Pembimbing:
dr. A.R. Herda Pratama, Sp.U
Disusun oleh
Anisa Lujianti (03015026)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah serta
hikmah-Nya kepada penulis atas kesempatanya yang telah diberikan. Terima kasih
juga kepada dr. A.R. Herda Pratama, Sp. U selaku pembimibing atas waktu,
pengarahan, masukan serta berbagai ilmu yang telah diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Batu Saluran Kemih” sebagai salah
satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah di RSUD
Karawang periode 28 Oktober 2019 – 4 Januari 2020
Tugas ini di tulis berdasarkan acuan dari berbagai sumber yang ada.
Tentunya dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
referat ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca terutama dalam bidang Ilmu Penyakit Bedah.
Karawang, Desember
2019 Penulis
Anisa Lujianti
030.15.026
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PIUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Urogenital ........................................... 3
2.2 Definisi Batu Saluran Kemih ............................................................. 12
2.3 Epidemiologi Batu Saluran Kemih .................................................... 13
2.4 Etiologi Batu Saluran Kemih ............................................................. 14
2.5 Klasifikasi Massa Skrotum ................................................................ 15
2.6 Patofisiologi Batu Saluran Kemih ..................................................... 18
2.7 Faktor Resiko Batu Saluran Kemih ................................................... 20
2.8 Manifestasi Klinis .............................................................................. 22
2.9 Penegakan Diagnosis ......................................................................... 23
2.10 Tatalaksana Batu Saluran Kemih .................................................... 28
2.11 Pencegahan Batu Saluran Kemih .................................................... 29
2.12 Komplikasi Batu Saluran Kemih ..................................................... 30
2.13 Prognosis ......................................................................................... 30
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Batu saluran kemih sudah diderita manusia sejak zaman
dahulu, hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih pada
mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. Urolitiasis atau
dikenal sebagai penyakit batu saluran kemih dimana merupakan penyakit yang
terbentuknya batu yang disebabkan oleh adanya pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor
lain yang mempengaruhi daya larut substansi. Hippocrates yang merupakan bapak
ilmu Kedokteran menulis 4 abad sebelum Masehi tentang penyakit batu ginjal
disertai abses ginjal.1 Urolithiasis merupakan penyakit tersering ketiga di bidang
urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Angka
kejadian urolithiasis berbeda pada setiap negara. Di negara-negara berkembang
banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai batu saluran kemih atas. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh
status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.2
1
magnesium fosfat (struvit), lebih sering terdapat di wanita. Usia rata-rata BSK
terjadi pada usia 30 sampai 50 tahun. 4, 5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urin,
dan berbagai saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar
tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua
sisi columna vertebralis (Price dan Wilson, 2006). Kedua ginjal terletak
retroperitoneal pada dinding abdomen, masing– masing di sisi kanan dan sisi kiri
columna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis
dekstra. Masing– masing ginjal memiliki facies anterior dan facies posterior,
margo medialis dan margo lateralis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
(Moore dan Agur, 2002).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medula ginjal
(Junquiera dan Carneiro, 2002). Di dalam korteks terdapat berjuta–juta nefron
3
sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal, dan tubulus koligentes (Purnomo, 2003). Setiap ginjal
memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya syaraf, masuk dan
keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter dan
memiliki permukaan lateral yang cembung (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major,
dan pielum/pelvis renalis (Junquiera dan Carneiro, 2002). Ginjal mendapatkan
aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta
abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara
ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri
yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain,
sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2003).
4
2.1.2 Anatomi Ureter
Merupakan sepasang saluran muscular yang keluar dari ginjal ke vesica urinaria.
Panjangnya25-30 cm. Ureter dimulai pada bagian renal pervis yang berbentuk corong. Ureter
berjalaninferior dan medial, di atas permukaan anterior otot psoas major. Ureter
terletakretroperitoneal. Pada laki-laki, basis vesica urinaria berada di antara rectum dan
simfisispubis, sedangkan pada perempuan, basis vesica urinaria menduduki inferior uterus
dananterior vagina. Pada basis vesica urinaria, ureter membelok medial dan berjalan oblik
danberakhir pada dinding dari aspek posterior vesica urinaria.
Ureter terdiri atas dua bagian yaitu bagian abdominal dan bagian panggul. Pada
bagianabdominal, ureter berjalan vertikal dari batas pelvis renalis yang kemudian
bifurkasi(melintas melewati) A. illiaca communis dan turun pada M. Psoas Major. Pada
bagianpanggul, perjalanan ureter dimulai ketika masuk PAP (Pintu Panggul Atas). Ketika
memasukiarea ini, ureter membentuk flexura marginalis. Kemuadian ureter menyilang
bifurkasi A.iliaca communis, di sebelah ventral articulation sacroilliaca. Lalu ke tepi incissura
ischiadicamajor. Ureter kemudian berjalan di sebelah medial arteri/vena/ nervus obturatoria,
laluturun ke bawah berjalan di sebelah ventral arteri illiaca interna.Selama melintas dari pelvis
renalis sampai vesica urinaria, ureter memiliki tiga tempatpenyempitan, yaitu (1) di tempat
peralihan pelvis renalis dengan ureter, (2) pada flexuramarginalis ureter, (3) pada muara ureter
ke dalam vesica urinaria. Pada muara ureter kedalam vesica urinaria, ureter menembus aspek
vesica urinasia dan melintas serong/obliksehingga mencegah aliran balik urin ke ureter, karena
ureter intramural tertutup sewaktutekanan vesica urinaria meningkat.
Ginjal dan ureter dipersarafi oleh nn renalis. Persarafan simpatis ini berasal dari
segmenT10-L1 atau 2 yang melewati Nn splanchnicus minor, Nn splanchnicus imus, dan
Nnsplanchnicus lumbalis menuju pleksus coeliacus dan selanjutnya plexus renalis.
Persarafansimpatis ini akan mengatur kecepatan pembentukan urin dengan mengubah aliran
darahdan tekanan darah pada nephron, menstimulasi pengeluaran rennin, yang akan
membatasikehilangan air dan garam pada urin dengan menstimulasi reabsorbsi pada
nephron.Sedangkan persarafan parasimpatisnya berasal dari N. Vagus.
5
Gambar 2. Anatomi Ureter
6
berbeda dengan M. detrusor (muskulus utamapada vesica urinaria). Pada laki-laki, sel-sel otot
polos membentuk lingkar sempurna.Sedangkan pada perempuan, sel-sel otot polos
membentang serong atau memanjangmenuju dinding urethra sehingga tidak memiliki
sphincter otot polos dan tidak berperanaktif menahan urin.
Perdarahan Vesica Urinaria
A. vesicalis superior mensuplai banyak cabang menuju fundus vesicae, ductus
deferens, dantestis serta ureter. Pangkal A. vesicalis superior merupakan bagian paten A.
umbilicalis janin.A. vesicalis inferior seringkali muncul bersama A. rectalis media, mendarahi
fundus vesicae,gl. prostate, gl. vesiculosa dan bagian bawah ureter. Kadang-kadang
mempercabangkan A.deferentialis.Pada perempuan, tidak terdapat a. vesikalis inferior. Arteri
ini diganti dengan a. vaginalis. A.vaginalis, seringkali berjumlah 2 atau tiga, turun pada
vagina, mendarahi membrana mukosadan mengirimkan cabang-cabangnya menuju bulbus
vestibuli, fundus vesicae dan bagian-bagian berdekatan dari rectum.
7
Pada laki-laki, urethra juga berjalan dari orificium urethral internus ke
eksterior, tetapiurethra pada laki-laki lebih panjang, sekitar 20 cm. Urethra awalnya
melalui prostatkemudian ke otot-otot dalam dari perineum, lalu berakhir di penis.
Urethra pada laki-lakimelintasi masa gl. Prostata, menembus diaphragma urogenitale,
bulbus penis, corpusspongiosum penis dan glans penis.Urethra pada pria terdiri dari
empat region anatomical, yaitu: (1) Urethra pars preprostatica, (2) Urethra pars
prostatica, (3) urethra pars membranacea, dan (4) urethra parscavernosa/spongiosa
(lewat bulbus, corpus spongiosum dan glans penis).
Urethra pars preprostatica panjangnya 1-1,5 cm, berjalan vertikal , dari collum
vesicaesampai dengan aspek superior gl. Prostata, dikelilingi otot polos sphincter
vesicae (sphincterinternal) yang berlanjut dengan capsula gl. Prostata, dan disuplai oleh
saraf simpatik.Urethra pars prostatica panjangnya 3-4 cm, menembus gl prostata yang
lebih dekat kepermukaan anterior, dinding posteriornya memiliki rigi: crista urethralis.,
terdapatbangunan: sinus prostaticus; colliculus seminalis (verumontanum); utriculus
prostaticus; danmuara ductus ejaculatorius.
Urethra pars membranacea merupakan bagian terpendek, tersempit, berjalan dari
prostatmenuju bulbus penis; melintasi diaphragma urogenitale, 2,5 cm postero-inferior
symphysispubis. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh M. sphincter urethrae; disarafi
oleh N.splanchnicus pelvicusUrethra pars spongiosa panjangnya 15 cm, berjalan dari
ujung urethra pars membranaceasampai dengan orificium urethrae externum di ujung
glans penis. Melebar di bulbus penis:fossa intrabulbar dan di glans penis: fossa
navicularis. Orificium urethrae externumnyatersempit.
8
Gambar 4. Anatomi Vesica Urinaria-Uretra Pria
9
2) 1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari
vitamin D. Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol
adalah vitamin esensial untuk meregulasi kalsium deposisi pada tulang
dan kalsium reabsorbsi dalam traktus digestivus. Calcitriol juga
mempunyai peran penting dalam refulasi kalsium dan fosfat.
3) Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek. Renin
bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler
dan produksi aldosteron.
4) Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi garam
dan air.
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein
plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal
Blood Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung atau sekitar 1100 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul
Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration
Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s,
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan
ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan
osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan
koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler
10
2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-
zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.Hasil sisa metabolisme
seperti urea, kreatinin, asam urat sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal.
Sebaliknya elektrolit seperti natrium, klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam
jumlah banyak, hingga kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat
hasil filtrasi akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa.
Reabsorbsi terjadi dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal.
3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi
secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah
terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi
dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi
cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemi
atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika
asidosis berat dikoreksi secara teurapeutik.
11
Gambar 7. Fisiologi pembentukan urine
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan
batu ini disebut urolithiasis.6
12
Gambar 8. Contoh Urolithiasis
13
2.4 Etiologi Batu Saluran Kemih2,7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
1) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
14
a) Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b) Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
c) Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
d) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Karakteristik radiologi
1. Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat
monohidrat, kalsium fosfat.
2. Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
15
3. Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxy-
adenine.
Etiologi
1. Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
2. Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium urat.
3. Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.
Komposisi
Menurut Pearle dan Lotan dalam buku Campbell-Walsh Urology Tenth Edition,
klasifikasi batu pada saluran kemih atas dengan faktor pemicunya antara lain:
1. Batu kalsium
Hiperkalsiuria; didefinisikan sebagai ekskresi kalsium dalam urin yang
melebihi 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada lakilaki dan 6
mmol/hari pada perempuan.
Hiperoksaluria; penyebabnya adalah gangguan tahapan biosintesis
(hiperoksaluria primer), malabsorpsi saluran cerna yang disebabkan oleh
inflammatory bowel disease, dan konsumsi oksalat yang tinggi.
Hiperurikosuria; didefinisikan sebagai kadar asam urat dalam urin yang
melebihi 600 mg/hari. Penyebabnya adalah konsumsi purin yang tinggi dan
penyakit yang didapat atau herediter.
Hipositraturia; keseimbangan asam basa sangat berpengaruh besar terhadap
ekskresi sitrat dalam urin, seperti asidosis metabolik akan mengurangi kadar
16
sitrat dalam urin. Sebaliknya, pada keadaan alkalosis kadar sitrat dalam urin
akan meningkat, diikuti peningkatan kadar hormon paratiroid, estrogen,
growth hormone, dan vitamin D.
pH urin yang rendah; segala gangguan yang mengakibatkan penurunan pH
urin akan memicu terbentuknya batu.
Asidosis tubular ginjal (Renal Tubular Acidosis); ditandai dengan kerusakan
tubular ginjal dalam sekresi ion hidrogen atau reabsorpsi bikarbonat.
17
Gambar 11. Gambaran bentuk batu struvit
2.6 Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau infeksi.
Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi (free stone
formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat dan sistein. Pada
infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme bakteri. Sedangkan
18
formasi batu yang frekuensinya paling banyak, kalkulus yang mengandung
kalsium, lebih kompleks masih belum dapat jelas dimengerti.19
Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut
dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable
dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik
bahan bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Kristal tersebut
bersifat rapuh dan belum cukup membuntukan saluran kemih. Maka dari itu
agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi
kristal. dengan mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat
tersebut hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih.20
Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya
koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran urin di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu. Batu asam urat lebih mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan magnesium ammonium fosfat cenderung terformasi
dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat, fosfat membentuk batu
kalsium fosfat dan kalsium oksalat. 20
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor pembentukan
batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu kalsium oksalat
dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula sitrat jika berikatan
dengan ion kalsium akan membentuk garam kalsium sitrat sehingga dapat
mengurangi formasi batu yang berkomponen kalsium. Beberapa proteinpun
dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan
kristal, menghambat agregasi kristal maupu menghambat retensi kristal.
senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall,
nefrokalsin dan osteopontin. 20
19
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari:
1. 75 % kalsium
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat)
3. 6 % batu asam urat
4. 1-2 % sistin (cystine)
20
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks
ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea
atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Sekitar
75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks
struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula
terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Suasana
basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAPdan
karbonat apatit. Batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus
spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.
Meskipun E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun
kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.1
21
2.8 Manifestasi Klinis
1) Nyeri
BSK bagian atas sering kali menyebabkan nyeri karena turunnya BSK
ke ureter yang sempit. Kolik ginjal dan nyeri ginjal adalah dua tipe nyeri
yang berasal dari ginjal. BSK pada kaliks dapat menyebabkan obstruksi,
sehingga memberikan gejala kolik ginjal, sedangkan BSK non obstruktif
hanya memberikan gejala nyeri periodik. Batu pada pelvis renalis dengan
diameter lebih dari 1 cm umumnya menyebabkan obstruksi pada
uretropelvic juction sehingga menyebabkan nyeri pada tulang belakang.
Nyeri tersebut akan dijalarkan sepanjang perjalanan ureter dan testis. Pada
BSK ureter bagian tengah akan dijalarkan di daerah perut bagian bawah,
sedangkan pada BSK distal, nyeri dijalarkan ke suprapubis vulva (pada
wanita) dan skrotum pada (pria).
2) Hematuria
Pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih berwarna
seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.
3) Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi dan stasis di proksimal dari sumbatan. Keadaan yang cukup
berat terjadi apabila terjadi pus yang berlanjut menjadi fistula renokutan.
4) Demam
Adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan kasus
darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
5) Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan mual dan
muntah, dapat juga disebabkan oleh uremia sekunder.8
Sedangkan manifestasi klinis berdasarkan lokasi batu, ukuran dan penyulit yang
telah terjadi :
a. Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal
karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA
22
positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba
pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien,
demam dapat ditemukan.
b. Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri
kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha
gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria
karena trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
c. Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter,
BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi
hematuria. Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat
berkemih. Pasien juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK,
frekuensi BAK yang meningkat karena pengecilan ruangan vesika, pada
anak dapat ditemukan enuresis nokturna, dan sering menarik penis ataupun
menggosok vulva. Jika terjadi komplikasi seperti hidronefrosis ataupun
infeksi maka gejala obstruksi saluran kemih bagian atas seperti demam dan
mual muntahpun dapat dirasakan oleh pasien.
23
Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan pembesaran
ginjal
Supra simfisis : nyeria tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saan melakukan
palpasi bimanual
c) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada 85% dari pasien yang mengalami kolik renalis pada pemeriksaan
urinalisisnya ditemukan adanya hematuria secara mikroskopis, kadang-
kadang kristaluria.5 Derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk
memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu.
Tidak dijumpai hematuria secara mikroskopis pada urinalisis tidaklah
menyingkirkan adanya suatu batu saluran kemih, dan lebih kurang 10%
penderita batu urin dijumpai darah didalam urinnya.4,9,11,12
Bakteriuria biasanya tidak dijumpai kecuali bila pasien secara
bersamaan menderita infeksi saluran kencing (ISK). Meskipun ISK
bukan secara langsung merupakan konsekuensi dari batu, tapi ISK dapat
terjadi setelah instrumentasi atau pemakaian alat seperti kateter pada
bedah traktus urinarius ataupun dalam pengobatan batu ginjal.5
Urinalisis harus dilakukan dalam pada semua pasien dengan dugaan
urolitiasis. Selain mikrohematuria tipikal, temuan penting yang perlu
diperhatikan adalah pH urin dan adanya kristal, yang dapat membantu
mengidentifikasi komposisi batu. Penderita batu asam urat biasanya
memiliki urin yang bersifat asam, dan mereka
24
yang memiliki formasi batu akibat infeksi memiliki urine alkalin.9
Identifikasi bakteri penting dalam perencanaan terapi, dan kultur urin
harus dilakukan secara rutin. Pyuria terbatas adalah respon yang cukup
umum terhadap iritasi yang disebabkan oleh batu dan, dengan tidak
adanya bakteriuria, umumnya tidak menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih yang berdampingan.11
Radiologi
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous
Pielography (IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht
(BNO). Namun pada keadaan tertentu misalnya wanita hamil, ada
riwayat tak tahan dengan zat kontras, ditentukan
dengan pemeriksaan Ultrasonography (USG). Dikatakan USG lebih
sensitif untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction
dibandingkan dengan IVP, namun juga dikatakan bahwa USG tidak
dapat mendeteksi batu ureter tengah dan distal.9 Ultrasonografi abdomen
terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan urolitiasis.
25
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan
ukuran dan lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang
mengandung kalsium, seperti batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
paling mudah dideteksi dengan radiografi. Batu yang bersifat
radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan batu yang terutama
terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin sulit, jika
tidak mungkin, untuk dideteksi pada radiografi film biasa.9,10,11
Sayangnya, kalkuli yang bersifat radiopaque sering dikaburkan oleh
tinja atau gas usus, dan batu-batu ureter yang melintang di atas
processus transversus corpus vertebra sangat sulit untuk diidentifikasi.
Selanjutnya, radiopacities nonurologis, seperti kelenjar getah bening
yang mengalami kalsifikasi, batu empedu, tinja dan phlebolith (vena
pelvis yang mengandung kalsifikasi), dapat disalahartikan sebagai batu.
Meskipun 90% kalkuli urin secara historis dianggap radioopak,
sensitivitas dan spesifisitas radiografi BNO tetap saja. 11
Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai modalitas
pencitraan standar untuk urolitiasis. IVP memberikan informasi yang
berguna tentang batu (ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya
(anatomi calyx, tingkat obstruksi), serta unit ginjal kontralateral (fungsi,
anomali). IVP tersedia secara luas, dan interpretasinya juga
terstandarisasi. Dengan modalitas pencitraan ini, kalkulus ureter dapat
dengan mudah dibedakan dari radiopacities nonurologis.11,12
Keakuratan IVP dapat dimaksimalkan dengan persiapan usus yang
tepat, dan efek buruk kontras yang merugikan. Media dapat
diminimalkan dengan memastikan bahwa
26
Pasien terhidrasi dengan baik. Sayangnya, langkah
persiapan ini memerlukan waktu dan seringkali tidak bisa dilakukan
saat pasien dalam kondisi darurat. Dibandingkan dengan USG abdomen
dan BNO, IVP memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (64-87%) dan
spesifisitas (92-94%) untuk deteksi urolitiasis. Namun, IVP dapat
membingungkan dengan adanya batu radiolusen yang tidak
mengganggu, yang mungkin tidak selalu menghasilkan "defek
pengisian." Selanjutnya, pada pasien dengan obstruksi tingkat tinggi,
bahkan IVP yang berkepanjangan selama 12- 24 jam mungkin tidak
menunjukkan tingkat penyumbatan karena konsentrasi media kontras
yang tidak memadai.9,10,11 Media kontras yang digunakan dalam IVP
efek samping berupa nefrotoksik yang telah terbukti. Kadar serum
kreatini harus diukur sebelum media kontras diberikan. Meskipun
kadar serum kreatinin lebih besar dari 1,5 mg/dL (130 μmol/L) bukan
kontraindikasi mutlak. Risiko dan manfaat menggunakan media
kontras harus dipertimbangkan dengan hati-hati, terutama pada pasien
diabetes melitus, penyakit kardiovaskular atau mieloma multipel.
Resiko ini dapat diminimalisir dengan menghidrasi
pasien denagn cukup, meminimalkan jumlah bahan kontras yang
diinfuskan, dan memaksimalkan interval waktu antara pemberian
kontras berturut-turut. Meskipun demikian, adalah bijaksana untuk
menghindari penggunaan media kontras bila modalitas pencitraan
alternatif dapat memberikan informasi yang setara.11
27
Gambar 3.7 Temuan Radiologi Pada Nefrolitiasis
28
PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) : menggunakan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah menjadi
ukuran yang lebih kecil.
Litotripsi : menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu
dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
Ureteroskopi : dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.
Bedah laparoskopi : cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
2.11 Pencegahan
Pencegahan urolithiasis dapat dilakukan dan dibedakan bergantung
pada komposisi batu:
1. Batu asam urat: pengaturan diet rendah purin dan pemberian allopurinol
sebagai pengontrol kadar asam urat dalam darah
29
2. Batu kalsium fosfat: melakukan pemeriksaan ekskresi kalsium dalam urin
dan nilai kalsium darah. Nilai yang melebihi normal dapat menandakan
etiologi primer seperti hiperparatiroidisme
3. Batu kalsium oksalat: sumbernya dapat berasal dari eksogen maupun
endogen. Makanan yang banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh,
kopi dan coklat. Selain itu, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat
disebabkan penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin
D
30
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada
sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan
PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula
oleh pengalaman operator.1
31
BAB III
KESIMPULAN
Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi. Penyakit batu saluran kemih menempati posisi ke dua
paling sering ditemukan pada urologi dengan seiringnya waktu karena perubahan
pola hidup dan diet masyarakat. Ada beberapa jenis batu yang dapat terakumulasi
pada saluran kemih, batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, batu urat, batu struvit
dan batu campuran. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini bergantung pada
lokasi ataupun obstruksi yang ditimbulkan oleh batu tersebut. Semua tipe batu
saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu. Terbentuknya batu
saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).
32
Tindakan non-invasiv antara lain ESWL. Pasien dapat mencegah terjadinya batu
dengan cara mengatasi infeksi saluran kemih yang dialaminya, mengontrol kadar
zat dalam darahnya dan hidrasi yang cukup.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta.
3. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies;
2001.
5. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. EGC:
Jakarta.
6. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses tanggal 22
Oktoner 2019.
7. Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Seitz C, Straub M. Guidelines on
Urolithiasis. European Association of Urology; 2011. P.289-293.
8. Marshall SR, Rao N,Eftinger B and Tafekli A, Medical Management of
Urolitiasis, in Stone Disease. Public Health, 2003, p138-142.
9. Yolanda S. What is Urolithiasis. News Medical Life Sciences.
https://www.news-medical.net/health/What-is-Urolithiasis.aspx. Accessed Jan.
16, 2018.
10. Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
11. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of Ctvisible
structure, CT number, and stone morphology with fragmentation by shock wave
lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24.
12. Turk C, Knoll T, Pterick A et al. Guidelines on Urolithiasis. European
Association of Urology 2015. March 2015.
13. Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 17th edition. The
McGraw-Hill companies; 2008. P.246.
14. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Satu, 2014. Hal :
87- 101.
15. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-
589.
16. Samuels MA, Ropper AH. Samules ‘s Manual of Neurologic Therapeutics Nine
Edition. Lippincot Williams & Wilkins. ISBN : 978-1 - 60547-575-2. 17.Urology
Care Foundation. Neurogenic bladder. Article of The Official Foundation of the
American Urologist Association. 2014; [December2014;
34
cited 2014 3 Desember] Available
from:http://www.urologyhealth.org/urology/index.cfm?article=9
18. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victors’s Principles of Neurology Nine
Edition. Mc Graw Hill Inc. New York. ISBN : 978-0-07-149992-7
35
5