko lingkungan yang
berjumlah 530,75. Dari jumlah total tersebut dapat diambil kesimpulan dari
penilaian kriteria evaluasi tingkat bahaya berdasarkan nilai indeks risiko bahwa
TPA dapat diteruskan dan direhabilitasi menjadi lahan urug terkendali secara
bertahap. Hal ini karena angka nilai indeks risiko 530,75 berada di angka kisaran
300-600 yang berarti evaluasi bahaya TPA adalah rendah, hal tersebut berarti
bahwa TPA diteruskan dan direhabilitasi menjadi lahan urug terkendali secara
bertahap.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 18


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

5. Perhitungan Rencana Dimensi Sel


Berdasarkan kriteria pembentukan sel lahan urug (Thcobanoglous, 2002),
maka kriteria desain yang terpilih diaplikasikan dengan jumlah total sampah
masuk pada tahun perencanaan 2015, 2016 dan 2017, perencanaan disesuaikan
dengan umur pakai TPA dan urutan pemakaian TPA. Jumlah sampah yang masuk
ke dalam TPA dan mengalami proses pengurugan di landfill Zona 4 setiap harinya
diproyeksikan mengalami perubahan setiap tahunnya sehingga dimensi sel yang
berupa panjang sel direncanakan menyesuaikan dengan jumlah sampah yang
masuk

6. Penyiapan Lahan
Tahap awal dalam perencanaan pengembangan zona 4 yaitu penyiapan lahan.
Kegiatan yang dilakukan untuk tahap ini antara lain :
a. Pembersihan lahan
b. Pengerukkan lahan
c. Pemasangan lapisan dasar lahan

7. Perhitungan Kebutuhan Pelapis Dasar Lahan (liner)


Berdasarkan kondisi eksisting, daerah perencanaan zona 4 TPA Jatiwaringin
merupakan lahan baru sehingga memerlukan pemasangan lapisan dasar landfill.
Pemasangan lapisan dasar landfill dilakukan menjadi 2 bagian daerah, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam perhitungan kebutuhan lapisan dan
pada saat pemasangan nantinya. Rencana : Dasar landfill direncanakan terdiri atas
sistem pelapis dasar dan saluran pengumpul leachate. Sistem liner di TPA
Jatiwaringin direncanakan dengan sistem single liner dengan satu sistem pipa
pengumpul leachate. Sistem single liner yang digunakan yaitu geomembrane liner.
Perencanaan penyusunan lapisan-lapisan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tanah setempat yang dipadatkan (ground liner)
Kondisi eksisting zona perencanaan harus dilakukan pembersihan lahan
terlebih dahulu seperti pohon-pohon dan semak belukar. Setelah itu baru
dapat dilakukan pemadatan lahan, pada Zona 4 (empat) tanah dasar dapat

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 19


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

dipadatkan sebagai lapisan dasar liner (ground liner) karena memiliki tekstur
liat yang cukup besar.
b. Lapisan geomembrane
Setelah ground liner terbentuk, tanah dilapisi oleh lapisan geomembrane.
Lapisan geomembrane adalah material geosintetik yang terbuat dari polymer
High Density Polyethylene (HDPE). Lapisan geomembran yang digunakan
adalah lapisan berwarna hitam dengan ketebalan 1,5 mm terbuat dari High
Density polyethylene (HDPE) dengan komposisi 97,5% polimer dan 2,5%
carbon black, anti oxidants dan heat stabilizer. Ketebalan HDPE
geomembrane harus memiliki ketebalan 1,5 mm untuk landfill sampah kota,
untuk melindungi kontaminasi pencemaran leachate ke dalam air tanah yang
disebabkan oleh material bahan yang dibuang ke landfill tersebut karena
material yang dibuang ke dalam landfill merupakan material anorganik yang
dapat berpotensi merusak permukaan geomembrane. Untuk desain ini
digunakan material geomembrane dengan lebar 7 m dan panjang 140 m maka
kebutuhan gulungan lapisan geomembrane untuk zona 4 TPA Jatiwaringin
adalah 51 roll.
c. Lapisan media kerikil
Setelah lapisan kedap air terbentuk, dilakukan peletakan lapisan untuk
pengumpul leachate dengan ketebalan 15 cm dan berdiameter 30-50 mm.
d. Lapisan geotextile
Material geotextile nonwoven dapat dipasang di atas saluran pengumpul atau
pipa leachate yang berfungsi sebagai penyaring dan penahan partikel sampah
halus supaya tidak terbawa oleh aliran rembesan leachate. Ketebalan
geotextile 1,0-3,2 mm, untuk desain ini digunakan ketebalan 1,7 mm dengan
lebar 4 m dan panjang 100 m maka kebutuhan gulungan lapisan geotextille
untuk zona 4 TPA Jatiwaringin adalah 125 roll.
e. Lapisan tanah pelindung
Lapisan tanah pelindung berupa tanah biasa yang tidak kedap air atau dapat
mengalirkan rembesan leachate ke lapisan media kerikil yang terdapat saluran
pengumpul leachate. Ketebalan tanah pelindung adalah 30 cm.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 20


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

8. Kebutuhan tanah penutup


Menurut Enri Damanhuri, bila metode pengurugan adalah dengan sanitary
landfill, maka kebutuhan tanah penutup 20% dari material yang akan ditimbun.
Maka perhitungan kebutuhan tanah untuk Zona 4 pada tahun 2015 dan 2016
adalah sebagai berikut dengan asumsi dilakukannya penutupan sel setiap hari :
a. Pada tahun 2015 sebesar 65700 m3
b. Pada tahun 2016 sebesar 68620 m3
c. Pada tahun 2017 sebesar 72636 m3
Maka kebutuhan tanah penutup untuk dua tahun 15 hari (2015-2017) adalah
sebesar 206956 m3. Kebutuhan tanah penutup harian per sel nya adalah sebesar
180 m3 hingga 195 m3 dari tahun 2016 hingga tahun 2017 per harinya. Jenis
tanah penutup yang digunakan adalah tanah biasa dan tidak kedap air. Dalam
perencanaan ini tanah yang digunakan berasal dari luar TPA. Terdapat lahan
kosong pada bagian depan TPA sehingga dapat dijadikan sebagai tempat
penyimpanan sementara tanah penutup. Untuk pengoperasian TPA
Jatiawaringin, akan dilakukan 2 (dua) macam penutupan sel sampah dengan
tanah urug, yaitu:
1) Tanah urug akan ditumpukkan pada sampah setiap hari, karena sampah
yang di buang ke zona 4 (empat) bersifat campuran maka dikhawatirkan
terjadi proses pembusukan material organik yang dapat mengundang lalat.
Ketebalan lapisan tanah penutup harian adalah 15 cm dan kebutuhan tanah
penutup antara 30 cm.
2) Tanah penutup akhir akan ditumpukkan setelah mencapai ketinggian 20 m.
Ketebalan tanah penutup akhir adalah 50 cm. Ketinggian sel sampah
didesain 2 m sebanyak 10 (sepuluh) lapis, karena jika terlalu tebal akan
menurunkan stabilitas permukaan sementara jika terlalu tipis akan
menyebabkan pemborosan tanah penutup.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 21


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

9. Penyaluran Leachate
Konstruksi sistem under drain direncanakan sesuai dengan desain yang dibuat
yaitu berupa pola tulang ikan. Pada sanitary landfill, pertemuan antar pipa
penangkap atau antara pipa penangkap dengan pipa pengumpul dibuat bak kontrol
yang dihubungkan sistem ventilasi vertikal penangkap atau pengumpul gas.
Perkiraan volume leachate yang dihasilkan pada zona 4 (empat) dapat dihitung
menggunakan rumus rasional, perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. Untuk
perencanaan penyaluran akan menggunakan pipa berbahan PVC, sehingga tidak
berpotensi terjadinya korosi yang akan mengakumulasi pencemaran yang terjadi.
Pipa penyaluran akan diletakkan di dasar landfill dengan menggunakan model
atau pola tulang ikan, untuk mencegah agar saluran tidak tertutup sampah maka
akan diletakkan batu kerikil/batu pecah disusun diantara pipa. Pipa akan
digunakan sebagai pengumpul dan penyalur. Pipa pengumpul leachate dirancang
dengan slope 2 %, pipa penyalur leachate ini didesain dengan menggunakan debit
PUH 5 tahun. Pipa penyalur leachate terdiri dari 2 macam: 1. Pipa utama,
dipasang pada bagian tengah landfill yang akan mengalirkan leachate yang
terkumpul langsung ke sumur pengumpul Instalasi Pengolahan Leachate. Dimensi
pipa yang digunakan 30 cm dengan kebutuhan pipa sejumlah 75 buah. 2. Pipa
cabang, dipasang dari pinggir landfill menuju bagian tengah tempat terdapatnya
pipa utama sehingga dapat disalurkan ke Instalasi Pengolahan Leachate. Dimensi
pipa cabang yang digunakan adalah 10 cm dengan kebutuhan pipa sejumlah 61
buah.

Gambar 4.2 Denah Layout Pipa Leachate

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 22


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

10. Perhitungan Sistem Drainase


Pada pengembangan TPA Jatiwaringin untuk zona yang baru akan
direncanakan 1 jenis drainase, yaitu drainase di dalam lahan kerja. Saluran ini
berada di dalam lahan yang berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan lahan
efektif dan saluran ini berbentuk trapesium. Limpasan ini memungkinkan air
hujan bercampur dengan timbunan sampah dan diarahkan menuju pengolahan
leachate. Sistem saluran drainase di TPA Jatiwaringin akan dibuat mengelilingi
Zona 4 (empat) dan akan dialirkan secara gravitasi. Air yang tertangkap dalam
saluran drainase ini akan dialirkan menuju sumur pengumpul Instalasi Pengolahan
Leachate yang berada di sebelah Utara area landfill yang dekat dengan genangan
air.

Gambar 4.3 Perencanaan Saluran Drainase

11. Pengendalian Gas


Pengendalian gas hasil dari dekomposisi sampah dilakukan dengan
pemasangan pipa ventilasi di zona 4 (empat) TPA Jatiwaringin yang bertujuan
untuk mengalirkan dan mencegah akumulasi tekanan gas didalam tumpukan gas
agar tidak terjadi ledakan atau kebakaran pada landfill. Gas dilarikan ke udara
terbuka melalui ventilasi sistem penangkap. Pipa ventilasi dipasang dari dasar
TPA secara bertahap pada setiap lapisan sampah. Pipa ventilasi ini akan
didesain dengan kriteria teknis sebagai berikut : a) Pipa bagian horizontal

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 23


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

dipasang dengan menggabungkan antara pipa leachate dan pipa gas dengan
dimensi : • Pipa cabang 10 cm • Pipa utama 30 cm • Pipa vertikal 10 cm b) Pipa
ventilasi gas berupa pipa berlubang atau perforasi berukuran 10 mm yang
dilindungi oleh kerikil dan casing dipasang secara bertahap sesuai dengan
ketinggian lapisan timbunan sampah. c) Jarak antar ventilasi vertikal 50 m, denah
peletakkan pipa dapat dilihat Lampiran Gambar A-10 dan Gambar A-11. Dengan
diketahui jarak antar pipa gas dan melihat denah peletakkan pipa maka dapat
diketahui kebutuhan pipa untuk pengendalian gas vertikal sejumlah 21 buah. d)
Lubang diisi batu pecah berdiameter 50-100 mm untuk mencegah pipa tertumpuk
dengan sampah dan memiliki ketinggian tinggi timbunan sampah ditambah 50
cm.

Gambar 4.4 Denah Layout Pipa Ventilasi Gas

12. Perancangan Fasilitas.


a. Rumah Kompos
b. Sarana penerangan
c. Rambu-rambu lalu lintas
d. Pagar dan Barrier Zone
e. Jembatan Timbang
f. Jalan TPA

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 24


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

4.2. Perencanaan Perkuatan Lereng dan Permukaan Kolam TPA


Hasil dari penyelidikan sample pada contoh perhitungan lereng yang telah
diambil dari ketiga titik bor dalam tersebut, yaitu berupa hasil keseluruhan data
tanah meliputi spesific gravity (Gs), wet density (ɣt), dry density (ɣd), water
content (Wc), arterberg limit, soil classification, cohession undrain (Cu).
Tabel 4.2. Hasil keseluruhan dari penyedikan sample tanah

1. Perhitungan Stabilitas Lereng


Analisa stabilitas lereng longsor diawali dengan pemeriksaan terhadap angka
keamanan lereng, yaitu dengan melakukan perhitungan tegangan geser yang
terjadi disepanjang permukaan retak yang paling kritis. Analisis stabilitas lereng
dilakukan dengan program bantu komputer yaitu XSTABLE versi 5.202.

2. Perhitungan Perkuatan dengan Geotextile Perhitungan Perkuatan


Geotextile pada kolam 1
Berikut adalah hasil dari perhitungan ∆Mr dan jumlah lapis geotextile yang
dibutuhkan dengan perhitungan kuat tarik ijin geotextile.
SF terkritis yang dipakai adalah 1.056. Maka didapat nilai ΔMR yaitu
nilai momen yang akan dipikul oleh geotextile, menggunakan persamaan 2.13 :
ΔMR = Mresisten rencana – Mresisten yang terjadi
ΔMR = 27244 kNm – 19180 kNm
ΔMR = 8064 kNm

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 25


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Pada bab 4 telah ditentukan Geotextile yang dipakai adalah tipe Stabilenka
dengan kekuatan ultimate 200 kN/m. Untuk menentukan kekutan tarik ijin dari
geotextile menggunakan persamaan 2.14 :

Menentukan jumlah layer dari geotextile menggunakan persamaan 2.15.


Dengan ΔMR sebesar 8064 kNm maka dibutuhkan jumlah lapis geotextile sebesar
:

Persamaan diatas dilakukan berulang-ulang sampai nilai momen yang


dipikul geotextile lebih besar dari ∆ MR,
Maka didapat nilai momen geotextile sebesar 8244 kNm > 8064 kNm dan
jumlah layer yang digunakan adalah 19 layer dengan 5 layer berlapis 2 dan 14
layer berlapis 1

3. Perhitungan Perkuatan Geotextile pada kolam 2


Dengan persamaan dan perhitungan yang sama dengan kolam 1. Untuk
perencanaan perkuatan geotextile pada kolam 2 digunakan perencanaan perkuatan
pada lereng sebelah kanan dikarenakan memiliki ∆Mr yang lebih besar. Maka
jumlah layer yang dipakai adalah 17 layer dengan 8 layer 2 lapis dan 9 layer 1
lapis.

4. Perhitungan Perkuatan dengan Minipile sebagai cerucuk Perhitungan


Perkuatan Minipile sebagai cerucuk pada kolam 1
Berikut adalah hasil dari perhitungan ∆Mr dan jumlah minipile yang
dibutuhkan dengan mutu minipile yaitu memakai kelas B dengan diameter D=
450 mm dan momen ijin yaitu 11 ton.m SF terkritis yang dipakai adalah 0.590

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 26


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

dikarenakan nilai SF terkecil dari yang lainnya. Maka didapat nilai ΔMR yaitu
nilai momen yang akan dipikul oleh cerucuk, menggunakan persamaan 2.13:
ΔMR = Mresisten rencana – Mresisten yang terjadi
ΔMR = 13423 kNm – 5280 kNm
ΔMR = 8143 kN
Maka Pmaks (1cerucuk) sebesar :

Maka mencari jumlah minipile sebagai cerucuk yang dibutuhkan dengan


nilai ΔMR = 8143 kNm menggunakan persamaan 2.26:

5. Perhitungan Perkuatan Minipile sebagai cerucuk pada kolam 2


Dengan Persamaan dan perhitungan yang sama, untuk perkuatan minipile
sebagai cerucuk pada lereng kolam kedua didapat 6 buah minipile per meter
dengan dimensi diameter 45 cm.

6. Perhitungan Perkuatan dengan Sheetpile sebagai cerucuk Perhitungan


Perkuatan Sheetpile sebagai cerucuk pada kolam 1
Berikut adalah hasil dari perhitungan ∆Mr dan jumlah sheetpile yang
dibutuhkan dengan tipe sheetpile yaitu FSP-V , fy = 2500 kg/cm2 , Momen
Inersia (I) == 63000 cm4 dan memiliki Mpmaks = 2625000 kg.cm = 26.25 ton.m
SF terkritis yang dipakai adalah 0.590. Maka didapat nilai ΔMR yaitu nilai
momen yang akan dipikul oleh sheetpile, menggunakan persamaan 2.13 :
ΔMR = Mresisten rencana – Mresisten yang terjadi
ΔMR = 13423 kNm – 5280 kNm
ΔMR = 8143 kNm

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 27


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Maka Pmaks (1cerucuk) sebesar :

Maka mencari jumlah sheetpile sebagai cerucuk yang dibutuhkan dengan


nilai ΔMR = 8143 kNm menggunakan persamaan 2.26 :

7. Perhitungan Perkuatan Sheetpile sebagai cerucuk pada kolam 2


Dengan Persamaan dan perhitungan yang sama, untuk perkuatan sheetpile
sebagai cerucuk pada lereng kolam kedua didapat 4 buah minipile per meter
dengan tipe FSP V.

8. Perhitungan Perkuatan dengan Ground Anchor Perhitungan Perkuatan


dengan Ground Anchor pada kolam 1
Pada kolam 1 direncanakan jarak pemasangan ground anchor yaitu jarak 3
meter yang dimana direncanakan 3 buah ground anchor SF terkritis yang dipakai
adalah 0.590. Maka didapat nilai ΔMR yaitu nilai momen yang akan dipikul oleh
ground anchor, menggunakan persamaan 2.13 :
ΔMR = Mresisten rencana – Mresisten yang terjadi
ΔMR = 9844 kNm – 5280 kNm
ΔMR = 4564 kNm
Dikarenakan ground anchor direncanakan setiap 3 meter maka nilai momen
yang dipikul ground anchor harus dikali 3 :
ΔMR = 4564 kNm x 3
ΔMR = 13692 kNm

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 28


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Perhitungan N (gaya prategang tegak lurus bidang longsor) dengan


menggunakan persamaan 2.34 :

Setelah mendapatkan nilai N, maka dicari nilai P yaitu gaya prategang yang
tegak lurus lereng yang dimana memiliki nilai β=30, maka nilai P :

Direncanakan menggunakan 3 buah anchor, maka ΔMR dibagi 3 untuk


mendapatkan gaya tiap 1 anchor :

Menentukan panjang grouting yaitu dengan menggunakan persamaan 2.36


dengan nilai SF = 2.5 dan nilai C = 14.66 t/m2 :
P x SF = C x π x D x L

Dengan menggunakan daya dukung pondasi dangkal yaitu dengan persamaan


2.37 direncanakan pelat dengan tebal 0.4 meter, dimensi pelat 2 x 2 meter, C =
4,35 t/m2 dan sudut geser = 00. Dikarenakan nilai sudut geser = 0 maka nilai Nc =
5.41 , Nq = 1 dan Nɣ = 0 dan q = ɣ’ tanah x tebal dengan SF =2,5 :
Q ult = C x Nc + q x Nq + 0,4 ɣ’ B Nɣ
Q ult = 22.679 t/m2
Q ijin = 9,0716 t/m2

Untuk mencari tegangan yang dihasilkan gaya prategang P anchor


menggunakan persamaan 2.38 :
ZULFIKAR FAHMI KOMARA 29
Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Jadi dipasang anchor dengan P = 40 ton dengan panjang grouting = 10


meter dan pelat beton penahan dengan tebal 0,4 meter dan dimensi 2 x2 meter bisa
digunakan dikarenaka Qijin = 9,071 t/m2 > Qt = 8,952 t/m2 (OK)

9. Perhitungan Perkuatan dengan Ground Anchor pada kolam 2


Dengan persamaan dan perhitungan yang sama diperoleh perkuatan ground
anchor pada kolam kedua sebelah kiri dipasang anchor dengan P = 25 ton dengan
panjang grouting = 6,1 meter dan pelat beton penahan dengan tebal 0,4 meter dan
dimensi 2 x2 meter bisa digunakan dikarenaka Qijin = 6,81 t/m2 > Qt = 5,574
t/m2. Untuk lereng sebelah kanan didapat anchor dengan P = 20 ton dengan
panjang grouting = 4 meter dan pelat beton penahan dengan tebal 0,4 meter dan
dimensi 2 x2 meter bisa digunakan dikarenaka Qijin = 6,81 t/m2 > Qt = 4,367
t/m2

10. Perencanaan Pelapis Permukaan Kolam TPA Perhitungan tebal


geomembrane
Pelapis Permukaan kolam TPA berfungsi sebagai penghalang masuknya air
lindi (leachate) agar air tanah asli dibawah tidak tercemar. Untuk Lapisan
penghalang digunakan bahan geosintetik yaitu HDPE geomembrane yang
memiliki sifat kedap air , berikut adalah perhitungan tebal yang diperlukan :

Dari perhitunagn diatas didapat nilai t = 0.39 milimeter. Maka dipakai


HDPE Geomembrane dengan tebal 0,5 milimeter

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 30


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Stabilitas lereng setelah pelaksanaan cut dan fill pada kolam 1 dan kolam 2 :
a. Stabilitas lereng dengan kondisi setelah pelaksanaan cut dan fill pada
kolam 1 untuk perkuatan geotextile memiliki nilai SF terkritis = 0,59 dan
untuk perkuatan cerucuk dan ground anchor nilai SF terkritis = 0,802
b. Stabilitas lereng dengan kondisi setelah pelaksanaan cut dan fill pada
kolam 2 untuk perkuatan geotextile memiliki nilai SF terkritis = 0,878 dan
untuk perkuatan cerucuk dan ground anchor nilai SF terkritis = 0,902

2. Dibutuhkan perkuatan lereng pada kolam 1 dikarenakan memiliki SF < 1.


Terdapat 4 alternatif yang direncanakan yaitu :

3. Dibutuhkan perkuatan lereng pada kolam 2 dikarenakan SF < 1. Terdapat 4


alternatif yang direncanakan yaitu :

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 31


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

4. Berdasarkan tujuan perencanaan zona (empat) TPA Jatiwaringin, dapat


diambil beberapa kesimpulan :
a. Berdasarkan perhitungan kelayakan lokasi TPA menggunakan Penilaian
Indeks Risiko Lingkungan seperti yang terdapat pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 yang berjumlah 530,75 hal ini
berarti TPA diteruskan dan direhabilitasi menjadi lahan urug terkendali
secara bertahap.
b. Berdasarkan hasil perhitungan zona 4 (empat) TPA Jatiwaringin dengan
luas area sebesar ± 50000 m2 dapat menampung sampah selama 2 tahun
15 hari atau 745 hari.
c. Berdasarkan evaluasi fasilitas yang dilakukan maka untuk menunjang
zona 4 (empat) dilakukan perbaikan dan penambahan fasilitas antara lain
: pemasangan lapisan kedap, fasilitas drainase, penyaluran leachate,
rumah kompos, sarana penerangan, rambu-rambu lalu-lintas, pagar dan
barrier zone, jembatan timbang, dan jalan TPA.

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 32


Laporan Perancangan Geologi Teknik (Insitut Teknologi Indonesia)

Daftar Pustaka

Adinugroho, Haryo Nurcahyo, Arya Rezagama, Dan Wiharyanto Oktiawan. 2016.


Perencanaan Detail Engineering Design (DED) TPA Regional
Kabupaten Dan Kota Magelang. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5,
No 1 (1-11)
Astono, Widyo, Pramiati Purwaningrum, dan Rima Wahyudyanti. 2015.
Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Dengan
Menggunakan Metode Sanitary Landfill Studi Kasus : Zona 4 Tpa
Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang. JTL Vol. 7 No. 1 (7 – 16)
Direktorat Bina Teknik Dirjen Bina Marga Kemen PU. 2009. Modul Pelatihan
Geosintetik Volume 1 Klasifikasi & Fungsi Geosintetik. Jakarta :
Kemen PU
Pradnyana, Dewa Bagus Angga, Prof. Ir. Indrasurya B.M, MSc., Ph.D, dan Prof.
Ir. Noor Endah, MSc, Ph.D. Perencanaan Perkuatan Lereng dan
Pelapisan Permukaan Kolam TPA di Desa Babadan, Kecapmatan
Ngajum, Gunung Kawi, Malang. Jurnal Teknik Pomits (1-6)

http://geoforce-indonesia.com/index.php?m=application&id=10

ZULFIKAR FAHMI KOMARA 33

Anda mungkin juga menyukai