Anda di halaman 1dari 11

Tugas Perpajakan I

Pengertian Pajak, Jenis-jenis Pajak, Tarif pajak, Ketentuan Umum (UU KUP),
NPWP dan NPPKP

Oleh:

Made Vedhi Suprayana Baskara

1633122019/F1

Universitas Warmadewa

1
A. Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak merupakan salah satu
sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan
undang-undang.

Berdasarkan UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007, pasal 1, ayat 1, pengertian Pajak


adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pajak Merupakan Kontribusi Wajib Warga Negara

Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun hal tersebut
hanya berlaku untuk warga negara yang sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat
objektif.

2. Pajak Bersifat Memaksa Untuk Setiap Warga Negara

Jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, maka wajib untuk
membayar pajak. Dalam undang-undang pajak sudah dijelaskan, jika seseorang dengan
sengaja tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka ada ancaman sanksi
administratif maupun hukuman secara pidana.

3. Warga Negara Tidak Mendapat Imbalan Langsung

Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara. Jadi ketika
membayar pajak dalam jumlah tertentu, Anda tidak langsung menerima manfaat pajak
yang dibayar, yang akan Anda dapatkan berupa perbaikan jalan raya di daerah Anda,
fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa pendidikan bagi anak Anda, dan lain-
lainnya.

4. Berdasarkan Undang-undang

Artinya pajak diatur dalam undang-undang negara. Ada beberapa undang-undang yang
mengatur tentang mekanisme perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

2
B. Jenis-Jenis Pajak
1. Jenis Pajak Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: pajak tidak langsung
dan pajak langsung.
a) Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)
Contohnya: pajak penjualan atas barang mewah, di mana pajak ini hanya diberikan bila
wajib pajak menjual barang mewah.
b) Pajak Langsung (Direct Tax)
Contohnya: Pajak Bumi dan Penghasilan (PBB) dan pajak penghasilan.
2. Jenis Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut
a) Pajak Daerah (Loka), merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan
terbatas hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat II
maupun Pemda Tingkat I. Contohnya: pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran, dan
masih banyak lainnya.
b) Pajak Negara (Pusat), merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui
instansi terkait, seperti: Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan Cukai, maupun kantor inspeksi
pajak yang tersebar di seluruh Indonesia. Contohnya: pajak pertambahan nilai, pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, dan masih banyak lainnya.
3. Jenis Pajak Berdasarkan Objek Pajak dan Subjek Pajak
a) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya. Contohnya:
pajak impor, pajak kendaraan bermotor, bea materai, bea masuk dan masih banyak
lainnya.
b) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan subjeknya. Contohnya:
pajak kekayaan dan pajak penghasilan.

3
C. Tarif Pajak

Secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis yaitu :

1. Tarif proporsional(a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang
presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.Contoh:Pajak
Pertambahan Nilai
2. Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan selalu tetap
sesuai peraturan yang telah ditetapkan
3. Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan semakin naik
sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh Pajak Pengahsilan
4. Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak
akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.

Tarif Pajak yang berlaku untuk Pajak Penghasilan di Indonesia adalah tarif progressif
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan. Sedangkan
untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%.

D. Bab I Ketentuan Umum UU KUP


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. ***)
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. ***)

4
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar daerah pabean. ***)
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. ***)
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. ***)

E. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)


NPWP Pribadi atau Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak (WP), yang digunakan sebagai tanda pengenal dan identitas wajib pajak dalam
hal melaksanakan hak dan kewajibannya. NPWP ada dua jenis, yaitu NPWP Pribadi dan
NPWP Badan. Perbedaannya terdapat pada wajib pajaknya.

 NPWP Pribadi dimiliki oleh setiap individu atau setiap orang yang memiliki
penghasilan di Indonesia.
 NPWP Badan dimiliki oleh setiap badan atau perusahaan yang memiliki penghasilan
di Indonesia.

Adapun fungsi NPWP itu sendiri adalah sebagai berikut:


1. Sebagai identitas dari si wajib pajak
2. Sebagai alat dalam administrasi perpajakan
3. Dilampirkan atau dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan berkaitan dengan si
wajib pajak
4. Mewujudkan administrasi perpajakan yang tertib dan rapi

F. NPPKP (NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK )


NPPKP (No. pengukuhan pengusaha kena pajak) adalah setiap wajib pajak sebagai
pengusaha yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) berdasarkan undang-undang

5
PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan pengusaha kena pajak (PKP) dan atau
pengusaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak memiliki surat pengukuhan
kena pajak yang berisi identitas dan kewajban perpajakan Pengusaha kena pajak.

Fungsi-fungsi NPPKP adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya.


2. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah.
3. Untuk pengawasan terhadap administrasi perpajakan.

Contoh Kasus :

Kronologi Kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3


IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember
2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi
atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam
modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama
lima tahun terakhir secara berturut-turut.
Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat
tinggi negara dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga
melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi
laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan
pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut.
Secara rinci berita yang dikutip dalam suatu media tertentu, dijabarkan sebagai berikut:
Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia Direktorat
Jenderal Pajak, Djangkung Sudjarwadi, menyatakan bahwa Ditjen Pajak akan mengusut
laporan adanya penggelapan pajak yang dilakukan PT Indosat Multimedia (IM3). Menurut
master hukum dari Harvard Law School tersebut, adanya laporan dari Wakil Ketua Komisi VI
Dewan Perwakilan Rakyat, M Rosyid Hidayat, bahwa IM3 telah menggelapkan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 174 miliar, merupakan informasi yang harus
ditindaklanjuti aparat Ditjen Pajak. Dalam pandangan Djangkung, informasi apapun yang
berkaitan tentang penyimpangan pajak, baik yang dilakukan wajib pajak maupun aparat pajak
sendiri akan ditindaklanjuti secara serius oleh pihak Ditjen Pajak.

6
Adanya bantahan dari Direktur Utama IM3, Yudi Rulianto, kata Djangkung, tidak
menyebabkan permasalahan menjadi selesai. Pengusutan tetap diperlukan untuk mencari tahu
duduk permasalahan yang sebenarnya dengan memeriksa wajib pajak yang bersangkutan dan
memeriksa kebenaran laporan atau pengaduan yang diterima. Hal ini sesuai dengan amanah
Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
menyatakan bahwa Ditjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban wajib pajak.

Proses pengusutan tersebut, menurut Djangkung, saat ini sudah dilimpahkan ke Kantor
Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dikarenakan kantor pusat IM3 berada di wilayah
kerja Kanwil VII. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, M Rosyid Hidayat mengungkapkan
kecurigaan adanya dugaan korupsi pajak atau penggelapan pajak yang dilakukan PT Indosat
Multimedia (IM3). Rosyid mengungkapkan, IM3 melakukan penggelapan pajak dengan cara
memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) ke kantor
Pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Untuk SPT masa PPN 2001 yang
dilaporkan ke kantor pajak pada Februari 2002 dilaporkan bahwa total pajak keluaran tahun
2001 sebesar Rp 846,43 juta. Sedangkan total pajak masukan sebesar Rp 66,62 miliar sehingga
selisih pajak keluaran dan masukan sebesar Rp 65,77 miliar. Sesuai aturan, jika pajak masukan
lebih besar dari pajak keluaran, maka selisihnya dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena
itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar.
Menurut Rasyid, selintas memang tidak terjadi kejanggalan dari hal tersebut. Namun, jika
lampiran pajak masukan dicermati, IM3 menyebut adanya pajak masukan ke PT Indosat
sebesar Rp 65,07 miliar. Namun setelah dicek ulang, dalam SPT Masa PPN PT Indosat,
ternyata tidak ditemukan angka pajak masukan yang diklaim IM3. Padahal seharusnya angka
Pajak Masukan IM3 tersebut muncul pada laporan pajak keluaran PT Indosat untuk tahun
buku yang sama. Bahkan, PT Indosat hanya melaporkan pajak keluaran sebesar Rp 19,41
miliar yang sebagian besar berasal dari transaksi dengan PT Telkom bukan dengan IM3.
Hal serupa juga dilakukan pada 2002, bahkan nilainya lebih besar. Untuk SPT Masa PPN
2002 per Desember 2002, IM3 melaporkan kelebihan pajak masukan sebesar Rp 109 miliar.
Berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) nomor 00008/407/02/051/03 uang
tersebut.

2. Analisis Penyebab Kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3

7
Penyebab/faktor pemicu pelanggaran dibedakan atas 3 hal yaitu:
a. Tekanan (Unshareable pressure/ incentive) yang merupakan motivasi seseorang untuk
melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional
(iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values).
b. Adanya kesempatan/peluang (Preceived Oppotrunity) yaitu kondisi atau situasi yang
memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur.
c. Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude), yang paling banyak digunakan
adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri.

Dalam kasus penggelapan pajak oleh IM3 dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Faktor kompetensi bukan menjadi penyebab utama terjadinya kecurangan.
Para akuntan yang terlibat dalam kasus kecurangan di atas tidak diragukan lagi kemampuannya
karena akuntan di perusahaan besar yang sudah go public. Kecurangan tersebut terjadi karena
akuntan tidak mampu mempertahankan profesionalitasnya dan lebih memilih untuk melanggar
etika profesi. Alasannya bisa beragam, bisa karena faktor materi, faktor tekanan dari pihak
manajemen, maupun buruknya sistem dan prosedur yang diterapkan .
b. Dilema etika dapat menjadi faktor munculnya kecurangan dalam pekerjaan.
Dilema etika yang dialami oleh akuntan publik muncul dikarenakan adanya saling
ketergantungan antara klien dan KAP (klien yang membayar fee auditor). Begitu pula dilema
etika yang dihadapi akuntan internal perusahaan.

3. Solusi kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3


Dalam kasus IM3 tersebut dijelaskan bahwa IM3 diduga melakukan penggelapan pajak
dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa
PPN) dan Manajemen juga melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik
dalam melakukan manipulasi laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi. Jika memang
terbukti melakukan hal tersebut jelas IM3 telah melanggar prinsip-prinsip Good Corporate
Governence (CGC-suatu komitmen, aturan main serta praktik penyelenggaraan bisnis secara
sehat dan beretika: Transparasi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Kesetaraan).
IM3 melanggar diantaranya prinsip transparasi, yang mana terdapat kewajiban bagi para
pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian
informasi secara lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Selain
itu, IM3 juga melanggar prinsip akuntabilitas yang mana para pengelola berkewajiban untuk

8
membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya.
Terkait dengan masalah pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara
dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi, 1 lagi prinsip GCG yang dilanggar
yaitu prinsip kemandirian yaitu keadaan dimana para pengelola dalam mengabil suatu
keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan dan bebas dari
tekanan/pengaruh darimanapun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip pengelolaan yang sehat. Dan berbicara tentang prinsip, prinsip terakhir yang di
langgar adalah prinsip responsibility (pertanggungjawaban), dan tanggung jawab ini
mempunyai 5 dimensi yaitu dimensi ekonomi,hukum, moral, social, dan spiritual.

Solusi yang dapat diterapkan pada kasus penggelapan pajak oleh IM3 antara lain:
1) Pelaku
Para pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-
masing untuk tidak memperoleh keuntungan secara ilegal. Seharusnya akuntan internal
perusahaan maupun akuntan publik tetap bersikap objektif dan independen serta tidak
terpengaruh oleh manajemen. Akuntan internal sebaiknya bertanggung jawab secara langsung
kepada pemilik dan bukan pada manajemen perusahaan, karena hal ini dapat mengurangi
tekanan yang dihadapi oleh akuntan internal. Pengembangan tanggung jawab sosial. Pelaku
bisnis ini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat. Jadi, dalam keadaan apapun para
pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitar di lingkungan usaha mereka.
Pentingnya pendidikan etika bagi para akuntan sebagi bekal dalam menghadapi potensi
kecurangan. Pelanggaran etika akan terus terjadi jika tidak ada pemahaman yang mendalam
dari akuntan terhadap pentingnya untuk memegang teguh etika profesi. Bisa jadi mereka tidak
mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kecurangan yang mereka lakukan. Salah satu cara
untuk menekan jumlah akuntan yang menyimpang serta menanamkan kesadaran akan
pentingnya menerapkan kode etik profesi adalah dengan melakukan sosialisasi intensif tentang
profisionalitas dan kode etik akuntan dalam lingkungan kerja. Misalnya, secara rutin IAI
sebagai lembaga akuntan terbesar di Indonesia menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk
meningkatkan kompetensi dan kesadaran terhadap kode etik profesi kepada anggotanya.
2) Pemerintah
Sebaiknya pemerintah lebih mengetatkan pengawasan pajak kepada perusahaan-
perusahaan besar dan tidak tebang pilih dalam menyelesaikan penggelapan pajak. Pemerintah

9
Indonesia masih sangat lemah dalam memberantas penggelapan pajak-pajak. Ditambah lagi
maraknya oknum-oknum pemerintah yang mudahnya menerima suap dari perusahaan-
perusahaan yang ingin menggelapkan uang pajak mereka. Pemerintah seharusnya menerapkan
hukuman yang berat untuk perusahaan yang menggelapkan pajaknya dan menghukum berat
oknum yang menerima suap, serta perusahaan harusnya sadar akan kewajibannya membayar
pajak.
Dalam kasus ini, pihak pemerintah dan DPR juga perlu segara membentuk tim auditor
independen yang kompeten dan kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik
untuk membedah laporan keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi
multinasional yang secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan
sosialnya bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.

4. Simpulan
IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan Manajemen juga melakukan konspirasi
dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang
menguntungkan dirinya dan korporasi. Jika memang terbukti melakukan hal tersebut jelas IM3
telah melanggar prinsip-prinsip Good Corporate Governence. Prinsip-prinsip yang dilanggar
IM3 antara lain: prinsip transparasi, prinsip akuntabilitas, prinsip kemandirian, prinsip
responsibility (pertanggung jawaban).

10
Daftar Pustaka

https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya

https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarif_pajak

http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-KUP-001-13-UU%20KUP%202013-
00%20Mobile.pdf
https://www.finansialku.com/apa-itu-npwp-pribadi/

http://stiebanten.blogspot.co.id/2011/05/nomor-pengukuhan-pengusaha-kena-pajak.html

http://desiastuti2112.blogspot.co.id/2016/10/kasus-pelanggaran-pajak-pt-indosat.html

11

Anda mungkin juga menyukai