Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman Nicotiana Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan untuk sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Di Indonesia, tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing tobacco atau tembako kunyah) (Tendra, 2003). Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak 31% nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melalui membran sel. Asap rokok pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat sehingga di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok. Pada perokok yang menggunakan pipa, cerutu dan berbagai macam sigaret Eropa, asap rokok bersifat basa dengan pH 8,5 dan nikotin pada umumnya tidak dalam bentuk ion dan dapat diabsorpsi dengan baik melalui mulut (Aula, 2010). Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirolidin yang terdapat dalam Nikotiana tobacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sistesisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan (PP RI No. 19 Tahun 2003). Formula kimia dari nikotin adalah C10H14N2 yaitu cairan berminyak yang beracun dan tidak berwarna atau terkadang berwarna kekuningan. Nikotin merupakan obat perangsang yang memiliki efek berlawanan yaitu memberikan rangsangan sekaligus menenangkan. Nikotin menyebabkan ketagihan karena dapat memicu dopamine yaitu unsur kimia di dalam otak yang berhubungan dengan perasaan senang (Yumaria, 2002).
B. Efek dan mekanisme
Nikotin dapat meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi jantung meningkat dan kontraksi jantung meningkat sehingga menimbulkan tekanan darah meningkat (Tawbariah et al., 2014). Mengubah sel otak secara kimiawi. Bila dibandingkan dengan non-perokok, sel otak perokok khususnya sel reseptor otak telah terbukti memiliki lebih sedikit reseptor dopamin. Reseptor sel otak adalah molekul yang berada di luar sel berinteraksi dengan molekul yang sesuai dengan reseptor, sama seperti sebuah lubang kunci dan kunci. Reseptor (lubang kunci) penting karena mereka menjaga dan menengahi fungsi sel. Misalnya ketika molekul yang tepat (kunci) muncul, ia membuka reseptornya, untuk melakukan fungsi sel tertentu. Reseptor spesifik memediasi aktivitas sel yang berbeda. Perokok memiliki lebih sedikit reseptor dopamin, reseptor sel tertentu yang ditemukan di otak yang diyakini berperan dalam kecanduan. Dopamin biasanya dilepaskan secara alami saat makan, minum dan berkopulasi. Pelepasan dopamin diyakini memberi rasa penghargaan Salah satu hipotesis utama mengenai mekanisme kecanduan berteori itu. Paparan nikotin awalnya meningkatkan transmisi dopamin, namun kemudian menurunkan jumlah reseptor dopamin dan fungsinya. Peningkatan aktivitas dopamin dari hasil metabolit nikotin pada awalnya memberikan perasaan menyenangkan bagi si perokok, namun selanjutnya penurunan dopamin akan membuat perokok berkeinginan lebih untuk merokok. Nikotin dan zat beracun lainnya dari asap rokok diserap melalui Paru-paru masuk ke aliran darah dan beredar di seluruh tubuh. Zat ini merusak Dinding pembuluh darah, yang memungkinkan plak terbentuk lebih cepat dari pada yang bukan perokok. Dengan cara ini, merokok meningkatkan risiko penyakit jantung dengan mempercepat aterosklerosis. Selain itu, penelitian terbaru di Jepang menunjukkan penurunan elastisitas arteri koroner bukan perokok yang terukur setelah 30 menit terpapar asap tangan kedua. Konsumsi nikotin meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah tinggi mengisyaratkan agar pompa jantung lebih keras untuk mengatasi tekanan yang berlawanan di arteri. Peningkatan kerja ini, seperti yang terkait dengan Denyut jantung meningkat, bisa membuat jantung lebih cepat bekerja.
C. Dampak Penyalahgunaan D. E. Peraturan F. G. Pola/Langkah Bijak H. I. Daftar Pustaka J.