PENDAHULUAN
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalan patologi akhir berbagai macam penyakit
hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diamabil bahasa
yunani shichus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukan warna
aranye atau kuning kecokatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak bentuk
kerusakan hati yang ditandai fibrosis.
WHO memberi batasan histology sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat ifuus,
ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati normal kebentuk nodal-nodul yang abnormal.
Progresivitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Namun pada pasien hepatitis C, perjalanan hepatitis kroniknya dapat
berlangsung seama 40 tahun sebelum mengalami perubahan kearah sirosis.
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulakan sekitar 35.000 kematian pertahun
di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di AS, dan
bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada
decade keempat atau kelima kehidupan mereka akibat peyakit ini. Setap tahun ada tambahan
2000 kematian yang disebabkan karena gagl hati fulminan (fulminant hepatic failure) FHF.
1
1.3 Tujuan
a) Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas sistem
pencernaan dan menambah pengetahuan tentang penyakit serosis hati
b) Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah menambah wawasan bagi perawat
tentang penyakit serosis hati dan agar perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan baik pada pasien dengan penyakit serosis hati.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodous regerative. (sudoyo ayu, dkk 2009)
penyakit hati kronis ini dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-
lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan
vasculature normal. (Sylvia A.price)
3
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak dibagian teratas
rongga abdomen dan disebelah kanan bawah diafragma. Secara luas, hati dilindungi oleh
rongga iga.
Hati terbagi dalam dua lobus (bagian utama) dimana lobus kanan
(hepatic dextra lobe) berukuran lebih besar dri lobus kiri (heoatik sinistra lobe).
Dua lobus tersebut dibagi lagi menjadi empat lobus, yaitu lobus kanan (dektra lobe),
lobus kiri (sinstra lobe), lobus kaudatus (caudate lobe), dan lobus kuadratus (quadrate
lobe).
Permukaan hati pada bagian atas terbentuk cebung dan terletak di diafragma.
Permukaan bagian bawah tidak rata dan tidak memperlihatkan lekukan (fisura
transverses). Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk dan
keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan bagian kanan dan kiri dipermuakaan bawah,
sedangkan ligament falsiformis (falcifrom ligament ) memisahkan permukaan atas hati.
Setiap lobus terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polyhedral (segi banyak) dan
terdiri atas sel-sel hati berbentuk kubus yang disebut hepatosis (hepatocytes) serta
cabang-cabang pembuluh darah yang diikiat bersama oleh jaringan konektif hati.
Peredaran darah hati ada dua macam, yaitu memperdarahi hati (arteri hepatica-hepatic
artery) dan keluar dari hati (vena hapatika- hepatic vein).
Fisiologi hati
4
Memproduksi hemoglobin yang merupakan bahan dasar dari empedu
Mengubah amino menjadi urea.
Fungsi pengaturan hematologi.
Membentuk sel darah merah pada masa hidup janin
Berperan menghancurkan sel darah merah.
2.3. Etiologi
a) Hepatitis B dan C
b) Penyakit hati dan alkoholik
c) Kriptogenik
d) Factor autoimin atau kondisi lain
2.4. Patofisiologi
Beberapa fakto yang terlibat dalam keruakan sel hati adalah defisiensi ATP (akibat
gangguan metabolisme sel). Peningktan pembentukan metaboit oksigen yang sangant reaktif
dan defisiensi antioksidan atau kerusakan enzim perlindungan (glutatoin piroksida) yang
timbul secara bersmaan. Sebagai contoh metanolit oksigen akan beraksi dengan asam lemak
tak jenuh pada fosfolipid. Hal ini membantu kerusakan membranplasma dan organel sel
(lisosom, retikulum endoplasma),akibatnya konsentrasi kalsium di sitosol meningkat, serta
mengaktikan protease dan enzim lain yang akhirnya kerusakan sel menjadi irevesibel
(Sibernagl, 2007).
Pembentkan jaringan fibrotic di dalam hati terjadi dalam beberapa tahap, jika hepatosit
(sel hati) yang rusak atau mati, diataranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan
pelepasan sitokin dari matriks ekstrasel. Sitokin dengn debris sel yang mati akan
mengaktifkan sel kufler di sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, limfosit, dan
monosit). Berbagai pertumbuhan dan sitokin kemdudian dilepaskan dari sel kufler dan sel
inflamasi yang terlibat.
5
Faktor pertumbuhan ini dan sitokin akan memberikan manifestasi sebagai berikut:
Berbagai interaksi ini (penjelasan yang lebih rinci belum sepenuhnya dipahami
)memberikan manifestasi peningktan pembentukan matrik ektrasel oleh miofibroblas. Hal ini
menyebabkan peningktan akumulasi kolagen (tipe I, III, dan IV), proteoglikan, dan
glikoprotein di hati.
Jumlah matrik yang berlenihan dapat dirusak (mula-mula oleh metaloprotease) dan
hepatosis dapat mengalmai regenerasi. Jika nekrosis terbatas pada lobuus hati, mka
penggantian struktur hati yang sempurna memungkinkan terjadi. Namun, jika nekrosis telah
meluas menembus parenkim perifer lobular hati, maka akan terbentuk jaringan ikat.
Akibatnya, terjadi regenerasi fungsioanal dan arsitektur tidak sempurna dan berbntuk nodul-
nodul (sirosis).
6
b) System saraf pusat,tanda dan gejala ensefalopati hepatic yang berlangsung
progrsif dan meliputi letargi, perubahan mental, bicara pelo, asteriksis,
neuritis perifer, paranoia, halusinasi, samnolensia dan koma.
c) Hematologic, kecenderungan berdarah (epistaksis gejala mudah memar,
gusi yang mudah berdarah).
d) Endokrin, atrofi testis, ketidakteraturan haid, ginekomastia dan buu dada
serta ketiak rontok akibat penurunan metabolisme hormone.
e) Kulit, pigementasi yang abnormal, spider angioma (spider naevi), eritema
palmarum, dan gejala ikterus yang berhubungan dengan kerusakan funngsi
hati.
f) Hepatic, ikterus akibat penurunan metaabolisme bilirubin, hepatomegai
yang terjadi sekunder karena pembentukan paru pada heti dan hipertensi
porta dan penurunan kadar protein plasma.
2.6. Klasifikasi
7
3. Sirosis bilaris, dimana terjadi pembentukan jaringan parut dalam hati
disekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi edera akibat obstruksi
system bilier intrahepatik atau ekstrahepatik yan kronis dan infeksi
(kolingitis), insidensnya lebih rendah dari pada insiden sirosis Laennec
dan pasca nekrotik. Kelainan ini berkaitan dengan gangguan ekskresi
empedu, dekstruksi parenkim hati, dan fibrosis progresif yang ditandai
oleh:
a. Peradangan kronis
b. Obliterasi fobrosa duktus empedu intrahepatik. Sirosis hepatk biliaris
terdiri atas primer dan sekunder.
4. Sirosis kardiak terjadi akibat gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan yang
berat dan memanjang. Etiologi gagal jantung sisi kiri-kanan transmisi
retrograde dari peningkatan tekanan vena melalui vena kava inferior dan
vena hepatica, menyebabkan kongesti hati.
8
7. Pemeriksaan feses memperlihatkan penurunan kadar urbilirubunogen
dalam feses.
2.8. Komplikasi
Komplikasi serosis hepatis meliputi:
Gangguan respirasi
Asites
Hipertensi porta
Ikterus
Koagulopati
Ensefalopati hepatic
Varises esophagus yang mengalami pendarahan, pendarahan akut GI
Gagal hati
Gagal ginjal
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Simtomatis
2. Suportif, yaitu antara lain:
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya: cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus hepatitis C dapat dicoba dengan interferon.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP).
c. Hepatorenal syndrome
d. Paseien diistiratkan dan dipuasakan
e. Pemasangan IVFD berupa garam fisiologi dan kalu perlu transfuse
9
f. Pemasangan NGT hal ini mempunyai banyak sekalin kegunaannya
yaii: untuk mengetahui pendarahan, cooling dengan es, pemberian
obat-obatn, evaluasi pendarahan
g. Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, antifibrinotik, vitamin
K, vasopressin, oktriotide dan somatostatin
h. Disamping itu perlu tindakan-tindakan lain dalam rangka tindakan
menghentikan pendrahan misalnya pemasangan balon tamponad dan
tindakan skleroterapi/ ligasi atau oesophageal transaction
i. Ensefalophty hepatic
j. Mengenali dan mengobati factor pencetus
k. Itervensi untuk menurunkan produksi dan absobsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan: diet rendah protein,
pemberian antibiotic (neomisin), pemberian actulose/lactikol
l. Obat-obat yang memodifikasi balance neutronmister” secara langsung
(bromocriptin, flumazemil) dan tak langsung (pemberian AARS).
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian sirosis hepatis terdiri dari pegkajian namnesis, pemerikasaan fisik, dan
evaluasi diagnostic. Pengkajain difokuskan padarespon penurunan fungsi hati dan hipertensi
portal.
Pada penurunan fungsi hati, keluhan utama yang didaptkan bervariasi sesuai tingkat
toleransi individu. Keluhan cepat lelah atau meras lemah merupakan keluahan utama yang
paling alazim didapatkan akibat penurunan fungi hati. Hal ini berhubungan dengan kegagalan
hati dalam melakukan fungsi sintesis dan fungsi metabolic.
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, pasien mengeluh adanya ikterus, anoreksia,
mula, muntah, kulit gatal, dan gangguan pola tidur. Pada beberapa pasien juga mengeluh
demam ringan, nyeri otot, nyeri dan merasa ada benjolan pada abdomen kanan atas, keluhan
nyeri kepala, keluhan riwwayat mudah mengalami pendarahan, serta bisa di dapatkan adanya
perubahan secara progresif sebagai respon dari hepatic ensefalopati, seperti agitasi (gelisah),
tremor, disorientasi, cofusian, kesadran delirium sampai koma. Keluhan asites pada edema
perifer dihubungkan dengan hipoalnuminemia sehingga terjadi peningkatan permeabilitas
vascular dan memyebabkan perpindahan cairan keruangan ketiga.
Pada kondisi hipertensi portal, keluhan yang dilaporkan adlah perut membesar (asites),
edema ekstermitas, dan adanya riwayat pendarahan (hematemesis dan melena). Mual dan
muntah yang berkepanjangan dapy menyebabkan dehidrasi. Keluahan mudah mengalami
pendarahan.
Pada pengkajian riwayat penykit dahulu didapatkan adanya riwayat menderita hepatitis
virus, khususnya hepatitis B dan C, riwayat penggunaan alcohol, dan riwayat penyakit
jantung yang penyeabnya belum jelas.
11
Pemeriksaan fisik, survey umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah sampai sangat lemah.
TTV biasa normal atau bisa didaptkan perubahan, seperti takikardia dan peningkatan
pernafasan.Pada pemeriksaan fisik dilakukan pada seluruh system organ tubuh karena efek
sirosis memmpengaruhi seluruk organ tubuh.
B. Scenario kasus
Seorang laki-laki usia 49 tahun dirawat diruangan perawatan penyakit dalam. Pasien
sudah sering keluar masuk rumah sakit, keluarga mengatakan sebelumnya pasien pernah
sakit kuning. Kondisi pasien saat ini samnolen, lemes, sering mengeluh sesak jika berbaring,
asites, perkusi abdomen dulnese edema tungkai +, sclera jaundice, nafsu makan menurun.
Melihat kondisi pasien keluarga mengtakan sudah pasrah.
1. Keluhan utama:
Keluarga pasien mengatakan pasien Lemes, sering mengeluh sesak jika berbaring, asites,
sclera jaundice dan nafsu makan menurun.
Keluraga pasien mengatakan pasien sering keluar masuk rumah sakit, sebelumnya
pasien pernah sakit kuning. Keluarga pasien mengatakan pasien saat ini pasien Lemes,
sering mengeluh sesak jika berbaring, asites, sclera jaundice dan nafsu makan menurun.
3.2 Diagnosa
Nyeri kronis b.d agen injuri biologi ( hati yang membesar serta nyeri tekan asites )
Intoleransi aktifitas b.d kelelahan dan penurunan berat badan
Hipertermia b.d proses inflamasi pada sirosis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.b anoreksia dan
gangguan gastrointestinal
12
3.3 Intervensi
Nyeri kronis b.d agen injuri biologi ( hati yang membesar serta nyeri tekan
asites )
Indicator 1 2 3 4 5
Mengenai awitan
nyeri
Menggunakan
tindakan
pencegahan
Melaporkan
nyeri dapat
dikendalikan
Indikator 1 2 3 4 5
Ekspresi nyeri
pada wajah
Gelisah atau
ketegangan otot
Durasi epesode
nyeri
13
Merintih dan
menangis
Gelisah
1) Pengkajian
Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan prtama untuk mengumpulkan
data.
Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 1-10.
Dalam mengkaji nyeri pasien,gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien.
2) Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian nyeri secara kompresif meliputi lokasi,karakteristik,awitan
dan durasi,frekuensi,kualitas,intensitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan,khususnya pada mereka yang tidak
mampu berkomunikasi efektif
3) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum,frekuensi,frekuensi pemberian,kemungkinan efek samping,kemungkinan
interaksi obat,kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi obat.
Intrusikan pasien intuk menginformasikan pada perawat jika peredaan
nyeri tidak tercapai.
Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid (
resiko ketergantungan atau overdosis ).
4) Manajemen nyeri
Berikan informasi tentang nyeri,seperti penyebab nyeri,beberapa lama akan
berlangsung,dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
o Ajarkan penggunaan teknik nonfarmokologi.
14
5) Kolaborasi
Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (
misal,setiap 4 jam selama 36 jam ) atan PCA.
6) Perawatan dirumah
Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang diperlukan dalam
pemberian obat.
Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik, energy psikomotorik, dan perawatan diri,
ADL.
Indikator 1 2 3 4 5
Saturasi oksigen saat
beraktivitas
Frekuensi pernapasan saat
beraktivitas
Kemampuan untuk
berbicara saat beraktivitas
fisik
Indikator 1 2 3 4 5
Menyadari keterbatasan energy
Menyeimbangkan aktivitas dan
istirahat
Mengatur jadwal aktivitas untuk
menghemat energy
1) Pengkajian
Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan ADL
Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
16
Penggunaan peralatan seperti oksigen saat aktivitas
Penggunaan tehnik relaksasi selama aktivitas
Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga
Tindakan untuk menghemat energy
Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri yang akan
meminimakan konsumsi oksigen
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan
5) Aktivitas kolaboratif
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik atau rekreasi untuk merencanakan dan
memantau program aktivitas, jika perlu.
Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan kesehatan jiwa dirumah
Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawtan rumah, jika perlu
Rujuk pasien keahli gizi untuk perencanaan diet
Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung
6) Perawatan dirumah
17
4 ringan
5 tidak ada gangguan
Indicator 1 2 3 4 5
Peningkatan suhu kulit
Hipertermia
Dehidrasi
Mengantuk
Berkeringat saat panas
Denyut nadi radialis
Frekuensi pernapasan
Dapatkan riwayat hipertermi maligma, kematian akibat anastesi, atau demam pasca bedah
pada indivudu atau keluarga
Pantau tanda hipertermi maligna
3) Regulasi suhu:
18
4) Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
Ajarkan pasien dan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermi
Regulasi suhu (nic); ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang diperlukan , jika perlu
6) Aktivitas lain
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
Gunakan waslap dingin di aksila, kening, tengkuk dan lipat paha
Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari dengan tambahan cairan selama
aktivitas berlebihan atau aktivitas dalam cuaca panas
Gunakan kipas yang berputar diruangan pasien
Gunakan selimut pendingin
7) Perawatan dirumah
19
3. Cukup adekuat
4. Adekuat
5. Sangat adekuat
Indicator 1 2 3 4 5
Makanan oral, pemberian
makanan lewat selang, atau
nutrisi parenteral total
Asupan cairan oral atau IV
1) Pengkajian
2) Manajemen nutrisi:
20
Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang berizi dan tidak mahal
Manajemen nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
4) Aktivitas kolaboratif
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang
mengalami ketidakadekuatak asupan protein
Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan lengkap,
pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat jika pasien tidak dapat memenuhi asupan
nutrisiyang adekuat
Manajemen nutrisi; tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi jika
diperlukan jumlah kalori, dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
3.4 Evaluasi
1. Nyeri berangsung hilang
2. Intoleransi aktifitas
3. Hipertermia berangsung turun/hilang
4. Nutrisi tercukupi
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
yang besirrlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodous regerative. (sudoyo ayu, dkk 2009).
Yang biasa ditandai dengan Anoreksia akibat perubahan citra rasa terhadap makanan
tertentu. Mula dan muntah akibat respons inflamasi dan efek sitemik inflamasi hati. Diare
akibat malabsorbsi. Nyeri tumpul abdomen akibat inflamasi hati.
4.2 Saran
Sirosis perlu diakukan pengobatan bertujuan dengan mencegah kerusakan hati lebih
lanjut, mengobati komplikasi, dan mencegah atau deteksi dini kenker hati. Dan transplantasi
hati saat ini menjadi salah satu piihan penting untuk pengobatan pasien sirosis hati.
22
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, Hardhi & Huda Nurarif, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic- Noc Edisi revisi Jilid 3. Jogjakarta :
Mediaction Publishing.
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011.Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika.
Sulaiman, H. Ali, dkk. 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi pertama.Penertbit
buku ini dikelolah oleh: Jayabadi.
Amin Huda Nurarif, dkk. 2015. Nanda NIC NOC. Jogjakarta. Mediaction
Jurnal A 78 yerars old woman wiyh hepatic cirrhosis, ryan wahyudo, faculty of medicine,
lampung university.
23