Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

DISUSUN OLEH:
Anggi Tridinanti Putri (030.15.022)
Safinah Aulia Sani (030.15.172)

PEMBIMBING:

dr. Dina Lukitowati, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT TNI AU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 29 APRIL - 1 JUNI 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-NYA sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Referat yang berjudul “Gagal Jantung Kongestif”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di
Stase Ilmu Radiologi di Rumah Sakit TNI AU dr. ESNAWAN ANTARIKSA.

Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Dina Lukitowati, Sp.Rad selaku pembimbing atas pengarahannya selama
penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi. Dan kepada para dokter dan
staff Ilmu Radiologi di Rumah Sakit TNI AU dr. ESNAWAN ANTARIKSA, serta
rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi.

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 06 Mei 2019

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL

“GAGAL JANTUNG KONGESTIF”


Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di RS TNI AU dr.
ERNAWAN ANTARIKSA

Periode 29 April - 1 Juni 2019

Jakarta, 6 Mei 2019

dr. Dina Lukitowati, Sp. Rad

iii
DAFTAR ISI
Halaman

COVER .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif ................................................. 3


2.2 Epidemiologi ................................................................................. 3
2.3 Anatomi ......................................................................................... 4
2.4 Etiologi .......................................................................................... 8
2.5 Klasifikasi ...................................................................................... 10
2.6 Patofisiologi .................................................................................. 11
2.7 Manifestasi Klinis ......................................................................... 16
2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang ......................................... 11
2.9 Penilaian Derajat Keparahan Penyakit .......................................... 26
2.10 Diagnosis Banding ...................................................................... 28
2.11 Tatalaksana .................................................................................. 30
2.12 Prognosis ..................................................................................... 33
2.13 Komplikasi .................................................................................. 33
2.14 Pencegahan .................................................................................. 33

BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 34


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Membran Perikardial ...................................................................... 4


Gambar 2. A. Tampak Depan Jantung Bdan Pembuluh darah
B. Potongan Frontal Jantung ........................................................ 5
Gambar 3. Katup Jantung...………………………………………………….. 6

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung .................................................................. 10


Tabel 2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung ...................................................... 16

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang


progresif dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di negara maju maupun
di negara berkembang termasuk Indonesia.(1) Gagal jantung adalah suatu keadaan
patologis, dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan
tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung juga adalah sindrom klinis, di
tandai oleh sesak napas dan fatik baik saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.(2)

Prevalensi gagal jantung terus meningkat bersamaan dengan bertambahnya


usia. Gagal jantung dapat terjadi pada semua usia tergantung pada penyebabnya.(1)
Prevalensi gagal jantung berdasarkan yang terdiagnosis dokter atau yang bergejala
sebesar 0,3%, dimana prevalensi gagal jantung berdasarkan yang terdiagnosis dokter
tertinggi di Yogyakarta (0,25%), Jawa Timur (0,19%), Jawa Tengah (0,18%) dan
prevalensi gagal jantung di Sulawesi Utara (0,14%).(2)

Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), gagal jantung kongestif


dibagi berdasarkan 4 derajat kemampuan fisik. Derajat I menunjukkan seseorang bisa
beraktivitas secara normal, pada derajat II pasien menunjukan gejala ringan saat
melakukan aktivitas sehingga pasien merasa lebih nyaman bila beristirahat, pada
derajat III pasien sudah mulai menunjukan adanya keterbatasan fisik, dan pada derajat
IV pasien sudah tidak bisa melakukan aktivitas apapun tanpa keluhan. Kondisi tersebut
akan mempengaruhi sejauh mana pasien mampu memaksimalkan fisiknya, sehingga
mempengaruhi kualitas hidup pasien.(3)

Kualitas hidup pasien dengan gagal jantung kongestif dipengaruhi oleh


beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan derajat New York
Heart Assosiation (NYHA). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang sangat

1
penting pada pasien gagal jantung kongestif. Semakin bertambah tua umur seseorang,
maka penurunan fungsi tubuh akan terjadi baik secara psikologis maupun fisik . Begitu
juga dengan jenis kelamin, pria lebih cenderung memiliki kemampuan fungsi tubuh
yang lebih baik daripada wanita terutama fisik. Dampak dari kemampuan fungsi fisik
yang menurun akan mempengaruhi derajat gagal jantung kongestif seseorang.(3)

Gagal jantung memiliki dampak yang besar pada pasien dan keluarga. Pasien
yang mengalami gagal jantung pada prinsipnya mempunyai gejala kelelahan dan
dyspnea ditambah lagi dengan re-hospitalisasi serta tingginya mortalitas berkontribusi
memperburuk kesehatan. Kecenderungan pasien mengalami ketergantungan
berpengaruh terhadap peran dan fungsi keluarga yang mengasuh pasien sehingga
mengganggu status ekonomi keluarga, hal tersebut dikarenakan pasien dengan gagal
jantung harus selalu rutin dalam check up maupun terapi yang tentunya memerlukan
biaya yang mahal, akibatnya tidak hanya secara finansial terganggu, tingkat stress
keluarga juga berperan besar terkait masalah yang dihadapi keluarga. Pasien gagal
jantung juga memiliki masalah psikologi seperti cemas, gangguan tidur, depresi, dan
sensitifitas berlebihan yang mengakibatkan kualitas hidup pasien menurun.(4)

Menurut Andrianto(5) bahwa angka kematian karena gagal jantung kongestif


yaitu sebesar 20-30%, dan angka rawat ulang dengan frekuensi 1 kali atau lebih
selama 12 bulan sebesar 45%. Risiko kematian akibat gagal jantung kongestif terus
meningkat setiap tahunnya. Pasien sering kembali keklinik atau rumah sakit
diakibatkan adanya kekambuhan episode gagal jantung meskipun pengobatan rawat
jalan sudah dilakukan secara optimal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung mengalami kegagalan


dalam memompa darah untuk mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen sel-sel tubuh
secara adekuat sehingga mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) yang
berfungsi untuk menampung darah lebih banyak untuk dipompakan keseluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.(6) Gagal jantung dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan
fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload
dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.(7)

2.2 Epidemiologi

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Indonesia


tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, terdapat 0,43% penduduk Indonesia menderita penyakit
gagal jantung. Prevalensi gagal jantung berdasarkan jumlah yang terdiagnosa dokter
sebesar 0,13 % dan di diagnosa dokter atau bergejala sebesar 0,3%. Data tersebut juga
menunjukkan bahwa dari angka mortalitas yang tercatat, 0,24% diantaranya
disebabkan oleh penyakit jantung.(5)

Menurut Andrianto,(5) bahwa angka kematian karena gagal jantung kongestif


yaitu sebesar 20-30 %, dan angka rawat ulang dengan frekuensi 1 kali atau lebih selama
12 bulan sebesar 45%. Risiko Kematian akibat gagal jantung kongestif terus meningkat
setiap tahunnya, Pasien sering kembali keklinik atau rumah sakit diakibatkan adanya
kekambuhan episode gagal jantung meskipun pengobatan rawat jalan sudah dilakukan
secara optimal.

3
2.3 Anatomi Jantung

2.3.1 Lokasi Jantung dan membran perikardial

Jantung terletak di rongga dada antara paru-paru. Daerah ini disebut


mediastinum. Dasar jantung berbentuk seperti kerucut terletak paling atas, di belakang
sternum dan pembuluh darah besar masuk dan keluar dari sini. Apex jantung berada di
bawah dan diatas diafragma di sebelah kiri dari garis tengah (linea mid sternalis). Apex
jantung merupakan daerah bunyi yang terkuat dari jantung. Jantung tertutup dalam
membran perikardium, di mana terdapat tiga lapisan, yaitu:

1. Fibrous perikardium (lapisan paling luar) kantung longgar dari jaringan ikat fibrosa
yang kuat yang meluas ke diafragma inferior dan superior sampai ke atas di bagian
basal jantung tempat pembuluh darah besar masuk dan keluar.
2. Parietal perikardium adalah lapisan perikardium yang berserat.
3. Visceral perikardium (lapisan pada permukaan otot jantung) sering disebut
epikardium. Antara perikardium parietal dan visceral terdapat cairan serosa, yang
mencegah gesekan dari detakan jantung.

Gambar 1. Membran Perikardial(8)

4
2.3.2 Ruang, katup dan pembuluh darah jantung

Gambar 2. (A) Tampak depan jantung dan pembuluh darah. (B) Potongan frontal
jantung dari tampak depan menunjukkan struktur dalam jantung(8)

Dinding dari empat ruang jantung terbentuk dari otot jantung yang disebut
miokardium. Ruang jantung di lapisi dengan endokardium, epitel skuamosa sederhana,
yang juga menutupi katup jantung dan terus ke pembuluh darah sebagai lapisannya
(endotelium). Karakteristik bentuk terpenting dari endokardium bukan ketipisannya
melainkan kehalusannya. Jaringan yang sangat halus ini, mencegah terjadinya
pembekuan darah yang abnormal. Karena, pembekuan darah akan dimulai dengan
terkontaknya darah dengan permukaan yang kasar.

Ruang atas jantung adalah atrium kanan dan atrium kiri, yang mana relatif
lebih tipis dan dipisahkan oleh dinding miokardium yang disebut interatrial septum.

5
Ruang bawah jantung adalah ventrikel kanan dan ventrikel kiri, yang memiliki dinding
lebih tebal dan dipisahkan oleh septum interventrikular. Atrium menerima darah baik
dari tubuh atau paru-paru dan ventrikel memompa darah ke paru-paru atau tubuh.

1. Atrium kanan

Gambar 3. Katup jantung tampak superior(8)

Dua vena besar mengembalikan darah dari tubuh ke atrium kanan. Vena cava
superior membawa darah dari tubuh bagian atas, dan vena cava inferior membawa
darah dari tubuh bagian bawah. Dari atrium kanan, darah akan mengalir melalui katup
atrioventrikular kanan (AV), atau katup trikuspid, ke ventrikel kanan. Katup trikuspid
terbuat dari tiga flap (atau cusps) endokardium diperkuat dengan jaringan ikat. Tujuan
umum semua katup dalam sistem peredaran darah adalah untuk mencegah aliran balik
darah. Tujuan khusus dari katup trikuspid adalah untuk mencegah aliran balik darah
dari ventrikel kanan ke atrium kanan ketika mengenai ventrikel kanan. Selama
mengenai ventrikel darah dibuat ke belakang tiga katup, memaksa ke atas dan
bersamaan saat itu juga menutupnya katup.(8)

6
2. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah dari paru-paru, melewati keempat vena
pulmonalis. Darah ini kemudian akan mengalir ke ventrikel kiri melalui katup
atrioventrikular kiri (AV), juga disebut katup mitral atau bicuspid (katup dengan dua
penutup). Katup mitral mencegah aliran balik darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri
ketika mengenai ventrikel kiri. Fungsi lain atrium adalah produksi hormon yang terlibat
dalam pemeliharaan tekanan darah. Ketika dinding atrium ditarik karena peningkatan
volume darah atau tekanan darah, sel-sel menghasilkan atrial natriuretic peptide
(ANP), juga disebut atrium hormon natriuretik (ANH). Ventrikel dari jantung
menghasilkan hormon serupa yang disebut B-type natriuretic peptide atau (BNP),
tetapi tetap akan menggunakan ANP sebagai hormon jantung yang mewakili hormon
lainnya. ANP menurunkan penyerapan ion natrium oleh ginjal, sehingga lebih banyak
ion natrium diekskresikan dalam urin, yang akan meningkatkan eliminasi air.
Hilangnya air akan menurunkan volume darah dan tekanan darah. Perlu diperhatikan
bahwa ANP adalah antagonis terhadap hormon aldosterone yang dapat meningkatkan
tekanan darah.(8)
3. Ventrikel kanan
Ketika darah di ventrikel kanan, katup trikuspid menutup dan darah dipompa
ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Di persimpangan ini arteri besar dan ventrikel
kanan adalah katup semilunar pulmonalis. Tiga lipatannya dipaksa terbuka ketika
ventrikel kanan berkontraksi dan memompa darah ke arteri pulmonalis. Ketika
ventrikel kanan istirahat, darah cenderung untuk kembali, tetapi ini mengisi lipatan
katup dan menutup katup paru untuk mencegah aliran darah balik ke ventrikel kanan.
Proyeksi ke bagian bawah ventrikel kanan adalah kolom miokard yang disebut otot
papilaris. Untaian jaringan ikat berserat, korda tendinea, memanjang dari otot papilaris
ke lipatan katup trikuspid. Ketika darah di ventrikel kanan, otot papilaris juga
berkontraksi dan menarik korda tendinea untuk mencegah baliknya darah dari katup
trikuspid.(8)

7
4. Ventrikel kiri
Dinding ventrikel kiri lebih tebal dari dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri
memompa darah ke tubuh melalui aorta, arteri terbesar tubuh. Di persimpangan aorta
dan ventrikel kiri adalah katup semilunar aorta/katup aorta. Katup ini dibuka oleh
kekuatan kontraksi ventrikel kiri, yang juga menutup katup mitral. Katup aorta
menutup ketika ventrikel kiri istirahat, untuk mencegah aliran balik darah dari aorta ke
ventrikel kiri. Ketika katup mitral (Atrioventikular kiri) katupnya ditutup, akan
mencegah aliran darah balik atrium kiri. Berdasarkan ruang jantung dan pembuluh
darah, jantung terdiri dari dua sisi/dua pompa. Sisi kanan jantung menerima darah yang
terdeoksigenasi dari tubuh dan memompa paru-paru untuk mengambil oksigen dan
melepaskan karbondioksida. Sisi kiri jantung menerima darah yang teroksigenasi dari
paru-paru dan memompanya ke tubuh. Kedua pompa bekerja secara bersamaan, yaitu
kontraksi kedua atrium diikuti kontraksi kedua ventrikel.(8)

2.3.3 Pembuluh koroner


Arteri koroner kanan dan kiri adalah yang cabang pertama aorta asendens,
tepat di luar katup semilunar aorta. Cabang dua arteri ke dalam arteri dan arteriol yang
lebih kecil, kemudian ke kapiler. Kapiler koroner bergabung membentuk pembuluh
darah koroner, yang mengosongkan darah menjadi sinus koroner yang besar yang
mengembalikan darah ke atrium kanan. Tujuan pembuluh koroner adalah untuk
memasok darah ke miokardium itu sendiri, karena oksigen penting untuk kontraksi
miokard. Jika arteri koroner menjadi terhambat, oleh gumpalan darah misalnya, bagian
dari miokardium menjadi iskemik, yaitu kekurangan suplai darahnya. Iskemia yang
berkepanjangan akan membuat infark, area jaringan akan nekrotik (mati). Ini disebut
infark miokard, biasanya disebut serangan jantung.(8)

2.4 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang

8
penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di
negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup
dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi
bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study
dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor
yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertrofi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya
aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal
jantung.
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital,
katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat
kategori fungsional, dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi.
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi
abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya
antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-
Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit
keturunan (autosomal dominan). Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut
miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan
dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati
restriktif ditandai dengan kekakuan serta pemenuhan ventrikel yang buruk, tidak

9
membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang
menghambat pengisian ventrikel.
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun
saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya
gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan
regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan
kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial
fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara
langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat
aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal
jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga
dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.(7)

2.5 Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung(9)


Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapasitas
struktural jantung fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
gangguan struktural atau fungsional sehari-hari tidak menimbulkan
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala. kelelahan, palpitasi atau sesak napas.

10
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istirahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau aktifitas fisik sehari-hari dapat
gejala. menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak napas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit struktural Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
jantung yang mendasari. tetapi aktifitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak napas.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gajala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istirahat walaupun sudah istrahat. Keluhan meningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas.
(refrakter).

2.6 Patofisiologi
A. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)

11
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru.(10)

B. Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung


Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi.
Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai untuk mengatasi
beban kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini telah secara
maksimal digunakan dan curah jantung tetap tidak cukup maka barulah timbul gejala
gagal jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja
secara bersamaan serta saling mempengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat
dipisah-pisahkan secara jelas.

Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memadai


untuk perfusi alat-alat vital. Mekanisme ini mencakup: 1) Mekanisme Frank-Starling,
2) pertumbuhan hipertrofi ventrikel, dan 3) aktifasi neurohormonal.

1. Mekanisme Frank Starling


Gagal jantung akibat penurunan kontraktilitas ventrikel kiri menyebabkan
pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap beban awal,
isi sekuncup menurun dibandingkan dengan normal dan setiap kenaikan isi sekuncup
pada gagal jantung menuntut kenaikan volume akhir diastolik lebih tinggi
dibandingkan normal.

Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak


sempurna sewaktu jantung berkontraksi, sehingga volume darah yang menumpuk
dalam ventrikel menyebabkan diastol lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini bekerja
sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir
diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang
membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.(10)

12
2. Hipertrofi Ventrikel
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik akibat
dilatasi atau beban akhir yang tinggi misalnya, pada stenosis aortik atau hipertensi
yang tidak terkendali. Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus menerus
merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel.
Peningkatan ketebalan dinding ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang
berfungsi untuk mengurangi stres dinding dan peningkatan massa serabut otot
membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.

Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh tekanan


diastolik ventrikel yang lebih tinggi dari normal dengan demikian tekanan atrium kiri
juga meningkat, akibat peninggian kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi. Pola
hipertrofi yang berkembang bergantung pada apakah beban yang di hadapi bersifat
kelebihan beban volume atau, tekanan yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat
kelebihan volume, misalnya pada regurgitasi mitral atau aorta yang menahun,
mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru. Secara seri dengan sarkomer yang
lama. Akibatnya radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang sebanding
dengan peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik.

Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis aortik,
mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan sejajar dengan
sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi konsentrik, dimana tebal dinding
meningkat tanpa adanya dilatasi ruang. Dengan demikian stres dinding bisa dikurangi
secara bermakna. (10)

3. Aktifasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang
mencakup sistem saraf adrenergik, sistem renin-angiotensin, peningkatan produksi
hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan curah jantung.

13
Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh
sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah. Selanjutnya semua ini
menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan
volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga memaksimalkan isi
sekuncup melalui mekanisme Frank Starling. Segi negatif aktifasi neurohormonal yang
berlebih adalah seringnya terjadi akibat yang jelek pada jantung yang sudah payah. (10)

Sistem saraf adrenergik


Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh reseptor-reseptor
di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan perfusi. Reseptor-reseptor ini
lalu mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding dengan penurunan tekanan darah.
Sinyalnya dihantarkan melalui saraf kranial IX dan X ke pusat pengendalian
kardiovaskuler di medula.

Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat, dan
tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang segera terjadi, 1. Peningkatan laju
debar jantung, 2. Peningkatan kontraktilitas ventrikel dan 3. Vasokonstriksi akibat
stimulasi reseptor-reseptor alfa pada vena-vena dan arteri sistemik. Peninggian laju
debar jantung dan kontraktilitas ventrikel secara langsung meningkatkan curah jantung.
Vasokonstriksi pada sirkulasi vena dan arteri juga bermanfaat pada awalnya.

Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung,


sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan isi sekuncup melalui
mekanisme Frank Starling. Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan
tahanan pembuluh perifer Sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya
distribusi regional reseptor-reseptor alfa sedemikian rupa menyebabkan aliran darah di
redistribusi ke alat-alat vital (jantung dan otak) dan dikurangi ke kulit, organ-organ
splanknik dan ginjal. (10)

14
Sistem Renin Angiotensin
Sistem ini diaktivasi pada gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin dan
sel-sel jukstaglomerular mencakup, 1. Penurunan perfusi arteri renalis sehubungan
dengan curah jantung yang rendah dan 2. Rangsang langsung terhadap reseptor-
reseptor B2 jukstaglomerular oleh sistem saraf adrenergik yang teraktivasi. Renin
bekerja pada angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi angiotensin I, yang kemudian
diubah dengan cepat oleh enzim pengubah angiotensin (ACE) menjadi angiotensin II
(AII), suatu vasokonstriktor yang kuat.

Peningkatan kadar AII berperan meningkatkan tahanan perifer total dan


memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja meningkatkan volume
intravaskuler melalul dua mekanisme yaitu di hipotalamus merangsang rasa haus dan
akibatnya meningkatkan pemasukan cairan, dan bekerja pada korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi aldosteron. Aldosteron meningkatkan resorpsi natrium dan
tubuh distal ke dalam sirkulasi. Kenaikan volume intravaskuler lalu meningkatkan
beban awal dan karenanya meningkatkan curah jantung melalui mekanisme Frank
Starling. (10)

Hormon antidiuretlk
Pada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior
meningkat, mungkin diantarai oleh rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan atrium
kiri, serta oleh kadar AII yang meningkat dalam sirkulasi. Hormon antidiuretik
berperan meningkatkan volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan
melalui nefron distal. Kenaikan cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan beban
awal ventrikel kiri dan curah jantung.

Meskipun ketiga mekanisme kompensasi neurohormonaI yang sudah diuraikan


diatas pada awalnya bisa bermanfaat, pada akhirnya membuat keadaan menjadi buruk.
Peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke Jantung bisa memperburuk

15
bendungan pada vaskuler paru sehingga memperberat keluhan-keluhan akibat kongesti
paru. Peninggian tahanan arteriol meningkatkan beban akhir dinama jantung yang
sudah payah harus berinteraksi, sehingga pada akhirnya isi sekuncup dan curah jantung
menjadi lebih berkurang. Oleh karena itu terapi dengan obat-obatan sering disesuaikan
untuk memperlunak mekanisme kompensasi neurohormonal ini.(10)

Peptida natrluretik atrium (atrial natriuretic peptide)


Ini adalah suatu hormon kontraregutasi yang disekresi oleh atrium sebagai
respon terhadap peninggian tekanan intrakardiak. Kerjanya terutama berlawanan
dengan hormon-hormon lain yang diaktifasi dalam keadaan gagal jantung, sehingga
mensekresi natrium dan air, menimbulkan vasodilatasi, inhibisi sekresi renin, dan
mempunyai sifat antagonis terhadap efek AII pada vasopresin dan sekresi aldosteron.
Meskipun kadar peptida ini dalam plasma meninggi, efeknya dapat ditumpulkan oleh
berkurangnya respon organ akhir misalnya, ginjal.(10)

2.7 Manifestasi Klinis


Tabel 2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung(9)
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak napas - Peningkatan JVP
- Ortopnoe - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoea - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktifitas yang - Apex jantung bergeser ke lateral
berkurang - Bising jantung
- Cepat lelah
- Bengkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam/dini hari - Edema Perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal

16
- Berat badan bertambah - Suara pekak di basal paru pada
>2kg/minggu perkusi
- Berat badan turun (gagal jantung - Takikardia
stadium lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Hepatomegali
- Perasaan bingung (terutama - Asites
pasien usia lanjut) - Kaheksia
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Panda Christa F. D, Tambuwun Agnes L, Rampengan Starry H. Gambaran


pasien gagal jantung dengan penyakit hipertensi yang menjalani rawat inap di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode September-November 2016.
Jurnal e-Clinic. 2016; 4(2): h. 1-9.
2. Ongkowijaya J, Wantania FE. Hubungan Hiperurisemia Dengan Cardiomegali
pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. Jurnal e-Clinic. 2016; 4(1): h. 296–301.

3. Akhmad AN. Kualitas hidup pasien Gagal Jantung Kongestif (GJK)


Berdasarkan karakteristik Demografi. Jurnal Keperawatan Soedirman. 2018;
11(1): h. 27.

4. Hamzah R. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan kualitas hidup pada
penderita gagal jantung di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas
Aisyiyah Yogyakarta. 2016.

5. Anita Agustina, Yati Afiyanti BI. Pengalaman Pasien Gagal Jantung Kongestif
Dalam Melaksanakan Perawatan Mandiri. 2017; 1(1): h. 1-5.
6. Harigustian Y, Dewi A, Khoiriyati A. Gambaran Karakteristik Pasien Gagal
Jantung Usia 45-65 Tahun Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gamping
Sleman. Indones J Nurs Pract. 2017; 1(1): h. 55-60.

7. Mariyono Harbanu H, Anwar Santoso. Gagal Jantung. Jurnal Ilmu Penyakit


Dalam. 2007; 8(3): h. 85-94

8. Sanders Tina, Valarie C S. Essentials of Anatomy and Physiology. 2007. Edisi


V. h. 274-278

9. Siswanto Bambang Budi, Nani Hersunarti, Erwinanto, dkk. Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung. 2015. Edisi I. h. 2-3

10. Soeroto Arto Y, Rudi Supriyadi, Ika Prasetya Wijaya, Laniyati Hamijoyo.
Prosiding Naskah Lengkap Simposium KOPAPDI 2015. Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2015. h. 60-4

18

Anda mungkin juga menyukai