A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan
Hartono, 2012).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman. (Kartika Sari, 2015:137).
2. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2016):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
D. Rentang Respon
Menurut Yosep (2012), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1 berikut:
Respon Adaptif Respon Maladaptif
E. Pohon Masalah
Resiko mencedera diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa
terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.Contoh stressor
internal adalah tidak berprestasi kerja, kehilangan orang yang dicintai, respon
terhadap penyakit kronis. Contoh stressor ekternal adalah serangan fisik, putus
hubungan, dikritik orang lain. Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang
menumpuk di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi.Marah juga bisa timbul
pada orang yang dirawat inap.
G. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
H. Intervensi Keperawatan
Perilaku Kekersan Klien Keluarga
SP I : SP I :
1. Mengidentifikasi 1. Mendiskusikan
penyebab marahnya masalah yang
klien. dirasakan keluarga
2. Membantu klien dalam merawat
mengungkapkan tanda klien.
dan gejala perilaku 2. Menjelaskan
kekerasan . pengertian, tanda,
3. Melatih klien cara dan gejala harga diri
mengontrol perilaku rendah yang dialami
kekerasan secara fisik klien beserta proses
: tarik nafas dalam terjadinya.
4. Memberikan pujian 3. Menjelaskan cara-
yang wajar terhadap cara merawat klien
keberhasilan klien. perilaku kekerasan.
5. Menganjurkan klien
memasukkannya
dalam jadwal kegiatan
harian
SP II : SP II :
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian klien. mempraktekkan
2. Melatih klien cara cara merawat klien
mengontrol perilaku dengan perilaku
kekerasan dengan cara kekerasan.
minum obat. 2. Melatih keluarga
3. Menganjurkan klien melakukancara
memasukkannya merawat langsung
kedalam jadwal kepada klien
kegiatan harian. perilaku kekerasan.
SP III : SP III :
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga
kegiatan harian klien. membuat jadwal
2. Melatih klien cara aktivitas dirumah
mengontrol perilaku termasuk minum
kekerasan dengan cara obat.
verbal/sosial. 2. Menjelaskan follow
3. Menganjurkan klien up klien setelah
memasukkannya pulang.
kedalam jadwal harian.
SP IV :
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien.
2. Melatih klien mengaji
dan mengajarkan klien
sholat
3. Menganjurkan klien
memasukkannya
kedalam jadwal harian.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer
bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal
145).
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main
catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan
itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi
dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program
kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitumengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga
dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
4. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2012 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo,
2014: hal 146).
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko
Prabowo, 2014: hal 146).