Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

LUPUS

A. ANATOMI FISIOLOGI

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem kekebalan dalam


tubuh terhadap agen asing
Imunitas: perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi
Sistem imun: Sel- sel dan molekul yang terlibat dalam perlindungan
1. Penggolongan sistem imun
a. Humoral (Antibody- Mediated) Immunity
1) Ditemukan dalam cairan tubuh ( plasma darah, lympha, sekresi mukosa),
dikenal sebagai antibodi
2) Dibentuk oleh sel B ( limfosit B) berfungsi sebagai respon imun terutama
terhadap bakteri, toksin, dan virus
3) Dalam cairan tubuh, serta transplantasi jaringan
b. Cell Mediated Immunity
1) Merupakan limfosit khusus yanitu sel T (limfosit T) berfungsi melawan
terhadap organism easing dan jaringan serta mengatur/regulasi aktivasi
dan poliferasi sel system imun lain yaitu makrofag
2) Memberikan respon lebih efektif terhadap bakteri dan virus dalam fagosit
atau sel host terinfeksi, jamur, protozoa, dan helmintes serta carcinoma
3) Spesifik antigen (mengenal dan melawan antigen khusus) sitemik (tidak
terbatas pada lokasi infeksi awal,tetapi diseluruh tubuh) memiliki memori
(mengenal dan meningkatkan serangan terhadap antigen yang sama pada
waktu yang akan datang)
2. Struktur Sistem Imun
a. Organ sistem Imun terdapat di seluruh bagian tubuh: organ limfoid yang
merupakan “rumah” bagi limfosit
b. Jaringan limfoid primer,terdiri dari: kelenjar tymus dan sumsum tulang
c. Jaringan limfoid sekunder, terdiri dari:
1) berkapsul : limpa dan kelenjar limfe
2) tidak berkapsul : tonsil, GALT (gut- associate lymphoid tissue), jaringan
limfoid di kulit, saluran napas, kemih dan organ reproduksi
3. Fungsi sistem imun
a. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan
dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing ( bakteri,
parasit, jamur, virus serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
b. Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak (debris sel )
untuk perbaikan jaringan
c. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal
1) Sasaran utama: bakteri patogen dan virus
2) Leukosit merupakan sel imun utama selain sel plasma, makrofag, dan sel
mast
3) Pertahanan lapis pertama dikenal sebagai pertahanan fisik ( physical
barrier)
4. Mekanisme pertahanan tubuh
a. Imunitas nonspesifik (didapat)= innate immunity
b. Imunitas spesifik (dipelajari/ adaptif)= acquired/ adaptive immunity

5. Respon imun
Respon imun alami non spesifik= natural= b. Respons imun didapat spesifik=
innate= alamiah adaptive=acquired

- ada sejak lahir - spesifik untuk jenis tertentu


-diturunkan secara genetis atau herediter - respons terhadap paparan atau terjadi
- tidak memiliki target tertentu dalam beberapa hari namun bila terjadi
- terjadi secara langsung terhadap antigen paparan berikutnya lebih cepat
dalam beberapa menit hingga jam, yang - butuh waktu pengenalan antigen baru
berdampak terjadinya reaksi inflamasi terjadi respon
- diperoleh sebagai akibat kontak dengan
antigen
- tergantung pada pemaparan antigen

6. Bentuk – bentuk antibodi

Klas Tempat Fungsi

IgG Bentuk antibodi utama di Mengikat patogen, menaktifkan


sirkulasi, satu-satunya yang komplemen, meningkatkan fagositosis
dapat menembus barrier
Plasenta

IgM Di sirkulasi, antibodi terbesar, Aktifkan komplemen,


pertama kali dibentuk menggumpalkan sel

IgA Di mukosa Mencegah patogen menyerang sel


epitel traktus digestivus dan
respiratori

IgD Di sirkulasi dan jumlahnya Manandai kematuran sel B


paling rendah

IgE Membran berikatan dengan Bertanggungjawab dalam respon


reseptor basofil dan sel mast alergi dan melindungi dari serangan
dalam jaringan parasit cacing

B. Definisi
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun artinya
tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, yang akhirnya merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit dan
organ lain. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang
masuk ke dalam tubuh.

Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan
organ tubuh yang sehat dengan kata lain, sistem imun yang terbentuk berlebihan.
Kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. Pada satu kasus penyakit ini bisa membuat
kulit seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). Pada kasus lain ketika
sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan
(lupus SLE).
Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan antibodi
yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di tubuh, tetapi
dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ tubuh sendiri. Organ
tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung, paru, otak, dan sistem
pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi, semakin berat kerusakan
tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu lama fungsi ginjal akan
menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan cuci darah

C. ETIOLOGI
Faktor penyebab hadirnya lupus di tubuh belum diketahui secara pasti. Namun
beberapa penelitian kemungkinan lupus hadir melalui beberapa faktor diantarnya :
1. Faktor Lingkungan
a. Infeksi
b. Stress
c. Makanan
d. Antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin)
e. Ultraviolet
2. Faktor Genetik
Sampai saat ini, tidak diketahui gen – gen yang menjadi penyebabnya. Lupus
diturunkan angkanya relatif kecil kemungkinan hanya 10%.
3. Faktor Hormonal
Faktor hormonal bisa menjelaskan mengapa kaum hawa lebih sering terkena
dibandingkan pria. Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit lupus sebelum
periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa
hormon khususnya estrogen menjadi pencetus lupus.
4. Faktor Sinar Matahari
Sinar matahari memancarkan sinar ultraviolet yang dapat merangsang
peningkatan hormon estrogen yang cukup banyak sehingga mempermudah
terjadinya reaksi autoimun.
5. Faktor Obat-obatan
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu diminum dalam
jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus
Erythematosus atau DILE). Jenisobat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, etildopa,
hidralasin, prokainamid, dan isoniazid

D. KLASIFIKASI
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus,
systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
1. Discoid Lupus
Dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit lupus yang menyerang kulit. Lesi
berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi,
skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala,
telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada.
2. Systemic Lupus Erythematosus
Adalah penyakit lupus yang menyerang kebanyakan sistem di dalam tubuh, seperti
kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati otak dan sistem saraf. SLE merupakan
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan
sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi
terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan
fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanime pengaktivan
komplemen.
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat
banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk
berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat
dihentikan.

E. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya
matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid,
isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau
obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang
antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American College of
Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. Kesebelas kriteria tersebut antara
lain:
1. Ruam malar : Malar rash (baterflay rash) merupakan tanda sepesifik pada SLE yaitu
bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai
dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi.
2. Ruam discoid : Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema
yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga,
wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan
karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta
hilangnya apendiks kulit secara menetap.
3. Fotosensitifitas (Sensitivitas pada cahaya)
4. ulserasi (semacam luka) di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis (radang membran serosa), yaitu pleuritis (radang pleura) atau perikarditis
(radang perikardium)
7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria (adanya protein pada urin) persisten >0.5 gr/hari
8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang
9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik atau leucopenia
10. kelainan imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti DNA positif
11. adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat
badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
12. Pembengkakan sendi
13. Nyeri tekan
14. Rasa nyeri ketika bergerak
15. Rasa kaku pada pagi hari.

Manifestasi Klinis secara persistem dapat di bagi menjadi:


1. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita
artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan,
pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu
sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
2. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar
matahari.
3. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel
ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang
menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani
dialisa atau pencangkokkan ginjal.
4. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan
adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian
manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma
otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa
terjadi.
5. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan
darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru.
Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor
pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali
terjadi anemia akibat penyakit menahun.
6. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan
tersebut.
7. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut
sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.
G. PATWAY

genetik, kuman, virus, lingkungan, obat-obatan tertentu

gangguan imunoregulasi

↑antibodi yang berlebihan

↑sel T sepresor yang abnormal

antibodi menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)

penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan

penyakit SLE

mencetus penyakit inflamasi pada organ

kulit sendi darah paru-paru ginjal hati otak

kerusakan atritis hb ↓ efusi pleura protein


integritas urin
kulit kerusakan suplai
sintesa zat- O2 ↓
ketidakefekti protein
Gangguan O2 dan zat tubuh
fan pola tubuh ↓
mobilitas nutrien ↓ nafas
fisik nekrosis

ATP ↓ pertumbuhan nutrisi


dan kurang resti
perkembangan dari kematian
keletihan terhambat kebutuh
an
H. KOMPLIKASI
1. Vaskulitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari.
Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok
2. Hematuri
3. Anemia
4. Arthritis remathoid
5. Kerusakan ginjal permanen

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau


menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama
untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3)
untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.
1. Pemeriksaan Autoantibodi
Prevalen Antigen yang
Antibody Clinical Utility
si % Dikenali
Antinuclear 98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining terbaik; hasil negative
antibodies berulang menyingkirkan SLE
(ANA)
Anti-dsDNA 70 DNA (double- Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan
stranded) pada beberapa pasien berhubungan dengan
aktivitas penyakit, nephritis, dan vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi klinis;
protein pada 6 kebanyakan pasien juga memiliki RNP; umum
jenis U1 RNA pada African American dan Asia dibanding
Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar
protein pada U1 berkaitan dengan gejala yang overlap dengan
RNAγ gejala rematik termasuk SLE.
Anti-Ro (SS- 30 Kompleks Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan sindrom
A) Protein pada hY Sicca, subcutaneous lupus subakut, dan lupus
RNA, terutama neonatus disertai blok jantung congenital;
60 kDa dan 52 berkaitan dengan penurunan resiko nephritis.
kDa
Anti-La (SS- 10 47-kDa protein Biasanya terkait dengan anti-Ro; berkaitan
B) pada hY RNA dengan menurunnya resiko nephritis
Antihistone 70 Histones terkait Lebih sering pada lupus akibat obat daripada
dengan DNA SLE.
(pada
nucleosome,
chromatin)
Antiphospholi 50 Phospholipids,β2 Tiga tes tersedia –ELISA untuk cardiolipin dan
pid glycoprotein 1 β2G1, sensitive prothrombin time (DRVVT);
cofactor, merupakan predisposisi pembekuan, kematian
prothrombin janin, dan trombositopenia.

Antierythrocyt 60 Membran Diukur sebagai tes Coombs’ langsung;


e eritrosit terbentuk pada hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan dan Terkait dengan trombositopenia namun
perubahan sensitivitas dan spesifitas kurang baik; secara
antigen klinis tidak terlalu berarti untuk SLE
sitoplasmik pada
platelet.
Antineuronal 60 Neuronal dan Pada beberapa hasil positif terkait dengan lupus
(termasuk anti- permukaan CNS aktif.
glutamate antigen limfosit
receptor)
Antiribosomal 20 Protein pada Pada beberapa hasil positif terkait dengan
P ribosome depresi atau psikosis akibat lupus CNS

Catatan: CNS = central nervous system,


CSF= cerebrospinal fluid,
DRVVT = dilute Russell viper venom time,
ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA
karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada
beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga
pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi
namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan
kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada
pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan
yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk
SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel
Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari
aviditas tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun
terhubung lebih baik dengan nephritis
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang
terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa
ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear,
harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda.
Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak
semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan
dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu
dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b. Ruam kulit atau lesi yang khas
c. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan
pleura atau jantung
e. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
f. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
g. Biopsi ginjal
h. Pemeriksaan saraf.

J. PENATALAKSANAAN
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan,
dan sakit kepala
Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;
a. Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,
perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b. Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-
steroid
c. Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d. Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
e. Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f. Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g. Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat
bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis
lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a. Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik,
penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf
pusat) perlu ditangani oleh ahlinya
b. Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai
kelainan organ sasaran yang terkena.
c. Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa
diberikan obat penekan sistem kekebalan
d. Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan
sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap
kortikosteroid atau yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
3. Penatalaksanaan Umum :
a. Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi,
gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya
mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas
yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup
b. Hindari Merokok
c. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
d. Hindari stres dan trauma fisik
e. Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
f. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00
g. Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon
estrogen
4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus
a. Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-
200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan
b. Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4
minggu,
ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari
selama 5 hari berturut-turut
c. Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat
diberikan prednison 20-40 mg/hari
d. Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
e. Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan
dengan siklofosfamid
f. Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase
g. Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
h. Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan
pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan
metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-turut
K. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan 1. Melaporkan adanya 1. Kaji lokasi dan tingkat nyeri klien
dengan proses penurunan tingkat untuk menentukan rencana tindakan
inflamasi dan nyeri yang tepat
kerusakan jaringan 2. Melakukan 2. Berikan analgesic sesuai indikasi
aktivitas sehari-hari dan pantau efek obat
tanpa merasa nyeri 3. Gunakan intervensi untuk
menurunkan nyeri non parmakologi
seperti tekhnik relaksasi napas dalam

Kelemahan 1. Mampu 1. Kaji tingkat energy klien untuk


berhubungan melaksanakan merencanakan kegiatan harian klien
dengan proses aktivitas utama 2. Bantu klien dalam melakukan
penyakit 2. Mengungkapkan aktivitas untuk memenuhi
adanya kebutuhan aktivitas sehari-hari
peningkatan energi 3. Jelaskan tentang pentingnya
pengalihan energy yang digunakan
untuk meminimalkan jumlah energy
yang dikelauarkan saat beraktivitas
4. Libatkan keluarga dalam menyusun
rencana kegiatan untuk
meningkatkan kesadaran pasien
terhadap dukungan dan pengertian
keluarga terhadap penyakit pasien
5. Ajarkan pasien teknik meditasi
seperti yoga untuk menurunkan
tingkat stress
6. Dorong pasien untuk istirahat
teratur dan sesuai kebutuhan.

Gangguan citra 1. Meningkatkan 1. Diskusikan dengan pasien harapan


tubuh berhubungan perhatian dan yang realistis tentang perubahan
dengan perubahan partisipasi dalam fisik untuk membantu pasien
dalam penampilan perawatan diri membuat rencana dalam
fisik 2. Mengungkapkan memaksimalkan potensi fisik dan
pernyataan positif meminimalkan masalah yang
tentang diri mungkin muncul
2. Dorong pasien untuk meningkatkan
minat terhadap kebersihan dan
ajarka cara penggunaan kosmetik
secara kreatif karena aktivitas ini
dapat memperbaiki citra tubuh dan
rasa percaya diri pasien
3. Dorong pasien untuk
mendiskusikan perasaan dan hal
positif pada diri pasien untuk
menurunkan rasa isolasi dan
gangguan citra tubuh
Kerusakan 1. Membatasi 1. Kaji dan monitor lokasi dan
integritas kulit paparan langsung kemajuan dari ruam untuk
berhubungan sinar matahari merencakan tindakan yang sesuai
sensitivitas cahaya, 2. Tidak membuka 2. Berikan terapi medikasi sesuai
ruam kulit, dan luka kulit indikasi untuk mengontrol
alopecia 3. Strategi untuk maifestasi kulit
melindungi dari 3. Pertahankan kulit bersih dan kering
alopecia untuk mencegah infeksi sekunder
4. Diskusikan kebutuhan untuk
membatasi paparan sinar matahari
langsung dan gunakan krim atau
pakaian pelindung dari cahaya
matahari langsung saat berada di
luar ruangan
Intoleransi aktivitas 1. Mengungkapkan 1. Monitor tanda-tanda vital saat
berhubungan kepuasan akan pola ambulasi karena peningkatan nadi
dengan kelemahan aktivitas dan pernafasan mengindikasikan
dan kelelahan 2. Mengukur tingkat kebutuhan pasien untuk istirahat
toleransi terhadap 2. Ukur tingkat aktivitas dan berikan
aktivitas waktu istirahat diantara aktivitas
3. Dorong pasien untuk mengkaji
jadwal kegiatan untuk
meningkatkan rasa control dan
kerjasama dalam menentukan
rencana kegiatan
4. Berikan istirahat bedrest menjelang
eksaserbasi untuk mengumpulkan
energy pada saat aktivitas
5. Berikan latihan ROM setiap 4 jam
untuk mencegah kontraktur otot
6. Dorong pasien untuk mengguakan
alat bantu untuk menghemat
energy.
Perubahan nutrisi 1. Mempertahankan 1. Kaji makanan yang disukai pasien
kurang dari berat badan normal da masukan kedalam rencana
kebutuhan tubuh 2. Mempertahankan makan pasien apabila
berhubungan jumlah dan kualitas memungkinkan untuk mempertahan
dengan anorexia, asupan makanan intake yang adekuat
kelemahan, dan untuk memenuhi 2. Tawarkan makan sedikit tapi sering
efek medikasi kebutuhan sehari- 3. Berikan perawatan oral hygiene
hari sebelum dan setelah makan untuk
meningkatkan kenyamanan dan
mencegah terjadinya perlukaan
pada oral
4. Pantau hasil laboratorium seperti
Hb, elektrolit, dan kadar protein
karena nilai yang rendah dapat
mengindikasikan intake yang tidak
adekuat
5. Anjurkan keluarga untuk membawa
makanan favorit pasien untuk
meningkatkan asupan makanan dan
sebagai wujud perhatian dan kasih
sayang terhadap pasien

Anda mungkin juga menyukai