Anda di halaman 1dari 18

STROKE NON HEMORAGIK

A. Pengertian
Gangguan peredaran darah di otak (GPDO) atau dikenal dengan
CVA (Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal
timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan
atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredarandarah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular. Berdasarkan
etiologinya, stroke dibedakan menjadi :
1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik.
2. Strok iskemik atau stroke non hemoragik.
Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik
didefinisikan, secara patologis, sebagai kematian jaringan otak karena
pasokan darah yang tidak adekuat.

B. Etiologi
Penyebab-penyebab stroke antara lain:
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak). ( Smeltzer, 2002 )
C. Faktor resiko pada stroke
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke non hemorragic antara lain:
1. Faktor yang tidak dapat dirubah:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Riwayat keluarga
2. Faktor yang dapat dirubah
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskular, seperti:
1) Penyakit arteri koronaria
2) Gagal jantung kongestif
3) Penyakit jantung kongestif
4) Fibrilasi atrium
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
g. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan kadar estrogen tinggi)
h. Merokok
i. Penyalahgunaan obat
j. Konsumsi alkohol. ( Smeltzer, 2002 )

D. Manifestasi klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala
itu antara lain bersifat:
1. Sementara (kurang dari 24 jam)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.
2. Sementara (lebih dari 24 jam)
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND).
3. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang
disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
4. Sudah menetap/permanen. ( Harsono,1996 )
Keterangan Defisit Neurologik
NO DEFISIT NEUROLOGIK MANIFESTASI
1. DEFISIT LAPANG
PENGLIHATAN
a. Homonimus  Tidak menyadari orang/objek ditempat
hemianopsia kehilangan peglihatan
(kehilangan setengah  Mengabaikan salah satu sisi tubuh
lapang penglihatan)  Kesulitan menilai jarak
 Kesulitan melihat pada malam hari
b. Kehilangan penglihatan  Tidak menyadari objek atau batas objek
perifer
c. Diplopia  Penglihatan ganda
2 DEFISIT MOTORIK
a. Hemiparese  Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada
sisi yang sama
b. Hemiplegia  Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi
yang sama
c. Ataksia  Berjalan tidak mantap, tegak
 Tidak mampu menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang luas
d. Disatria  Kesulitan dalam membentuk kata
e. Disfagia  Kesulitan dalam menelan
3. DEFISIT SENSORI
Parestesia (terjadi pada sisi  Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
berlawanan dari lesi)
4 DEFISIT VERBAL
a. Afasia ekspresif  Ketidakmampuan menggunakan simbol
berbicara
b. Afasia reseptif  Tidak mampu menyusun kata-kata yang
diucapkan
c. Afasia global  Kombinasi baik afasia reseptif dan
ekspresif
5. DEFISIT KOGNITIF  Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang
 Penurunan lapang perhatian
 Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
 Alasan abstrak buruk
 Perubahan penilaian
6. DEFISIT EMOSIONAL  Kehilangan kontrol diri
 Labilitas emosional
 Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
 Menarik diri
 Rasa takut, bermusuhan dan marah
 Perasaan isolasi

E. Gejala Klinik
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya.
Gejala utama gangguan peredaran darah otak iskemik akibat trombosis
serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut,
didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi
dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari
50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan
normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat
adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskmik dan edema.
Gangguan peredaran darah otak akibat emboli serebri didapatkan
pada usia lebih muda, mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli
berasal dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang
terlepas. Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup besar. Likuor
serebrospinalis adalah normal.
Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasilar.
1. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan:
a. Gangguan penglihatan.
b. Gangguan bicara, disfasia atau afasia.
c. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral.
d. Ganguan sensorik.

2. Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan:


a. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan
pada lobus oksipital.
b. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak.
c. Gangguan motorik.
d. Gangguan koordinasi.
e. Drop attack.
f. Gangguan sensorik.
g. Gangguan kesadaran.

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia,


gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai
lebih lumpuh, eye deviation, hemipareses yang disertai kejang.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris
nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di
talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi
alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran,
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, deviasi lidah.
Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti; gangguan
sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal
a. Menunjukan adanya tekanan normal.
b. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal. ( Doengoes, 2000 )

G. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan umum ini digunakan pedoman 6B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.
2. Brain
Edema otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi
edema otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk,
adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat
diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yag timbul dapat
diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi
yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus
dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa
harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark yang ini akan mempermudah terjadinya edema. Keseimbangan
elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila pelu
diberikan nasogastric tube.
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi
retensi urine. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
6. Bone
Kekuatan otot dan kelemahan anggota tubuh klien perlu diperhatikan
dan berikan posisi yang tepat untuk mencegah deformitas tulang.
Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Monitor status mental, sensasi persepsi, control motorik.
2. Memperbaiki mobilitas dan mencegah deformitas.
3. Melatih kemampuan perawatan diri dan kontrol kandung kemih.
4. Memperbaiki proses berpikir.
Penatalaksanaan Medis:
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.

H. Komplikasi
1. Hipoksia Serebral
2. Penurunan darah serebral
3. Luasnya area cedera

I. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan atau batuk melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan atau tidak teratur, suara nafas terdengar
ronchi atau aspirasi.
c. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut.

2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
1) Data Subyektif:
 Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralysis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran.
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
( hemiplegia ) , kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan.

b. Sirkulasi
1) Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
2) Data obyektif:
 Hipertensi arterial.
 Disritmia, perubahan EKG.
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi.
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

c. Integritas ego
1) Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
2) Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,
kegembiraan.
 Kesulitan berekspresi diri.

d. Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria.
 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus (ileus paralitik).

e. Makan/ minum
1) Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang.
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
2) Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring).
 Obesitas (factor resiko).

f. Sensori neural
1) Data Subyektif:
 Pusing atau syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati.
 Penglihatan berkurang.
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
2) Data obyektif:
 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral pada semua
jenis stroke), genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya
reflek tendon dalam (kontralateral).
 Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
 Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /
kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya).
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil.
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral.

g. Nyeri / kenyamanan
1) Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
2) Data obyektif:
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /
fasial.

h. Respirasi
Data Subyektif:
 Perokok ( factor resiko ).

i. Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali.
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.

j. Interaksi social
Data obyektif:
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kerusakan batuk,
ketidakmampuan mengatasi lendir.
Tujuan : jalan napas efektif.
Kriteria hasil:
a. Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
b. Ekspansi dada simetris.
c. Bunyi napas bersih saat auskultasi.
d. Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
e. Tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
Mandiri
a. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
b. Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas
dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
c. Penghisapan sekresi.
d. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
Kolaborasi
a. Berikan oksigenasi sesuai advis.
b. Pantau Hb sesuai indikasi.

2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat


pernapasan.
Tujuan : pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
a. RR 18-20 x permenit
b. Ekspansi dada normal
Intervensi :
Mandiri
a. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
b. Auskultasi bunyi nafas.
c. Pantau penurunan bunyi nafas.
d. Pastikan kepatenan O2 nasal.
e. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
f. Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
g. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah:


penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema
serebral.
Tujuan : perfusi jaringan serebral optimal.
Kriteria hasil :
a. Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi
sensori/motor.
b. Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
c. Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran/kekambuhan
Intervensi :
Mandiri
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu/
penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
b. Monitor dan catat status neurologi secara teratur.
c. Monitor tanda tanda vital.
d. Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya).
e. Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur,
perubahan lapang pandang/persepsi lapang pandang.
f. Bantu meningkatkan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami
gangguan fungsi.
g. Kepala dielevasikan perlahan-lahan pada posisi netral.
h. Pertahankan tirah baring, sediakan lingkungan yang tenang, atur
kunjungan sesuai indikasi.
Kolaborasi
a. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
b. Berikan medikasi sesuai indikasi:
1) Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
2) Antihipertensi.
3) Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
4) Manitol.

4. Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuscular,


ketidakmampuan dalam persespi kognitif.
Tujuan pasien : peningkatan kemampuan mobilitas fisik
Kriteria hasil :
a. Tidak ada kontraktur, foot drop.
b. Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi
dari bagian tubuh.
c. Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana
permulaanya.
d. Terpeliharanya integritas kulit.
Intervensi:
Mandiri
a. Rubah posisi tiap dua jam (miring ke kiri, telentang, miring ke
kanan).
b. Mulai latihan aktif/pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas.
c. Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada
saat selama periode paralisis flaksid. Pertahankan kepala dalam
keadaan netral.
d. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi.
e. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk.
f. Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau
menormalkan sirkulasi.
g. Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang.
Kolaboratif
a. Konsul kebagian fisioterapi.
b. Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik.
c. Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi.

5. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral,


gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut,
kelemahan umum / letih.
Tujuan : komunikasi verbal efektif.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami problem komunikasi
b. Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
c. Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi
Mandiri
a. Bantu menentukan derajat disfungsi
b. Bedakan antara afasia denga disartria
c. Sediakan bel khusus jika diperlukan
d. Sediakan metode komunikasi alternatif
e. Antisipasi dan sediakan kebutuhan paien
f. Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
g. Bicara dengan nada normal
Kolaborasi :
Konsul dengan ahli terapi wicara.

6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan : tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil:
a. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
b. Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi:
Mandiri
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek
batuk.
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan.
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan.
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
e. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan
lunak ketika klien dapat menelan air.
g. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Kolaborasi
Pemberikan cairan melalui iv atau makanan melalui selang.

7. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,


intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : klien tidak mengalami konstipasi.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat.
b. Konsistensi feses lunak.
c. Tidak teraba masa pada kolon.
d. Bising usus normal (15-30 kali permenit).
Intervensi:
Mandiri
a. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
konstipasi.
b. Auskultasi bising usus.
c. Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
d. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
e. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Kolaborasi
Berikan pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema).

8. Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) yang berhubungan dengan


kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter.
Tujuan : klien mampu mengontrol eliminasi urin.
Kriteria hasil :
a. Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia.
b. Tidak ada distensi bladder
Intervensi
a. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c. Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih
pada jadwal yang telah direncanakan
e. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya
2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aji Barang. 2007. Stroke Non Hemoragik. Diakses melalui http://keperawatan-


gun.blogspot.com/ pada tanggal 5 Juni 2011

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC

Rizkia Felisanny Pical. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Stroke Non


Hemoragik. Diakses melalui http://lisa86.wordpress.com/ pada tanggal 5 Juni
2011

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS
STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh:
CAHYO ADI NUGROHO

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
Pathway Stroke

Trombus, Emboli Serebral

Sumbatan aliran darah & O2 serebral

Infark jaringan serebral

Perubahan Perfusi Jaringan Hemisfer Kiri Hemisfer Kanan Infark Batang Otak

Disfagia Afasia Kelainan Visual Mudah Frustasi Hemiplagi Hemiplagi Kelainan Defisit Perseptual Nervus1 N2 N3,4,6 N7 N8 N9,10,11 N5 N12

Kanan Kanan Kiri Vis. Kanan penurunan daya penciuman

Kerusakan Ggg konsep penurunan daya penglihatan fgsi menelan


diri: HDR
menelan kelemahan fisik menutup kelopak mata,
Resti Cedera
Kerusakan fungsi pengecap 2/3 lidah

Kom.verbal Kurang Organ penurunan lapang pandang reflek mengunyah


perawatan diri mobilitas fisik
reflek cahaya menurun menurun

Resti Kerusakan perubahan ukuran pupil


Integritas Kulit
bola mata tidak dapat mengikuti perintah

penurunan fgsi pendengaran


Ggg Persepsi Sensori
dan keseimbangan tbuh
Ggg nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai