Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ISBD ASPEK SOSIAL BUDAYA BERKAITAN DENGAN


PERKAWINAN

Dosen Pembimbing:

Dr. Moch. Wildan, M.Pd.

OLEH

KELOMPOK I

1. Yacke Winda Sahara ( P17310193034 )


2. Nadilia Ramadania Firdausi ( P17310193037 )
3. Anisa Sudibyo ( P17310193040 )
4. Emil Liana Putri ( P17310193043 )
5. Indah Maharani ( P17310193046 )

PROGRAM STUDI D.III KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah
dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah pancasila ini yang berjudul
“ Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Perkawinan”. Makalah ini dibuat dengan
tujuan agar dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya.
Dan tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih pada dosen mata kuliah Pendidikan
Pancasila, Bapak Dr. Moch. Wildan, M.Pd, yang senantiasa dengan sabar membimbing
kami.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik
dalam segi penulisan maupun penempatan kata-kata, untuk itu kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan pada
makalah berikutnya.

Semoga makalah ini bisa memberikan informasi tambahan bagi masyarakat dan
bisa bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya dalam
mengembangkan diri di kehidupan masyarakat sehari-hari.

Malang, Oktober 2019

Penulis

10
Daftar Isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………….. i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………… ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ………………………………………………………………..... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….... 1
Bab II Pembahasan

Bab III Penutup


A. Kesimpulan …………………………………………………………………….21
B. Saran …………………………………………………………………………....21
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….... iii

9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia
salah satunya pada masalah perkawinan. Aspek sosial budaya setiap perkawinan
berdasarkan pola penyesuaian perkawinan yang dilakukan secara bertahap. Pada fase
pertama adalah pasangan masih mejalani hidup dengan penuh kebahagiaan karena
didasarirasa cinta di awal perkawinan. Pada fase kedua adalah fase yang mulai
terjadi krisis perkawinan, proses penyesuaian akan adanya perbedaan yang terjadi.
Apabila sukses dalam menerima kenyataan aka akan di lanjutkan dengan suksesnya
fase menerimaan kenyataan. Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian
perkawinan meyoritas terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta,
ekspresi, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami dan
istri. Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan mayoritas
terletak pada suami maupun istri yang tidak bisa menerima oerubahan sifat dan
kebiasaan diawal pernikahan suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan
masalah, perbedaan budaya di antara suami istri, suami maupun istri tidak tahu
peran dan tugasnya dalamrumah tangga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari sosial budaya?


2. Apa pengertian perkawinan?
3. Apa saja factor dan aspek sosial budaya dalam perkawinan?

10
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosial Budaya


1. Sosial Budaya
Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti
segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan
budaya berasal dari kata bodhya yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya
juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia berdasarkan pikiran dan
akal budinya yang mengandung cinta dan rasa. Jadi kesimpulannya adalah
sosial budaya merupakan segala hal yang di ciptakan manusia dengan pikiran
dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengertian sosial budaya menurut para ahli
a. Andreas Eppink: sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau
tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas
dari masyarakat tersebut.
b. Burnett : kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, adat istiadat,
moral, hukum, pengetahuan, kepercayaan dan kemampuan olah pikir dalam
bentuk lain yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat dan
keseluruhan bersifat kompleks.

2. Perkawinan
Secara umum perkawinan adalah berstunya dua pribadi antara laki-laki dan
perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana diatur dalam agama Islam.
Pernikahan atau perkawinan berasal dari kata nikah berdasarkan Kamus Besar
Indonesia diartikan dengan dua pengertian, pertama perjanjian antara laki-laki
dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi, kedua yaitu perkawinan.

Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri.


Perkawinanmemberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang
dilahirkan juga adalah bayi yangsehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan
yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lainmempromosikan kesehatan agar
peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluargameningkat.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibunifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi,
anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan anak tersebut diyakinimemerlukan pengetahuan aspek sosial
budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan
untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaa yang
tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Misalnya pola makan, pactadasarnya adalah merupakan salah satu selera
manusia dimana peran kebudayaan cukup besar.Hal ini terlihat bahwa setiap
daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibuhamil dan

9
anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran
terhadap beberapa makanan tertentu. Misalnya di Jawa Tengah adanya
anggapan bahwa ibu hamil pantangmakan telur karena akan mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akanmenyebabkan perdarahan
yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang
kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar
bayi yangdikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Sikap seperti ini akan
berakibat buruk bagi ibu hamilkarena akan membuat ibu dan anak kurang gizi.

B. Factor Sosial Budaya Penetapan Hukum Privat

Factor-faktor social budaya yang senantiasa berkembang karena


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah merasuki berbagai
pikiran hukum Islam dewasa. Hal tersebut dikarenakan tuntutan perubahan zaman,
pemikiran dalam hokum islam juga dimaksudkan untuk merespon berbagai
perkembangan social budayadari para pelaku pelaksana hokum. Berikut ini akan
dijabarkan beberapa pemikiran dalam hokum islam yang dipengaruhi oleh faktos
social budaya, sebagai berikut:

1. Aspek Sosial Budaya dalam Yurispudensi


Sejak lahirnya UU No. 1 Tahun 1947 tentang perkawinan, terjadi
perubahan hokum yang sangat segnfikan dalam hokum Islam di Indonesia.
Pemberlakuan Undang-Undang tersebut di tandai dengan dikeluarkannya PP
No. 9 Tahun 1957. Pemberlakuan Undang-Undang trsebut tentang perkawinan
diikuti dengan diterapkannya Inpres Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang KHI.
Berberapa yurisprudensi pengadilan agama yang berkaitan dengan pembaruan
hokum islam di Indonesia:
a. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1751/P/1989
Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan dan melahirkan hokum
baru yang diatur dalam kitab fikih dan peraturan perundang-undangan
tentang perkawinan di Indonesia, bahwa perkawinan yang dilangsungkan
melalui tlepon di anggap sah. Putusan ini telah memberikan nuansa baru
dalam hokum perkawinan di Indonesia, yang pada awalnya tidak di respon
terhadap masyarakat, tetapi sekarang telah banyak diikuti oleh umat Islam
di Indonesia untuk melaksanakan perkawinan apabila mengalami kesulitan
dalam akad nikah.
b. Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010
Anak yang di keuarkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata
dengan Ibunya dan keluarga Ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya
yang dapat dibuktikan menurut hokum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga Ayahnya, menurut MK pasal
43 ayat (1) UU No.1 Tahun 1947 tentang perkawinan yang engatakan “anak
yang dilahirkan diluar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata

10
dengan ibunya dan keluarga ibunya” bertentangan dengan UUD 1945,
sehingga dapat di buktikan menurut hokum ternyata memiliki darah dengan
ayahnya, maka dapat diakui memiliki hubungan perdata dengan ayah
biologis da keluarga ayah biologisnya.

2. Aspek Sosial Budaya dalam Undang-Undang


Berikut beberapa pasal yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan yang di
tetapkan berdasarkan factor social dan masalah:
a. Pencatatan Perkawinan
Dalam pasal 2 dan (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menjelaskan bahwa ayat (1) perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hokum masing-masing agama dan kepercayaan itu, ayat (2), tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Larangan kawin antar agama
Dalam pasal 40 bagian c Inpres Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang KHI, di
sebutkan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan atara seorang pria dan
seorang wanita kerena keadaan tertentu, yaitu wanita yang tidak beragama
islam. Dari penjelasan tersebut dapat di pahami bahwa tidak di benarkan
perkawinan antar agama. Bagi mereka yang ingin melaksanakan perkawinan
harus memilih salah satu agama, baik itu memilih agama suami atau pun
memilih agama istri.
c. Izin melaksanakan poligami dari pengadilan agama
Berdasarkan pasal 4 dan 5 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menyebutkan bahwa seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang
wajib mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tiggalnya,
dengan beberapa sebab, sperti istri tidak menjalankan kewajibannya sebagai
seorang istri, istri mendapat cacat badan yang tidak dapat di sembuhkan,
istri tidak dapat melahirkan keturunan. Selain dari sebab-sebab tersebut ,
juga harus memiliki syarat-syarat lain, seperti persetujuan dari istri, adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri
dan anak-anak mereka, dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
kepada istri-istri dan anak-anak mereka.
d. Harta bersama dalam perkawinan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 35 ayat (1) tentang perkawinan
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta
benda yang diperoleh selama perkawinan. Sedangkan dalam KHI pasal 85
menyebutkan bahwa adanya harta bersama di dalam perkawinan tidak
menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.
Sehingga apabila terjadi perceraian, maka harta tersebut dibagi berdasarkan
islam dengan berpegang pada kaidah “tidak ada kemudaratan dan
memudaratkan”, sehingga yang ada adalah membagi harta berdasarkan
prinsip keadilan.
e. Pembatasan usia perkawinan

9
Dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 meyebutkan
bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila, seorang pria dalam umur 19
tahun dan pihak wanita dalam usia 16 tahun. Dalam perkawinan, tujuan
oerkawinan merupakan suatu yang harus di wujudkan , misalnya suasana
ketentraman, kedamaian, dan kasih sayang. Akan tetapi sulit rasanya untuk
mencapai apabila perkawinan dilangsungkan dalam usia anak-anak.

C. Aspek Sosial Budaya dalam Perkawinan


Fase pertama: pasangan masih mejalani hidup dengan penuh kebahagiaan
karena didasarirasa cinta di awal perkawinan. Pada fase pengnalan kenyataan,
pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya dari pasangan.
Fase kedua: pada fase ini mulai terjadi krisis perkawinan, proses penyesuaian akan
adanya perbedaan yang terjadi. Apabila sukses dalam menerima kenyataan aka
akan di lanjutkan dengan suksesnya fase menerimaan kenyataan. Apabila pasangan
sukses mengatasi problema keluarga dengan beradaptasi, membuat aturan dan
kesepakatan dalam rumah tannga, maka fase kebahagiaan akan diperolehnya.
Factor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan meyoritas terletak dalam
hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi, saling menghormati dan
menghargai, saling terbuka antara suami dan istri.
Factor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan mayoritas terletak
pada suami maupun istri yang tidak bisa menerima oerubahan sifat dan kebiasaan
diawal pernikahan suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah,
perbedaan budaya di antara suami istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan
tugasnya dalamrumah tangga. Hal tersebut tercerminpada bagaimana
pasangansuami istri menyikapi perubahan, perbedaan, pola penyesuaian yang
dimainkan, dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan, yang semuanya dirasa
kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga sehingga masing-masing
pasangan gagal dalam menyesuaikan satu sama lain.
Masa kehamilan merupakan satu factor yang amat perlu di perhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan, untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan
adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Masih
banyak ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaankehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya factor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami
oleh mereka. Permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
dipengaruhi juga oleh factor nikah pada usia muda yang masih banyak di jumpai di
daerah pedesaan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah dibuat dan dapat disimpulkan bahwa Ilmu sosial
budaya mencakup banyak hal dalam kehidupan salah satunya dalam hal
perkawinan. Dalam hal perkawinan ilmu sosial budaya juga turut ambil bagian di
dalamnya, salah satunya dapat ditemukan di berbagai kebudayaan daerah. Seperti
kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan masyarakat. Namun segala sesutau yang
sudah menjadi kebiasaan pada suatu masyarakat daerah belum tentu dapat
dibenarkan semua, karena tentunya masih dapat ditemukan kebiasaan- kebiasaan
yang tidak sesuai.
Selain itu kebiasaan – kebiasaan itu juga bisa dipengaruhi oleh berbagai
factor – factor. Aspek sosial budaya juga dipengaruhi hukum yurispudensi, dimana
di dalamnya terdapat putusan pengadilan Agama dan putusan Mahkamah
Konstitusi. Kemudian juga ada aspek sosial budaya dalam Undang – Undang yang
meliputi pencatatan perkawinan, larangan kawin antar agama, izin melaksanakan
poligami dan pengadilan Agama, harta bersama dalam perkawinan dan pembatasan
usia perkawinan. Terakhir aspek sosial budaya dalam perkawinan terdiri dari
beberapa fase yaitu fase pertama, fase kedua, fase pendukung, fase penghambat,
dan fase masa kehamilan.

B. Saran

Oleh karena itu sebaiknya kita terutama tenaga kesehatan yang ingin terjun ke
masyarakat hendaknya memahami dulu tentang aspek – aspek social budaya yang ada
dalam masyarakat daerah tersebut. Dan apabila memungkinkan aspek – aspek yang
kurang bagus bias diluruskan terutama dalam hal perkawinan

9
DAFTAR PUSTAKA

Senari Penelitian. 2018. Islam Kontemporer Tujuan Multikultural. Yogyakarta: Deepublish CV Budi
Utama

Armen. 2019. Buku Ajar Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Deepublish CV Budi Utama

10

Anda mungkin juga menyukai