OLEH :
ISMI NURHASANAH
A1A015013
DOSEN PENGAMPU:
Dra.EMI AGUSTINA,M.Hum.
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
A. Tujuan
Novel ini mengisahkan sebuah cerita cinta yang tidak biasa. Kisah
cinta Sabari kepada Marlena, teman satu sekolahnya ketika SMA, yang
merupakan anak kampung tetangga. Sabari yang sebelumnya tidak terlalu
tertarik dengan kisah cinta dan wanita, mendadak berubah 180 derajat soal
cinta, sejak Marlena memberikan sebatang pensil kepadanya sebagai hadiah
setelah Marlena merebut paksa kertas jawaban Bahasa Indonesia Sabari pada
saat ujian masuk SMA. Berikutnya, Sabari yang lugu dan pandai berpuisi -
yang diwarisi dari ayahnya- selalu membuatkan puisi cinta untuk pujaan
hatinya, Lena. Sebanyak dia membuatkan puisi cinta, sebanyak itu pula Lena
menolaknya, bahkan menghinanya. Namun toh penolakan Lena tak membuat
Sabari berkecil hati. Sabari melakukan apa saja yang menurut Zuraida,
temannya Lena, disukai oleh Lena.
Tapi rupanya, cinta Sabari kepada Lena adalah cinta yang tak pada
umumnya. Seburuk apapun citra Lena di masyarakat, Sabari tetap merindukan
kehadiran Marlena. Suatu hari, didengarnya pertengkaran hebat antara
Marlena dan ayahnya, Markoni. Konon, pertengkaran tersebut disebabkan
karena terjadi ‘hal yang tak diinginkan’ dalam pergaulan Lena yang berganti-
ganti pasangan itu. Dianggap sebagai penabur abu di wajah ayahnya, ayahnya
berang. Sabari yang mengetahui hal tersebut kemudian mengorbankan dirinya
dengan menikahi Marlena. Ayah Marlena setuju, mengingat Sabari adalah
karyawan terbaik dua tahun berturut-turut di perusahaan batako miliknya.
Zorro, adalah Amiru, adalah anak Lena dengan entah siapa, yang sejak Lena
menikah dengan Sabari menjadi anak laki-laki sabari yang amat sangat
dicintai oleh Sabari. Tindakan Lena yang tetap jarang pulang setelah menikah
dengan Sabari, membuat Sabari seorang diri membesarkan Zorro.
Sang ayah adalah satu dari tiga bersaudara yang sangat mencintai
sepak bola yaitu Si Bungsu. Ayah Ikal yang berperan sebagai pemain
sayap kiri, sedangkan kakak pertamanya bertindak sebagai gelandang dan
kakak keduanya melesat di posisi kanan luar. Mereka berjuang melawan
Belanda dengan memenangkan setiap pertandingan sepak bola melawan
tim Belanda. Itu membuat pimpinan VOC, Van Holdem terancam. Van
Holdem pun melarang 3 saudara tersebut bermain dalam pertandingan
sepak bola. Mereka pun dibawa ke tangsi (tempat penyiksaan) dan hari
selanjutnya mereka kembali bekerja di Parit Tambang. Tak lama
kemudian, para kuli Parit Tambang bertanding melawan tim Belanda.
Dalam kompetisi sepak bola Distric Beheerder, termasuk 3 saudara
tersebut. Tim Parit Tambang pun dapat memenangkan pertandingan
dengan skor 1-0. Gol tersebut merupakan satu-satunya dicetak oleh Si
Bungsu. Dengan semangat Si Bungsu berteriak “Indonesia! Indonesia!
Indonesia!”. Kalimat itu disambut ribuan penonton lainnya. Belanda pun
mendengarnya. Usai pertandingan 3 saudara beserta pelatih mereka,
Pelatih Amin, dibawa ke tangsi. Ayah Ikal pulang dengan tempurung kaki
hancur, sehingga ia tidak dapat bermain sepak bola lagi. Pada saat itu
Ayah Ikal baru berusia 17 tahun.
Oleh Indraya
Persamaan kedua novel ini terletak pada isi dari novel yang
menggambarkan keidupan tokoh yang sederhana, dan menginspirasi
kehidupan nyata. Baik mengenai sosok ayah ataupun mengenai keadaan
sepak bola Indonesia.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
d. Persamaan dari kedua novel adalah dari segi isi novel yang
menginspirasi kehidupan nyata.
B. SARAN