Anda di halaman 1dari 16

Resensi Novel Hafalan Shalat Delisa

HAFALAN SHALAT DELISA

1. IDENTITAS BUKU

Judul : Hafalan Shalat Delisa

Nama Pengarang : Tere Liye

Nama Penerbit : Republika

Tempat Terbit : Jakarta Selatan

Tahun Terbit : 2008

Tebal Buku : v + 266 halaman

Cetakan : VI, Januari 2008

2. SINOPSIS

Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang
bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka
bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya. Delisa
tinngal bersama Umminya yang bernama Salamah dan kakak-kakaknya
bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisi di Aceh,
tepatnya di Lhok Nga. Ayahnya yang biasa dipanggil Abi bernama Usman,
beliau bekerja di kapal tanker dan baru pulang setiap 3 bulan sekali.
Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan
sholat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004.
Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil
menghafalkan bacaan sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal.
Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk
Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau
lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan
hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR
yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah.
Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap
melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah
menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum
sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya. Enam hari Delisa
tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith
yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam.
Bahkan pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith
untuk bermu’alaf.

Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung
membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat
sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu
hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki
Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan
lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini
telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan.
Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir
yang telah digariskan oleh Allah.

Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah
bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama
abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun
asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang
kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa
bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka
oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi
susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa
mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan
sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.

Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya.


Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang
menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal
bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan
menghafalnya. Delisa telah mampu melakukan Shalat Asharnya dengan
sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan
sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun
sepeda. Selesai shalat Ashar, Delisa pergi mencuci tangan di tepian sungai,
Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari semak belukar, cahaya
itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Mendadak hati Delisa bergetar.
Delisa berkata “bukankah itu seuntai kalung?” ternyata Delisa benar benda itu
adalah kalung berinisial D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia
yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak
lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat terkejut.

3. UNSUR-UNSUR INSTRINSIK

 © Tema
 Novel Hafalan Shalat Delisa bertema Sosial dan Agama.
 © Penokohan

Tokoh-tokoh dalam novel Hafalan Shalat Delisha yaitu :

1. Delisa : Pantang menyerah, baik, penyayang, manja

Badannya terus terseret . Ya Allah Delisa ditengah sadar dan tidaknya ingin
sujud… Ya Allah Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa sekarang hafal
bacaannya… Delisa tidak lupa seperti tadi Subuh (Hafalan Shalat Delisa, hal 71)

2. Ummi Salamah : Rendah hati, sabar, perhatian, bijaksana

“Kamu kenapa sayang ?” “Kamu sakit ?” (Hafalan Shalat Delisa, hal 27)

3. Kak Fatimah : Sabar, tegas

“Delisa bangun sayang…… Shubuh!” (Hafalan Shalat Delisa, hal 2)

4. Kak Aisyah : Keras kepala, egois, iri hati, usil,baik

“Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya…. Bikin repot saja! (Hafalan


Shalat Delisha, hal 8)

5. Kak Zahra : Pendiam, baik, sabar.

“Iya! Tapi kamu nyarikannya bias sedikit lebih pelan ? Nggak mesti merusak
lipatan pakaian yang lainkan ?” (Hafalan Shalat Delisa, hal 49)

6. Abi Usman : Pengertian, baik, sabar, perhatian.

“Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?” (Hafalan Shalat


Delisa, hal 226)

7. Ustadz Rahman : Pengertian, baik, sabar.

“Biar gak kebolak-balik kamu hafalnya berkali-kali… Baca berkali-kali… Nanti


nggak lagi! Nanti pasti terbiasa.” (Hafalan Shalat Delisa, hal 38)
8. Umam : Jahil, usil, nakal, dan pemurung

9. Tiur : Baik dan pengertian.

10. Pak Cik Acan : Baik, suka menolong dan suka memberi.

11. Shopie : Baik dan penyayang serta pengertian.

12. Smith Adam : Baik, penyayang dan suka menolong.

 © Latar
 latar tempat

1. Lhoknga : Menggetarkan langit-langit Lhoknga yang masih gelap

(Hafalan Shalat Delisa, hal 1)

2. Kamar Rawat : Shopie melangkah keluar kamar, entah mengambil apa


(Hafalan Shalat Delisa, hal 132)

3. Hutan : Sersan Ahmed berlari menuju semak belukar tersebut

(Hafalan Shalat Delisa, hal 109)


4. Tenda Darurat : Delisa menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut
(Hafalan Shalat Delisa, hal 156)

 latar waktu

1. 1. Pagi Hari : Adzan Subuh dari meunasah terdengar syahdu (Hafalan


Shalat Delisa, hal 1)
2. Siang Hari : Saat siang menjelang, matahari terik memanggang tubuhnya
(Hafalan Shalat Delisa, hal 92)
3. Sore Hari : Matahari bergerak menghujam bumi begitu rendah (hafalan
Shalat Delisa, hal 46)
4. Dini Hari : Malam ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45
(Hafalan Shalat Delisa, hal 112)

 latar suasana

1. Ramai : Pasar Lhoknga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti
sibuk berbelanja. (Hafalan Shalat Delisa, hal 19)
2. Senang : “ Delisa boleh pilih kalungnya sendiri kan ? Seperti punya Kak
Zahra, punya Kak Fatimah atau seperti punya Kak Aisyah !” (Hafalan
Shalat Delisa, hal 17)
3. Sedih : Sunnguh semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah
kami belum pernah melihat kehancuran seperti ini. Kota ini tak tersisa,
kota ini luluh lantak hanya meninggalkan berbilang kubah mesjid, kota
itu menjadi cokelat, kota ini tak berpenguni lagi. Kota ini! Kota itu!
(Hafalan Shalat Delisha, hal 81)
 © Alur
 Maju – mundur – maju (campuran)

Alur dari cerita ini yaitu maju, mundur, maju (campuran) karena pada novel ini
digambarkan bahwa Delisa mengenang masa-masa saat sebelum keluarganya
meninggal karena bencana Tsunami.

“Ummi? Delisa tiba-tiba ingat Ummi. Ya Allah dimana Ummi. Kepala Delisa
berputar mencari. Di mana pula Kak Fatimah? Kak Zahra? Kak Aisyah? Di mana
mereka? “

Pelan kenangan itu kembali. Lambat Delisa mengingat kejadian enam hari lalu.
Delisa sama sekali tidak pernah tahu, hamper seminggu ia sudah terjerambab
di atas semak-belukar tersebut. Sekolah! Ia di sekolah pagi hari itu. Ia
bukankah sedang menghadap Ibu Guru Nur menghafal bacaan shalat. ( Hafalan
Shalat Delisa, hal 93)

 © Konflik
 Awal Cerita

Didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang anak bernama Delisa.
Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang berusaha menghafal
bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal bacaan shalatnya. Setiap
shalat kak Aisyah membaca keras-keras agar Delisa lebih mudah untuk
menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu menjahili Delisa.

 Timbulnya konflik
Awal pertikaian ditunjukkan ketika Delisa akan dibelikan kalung oleh umi
sebagai hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang Delisa
beli berbeda dengan kalung yang dibelikan umi kepada kakaknya. Hal tersebut
membuat Kak Aisyah cemburu.

 ® Puncak Konflik

Ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat oleh Ibu Guru Nur.
Tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang sangat kuat. Berskala 8,9 SR.
Delisa yang sedang tes tetap melanjutkannya, tidak peduli kondisi sekitar
seperti apa. Padahal semua murid yang menunngu giliran sudah berhamburan
keluar, namun Ibu Guru Nur tetap setia menemani Delisa. Setelah gempa reda
air laut naik seketika sangat tinngi yang menyebabkan tubuh mungil Delisa
terbawa air. Abi yang tau berita ini melalui televisi lansung meminta cuti
kepada bosnya untuk kembali ke Aceh untuk melihat keadaan keluarganya.
Namun ketika sampai di Aceh dia mendapat berita yang sangat menyedihkan.
Abi diberi tahu olek Koh Acan bahwa seluruh anggota kelurganya meninggal.
Hanya tinngal Delisa sajalah yang sampai saat ini belum ditemukan.

 ® Anti Klimaks

Anti klimaks dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh
anggota keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak pernah membahas Umi di depan
Abi, Delisa tidak ingin Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu Delisa lupa semua
hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha untuk menghafal lagi,
namun hal tersebut malah semakin sulit untuk dihafal.

 ® Penyelesaian Masalah

Pada akhirnya Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan
shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalat hanya demi
mendapatkan kalung dari Ummi. Delisha mengafal baccan shalat agar
mendapat imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat
seluruh hafalan shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam
melakukan apapun dan jangan mengharapkan suatu imbalan.

 © Sudut Pandang
o Orang ketiga serba tahu

Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut nama tokoh-tokoh
pemeran dalam dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang begitu
mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.

 © Gaya Bahasa

 Ø Gaya Hiperbola

“Ya Allah.. Kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika” (Hafalan Shalat
Delisa, hal 53)

 Ø Gaya Personifikasi

“Gelombang tsunami sudah menghantam bibir pantai” (Hafalan Shalat Delisa,


hal 70)

 Ø Gaya Metafora

“Pohon-pohon bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah


menunjang” (Hafalan Shalat Delisa, hal 70)
 © Amanat
 Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini.
 Sayangilah Keluargamu seperti mereka menyayangimu.
 Jika kamu menginginkan sesuatu, teruslah berusaha agar tercapai.

4. UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK

 © Nilai Moral

Disini terdapat nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari
keadaan social dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut, sangat sopan dan
juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.

 © Agama

Dalam novel ini nilai agama yang terkandung sangatlah kuat, karena semua
anak-anak Ummi Salamah diwajibkan menghafal bacaan shalatnya dan
diwajibkan untuk shalat sesuai waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar
mengaji di TPA bersama Ustadz Rahman.
 © Budaya

Ketika semua anak Ummi Salamah lulus hafalan membaca shalatnya maka
sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah kalung. ( Hafalan Shalat Delisa,
hal 17)

 © Nilai Sosial

Terbukti bahwa nilai sosialnya sangat mendalam, sebagai contoh kebersamaan


seorang ibu yang menyayangi ke 4 anaknya dengan sabar. Walau dalam
keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Contoh lainnya : “ CARI
TERUS! KUMPULKAN MAYAT SEBANYAK MUNGKIN! PERIKSA SELURUH TEMPAT!”
(Hafalan Shalat Delisa, hal 101)

5. KEUNGGULAN BUKU

 Buku ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif.


 Dengan jalan ceritanya yang sama dengan peristiwa di kejadian nyata,
memungkinkan pembaca untuk berimajinasi lebih jauh tentang cerita dari
novel itu sendiri.
 Ceritanya yang universal sehingga dapat diterima oleh semua kalangan.
 Banyak terkandung amanat-amanat dalam menjalani kehidupan sehari-
hari yang islami dan penuh kasih sayang.
 Nilai keikhlasan dan kesabaran tinngi yang sangat mengharukan dengan
latar belakang tsunami.
 Buku ini juga mengajak kita mengerti akan kehidupan, kematian,
mencintai anugerah juga musibah, dan mencintai indahnya hidayah.

6. KELEMAHAN BUKU

 Masih ada kata-kata yang kurang dapat dimengerti oleh sebagian


kalangan, seperti ayat-ayat suci Al-quran, bahasa daerah, dan lain-lain.

7. KRITIK DAN SARAN

 Menurut saya buku ini sangat bagus dibaca untuk semua kalangan. Baik
anak-anak, remaja, bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat
dalam novel ini memberikan banyak inspirasi bagi para pembacanya.

SINOPSIS :

Lembut kukenang, kasihmu ibu


di dalam hati ku kini menanggung rindu
kau tabur kasih seumur masa
bergetar syahdu, ooh di dalam nadiku

9 bulan ku dalam rahimmu


bersusah payah, oh ibu jaga diriku
sakit dan lelah tak kau hiraukan
demi diriku, oh ibu buah hatimu

tiada ku mampu, membalas jasamu


hanyalah do'a oh di setiap waktu
oh ibu tak henti kuharapkan do'amu (2x)
mengalir di setiap nafasku (2x)
ibuuuuuuuuuuuuuu........... (3x)

Lembut kukenang, kasihmu ibu


di dalam hati ku kini menanggung rindu
engkau tabur kasih seumur masa
bergetar syahdu oh di dalam nadiku
indah bercanda denganmu ibu
di dalam hati ku kini slalu merindu
sakit dan lelah tak kau hiraukan
demi diriku, oh ibu buah hatimu

tiada ku mampu, membalas jasamu


hanyalah doa oh di setiap waktu
oh ibu tak henti kuharapkan doamu (2x)
mengalir di setiap nafasku (2x
ibuuuuuuuuuu........ (3x)

Disebuah desa kecil Lhok nga didekat pinggiran pantai aceh, hidup seorang anak kecil
bernama Delisa. Gadis periang dan baik hati. Delisa yang sudah sedari kecil sering
ditinggal sang abi berlayar dan hanya ditemani ummi dan ketiga kakaknya, namun
delisa tidak pernah merasa sedih bahkan dia mampu untuk bersikap dewasa.

Delisa yang sedari kecil sudah diperkenalkan ilmu agama di sekolah maupun dirumah,
namun untuk menghafal hafalan sholat masih harus sering dilakukannya untuk
mengikuti ujian sholat di sekolahnya. Dari malam sampai tertidur delisa terus saja
menghafal-hafalan sholatnya agar lebih bagus lagi dan lulus dalam ujiannya.

Untuk memberi semangat kepada delisa agar hafalan sholatnya bagus dan bisa dengan
khu’su dalam ujian nanti dan seterusnya, ummi delisa menghadiahkan sebuah kalung
dengan bandul berhurufkan inisial D yang artinya delisa yang nanti akan diberikan
kepadanya ketika delisa sudah selesai menjalankan tugasnya dan mendapat
kelulusannya dalam ujian praktek sholat.
Di pagi harinya, dalam keadaan siap dan senang karna ingin mendapatkan hadiah
kalung yg dipilihnya sendiri sewaktu beli di toko mas. Delisa siap untuk mengikuti
ujian praktek sholat di sekolahnya. Awalnya sang ummi tidak ingin membawa kalung
ke sekolah karna takut hilang, namun delisa memaksanya dan menarik ummi untuk
kembali kerumah dan membawa kalung tersebut.

Sesampainya di sekolah, dan pada saat delisa maju dan sedang sholat, pada saat itulah
tsunami terjadi dan menggulung semua orang yang berada di daerah tersebut, beserta
dengan rumah, ternak dan lain-lainnya. Delisa terlempar jauh dan berpisah dengan
ketiga kakaknya dan umminya.

Setelah beberapa hari dan banyaknya tim pencarian, delisa ditemukan dan
diselamatkan oleh relawan yang membawanya ke rumah sakit tempat para korban di
rawat. Pada saat itu pula abi delisa mencarinya setelah mendapatkan kabar dari teman
pelayarnya.

Abi menemukan delisa dalam keadaan kaki sebelah kananya diamputasi akibat terjepit
potongan-potongan kayu. Namun, walaupun dalam keadaan kehilangan sebelah kaki
kanannya, kehilangan ke tiga kakanya dan ummi yang sangat delisa cintai, beserta
teman-teman dekat delisa, delisa tetap berusaha tegar dan tidak mau putus asa.
Walaupun dalam keadaan tersebut delisa mampu menyelesaikan praktek sholatnya dan
lulus dalam prakteknya. Delisa, gadis kecil yang periang membawa kebahagiaan pada
semua warga aceh yang sedang dilanda musibah bencana alam.

Isi / Sinopsis :

Film Hafalan Shalat Delisa adalah sebuah karya film yang mengangkat

kisah nyata, yaitu kisah bencana Tsunami di Aceh. Film ini mengisahkan

mengenai sebuah desa bernama Lhok yang didekat pesisir pantai aceh, hidup

seorang anak kecil bernama Delisa dan dengan mempunyai kakak dan adik

bernama Fatimah, Aisyah, Zahra. Terdapat sebuah sekolah dalam desa tersebut

yang memperkenalkan sebuah ilmu agama kepada anak murid-murid desa


Lhok tersebut. Delisa seorang anak yang pandai dan rajin dalam sekolah yang

diutamakan adalah belajar Shalat dan menghapal bacaan-bacaannya.

Ummi selalu memberikan motivasi dan semangat kepada anak-

anaknya dengan cara memberikan sebuah hadiah jika berhasil menghapal

hafalan yang diajarkan disekolah. Delisa selalu mendapat semangat dari Ummi

agar hafalan shalat nya bagus dan khusu dalam saat ujian. Ummi berjanji akan

memberikan sebuah kalung yang berinisial huruf “D” yang berati nama Delisa.

Kalung tersebut akan diberikan kepada Delisa jika ia sudah selesai menjalankan

tugasnya dan mendapat kelulusannya dalam ujian praktek di sekolahnya.

Hari dimana Delisa menghadapi ujian tes shalat di sekolah pun tiba,

sudah berkumpul banyak teman-teman, diawali dengan teman sekelas Delisa

yaitu Tiur yang terlebih dahulu diuji dalam tes hafalan shalat dan ia pun lancar

dan berhasil dalam tes tersebut. Selanjutnya giliran Delisa yang dites shalat di

depan guru, teman-teman, dan Ummi yang melihat tes ujian tersebut. Delisa

pun sangat khusu dan konsentrasi dalam mengucapkan Takbir yang pertama,

beberapa saat Delisa sedang mengucapkan takbir tiba-tiba terjadi sebuah

gempa cukup besar yag disertai dengan tsunami, ia tidak menghiraukan adanya

gempa dan tsunami tersbut karena saking khusu ia melakukan tes shalat

tersebut. Dengan mukjizat yang diberikan oleh Allah Swt, Delisa pun

terombang-ambing yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami itu, namun

Delisa masih hidup yang telah ditemukan terdampar diatas sebuah batu karang,

saat ditemukan Delisa terlihat kesakitan kaki kanannya, lalu ia langsung dibawa
ke rumah sakit yang menjadi tempat bantuan bencana, saat itu Delisa pun

harus diamputasi kakinya.

Abbi Usman pun bingung pada saat bencana terjadi ia sedang bekerja berlayar, saat
itu Abbi bingung karena kemana ia harus mencara anak-anak dan istrinya Ummi, hari
demi hari Abbi mencari keluarganya dan ternyata ia hanya menamukan Delisa yang
masih hidup yang dirawat di rumah sakit. Setelah kondisi Delisa berangsur membaik,
Abbi pun membawa Delisa pulang ke rumahnya, namun saying sekali rumah yang
ditinggali keluarganya itu hancur lebur akibat gempa dan tsunami yang terjadi. Abbi
Usman berusaha keras untuk mengembalikan rumah yang ditinggali keluarganya itu
dengan mencoba membangun rumah itu kembali.

Anda mungkin juga menyukai