Anda di halaman 1dari 3

JURU SITA BESERTA TUGAS DAN TANGGUNG JAWABNYA

A. PENGERTIAN
Salah satu fungsionaris yang ikut berperan dalam penanganan mekanisme serta
organisme peradilan adalah pejabat yang disebut Juru Sita (dahulu dinamakan dengan
deurcwaarder).[1] Dilingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama terdapat petugas
yang termasuk kelompok kerja fungsional yang disebut Juru Sita dan Juru Sita Pengganti.
Juru Sita adalah Pegawai Negri yang melakukan tugas kejurusitaan sebagaimana
ditentukan Pasal 6 (1) Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum atau
Pasal 103 (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
menyebutkan bahwasannya masing-masing Juru Sita tersebut diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri yakni Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Mentri Agama atas
usul Ketua Pengadilan. Adapun Juru Sita Pengganti adalah pelaksana tugas
kejurusitaan pada Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama yang diangkat dan
diberhentikan oleh Ketua Pengadilan.
Dasar hukum yang berhubungan dengan Juru Sita dapat ditemukan dalam
peraturan-peraturan lama yaitu R.O (Rechterhijke Organisasi) atau Susunan Kehakiman
dan Kebijaksanaan Mengadili, yakni pada bab VII. Juru Sita adalah pejabat umum (pasal
193) yang diangkat untuk tugas-tugas sebagaimana disebutkan dalam pasal 196 tentang
Juru Sita.[2]
Dengan demikian Juru Sita/Juru Sita Pengganti adalah Pegawai Negri yang
memang sengaja diangkat oleh pemerintah untuk melakukan tugas kejurusitaan di
Pengadilan dimana ia bertugas. Juru Sita/Juru Sita Pengganti adalah bagian dari
kepaniteraan suatu pengadilan sebagaimana disebut dalam SK 004/SK/I1/92. Mahkamah
Agung RI tentang organisasi dan tata kerja Kepaniteraan PA/PTA, Kepaniteraan
merupakan unsur pembantu pimpinan dan bertanggung jawab kepada ketua, bertugas
memberikan pelayanan tehnis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan
lain berdasar undang-undang dan berfungsi antara lain kegiatan pelayanan administrasi
perkara dan persidangan serta pelaksanaan putusan perkara perdata dimana jurusita terlibat
didalamnya.
B. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB JURU SITA
Tentang tugas Juru Sita, Undang-undang No. 7 Tahun 1989 pasal 103 serta
Undang-undang No. 2 tahun 1986 pasal 65 menyebutkan Juru Sita bertugas :
1. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang.
2. Menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran dan pemberitahuan penetap-
an atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang.
3. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan.
4. Membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.[3]
Selain tugas-tugas di atas, menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
: KMA/055/BK/X/1996 tentang Tugas dan Tanggung Jawab serta Tata Kerja Juru Sita
pada Pengadilan Negri dan Pengadilan Agama pasal 5, Juru Sita juga mempunyai tugas
untuk :
Melakukan pemanggilan, melakukan tugas pelaksanaan putusan pengadilan yang dipimpin
oleh Ketua Pengadilan, membuat berita acara pelaksanaan putusan yang salinan resminya
disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, melakukan penawaran pembayaran
uang, serta membuat berita acara penawaran pembayaran uang dengan menyebutkan
jumlah dan uraian jenis mata uang yang ditawarkan.
Juru Sita berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan.
Tentang wewenang Juru Sita sebagaimana ditentukan dalam Pasal 65 (2) UU No. 2 Tahun
1986 dan Pasal 103 (2) UU No. 7 Tahun 1989. Sebagai aparat hukum pendukung
pengadilan, tanggung jawab Juru Sita/Juru Sita Pengganti dalam konteks kelembagaan
adalah kepada Ketua Pengadilan dimana secara administratif bertanggung jawab kepada
Panitera. Hal ini diatur dalam Pasal 8 Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor :
KMA/055/SK/X/1996.
(1) Dalam hal ditunjuk melakukan eksekusi, Juru Sita atau Juru Sita Pengganti bertanggung
jawab kepada Ketua Pengadilan.
(2) Dalam hal melaksanakan perintah pemanggilan/penyampaian pengumuman, tegoran,
protes-protes dan pemberitahuan, Juru Sita atau Juru Sita Pengganti bertanggung jawab
kepada Ketua Pengadilan/Ketua Sidang.
(3) Dalam hal melakukan sita, Juru Sita atau Juru Sita Pengganti bertanggung jawab pada
Ketua Pengadilan/Ketua Sidang.[4]
Apabila kita lihat dalam Pasal 198 R.O tugas dan wewenang Juru Sita ialah
melakukan pemberitahuan pengadilan, pengumuman, protes-protes dan exploit-exploit
lain yang bersangkutan ataupun tidak bersangkutan dengan perkara yang sedang dalam
proses, juga untuk mengadakan segala macam panggilan, teguran dan pemberitahuan
tentang kapan dimulainya perkara atau instruksi yang bersangkutan dengan perkara
perdata ataupun perkara pidana dan menjalankan semua exploit untuk melaksanakan
perintah-perintah hukum, keputusan hakim dan arrest-arest baik dalam perkara perdata
maupun pidana.[5]
Juru Sita berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum Pengadilan yang
bersangkutan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pasal 104 Undang-undang No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama serta Pasal 66 Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum telah mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan tugas Juru Sita diatur oleh Mahkamah Agung. Juga bisa dilihat dalam HIR
pasal 388 sampai 391.
Perlu diketahui bahwa apa yang dilakukan oleh Juru Sita harus sesuai dengan apa
yang ditugaskan kepadanya, karena tugas-tugas tersebut termasuk dalam pengawasan dari
Mahkamah Agung ( pasal 32 (1) (2) (3) (4) (5) ) dari UU No. 14 Tahun 1970, termasuk
didalamnya dengan melihat :
- Kemampuan di bidang tekhnis dan administrasi ;
- Moralitas dan perilakunya.

[1] Soebyakto. 1997. Tentang Kejurusitaan Dalam Praktik Peradilan


Perdata. Jakarta:Kencana. Halaman 1.
[2] Mahkamah Agung RI. 2004. Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta. Halaman 4.
[3] Mahkamah Agung RI. 2004. Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta. Halaman 5
[4] Mahkamah Agung RI. 2004. Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta. Halaman 6
[5] Mahkamah Agung RI. 2004. Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta. Halaman 7

Anda mungkin juga menyukai