Anda di halaman 1dari 6

1. Mengapa kita perlu mempelajari hukum perlindungan dan pidana anak?

Berikan
penjelasan

Jawab :
Karena, Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua,
keluarga, maupun masyarakat sekitarnya. Perlindungan yang diberikan pada anak
merupakan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan juga dapat bersosialisasi di lingkungan sekitarnya. Anak
merupakan anugerah sekaligus amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang seharusnya kita
jaga dan lindungi. Kejahatan atau tindak pidana pada dasarnya dapat terjadi pada
siapapun dan dapat juga dilakukan oleh siapapun baik itu pria, wanita maupun anak-
anak. Anak sangat rentan atau rawan menjadi korban tindak pidana kekerasan fisik yang
mana anak merupakan manusia yang sangat lemah dan masih membutuhkan
perlindungan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya.Anak adalah pewaris dan
pelanjut masa depan suatu bangsa.Perlindungan terhadap anak merupakan suatu usaha
untuk mengadakan kondisi untuk melindungi anak dapat melaksanakan hak dan
kewajiban. Melindungi anak adalah melindungi manusia seutuhnya. Perlindungan anak
merupakan potensi melindungi generasi penerus bangsa.Maka dari itu mempelajari
hukum perlindungan dan pidana anak sangat penting, agar kita dapat dengan cepat dan
sigap dalam mengambil keputusan jika terjadi sebuah tindak pidana terhadap anak
disekitar kita.

2. Berikan pendapat mengenai perlindungan terhadap anak di Indonesia dihubungkan


dengan deklarasi hak-hak anak dan aturan-aturan hukum lain mengenai perlindungan
anak !
Jawab :
Indonesia sendiri meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) melalui Keppres No.36
tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990. Konsekwensi atas telah diratifikasinya
Konvensi Hak Anak tersebut, maka Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang terkandung dan atau memiliki kewajiban untuk memenuhi
hak-hak anak yang diakui dalam KHA yang secara umum memberikan perlindungan dan
penghargaan terhadap anak, agar anak dapat merasakan seluruh hak-haknya, sehingga
terjauh dari tindakan kekerasan dan pengabaian.
Menurut Saya, Sebagai individu maupun negara, sudah seharusnya setiap orang
menyimak pasal demi pasal rumusan Konvensi Hak Anak yang terdiri dari 3 bagian yang
mencakup kandungan substantif hak anak, mekanisme pelaksanaan dan pemantauan,
serta pemberlakuan sebagai hukum yang mencakup secara internasional. Sehingga
setidaknya akan mampu mendapat pemahaman tentang empat kategori Hak Anak yaitu
hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak memperoleh perlindungan dan hak
untuk berpartisipasi atau dihargai pendapatnya.
Kemudian setelahnya adalah melakukan monitoring situasi dengan
mengumpulkan berbagai bahan atau informasi tentang masalah seputar anak. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang isu anak. Periksa ulang
kembali segala informasi yang didapatkan untuk memastikan keakuratan informasi
tersebut. Kemudian lakukan analisis situasi untuk memetakan berbagai masalah anak
secara periodik
Terkait dengan hak-hak anak selain mengacu kepada KHA, kita juga dapat
menghubungkannya dengan berbagai instrument yang terkait dengan anak, seperti
Konvensi ILO, Deklarasi dan sebagainya yang juga merupakan perjanjian-perjanjian
International.
Dengan adanya KHA (dan instrument international mengenai HAM lainnya) dapat
digunakan sebagai acuan yang bisa digunakan untuk melakukan advokasi bagi
perubahan atau mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan-kebijakan
ataupun program yang lebih baik bagi anak-anak.
Hak Anak atas pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dapat kita lihat
menggunakan instrument hukum yang ada baik secara international maupun nasional.
Daftar instrument hukum yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam hak anak atas
pendidikan meliputi Instrumen international yang berisi Konvensi Hak –Hak Anak
khususnya pasal-pasal 28, 29, dan 31, Konvenan International Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya khususnya pasal 13 dan Konvensi Menentang Diskriminasi dalam Pendidikan
(UNESCO Convention against Discrimination in Education). Sementara untuk Instrumen
nasional berisi Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dengan menggunakan instrument pemantauan hak atas pendidikan pada anak,
maka kita dapat memperoleh gambaran mengenai desain sistem serta strategi
pendidikan yang ada di Indonesia, dan dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk
menyiapkan kepentingan advokasi baik tingkat nasional maupun international.
Dalam Laporan Tinjauan Pelaksanaan Konvensi Hak Anak di Indonesia tahun
1997-2009 tentang pendidikan dalam hal kekerasan di sekolah, Komite Hak Anak
memberikan rekomendasi ke pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan-tindakan
dalam mengurangi kekerasan di sekolah sekolah. Ornop Koalisi melihat bahwa
pemerintah telah mengatur perlindungan anak dari kekerasan di sekolah melalui UU No.
23/2002 tentang PA pasal 54 yang berbunyi ”Anak di dalam dan di lingkungan sekolah
wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah
atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan
lainnya”.

3. Berikan penjelasan mengenai sanksi terhadap anak yang melanggar hukum pidana
( melakukan tindak pidana) hubungkan dengan KUHP, UU no.3 tahun 1997 tentang
pengdilan anak dan uu no. 11 tahun 2012 tentang SPPA !

Jawab :
Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis
sanksi, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun (Pasal
69 ayat (2) UU SPPA) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke
atas.

a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU SPPA):
 Pengembalian kepada orang tua/Wali;
 Penyerahan kepada seseorang;
 Perawatan di rumah sakit jiwa;
 Perawatan di LPKS;
 Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
 Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
 Perbaikan akibat tindak pidana.
b. Sanksi Pidana
Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi
atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal 71 UU SPPA):
Pidana Pokok terdiri atas:
 Pidana peringatan;
 Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga, pelayanan
masyarakat, atau pengawasan;
 Pelatihan kerja;
 Pembinaan dalam lembaga;
 Penjara.
Pidana Tambahan terdiri dari:
 Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
 Pemenuhan kewajiban adat.
Selain itu, UU SPPA juga mengatur dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas)
tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: (lihat Pasal
21 UU SPPA)
a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau

b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di


instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial,
baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 45 KUHP menyatakan bahwa: “Dalam menuntut orang yang belum cukup
umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur 16 (enam belas) tahun,
hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada
orang tua, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun, atau memerintahkan
supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apa pun, yaitu jika
perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut pasal 489, 490,
492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 532, 536 dan 540 serta belum lewat 2 (dua)
tahun sejak dinyatakan salah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran
tersebut diatas, dan putusannya menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana”. Dari
ketentuan tersebut berarti seseorang yang umurnya telah lebih dari enam belas tahun,
maka ia dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan pidana yang diberlakukan bagi
orang dewasa.
Sementara dalam Pasal 47 KUHP ancaman pidana bagi anak yang belum berumur
16 tahun dapat berupa: 1. Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana
pokok terhadap perbuatan pidananya dikurangi sepertiga. 2. Jika perbuatan merupakan
kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, maka
dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. 3. Pidana tambahan yang
tersebut dalam Pasal 10 sub b, nomor 1 dan 3, tidak dapat dijatuhkan terhadap anak
nakal yang berumur 12 (dua belas) tahun dan melakukan tindak pidana sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
yang diancam dengan hukuman mati atau seumur hidup.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak mengikuti
ketentuan pidana pada Pasal 10 KUHP, dan membuat sanksinya secara tersendiri. Pidana
pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal terdapat dalam Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 ialah: a. pidana penjara b. pidana kurungan c.
pidana denda d. pidana pengawasan Terhadap anak nakal tidak dapat dijatuhkan pidana
mati, maupun pidana seumur hidup, akan tetapi pidana penjara bagi anak nakal
maksimal sepuluh tahun. Jenis pidana baru dalam undang– undang ini adalah pidana
pengawasan yang tidak terdapat dalam KUHP. Pidana tambahan bagi anak nakal dapat
berupa: a. perampasan barang tertentu; dan/atau b. pembayaran ganti rugi. Ancaman
pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana sesuai
dengan Pasal 26 ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997, paling lama setengah
dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Dalam hal tindak pidana
yang dilakukan diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka bagi anak
ancaman pidananya menjadi maksimal sepuluh tahun. Sedangkan yang belum berumur
delapan tahun walaupun melakukan tindak pidana, belum dapat dijatuhkan ke sidang
pengadilan anak. Ini didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan
pedagogis, bahwa anak yang belum berumur delapan tahun itu belum dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya. Akan tetapi dalam hal anak itu melakukan tindak
pidana dalam batas umur delapan tahun akan tetapi belum berumur 18 tahun maka ia
dapat diajukan ke depan sidang pengadilan anak. Khusus mengenai sanksi terhadap
anak dalam undang–undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu
bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan
terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana.
Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik,
mental dan sosial anak.

Anda mungkin juga menyukai