Epidermis
juga mengandung
kelenjar ekrin,
kelenjar apokrin,
sebasea rambut dan
kuku, kelenjar
keringat ada 2 jenis:
eterin dan apoterin.
Fungsinya mengatur
suhu tubuh
menyebabkan panas di lepaskan dengan cara penguapan kelenjar ekrin terdapat di semua
daerah kulit, tidak terdapat pada selaput lendir. Kelenjar sebasea terdapat pada seluruh tubuh
kecuali di telapak tangan, kuku dan punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular yaitu
stratum lusidium atau lapisan jernih. Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tubuh dari
folikel rambut di dalamnya epidermis. Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel
tanduk yang menutupi bagian dorsal dari tangan dan kaki.
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis dilapisi oleh
membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak
jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai terdapatnya sel lemak.
C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini benjolan
serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak
ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposis.
Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada
kulit. Isolator panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
Menutup dan melindungi organ di bawahnya
Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
Tempat penimbunan lemak
Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan melalui 5 anak
otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit seluruh tubuh. Saraf simpatis
merangsang kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah menguap dan
diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap O2 dan CO2 dan uap air
kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh melalui
kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka bakar dapat dibagi menjadi
Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact Burns, Chemical Burns, Electrical Burns,
Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya karena air panas, merupakan kebanyakan penyebab
luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial/dalam
dengan waktu hanya 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik
(Jeschke, 2007).
b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun kejadian
injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun seiring penggunaan detektor
asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan
cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh
kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar (Jeschke,
2007).
c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan, butane,
minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik
menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit
yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena (Jeschke, 2007).
d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara
panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan
menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada
telapak tangan (Jeschke, 2007).
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa
kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia sebagai
bagian dari proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat
memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides
atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya
(Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak arus
masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat aliran listrik
memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju
bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi,
mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi
keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin terjadi.
Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan
sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik
dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami
vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya
akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah
sesegera mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-
gerakan untuk memperlancar sirkulasi (Jeschke, 2007).
Rule Of Nine
front =
18%
Perinium = 1%
Head = 10%
Head andand
Front neckback
= 10%
Head and neck = 14%
front = front =
18% 18%
Total: 100%
Usia 1-5 tahun Total: 100%
Usia 5-15 tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang berlokasi pada
pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan masih tetap hidup
tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus menerus selama penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran pembuluh
darah akibat respon luka
D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon vaskuler dan
seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang bertujuan untuk menghentikan
pendarahan, membersihan darah luka, benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini
terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan permeabilitas
kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah, penyuburan sel radang
disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh darah) selain itu juga terjadi rangsangan
terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka sehingga pada fase ini ditemukan tanda-
tanda inflamasi yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai dengan
akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi, fibroblas menghasilkan
mukopolisakarida asam amino dan protein yang merupakan bahan dasar kolagen yang
akan mempertemukan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan
growth factors. Pada fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan nutrisi dan
oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada dasar
luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi luas luka, proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF α.
E. FASE LUKA BAKAR
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera,
pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan, kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
H. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal
Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api,
luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas, segera
lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka
bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas.
Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 3-4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
kedua ketiga
Baxter RL 3-4 20-60% estimate vol Memantau output
ml/kgBB/%LLB plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 0% vol cairan
frozen plasma 24jam 24jam
7ml/kg/24jam 200ml DSW 1 fresh frozen
plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB
24 jam kedua
Di susun oleh:
SITI MUISYATUN M
(14401.16.17035)
PROBOLINGGO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS LUKA BAKAR
Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medical Bedah
Ruang R. 16 RS dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
SITI MUISYATUN M
14401.16.17035
Kelompok 12
PembimbingAkademik Pembimbing
CI
............................................. .............................................
LEMBAR KONSULTASI