Anda di halaman 1dari 58

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Dalam teknik penggumpulan data dalam penelitian dapat dilakukan dengan interview
(wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan penggabungan ketiganya. Dalam
makalah ini, pemateri mengfokuskan pembahasan teknik-teknik yang digunakan dalam
penelitian yaitu wawancara dan observasi.
Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya. Jika alat
pengambil datanya cukup relibel dan valid, tentu datanya juga akan relibel dan valid. Pada
umumnya, setiap alat alat atau metode pengambilan data mempunyai panduan pelaksanaan .
panduan ini harus sejak awal dipahami oleh peneliti. Namun bila pengambilan datanya dilakukan
oleh orang lain, peneliti harus mempunyai cara untuk memperoleh keyakinan bahwa pengalaman
data itu telah dilaksanakan menurut prosedur yang seharusnya.
Dalam proses pengambilan data, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data, dan suber sekunder merupakan suber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.
Pada dewasa ini masih banyak dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum
tentang perbedaan dan penggunaan pengumpulan data dengan cara wawancara dan observasi
meskipun pada umumnya dua kata tersebut tidak asing lagi di telinga kita.
Olehnya itu, penulis dalam makalah ini menarik suatu kesimpulan bahwa perlu adalah
penyelasan yang lebih lanjut tentang teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dan
observasi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan wawancara?
2. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara?
3. Bagaimana bentuk-bentuk wawancara?
4. Bagaiman bentuk-bentuk pertanyaan dalam wawancara?
5. Bagaimana langkah-langkah penyusunan wawancara?
6. Apa saja kelebihan dan kelemahan wawancara?
7. Apa yang dimaksud dengan observasi?
8. Apa tujuan dilakukannya observasi?

1
9. Bagaimana karakteristik suatu observasi?
10. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam observasi?
11. Bagaimana metode dalam observasi?
12. Apa saja jenis-jenis observasi?
13. Bagaimana tahapan dalam observasi?
14. Apa saja kelebihan dan kelemahan observasi?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian wawancara
2. Dapat mengetahui hal-hal apa yang perlu diperhatikan dalam wawancara
3. Dapat mengetahui bentuk-bentuk wawancara
4. Dapat mengetahui bentuk-bentuk pertanyaan dalam wawancara
5. Dapat mengetahui langkah-langkah penyusunan wawancara
6. Dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan wawancara
7. Dapat mengetahui pengertian observasi
8. Dapat mengetahui tujuan dilakukannya observasi
9. Dapat mengetahui karakteristik suatu observasi
10. Dapat mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam observasi
11. Dapat mengetahui metode dalam observasi
12. Dapat mengetahui jenis-jenis observasi
13. Dapat mengetahui tahapan dalam observasi
14. Dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan observasi

BAB II
PEMBAHASAN

2
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah
olehnya (Suharsimi,2004). Selanjutnya instrumen yang diartikan sebagai alat bantu merupakan
saran yang dapat diwujudkan dalam benda (Sudaryono,2013).

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai
cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (Natural setting),
pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah dengan berbagai responden, pada suatu
seminar, diskusi, dijalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder adalah sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, mislanya lewat orang lain
ataupun lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview
(wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.

Bermacam-macam teknik pengumpulan data ditunjukkan pada gambar 12.1 berikut. Berdasarkan
gambar tersebut terlihat bahwa secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data,
yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan/triangulasi.

2.1 WAWANCARA

2.1.1 Pengertian wawancara

Esterberg (2002) mendefinisikan interviewsebagai berikut. “a meeting of two persons to


exchange information and idea through question and responses, resulting in communication
and joint construction of meaning about a particular topic.” Wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Susan Stainback (1988) mengemukakan bahwa: interviewing provide the reseachers a


means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situasion or
phenomenon than can be gained through observation alone. Jadi dengan wawancara, maka
peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalamm

3
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan
dalam observasi (Sugiyono, 2017).

Menurut Moleong (2005), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.


Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawban atas pertanyaan
tersebut.

Gorden (dalam Herdiansyah, 2009) mendefinisikan wawancara, “interviewing is


conversation between to people which one person tries to direct conversation to obtain
information for some specific purpose” definisi menurut Gorden tersebut dapat diartikan
bahwa wawancara merupakan percakapan dua orang yang salah satunya bertujuan untuk
menggali dan mendapatkan informasi untuk mendapatkan suatu tujuan tertentu.

Definisi wawancara berikutnya dikemukakan oleh Stewart & Cash (2008) yang
didefinisikan sebagai berikut: An interview is interactional because there is an exchanging,
or sharing of roles, responsibilities, feelings, beliefs, motives and information. If one person
does all of the talking and the other all of the listening, a speech to an audience of one, not
an interview, is talking place. Berdasarkan definisi menurut Stewart & Cash, wawancara
diartikan sebagai interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagai aturan,
tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif dan informasi. Wawancara bukanlah suatu
kegiatan dengan konsiddi satu orang melakukan atau memulai pembicaraan sementara yang
lain hanya mendengarkan.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab,
baik langsung maupun tidak langsung dengan responden untuk mencapat tujuan tertentu.
Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh informasi secara langsung, menyelami dunia
pikiran dan perasaan seseorang, membuat suatu konstruksi “Sekarang dan disini “ mengenai
orang, merekonstruksi kejadian dan pengalaman yang telah lalu, dan memproyeksikan suatu
kemungkinan yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang serta untuk memengaruhi
situasi tertentu.

4
2.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara

Menurut Sukardi (2003) Jika peneliti menetapkan wawancara sebagai teknik untuk
pengambilan data dari responden, maka diajurkan agar mereka memperhatikan hal-hal
penting sebagai berikut:

a) Dalam proses wawancara dengan ressponden, peneliti hendaknya berpenampilan rapi

b) Peneliti harus dapat bersikap ramah, sopan dan beradaptasi dengan cepat terhadap
kondisi responden

c) Peneliti hendaknya menguasai materi wawancara dan familiar terhadap petunjuk


wawancara yang berisi item-item pertanyaan yang harus diajukan kepada responden

d) Peneliti hendaknya dapat mengikuti skenario atau petunjuk wawancara secara


fleksibel dan menyesuaikan dengan situsi dan kondisi responden

e) Penenliti hendaknya mampu mencatat jawaban semua responden secara cepat dan
tepat dengan tanpa mengurangi kelancaran dan kewajaran proses wawancara

f) Peneliti hendaknya juga mampu mengulang, dan menerangkan pertanyaan yang


diajukan responden apabila responden belum jelas atau tertarik dengan pertanyaan
yang diajukan sebelumnya

g) Peneliti harus dalam kondisi sehat dan menjiwai terhadap situasi wawancara

h) Pertanyaan hendaknya jelas, tepat dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti

Menurut Margono (2005) syarat penting lain dalam mengemukakan pokok-pokok yang
akan diungkap sebagai berikut:

a) Menghindari kata-kata yang bermakna gandaa


b) Menghindari pertanyaan panjang
c) Mengajukan pertanyaan sekonkret mungkin
d) Mengajukan pertanyaan dalam pengalaman konkret interviewee
e) Menyebut semua alternatif jawaban
f) Menghindari kata-kata canggung yang membuat rasa malu interviewee
5
g) Menetralkan gaya bahasa bertanya
h) Memproyeksikan gaya pertanyaan yang menyangkut interviewee
i) Menanyakan hal-hal yang positif dan negatif dalam menilai orang ketiga

2.3 Bentuk-bentuk wawancara

Pada umumnya, wawancara pdalam penelitian kualitatif ataupun wawancara lainnya terdiri
atas 3 bentuk, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, wawancara tidak
terstruktur (Herdiansyah, 2009) berikut penjelasan detailnya.

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur lebih sering digunakan dalam penelitian survei ataupun


penelitian kuantitatif walaupun dalam bebrapa situasi, wawancara terstruktur juga
dilakukan dalam penelitian kualitatif. Wawancara bentuk ini sangat terkesan seperti
interogasi karena sangat kaku dan pertukaran informasi antara peneliti dengan
subject yang diteliti sangat minim. Proses wawancara harus sesuai mungkin dengan
pedoman wawancara (Guideline interview) yang telah dipersiapkan.

Menurut arikunto (2010) pedoman wawancara terstruktur yaitu pedoman wawancara


yang disusun secara rinci sehingga menyerupai checklist. Pewawancara tinggal
membubuhkan tanda V pada nomor yang sesuai.

Menurut Herdiansyah (2010) Beberapa ciri dari wawancara terstruktur adalah


sebagai berikut:

1) Daftar pertanyaan dan kategori telah disiapkan

Dalam wawancara terstruktur, daftar pertanyaan sudah tertulis dalam bentuk


(Form) pertanyaan beserta kategori jawaban yang telah disediakan. Biasanya,
daalam bentukpedoman wawancara (Guideline interview), pewawancara
hanya tinggal membacakan pertanyaan yang telah tertulis, sementara
terwawancara hanya tinggal menjawab sesuai dengan jawaban yang
disesuaikan sehingga tidak ada jawaban selain jawaban yang tersedia.

6
2) Kecepatan wawancara terkendali

Karena jumlah pertanyaan beserta pilihan jawaban sudah tersedia dan


kemungkinan jawaban yang akan diperoleh sudah dapat dipreediksi, maka
waktu dan kecepatan wawancara dapat terkendalil. Pewawancara atau
peneliti dapat melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum melakukan
wawancara dan mencatat waktu yang dibutuhkan selama wawancara tersebut.
Selain itu, Terwawancara atau subjek tidak perlu berpikir panjang untuk
menjawab pertanyaan wawancara yang diajukan karena jawabannya sudah
disediakan. Hal tersebut dapat mempersingkat waktu berpikir bagi subject
penelitian, sehingga waktu dan kecepatan wawancara dapat dikendalikan.

3) Tidak ada fleksibilitas (pertanyaan atau jawaban)

Fleksibilitas terhadap pertanyaan atau jawaban hampir tidak ada.


Pewawancara atau peneliti tidak pelu lagi membuat pertanyaan lain dalam
proses wawancara karena semua pertanyaan yang dibuat sudah dismulasikan
terlebih dahulu dan biasanya sudah fiks ketika turun kelapangan. Demikian
pula dengan jawabannya, tidak ada tambahan jawaban ketika sudah turun
kelapangan.

4) Mengikuti pedomen (dalam urutan pertanyaan, penggunaan kata, tidak ada


improvisasi)

Peddoman wawancara mencakup serangkain pertanyaan beserta urutannya


yang telah diatur dan disesuaikan dengan alur pembicaraan. Tugas
pewawancara hanya membacakan semua pertanyaan berdasarkan urutan
pertanyaannya, termasuk dalam hal penggunaan kata harus seperti yang
tertulis dalam pedoman wawancara dan tidak diperkenankan melakukan
improvisasi. Pewawancara menunjukkan minat, tetapi tetap menjaga jarak
dengan terwawancara.

5) Tujuan wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu


fenomena

7
Wawancara terstruktur biasanya digunakan dalam rangka untuk mendapatkan
penjelasan saja dari suatu fenomena atau kejadian dan bukan untuk tujuan
memahami fenomena tersebut. Karena alasan tersebut, maka biasanya
wawancara terstruktur lebih sering digunakan dalam penelitian survei atau
kuantitatif daripada penelitian kualitatif walaupun wawancara terstruktur juga
dapat diterapkan dalam penelitian kualitatif.

Menurut Nursalam (2008) tahapan penyusunan wawancara terstruktur


meliputi:

a) Menyusun pertanyaan

b) Pilot testing

c) Latihan

d) Persiapan

e) Pengulangan (probing)

f) Recording

Menurut Margono (2005) wawancara terstruktur memiliki kelemahan dan


kelebihan yaitu: Kelemahannya, pendekatan ini kaku dilakukan dalam teknik,
ini dapat meningkatkan releabilitas interviu, tetapi dapat menurunkan
kemampuannya mendalami persoalan yang diselidiki. Kelebihannya,
pendekatan ini telah dibakukan. Karena itu, jawabannya dapat dengan mudah
dikelompokkan dan dianalisis.

b. Wawancara semi-terstruktur

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan
dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-ide nya.

8
Dalam melakukan wawancara, peniliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat
apa yang dikemukankan oleh informan. Wawancara semi-struktur lebih tepat jika
dilakukan pada penelitian kualitatif daripada penelitian lainnya.

Menurut Herdiansyah (2010) beberapa ciri dari wawancara semi-terstruktur


dijelaskan sebagai berikut:

1) Pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan

Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara semi-terstruktur adalah pertanyaan


terbuka yang berarti bahwa jawaban yang diberikan oleh terwawancara tidak
dibatasi, sehingga subjek dapat lebih bebas mengemukakan jawaban apapun
sepanjang tidak keluar dari konteks pembicaraan. Akan tetapi, perlu diingat
bahwa waalaupun subjek diberi kebebasan dalam memberikan jawaban, namun
tetap dibatasi oleh tema dan alur pembicaraan agar pembicaraan tidak melebar ke
arah yang tidak diperlukan. Hal ini membutuhkan keahlian dari peneliti untuk
tetap berada dijalur tema yang sesuai dengan tujuan wawancara.

2) Kecepatan wawancara dapat diprediksi

Walaupun ada kebebasan dalam menjawab pertanyaan wawancara, tetapi


kecepatan dan waktu wawancara masih dapat diprediksi. Kontrol waktu dan
kecepatan wawancara ada pada keterampilan terwawancara dalam mengatur alur
dan tema pembicaraan agar tidak melebar ke arah yang tidak diperlukan. Jika
diperlukan, pewawancara dapat membuat catatan kecil yang berfungsi sebagai
pengingat (reminder) alur pembicaraan.

3) Fleksibel, tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban)

Pertanyaan yang diajukan bersifat fleksibel, tergantung situasi kondisi serta alaur
pembicaraan. Demikian pula jawaban yang diberikan oleh terwawancara dapat
lebih fleksibel. Walaupun pertanyaan dan jawaban bersifat fleksibel, tetapi masih
ada kontrol yang dipegang oleh peneliti, yaitu tema wawancara.

9
4) Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan
penggunaan kata

Pedoman wawancara diperlukan dalam wawancara semi-terstruktur yang


dijadikan patokan ataupun kontrol dalam hal alur pembicaraan dan untuk prediksi
waktu wawancara. Namun, perlu dibedakan antara pedoman wawancara
terstruktur dengan wawancara semi-terstruktur. Pada pedoman wawancara semi-
terstruktur, isi yang tertulis pada pedoman wawancara hanya berupa topik-topik
pembicaraan saja yang mengacu pada satu tema sentral yang telah ditetapkan dan
disesuaikan dengan tujuan wawancara. Peneliti bebas berimprovisasi dalam
mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan situasi dan alur alamiah yang terjadi
asalkan tetap pada topik-topik yang telah ditentukan. Topik dan tema tersebut
dijadikan sebagai kontrol pembicaraan dalam wawancara semi-terstruktur.

5) Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena

Tujuan dari wawancara semi-terstruktur adalah untuk memahami suatu fenomena


atau permasalahan tertentu. Karena tujuannya adalah untuk memahami suatu
fenomena, bentuk wawancara semi-terstruktur sangat sesuai untuk penelitian
kualitatif yang esensinya adalah untuk mendapatkan pemahaman dari suatu
fenomena.

c. Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap dalam pengumpulan datanya. Pedoman wawancara tidak terstruktur yaitu
pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan dinyatakan. Dalam
hal ini kreatifitas pewawancara sangat diperlukan. Wawancara sebagai pengemudi
jawaban responden, jenis ini cocok untuk penelitian kasus.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa
yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang
diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari

10
responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya
yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat
menggunakan cara “berputa-putar baru memukik” artinya pada awal wawancara,
yang dibicarakan adalah hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan, dan bila sudah
terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan, maka segera
ditanyakan.

Wawancara baik dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan pesawat
telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu pewawancara perlu
memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan
dimana harus melakukan wawancara. Pada saat responden sedang sibuk kerja,
sedang mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau
sedang marah, maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara, kalau dipaksakan
wawancara dalam kondisi seperti itu, maka akan menghasilkan data yang tidak valid
dan akurat.

Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan orangnya maka sebaiknya
sebelum melakukan wawancara pewawancara minta waktu terlebih dahulu, kapan
dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara
akan lebih baik, sehingga data yyang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.

Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Bias adalah
menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subjektif
dan tidak akurat. Kebiasan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang
diwawancarai (responden) dan situasi dan kondisi pada saat wawancara.

Menurut Herdiansyah (2010) Wawancara tidak terstruktur hampir mirip dengan


bentuk wawancara semi-terstruktur. Wawancara tidak struktur memiliki ciri-ciri
dibawah ini:

1) Pertanyaannya sangat terbuka, jawabannya lebih luas dan bervariasi

11
Bentuk pertanyaan yang diajukan sangat terbuka,hampir tidak ada pedoman yang
digunakan sebagai kontrol. Begitupun dengan jawaban dari subjek atau
terwawancara, dapat sangat luas dan bervariasi.

2) Kecepatan wawancara sulit diprediksi

Kecepatan dan waktu wawancara lebih sulit diprediksi karena sangat bergantung
dari alur pembicaraan yang kontrolnya sangat fleksibel dan lunak. Akhir dari
wawancara tidak terstruktur juga terkadang tidak mendapatkan kesimpulan yang
cukup jelas dan mengerucut.

3) Sangat fleksibel (dalam hal pertanyaan dan jawaban)

Pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara dan jawaban yang diperoleh dari
subjek atau terwawancara sangat fleksibel. Bahkan, terkesan seperti
perbincangan angalor-ngidul. Jika peneliti yang memilih bentuk wawancara ini
belum berpengalaman atau memiliki jam terbang kurang maka akan mengalami
kendala dalam hal merumuskan tema serta menarik kesimpulan wawancara.jika
peneliti masih belum cukup pengalaman sebaiknya tidak menggunakan bentuk
wawancara tidak terstruktur

4) Pedoman wawancara sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan kata, alur


pembicaraan

Hampir sama dengan wawancara semi-terstruktur, dalam wawan tidak terstruktur


pedoman wawancara tetap masih diperlukan. Hanya saja, dalam wawancara
semi-terstruktur masih terdapat topik-topik yang dibuat sebagai kontrol alur
pembicaraan yang mengacu pada satu tema sentaral, sedangkan pedoman
wawancara tidak terstruktur tidak terdapat topik-topik yang mengontol alur
pembicaraan, tetapi hanya terdapat tema sentral saja yang digunakan peneliti atau
pewawancara sebagai kontrol alur pembicaraan selama wawancara berlangsung

5) Tujuan wawancara untuk memahami suatu fenomena

12
Dalam hal tujuan, ada kesamaan dengan wawancara semi-terstruktur, yaitu untuk
memahami suatu fenomena, sehingga bentuk wawancara tidak terstruktur sesuai
untuk digunakan dalam penelitian kualitatif.
2.1.4 Bentuk-bentuk pertanyaan wawancara
Dalam wawancara, tentu saja tidak terlepas dari serangkaian pertanyaan yang diajukan.
Namun, pertanyaan yang diajukan tesebut tidaak terlepas dari kaidah-kaidah secara
metodologi yang harus diperhatikan. Jika seorang peneliti tidak memahami kaidah dalam
membuat dan mengajukan pertanyaan, maka respon atau jawaban yang diperoleh tidak akan
optimal dan maksimal, atau bahkan sia-sia karena jauh melenceng dari tujuan wawancara itu
sendiri. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan ketelitian dalam membuat dan
mengajukan pertanyaan wawancara.
Berdasarkan sudut pandang metodologi, ada beberapa bentuk pertanyaan wawancara
yang perlu diperhatikan dalam proses wawancara. Stewart & Cash (2008) menyatakan 3
bentuk pertanyaan dalam bentuk wawancara yang dijelaskan sebagaai berikut:
a) Pertanyaan terbuka-pertanyaan tertutup
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang jawabannya bersikap luas dan
memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan banyak informasi yang
mendalam. Biasanya, pertanyaan terbuka selalu diawali dengan kata bagaimana atau
mengapa. Terdapat beberapa kelebihan dari pertanyaan terbuka antara lain:
1) Pertanyaan terbuka mampu mendorong terwawancara untuk berbicara sebanyak
dan sebebas yang diinginkan
2) Bagi pewawancara, pertanyaan terbuka dapat memperoleh data yang mendalam
3) Pertanyaan terbuka dapat mengungkap hal-hal yang bersifat pribadi, seperti
perasaan, pengetahuan, persepsi, dan prasangka dari pewawancara

Disamping beberapa kelebihan dari pertanyaan terbuka, pertanyaan terbuka juga


memiliki kelemahan anatara lain:

1) Karena kedalam data atau informasi yang diperoleh, boleh jadi dalam satu kali
wawancara mungkin hanya akan mengungkap sedikit hal saja
2) Karena kebebasan dalam menjawab tersebut, banyak informasi yang tidak kita
perlukan justru dikemukakan lebih dalam oleh pewawancara
3) Terkadang informasi yang didapat kadang menyulitkan ketika direkam dan
dibuat verbatim wawancara

13
Dalam mengajukan pertanyaan terbuika, peneliti harus jeli menanggapi jawaban dari
subjek karena sifat pertanyaan ini dapat memancing subjek untuk berbiacara panjang
lebar yang kadang-kadang melenceng dari tema. Jika hal ini terjadi, peneliti harus
dapat mengontrol dan menggiring subjek untuk berbicara dalam koridor tema yang
kita tentukan tanpa subjek merasa terganggu dengan kontrool dan iringan peneliti.
Hal ini membutuhkan keahlian tertentu yang dikategorikan kedalam seni
wawancara.

Lebih spesifik lagi, Stewart & Cash (2008) juga membagi pertanyaan terbuka
menjadi 2 macam pertanyaan, yaitu highly open questions dan moderately open
questions. Highly open questions merupakan pertanyaan terbuka yang (hampir) tidak
ada batasan dalam menjawab. Moderately open questions merupakan pertanyaan
terbuka yang memiliki batasan jawaban, namun tetap memberikan kebebasan dalam
menjawab.

Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan dengan fokus yang sempit dan tidak
memungkinkan terwawancara untuk memberikan informasi yang luas. Pertanyaan
tertutup adalah bentuk pertanyaan yang lebih spesifik dan lebih konkret, sehingga
jawabannya pun spesifik dan konkret.

Seperti pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup memiliki beberapa kelebihan, antara


lain:

1) Memudahkan pewawancara untuk mengontrol panjangnya jawaban wawancara


dan membatasi terwawancara hanya pada jawaban yang dibutuhkan saja
2) Pertanyaan tertutup membutuhkan usaha yang lebih ringan dan memungkinkan
pewawancara untuk bertanya pertanyaan lainnya
3) Jawaban yang diterima lebih mudah untuk replikasi, ditabulasi dari wawancara
satu kewawancara lainnya

Selanjutnya, selain kelebihannya adapula kekurangan dari pertanyaan tertutup.


Beberapa kekurangannya antara lain:

1) Karema fokus pertanyaannya sempit, seringkali informasi yang didapat terlalu


sempit dan kaku

14
2) Seringkali pertanyaan tertutup tidak mampu mengungkap alasan dengan panjang
lebar
3) Pertanyaan tertutup juga umumnya tidak mampu mengungkap hal yang bersifat
pribadi

Seperti pertanyaan terbuka, Stewart & Cash (2008) jjuga membagi pertanyaan
tertutup menjadi moderately open questions dan highly open questions. Moderately
open questions merupakan jenis pertanyaan tertutup yang bertujuan untuk
menanyakan hal-hal terbatas dan spesifik, sedangkan highly open questions
merupakan pertanyaan tertutup yang informasi atau jawabannya sangat spesifik dan
biasanya sudah tertera dalam lembar pertanyaan.

b) Pertanyaan primer-pertanyaan sekunder

Setiap wawancara umumnya terdiri atas satu tema utama yang dalam tema tersebut
pasti terdiri atas topik-topik bahasan. Pertanyaan primer merupakan pertanyaan yang
bersifat umum untuk mengungkapkan data berdasarkan tiopik-topik bahasan dan
dapat berdiri sendiri. Pertanyaan primer biasanya masih bersifat umum dan luas serta
belum terlalu spesifik dan praktis, sehingga masih harus dipersempit dan
dispesifikasikan menjadi beberapa sub topik yang lebih sederhana, spesifik, dan
praktis, untuk memudahkan dalam menganalisis hasil wawancara nanntinya.
Spesifikasi dari pertanyaan primer disebut juga sebagai pertanyaan sekunder.
Pertanyaan sekunder merupakan pertanyaan lanjutan dari pertanyaan primer yang
berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atau sebagai tambahan informasi
yang dibutuhkan. Pertanyaan sekunder juga disebut dengan istilah probing.

Pertanyaan sekunder dapat berbentuk pertanyaan terbuka-tertutup yang


memungkinkan untuk menggali informasi jika informasi yang diberikan tidak
sempurna, tidak relevan, tidak akurat, atau hanya permukaan saja, sehingga
diperlukan suatu usaha untuk memperjelasnya. Probing tidak selalu harus dilakukan
ketika informasi yang diberikan oleh subjek kurang jelas atau kurang sempurna.
Perlu kejelian dan kesensitivitasan dari peniliti untuk mempertimbangkan situasi dan
kondisi dalam melakukan probing.

15
c) Pertanyaan netral-pertanyaan mengarahkan

Pertanyaan netral merupakan pertanyaan yang membebaskan terwawancara untuk


menjawab atau memutuskan jawaban tanpa adanya arahan, tekanan, atau “paksaan”
dari pewawancara. Pertanyaan yang diberikan oleh pewawancara tidak mengandung
unsur tertentu, seperti pembelaan, menyalahkan, menekan, ataupun paksaan,
sehingga terwawancara bebas menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban apapun
sesuai dengan jawaban yang dinginkan terwawancara.

Stewart & Cash (2008) mengemukakan dua bentuk pertanyaan netral. Pertama,
pertnyaan netral-terbuka (open-neutral questions) merupakan suatu pertanyaan yang
dikemukaakan oleh pewawancara yang pertanyaan tersebut membebaskan
terwawancara dalam menjawab dengan seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, dan
sedetail-detailnya tanpa ada arahan, tekanan, atau pembatasan jawaban dari
pewawancara. Kedua, pertanyaan netral-tertutup (closed-neutral questions) hampir
sama dengan pertanyaan netral-terbuka, yaitu pertanyaan yang dikemukakan oleh
pewawancara yang membebaskan terwawancara dalam menjawab, tetapi pilihan
jawabannya sudah tersedia dan biasnya bersifat bipolar (terdapat dua pilihan jawaban
yang keduanya saling bertentanga), seperti jawaban “iya” atau “tidak”, “setuju” atau
“tidak setuju”, dan lain sebagainya.

Pertanyaan mengarahkann merupakan pertanyaan yang menawarkan jawaban yang


diinginkan atau dikendaki karena pertanyaan yang dibuat, membimbing
terwawancara kepada jawaban yang telah tersedia atau jawaban yang telah diarahkan
oleh pewawancara. Hampir sama dengan pertanyaan netral, pertanyaan mengarahkan
pun memiliki 2 bentuk. Pertama, pertanyaan mengarahkan-terbuka (open-leading
questions) merupakan suatu pertanyaan yang jawabannya akan diberikan oleh
terwawancara sesudah diarahkan oleh pewawancara walaupun alternatif jawabannya
masih bersifat terbuka dan bebas, tetapi arahnya sudah diarahkan oleh pewawancara.
Kedua, pertanyaan mengarahkan-tertutup (closed-leading questions) merupakan
pertanyaan dengan jawaban yang akan diberikan sudah diarahkan oleh pewawancara,

16
sekaligus alternatif jawabannya pun sudah tidak lagi terbuka, tetapi sudah diarahkan
(biasanya alternatif jawabannya bersifat dikotomi).

Untuk lebih memudahkan pembaca dalam membedakan pertanyaan netral dan


pertanyaan mengarahkan berikut diberikan contoh dalam tabel.

Tabel 8.1 perbedaan pertanyaan netral dan pertanyaan mengarahkan

PERTANYAAN NETRAL PERTANYAAN MENGARAHKAN

1. Apakah anda menyukai sate Saya rasa anda menyukai sate


padang? padang, bukan?

2. Apakah anda bersal dari jawa Dari logat anda, saya berasumsi anda
tengah? pasti berasal dari jawa tengah, bukan?

3. Apakah anda pernah Tolong ceritakan pengalaman anda ssaat


menggunakan narkoba? pertama kali menggunakan narkoba?

4. Pernahkan anda terlambat tiba Dalam rentang waktu satu bulan


dikantor? seberapa sering anda terlambat tiba
dikantor?

5. Pernahkan anda melanggar lampu Walaupun anda tahu melanggar lampu


lalu lintas ketika sedang lalu lintas adalah suatu kesalahan,
berkendara? mengapa anda melakukannya?

Untuk membedakan pertanyaan netral terbuka atau tertutup dan pertanyaan


mengarahkan terbuka atau tertutup, tabel dibawah ini menyajikan contoh sederhana
yang dapat dicermati.

Tabel 8.2 perbedaan pertanyaan netral dan pertanyaan mengarahkan terbuka atau
tertutup

Pertanyaan netral Pertanyaan mengarahkan

Terbuka Tertutup Terbuka Tertutup

17
pertanyaan Bagaimana Apakah anda Siswa yang Tentunya
pendapat anda setuju dengan kurang anda tidak
mengenaimarakny maraknya mendapatkan setuju
a tawuran antar tawuran antar perhatian dengtgan
sekolah? sekolah orang tua, pendapat saya
sering kali yang
terlibat mengatakan
tawuran. bahwa siswa
Bagaimana yang kurang
pendapat anda mendapat
tentang perhatian
pernyataan orangtua
tersebut? seringkali
terlibat
tawuraan
antar sekolah,
bukan?

2.1.5 Langkah-langkah penyusunan wawancara

Menurut Arifin (2011) untuk menyusun pedoman wawancara (interview guide), dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a) Merumuskan tujuan wawancara

b) Membuat kisi-kisi atau layout dan pedoman wawancara

c) Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan
yang diinginkan. untuk itu, perlu diperhatikan kata-kata yang digunakan, cara
bertanya, dan jangan membuat peserta didik bersikap defensif

d) Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang di


susun, sehingga dapat diperbaiki lagi

18
e) Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya

Menurut Linchon dan Guba (1985), proses wawancara dilakukan dalam 5 tahap,
yaitu:

1) Menentukan aktor yang akan diwawancarai

2) Mempersiapkan kegiatan wawancara: sifat pertanyaan, alat bantu, menyesuaikan


waktu dan tempat, membuat janji

3) Menentukan fokus permasalahan, membuat pertanyaan pembuka, dan


mempersiapkan catatan sementara

4) Melaksanakan wawancara sesuai dengan persiapan yang dikerjakan

5) Menutup pertemuan

Hasil-hasil wawancara ini dituangkan dalam suatu ringkasan yang dimulai dari
penjelasan identitas, deskripsi situasi atau konteks, identifikasi masalah, deskripsi
data, unitisasi, dan ditutup oleh pertanyaan-pertanyaan. Setelah dilakukan wawancara,
informasi yang diperoleh diolah dan dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dan
member check. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan mengenai
kesesuaian data yang satu dengan data yang lain.

Berdasarkan langkah-langkah penyusunan wawancara yang telah dijelaskan oleh para


ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ada 7 langkah dalam penggunaan wawancara
untuk mengumpulkan data dalam penelitian:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2) Menyiapkan pokok-pokokmasalah yang akan menjadii bahan pembicaraan

3) Mengawali atau membuka alur wawancara

4) Melangsungkan alur wawancara

19
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya

6) Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh

2.1.6 Kelebihan dan kelemahan wawancara

Menurut Nasution (2003) dalam Sudaryono sebagai keuntungan wawancara dikemukakan


antara lain hal-hal yang berikut:

1) Dengan wawancara kita dapat memperoleh keterangan yang sedalam-dalamnya


tentang suatu masalah, khususnya yang berkenaan dengan pribadi seseorang

2) Dengan wawancara peneliti dapat dengan cepat memperoleh informasi yang


diinginkannya

3) Dengan wawancara peneliti dapat memastikan bahwa responlah yang memberi


jawaban. Dalam angket kepastian ini tidak ada

4) Dalam wawancara peneliti dapat berusaha agar pertanyaan yang diajukan dapat
benar-benar dapat dipahamioleh responden

5) Wawancara memungkinkan fleksibilitas dalam cara-cara bertanya. Bila pertanyaan


tidak memuaskan, tidak tepat atau tidak lengkap, pewawancara dapat mengajukan
pertanyaan lain

6) Pewawancara yang sensitif dapat menilai validitas jawaban berdasarkan gerak-gerik,


nada, dan ekspresi tubuh responden

7) Informasi yang diperoleh melalui wawancara akan lebih dipercaya kebenarannya


salah tafsiran dapat diperbaiki sewaktu wawancara dilakukan. Jika perlu
pewawancara dapat lagi mengunjungi responden bila masih perlu penjelasan

20
8) Dalam wawancara responden lebih bersedia mengungkapkan keterangan-keterangan
yang tidak sudi diberikannya dalam angket tertulis

Menurut Riyanto (2001) dalam Sudaryono wawncara juga mempunyai sejumlah


kelemahan yang perlu diperhatikan agar peneliti sedapat mungkin menghindarinya, yaitu:

1) Kurang efisien, dilihat dari waktu, tenaga dan biaya.

2) Faktor bahasa, baik dari segi pewawancara maupun responden sangat mempengaruhi
hasil atau data yang diperoleh

3) Dapat menyulitkan dalam pengolahan dan analisis data yang diperoleh

4) Menekan responden agar segera memberikan jawaban dari pertanyaan yang


dilakukan oleh interviewer

5) Diperlukan adanya keahlian atau penguasaan bahasa dari interviewer

6) Memberikan kemungkinan interviewer dengan sengaja memutar balikkan jawaban.


Bahkan memberikan kemungkinan interviewer untuk memalsu jawaban yang dicatat
dalam catatan wawancara atau tidak jujur

7) Apabila interviewer dan responden mempunyai perbedaan yang sangat menyolok


sulit untuk mengadakan komunikasi interpersonal sehingga data yang diperoleh
kurang akurat

8) Jalannya interviewer sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sekitar yang akan
menghambat dan mempengaruhi jawaban dan data yang diperoleh.

Contoh wawancara terstuktur dalam Jurnal Hidayah (2018):

PENGGUNAAN INSTRUMEN LEMBAR WAWANCARA PENDUKUNG TES


DIAGNOSTIK PENDETEKSI MISKONSEPSI UNTUK ANALISIS PEMAHAMAN
KONSEP BUFFER-HIDROLISIS

21
Ada beberapa instrumen pendeteksi miskonsepsi yang sering digunakan para peneliti dan guru
untuk mengetahui siswa mengalami miskonsepsi atau tidak (Suparno, 2005) sebagai berikut : 1)
Peta konsep (Concept Maps); 2) Tes Diagnostik multiple choice dengan reasoning terbuka; 3)
Tes Diagnostik tertulis (esai); 4) Wawancara diagnostik; 5) Diskusi pemecahan masalah dalam
kelas; 6) Praktikum dengan tanya jawab. Diantara 6 instrumen diagnostik lainnya, wawancara
berperan penting dalam mendeteksi miskonsepsi pada siswa karena dengan wawancara dapat
mengungkap pemahaman siswa secara mendalam (Gurel, et al., 2015). Tujuan wawancara
menurut Frankel dan Wallen (2000) yaitu untuk menemukan sesuatu yang ada dalam pikiran
seseorang, apa yang mereka pikirkan, dan bagaimana seseorang. Wells dan Swackhamer (1992)
menyatakan bahwa jika kemampuan peneliti memadai dalam melakukan wawancara, maka
wawancara merupakan instrumen yang paling efektif untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa.
Wawancara dapat berbentuk wawancara bebas dan terstruktur. Guru atau peneliti bebas bertanya
kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab dalam wawancara bebas. Urutan atau apa
yang akan ditanyakan dalam wawancara itu tidak dipersiapkan terlebih dahulu. Berbeda dengan
wawancara bebas, dalam wawancara terstruktur pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun
secara garis besar sudah disusun, sehingga mempermudah pada wawancara berlangsung
(Suparno, 2005.

Lembar wawancara yang efektif memiliki beberapa indikator, diantaranya:


1) Keefektifan kalimat pertanyaan
2) Sistematika pertanyaan.

3) Bahasa yang digunakan

4) Pertanyaan bersifat objektif

5) Kesesuaian pertanyaan dengan materi.

Lembar wawancara pendukung tes diagnostik pendeteksi miskonsepsi digunakan setelah siswa
mengerjakan soal two tier test. Guru menggunakan lembar wawancara sebagai panduan
melakukan wawancara dalam rangka mendeteksi miskonsepsi siswa dan menganalisis
pemahaman konsep siswa.

22
Metode penelitian

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode tes dan wawancara. Metode
tes menggunakan instrumen tes diagnostik multiple choice dengan reasoning terbuka yang
digunakan untuk mengambil data pemahaman konsep siswa. Wawancara menggunakan lembar
wawancara digunakan untuk mendukung analisis pemahaman konsep dan mendeteksi
miskonsepsi siswa. Wawancara ini berfungsi untuk melengkapi dan memperkuat data hasildari
tes tertulis, serta mengungkapkan hal-hal yang tidak terungkap dalam tes tertulis.

Transkrip wawancara dalam jurnal ini sebagai berikut:

Pewawancara : “Komponen umum apa yang menyusun larutan penyangga?”

Afif : “…….mmm asam lemah dan asam konjugasinya”

Pewawancara : “Ada yang lain?”

Afif : “….(bingung)

Pewawancara : “Lalu Dari campuran H2CO3 dan NaHCO3 manakah yang termasuk asam
konjugasi dan manayang asam konjugasi?”

Afif : “H2CO3 (asam lemah), NaHCO3 (asam konjugasi)

Contoh wawancara semi-terstruktur dalam jurnal Pertiwi (ISBN : 978-662-61599-6-0)

ANALISIS PENGETAHUAN KONSEP (K3) LABORATORIUM KIMIA DI MAN 2


KOTA SEMARANG

a. Hasil wawancara guru kimia

Wawancara guru kimia terkait dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium
kimia di MAN 2 Kota Semarang dilaksanakan di ruang tamu samping lobby sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara guru kimia pengertian dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
laboratorium itu sendiri merupakan Kesehatan upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya
musibah kecelakaan ataupun penyakit akibat penyalah gunakan alat maupun bahan kimia pada

23
saat praktikum.Selain untuk mencegah terjadinya kecelakaan, pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)akan menimbulkan kondisi dan suasana laboratorium yang nyaman. Jika
suasana laboratorium nyaman, pengguna (guru kimia, pengelola, ataupun praktikan)akan nyaman
dalam bekerja di laboratorium. Hal tersebutakan meningkatkan semangat dan produktifitas kerja.
Akan tetapi di MAN 2 Kota Semarang tidak dapat menerapkan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) didalam laboratorium kimia dengan berbagai pertimbangan diantaranya adalah
kurangnya dukungan pihak sekolah dalam menyediakan sarana prasarana laboraorium seperti
APD (Alat Pelindung Diri) meliputi jas laboratorium yang dimiliki setiap siswa, ketersediaan
sarung tangan, ketersediaan masker, tidak adanya ketersediaan laboran kimia, sehingga
manajemen dan pengelolaan laboratorium kimia tidak sepenuhnya terstruktur karena pengelolaan
tersebut diampu oleh 3 guru kimia secara bergantian. Selain itu minimnya pelaksanaan
praktikum kimia di MAN 2 Kota Semarang sehingga siswa tidak terbiasa dengan alat dan bahan
kimia yang ada dilaboratorium, minimnya pengetahuan siswa terhadap nama dan cara
penggunaan alat-alat kimia baik alat gelas maupun non-gelas.

Berdasarkan hasil wawancara guru kimia, pada saat siswa melakukan praktikum tidak
menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) begitu pula guru kimia sebagai pendamping siswa pada
saat praktikum juga tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri). Hasil wawancara guru
terkait dengan pernyataan diatas bahwa daya dukung pihak sekolah kurang memadai, contoh :
ketersediaan jas laboratorium kimia terbatas sehingga setiap siswa tidak memiliki jas
laboratorium sendiri, kurangnya jadwal praktikum kimia di MAN 2 Kota Semarang sehingga alat
dan bahan kimia serta jas laboratorium yang telah disediakan kurang terjaga kebersihannya,
penyalahgunaan laboratorium kimia sehingga dijadikan sebagai ruang kelas, hal tersebut akan
menghambat pelaksanaan praktikum siswa.

Berdasarkan analisis fakta dapat disimpulkan bahwa di MAN 2 Kota Semarang belum
menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) didalam laboratorium dengan minimnya
daya dukung pihak sekolah terkait dengan sarana prasarana yang mendukung serta minimnya
pengetahuan siswa terhadap nama dan cara penggunaan alat-alat laboratorium baik alat gelas
maupun non-gelas dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) itu sendiri.

b. Hasil wawancara siswa

24
Selain wawancara dengan guru kimia selaku pendamping siswa pada saat praktikum dan selaku
laboran didalam laboratorium kimia MAN 2 Kota Semarang, praktikan juga mewawancarai
beberapa siswa guna untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terkait dengan penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium kimia di MAN 2 Kota Semarang. Siswa
yang diwawancarai bersifat random yaitu tidak semua siswa diwawancari, sampel yang
digunakan untuk mengambil data hasil wawancara adalah kelasXI IPA 3, XI IPA 4, XII IPA 4 dan
XII IPA 5. Sampel yang diambil hanya siswa yang memilih jurusan IPA karena didalam jurusan
IPA mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran kimia wajib sehingga akan berhubungan
dengan praktikum kimia dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium, walaupun di
MAN 2 Kota Semarang ada lintas minat mata pelajaran kimia disiswa IPS, namun pengetahuan
siswa IPS terkait dengan mata pelajaran kimia tidak sespesifik siswa IPA.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas XI IPA 3,XI IPA 4, XII IPA 4 dan XII
IPA 5 hampir jawaban dari pertanyaan wawancara sama, bahwa siswa tidak mengerti komponen
dan pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium pada saat melaksanakan
praktikum di laboratorium. Alasan mereka mengapa minim akan pengetahuan tersebut adalah
kurang adanya sosialisai atau materi tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
laboratorium baik dari segi nama-nama alat-alat laboratorium kimia, cara penggunaan alat-alat
laboratorium kimia, nama-nama bahan kimia, cara mengenal dan menangani bahaya di dalam
laboratorium, dan pengetahuan tentang APD (Alat Pelindung Diri). Selain itu minimnya
pelaksanaan praktikum di dalam pembelajran juga mempengaruhi siswa terkait dengan
pemahaman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium, sehingga siswa tidak terbiasa
dengan laboratorium baik dalam segi alat, bahan maupun komponen lainnya yang dapat
mendukung proses praktikum kimia.

Akan tetapi, ada beberapa siswa yang paham mengenai tata cara menggunakan alat-alat
laboratorium maupun pemahaman tentang nama alat-alat laboratorium. Pengetahuan siswa
mengenai hal tersebut tidak didapat pada saat siswa belajar di MAN 2 Kota Semarang tetapi
pemahaman tersebut didapat pada saat siswa praktikum di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Contoh wawancara tidak terstuktur dalam jurnal Supriadi (2018):

25
ANALISIS MODEL MENTAL MAHASISWA PENDIDIKAN KIMIA DALAM
MEMAHAMI JENIS REAKSI KIMIA

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Namun, data
dikumpulkan secara kualitatif dan kuantitatif melalui kuesioner tertulis dan wawancara tidak
terstruktur.

Instrumen penelitian

Dalam mengungkap model mental, harus dimulai dengan pertanyaan yang berkaitan dengan
konsep. Dalam penelitian ini, mahasiswa diberikan 10 soal yang berkaitan dengan video tentang
topik reaksi pembentukan, reaksi penguraian, reaksi pembakaran, reaksi substitusi tunggal dan
reaksi substitusi ganda. Selain itu, mahasiswa juga diminta untuk menjawab soal-soal tes
identifikasi pengetahuan awal yang berisi 19 item soal yang mencakup konsep energi aktivasi,
termokimia, laju reaksi, teori tumbukan, konsep kelarutan, spontanitas reaksi, dan mekanisme
reaksi. Semua konsep tersebut diterapkan dalam menjelaskan proses terjadinya reaksi kimia.
Semua soal, baik tes model mental maupun tes pengetahuan awal sudah dinyatakan valid oleh
dua orang dosen pendidikan kimia Universitas Negeri Malang.

Selanjutnya model mental mahasiswa kemudian dihubungkan dengan tingkat pengetahuan awal
yang dimilikinya. Selain itu, model mental mahasiswa juga dihubungkan dengan tingkatan
semesternya.

2.1.7 Contoh Kisi-Kisi Wawancara

JENIS
ASPE INDIKATOR PERTANYAA
NO. DESKRIPSI PERTANYAA
K ITEM N ITEM
N
Menurut Slameto
1 Minat (1995:57) minat Minat dan perhatian 1. Apakah Pertanyaan
dan adalah siswa terhadap siswa Tertutup dan
kecenderungan
perha pelajaran saat guru memiliki Terbuka
yang tetap untuk

26
1. memperhatikan
tian dan mengenang menjelaskan
beberapa
kegiatan.
Kegiatan yang
diminati
seserorang,
diperhatikan
terus menerus
yang disertai rasa
senang.
Sedangkan
menurut Pasaribu minat
dan Simanjuntak terhadap
(1986:47) minat
materi
merupakan gejala
kejiwaan yang pelajaran
berhubungan yang ibu
dengan sifat
ajarkan?
subjek terhadap
objek.
2. Bagaimana
Berdasarkan
kedua pendapat perhatian
di atas dapat siswa saat
disimpulkan
ibu
bahwa minat
merupakan rasa menjelaska
suka yang dimiliki n materi
seseorang
pelajaran?
terhadap suatu
objek sehingga
rasa suka
tersebut
menimbulkan
suatu aktivitas
yang positif tanpa
ada yang
menyuruh.

27
Menurut Dimyati
2. Seman dan Mudjiono Semangat siswa untuk 1. Apakah Pertanyaan
gat (1999:51) siswa melaksanakan tugas- siswa Tertutup
yang memiliki
siswa tugas yang diberikan mengerjaka
semangat belajar
yang tinggi akan oleh guru n tugas
aktif bertanya yang
kepada guru atau
diberikan
siswa lain apabila
tidak memahami dengan
persoalan yang sempurna?
dihadapinya.
Ketika guru
menyampaikan
materi pelajaran,
siswa terkadang
belum dapat
langsung
memahami apa
yang disampaikan
guru. Demikian
pula apabila guru
memberikan
suatu tugas
kepada siswa dan
siswa kurang
paham tentang
tugasnya. Siswa
yang memiliki
semangat belajar
tinggi akan
langsung
bertanya kepada
guru atau
temannya yang
lebih mengerti
tentang materi
pelajaran yang
telah dijelaskan
oleh guru. Hal ini
juga berlaku
apabila siswa

28
merasa belum
paham mengenai
tugas yang
diberikan oleh
guru. Bila siswa
yang memiliki
semangat belajar
tinggi, biasanya
selama
mengerjakan
tugas-tugas, ia
akan langsung
bertanya kepada
guru atau
kawannya
tentang tugas
tersebut.

Sesuai dengan
3. Tangg pendapat Dimyati Tanggung jawab siswa Apakah Pertanyaan
ung dan Mudjiono untuk melaksanakan siswa Tertutup
(1999:90) bahwa
jawab tugas-tugas yang mengumpul
kemauan
merupakan diberikan kan tugas
tindakan tepat pada
mencapai tujuan
waktunya?
belajar. Siswa
dikatakan
memiliki
tanggung jawab
dalam
mengerjakan
tugas-tugas
belajarnya bila
mendapat tugas
untuk
mengerjakan
soal-soal dari
guru, siswa
tersebut

29
mengerjakan
sendiri tugasnya
tanpa mencontoh
pekerjaan
kawannya.
Menurut
Djamarah
(2000:76) ketika
guru memberikan
tugas maka siswa
langsung
mengerjakan
tugas tersebut.
Hal ini
menunjukkan
bahwa siswa
tersebut
mempunyai
tanggung jawab
yang tinggi
terhadap tugas
yang diberikan
oleh guru karena
siswa merasa
tugas tersebut
merupakan suatu
kewajiban yang
harus
diselesaikan
tanpa menunda
waktu.

Menurut Dimyati
4. Rasa dan Mudjiono Rasa senang dalam Apa yang Pertanyaan
senan (1999:28) rasa mengerjakan tugas menyebabk Terbuka
senang siswa
g dari guru an siswa
terhadap tugas
yang diberikan menunjukk
oleh guru dapat an rasa
diwujudkan
senang saat

30
melalui
partisipasi dalam diberi tugas
mengerjakan oleh guru?
tugas tersebut.
Apabila guru
membentuk siswa
dalam suatu
kelompok belajar
siswa langsung
bergabung dalam
kelompok
belajarnya dan
bersama-sama
mengerjakan
tugas dari guru.
Dalam kelompok
belajar tersebut
siswa tidak
menggantungkan
diri pada orang
lain. Hal tersebut
sesuai dengan
pendapat
Djamarah
(2000:162) yang
menyatakan
bahwa semua
anggota
kelompok
seharusnya
memiliki
kesempatan
untuk
berpartisipasi
memberikan
sumbangan
pemikirannya.

menurut
5. Keakt Haryanto Respon yang Bagaimanakah Pertanyaan

31
(1997:259) bahwa
ifan interaksi aktif ditunjukkan siswa respon yang
dengan guru terhadap stimulus ditunjukkan
dapat dilihat pada
yang diberikan guru oleh siswa
saat guru
mengajar di terhadap
depan kelas, stimulus yang
siswa bertanya
diberikan oleh
dan guru
menjawab. Dari guru?
kedua pendapat
tersebut dapat
disimpulkan
bahwa reaksi
siswa terhadap
stimulus yang
diberikan oleh
guru dapat dilihat
bila guru
Terbuka.
bertanya kepada
siswa kemudian
siswa
memberikan
respon balik
dengan
menjawab
pertanyaan dari
guru, dan
bertanya kepada
guru apabila ada
suatu hal yang
belum
dimengerti.

2.2 OBSERVASI

2.2.1 Definisi Observasi

32
Observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti.
Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran
prilaku yang dituju (Banister, et al 1994).

Menurut Cartwright & Cartwright mendefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati,
dan mencermati serta “merekam” prilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.
Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu
kesimpulan atau diagnosis.

Menurut Margono (2005) observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian

Menurut Sudaryono (2013) observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung keobjek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.

Menurut Arifin (2011) observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,objektif dan rasional
mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasiyang sebenarnya maupun dalam situasi
buatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

Berdasarkan pengertian observasi yang telah dijelaskanoleh para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa observasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk melakukan
pengamatan terhadap suatu objek penelitian secara langsung guna memperoleh suatu data
yang akan mendukung hasil dari penelitian tersebut.

2.2.2 Tujuan Observasi

Menurut Arifin (2011) tujuan utama observasi yaitu:

33
a) Untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa
peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam
situasi buatan

b) Untuk mengukur prilaku, tindakan dan proses atau kegiatan yang sedang dilakukan,
interaksi antara responden dan lingkungan dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya,
terutama kecakapan sosial (social skills)

2.2.3 Karakteristik Observasi

Menurut Arifin (2011) observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:

a) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas agar pelaksanaan observasi tidak menyimpang
dari permasalahan, karena itu, dalam pelaksanaannya harus ada pedoman observasi

b) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional

c) Terdapat berbagai aspek-aspek yang akan diobservasi

d) Praktis penggunaannya

2.2.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam observasi

Menurut Margono (2005) hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang yang melakukan
observasi (observer) agar penggunaan teknik ini dapat menghimpun data secara efektif
berikut ini:

1) Pemilikan pengetahuan yang cukupmengenai objek yang akan diobservasi

2) Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang dilaksanakannya

3) Penentuan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data

34
Pertimbangan pencatatan langsung ditempat atau setelah observasi haruslah seksama.
Demikian juga alat pencatat data yang anekdotal record, catatan berkala, check list,
rating scale atau mechanical device perlu dipertimbangkan

4) Penentuan kategori pendapatan gejala yang diamati, apakah dengan mempergunakan


skala tertentu atau sekedar mencatat frekuensi munculnya gejala tanpa klasifikasi
tingkatannya. Sehingga perumusan dengan tegas dan jelas ciri-ciri setiap kategori
sangatlah perlu

5) Pengamatan dan pencatatan harus dilakukan secara cermat dan kritis maksudnya
diusahakan agar tidak ada satupun gejala yang lepas dari pengamatan

6) Pencatatan setiap gejala harus dilakukan secara terpisah agar tidak saling
mempengaruhi

7) Pemilikan pengetahuan dan keterampilan terhadap alat dan cara mencatat hasil
observasi

2.2.5 Metode dalam observasi

Sama halnya seperti wawancara, observasipun memiliki beragam metode yang disesuaikan
dengan tujuan dan sasaran prilaku yang akan diamati. Terdapat 5 metode observasi yang
umum dikenal dan seringkali digunakan dalam penelitian, baik penelitian kualitatif
maupun penelitian kuantitatif. Kelima metode observasi tersebut, antara lain: anecdotal
record, behavioral checklist, participation charts, rating scale, behavioral tallying and
charting. Berikut uraian kelima metode observasi tersebut.

a) Anecdotal Record

Anecdotal record merupakan salah satu metode dalam observasi. Metode yang
digunakan peneliti melakukan observasi dengan hanya membawa kertas kosong
untuk mencatat prilaku yang khas, unik, dan penting yang dilakukan subjek
penelitian. Biasanya, prilaku yang dicatat dengan metode anecdotal record
merupakan prilaku yang memiliki keunikan tersendiri serta hanya muncul sesekali
saja. Dalam metode anecdotal record, observer mencatat dengan teliti dan
35
merekam prilaku-prilaku yang dianggap penting dan bermakna sesegera mungkin
setelah prilaku tersebut muncul. Catatan tersebut harus sedetail dan selengkap
mungkin sesuai dengan kejadian yang sebenarnya tanpa mengubah
kronologisnya. Dalam metode anecdotal record, peneliti dalam juga menafsirkan
makna dari prilaku yang muncul, menurut pendapat dan sudut pandang peneliti
sepanjang penafsiran makna menurt peneliti berfungsi sebagai pendukung dari
makna yang sebenarnya.

Kelebihan metode anecdotal record:

1) Ketika peneliti memilih metode anecdotal record, pemahaman yang lebih


tepat dan akurat dari tingkah laku unik dan spesifik lebih mudah didapatkan.
Latar belakang munculnya prilaku unik, khas, dan spesifik dapat dengan
mudah diperoleh dan dijelaskan.

2) Dengan diperolehnya latar belakang munculnya prilaku unik dan khas tersebut
akan memudahkan peneliti dalam menarik tema-tema dan kesimpulan umum
dari prilaku yang muncul

Kelemahan metode anecdotal record:

1) Waktu yang dibutuhkan sangat banyak.

2) Sulit diterapkan pada subjek teliti yang banyak atau komunal

3) Membutuhkan kecermatan dan kejelian yang tinggi dari peneliti

4) Peneliti cendrung untuk memisahkan prilaku dari prilaku yang lainnya

Tipe-tipe anecdotal record:

Anecdotal record terbagi menjadi beberapa tipe yang disesuaikan dengan


kebutuhan dan tujuan dari observasi yang dilakukan. Beberapa tipe tersebut antara
lain:

1. Tipe evaluasi

36
Tipe anecdotal record ini disesuaikan dengan namanya, yaitu evaluasi yang
berarti hasil akhir dari suatu prilaku yang muncul. Biasanya, hasil akhir
tersebut bersifat dikotomi atau lebih tepatnya, menempatkan pada dua kutub
yang berlawanan , misalnya baik-buruk, pantas-tidak pantas, jujur-tidak jujur,
diterima-tidak diterima, sehat-sakit, rajin-malas dan seterusnya. Prilaku yang
dimunculkan oleh subjek penelitian akan di interpretasikan oleh peneliti
dalam bentuk evaluasi.

2. Tipe interpretatif

Pada tipe ini, peneliti melakukan interpretasi suatu prilaku berdasarkan


kecendrungan-kecendrungan atau kemungkinan yang dapat dijadikan alasan
atau sebab akibat yang cukup kuat.

3. Tipe deskripsi umum

Tipe deskripsi umum merupakan tipe anecdotal record yang berisi tentang
catatan prilaku subjek beerta situasinya dalam bentuk pernyataan umum.

4. Tipe deskripsi khusus

Hampir sama dengan tipe deskripsi umum, tetapi lebih bersifat khusus dan
lebih detail, yaitu berisi tentang catatan prilaku subjek beserta situasinya
dalam bentuk pernyataan khusus.

b) Behavioral Checklist
Behavioral checklist atau biasa disebut checklist merupakan suatu metode dalam
observasi yang mampu memberikan keterangan mengenai muncul atau tidaknya
prilaku yang diobservasi dengan memberikan tanda cek ( √ ¿ jika prilaku yang
diobservasi muncul. Dalam tabel checklist, observer (pengamat) atau peneliti
telah terlebih dahulu mencantumkan atau menuliskan indikator prilaku yang
mungkin dimunculkan oleh observe atau subjek penelitian. Begitu prilaku yang
diobservasi dimunculkan oleh observe, maka observer langsung memberikan

37
tanda cek ( √ ¿ pada kolom disamping indikator prilaku yang dimunculkan
teersebut.
Format checklist sangat beragam,tergantung tujuan dan kepentingan
penelitian yang dilakukan. Dibawah ini contoh format checkllist sederhana.
Contoh kasusnya adalah penelitian prilaku agresif anak yang mengalami attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) dalam kelas.
Observee/subjek :
Observer/peneliti :
Tanggal observasi :
Petunjuk.
Berikanlah cek ( √ ¿ pada kolom yang tersedia jika prilaku yang tercantum
dalam kolom indikator perilaku, dimunculkan oleh observer/subjek.

NO. INDIKATOR PERILAKU CHECK (


√¿
1. Mendorong anak lain yang berdiri didepannya ketika √
sedang berbaris
2. Memukul anak lain dengan menggunakan alat √
3. Mencubit anak lain √
4. Memaki dan meledek anak lain ---
5. Merusak buku dan alat tulis anak lain √
6. Memukul-mukul papan tulis ---
7. Mencoret-coret dinding kelas √
8. Berbicara dengan nada keras kepada guru √
9. Membanting pintu kelas ---
10. Menarik pakaian anak lain √

c) Participation Charts

Metode ini merupakansalah satu metode observasi yang hampir mirip dengan
behavioral checklist, yaitu melakukan observasi, merekam atau mencatat prilaku
yang muncul atau tidak muncul dari subjek atau sejumlah subjek yang dibservasi
secara simultan dalam suatu kegiatan atau aktifitas tertentu. Kegitan atau aktifitas
yang umum ditepakan adalah kegiatan atau aktifitas kelompok atau dilakukan
secara bersama-sama yang salah satu tujuan dari metode participation charts
adalah melihat seberapa banyak atau seberapa sering keterlibatan (partisipasi)
atau keaktifan dari setiap subjek yang diobservasi pada waktu yang sama. Setiap

38
subjek yang diteliti menunjukkan keterlibatan atau keaktifannya dalam kegiatan
tersebut, observer memberikan satu skor berupa garis (tally).

Untuk lebih mudah pembaca dalam memahami model perticipation chart berikut
contoh format dan penulisannya. Misalnya, peneliti ingin melakukan observasi
pada 8 orang siswa SMA yang sedang berdiskusi kelompok. Prilaku yang akan
diobservasi adalah keaktifan ddalam mengemukakan pendapat, keaktifan dalam
mencatat, dan keaktifan dalam memberi jawaban. Dari ketiga prilaku tersebut,
format dan penulisan model participation chart adalah sebagai berikut:

Aktivitas : Diskusi kelompok

Waktu : tanggal 1 juli 2008, pukul 11:00-13:30 WIB

observer : Anna

Nama Keaktifan dalam Keaktifan dalam Keaktifan dalam


mengemukakan pendapat mencatat memberikan
jawaban

Ariana IIII III IIIII-III

Romy III IIIII-II IIIII-III

Bonita IIIII-IIIII-II II

Dilla IIIII-IIIII-III IIIII-IIIII-II IIIII-I

Fredy IIIII IIIII

Winona IIIII-IIIII II IIIII-II

Harumi II III IIIII

Shella IIIII-II IIIII-IIIII-II

Contoh participation chart yang sudah diberikan merupakan contoh yang sangat
sederhana karena hanya menyajikan kuantitas berupa jumlah partisipasi subjek
yang diteliti. Berikut ini akan disajikan contoh participation chart untuk melihat

39
partisipasi subjek secara kualitas, disamping kuantitasnya. Misalnya, dalam
situasi diskusi kelompok yang dilakukan oleh 8 orang siswa SMA diatas, kita
ingin mengetahui kualitas partisipasi yang diberikan oleh masing-masing subjek.
Kualitas partisipasi tersebut kita bagi menjadi 4 kriteria yang berbeda, yaitu
relevan, netral, tidak relevan, dan tidak memberikan kontribusi.

Tanggal : 21 oktober 2009

Aktivitas : diskusi kelompok dengan tema “ Menangani kasus kekerasan


disekolah”

Observer : Liony

Total
Total Kontribusi
Nama Kontribusi
Kontribusi Yang
Relevan

Ariana l L 0 X L X 0 - - 0 l 9 4

Romy 0 0 X 0 X L - l - - - 7 2

Bonita - - l l 0 X - - X X l 7 3

Dilla X X l l - - 0 0 X 0 X 9 2

Fredy - L - - 0 - X l X - 0 5 1

Winona l - 0 0 - X X - - 0 - 6 1

Harumi 0 0 l 1 - - - - - 0 - 5 2

Shella X X - - - 0 0 l l - - 6 2

Keterangan : l = Kontribusi relevan 0 = Kontribusi netral

X = Kontribusi tidak relevan - = tidak memberikan kontribusi

40
d) Rating Scale

Merupakan salah satu metode observasi yang intinya hampir sama dengan metode
yang sebelumnya telah dibahas, yaitu behavioral checklist atau paticipant chart,
yaitu mencatat perilaku sasaran yang dimunculkan oleh subjek atau observee.
Perbedaannya terletak pada kebutuhan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas
dari perilaku yang diteliti. Pada rating scale, peniliti dapat lebih detail dalam
melihat dan menghitung kuantitas atau jumlah perilaku yang dimunculkan yang
disertai dengan kualitas perilakunya tersebut. Rating scale dilengkapi dengan item
yang tertulis dalam bentuk kalimat disertai dengan pilihan jawaban yang bersifat
tingkatan ataupun berupa kontinum yang memiliki tingkatan dari dua sisi yang
berlawanan.

Chartwright & Chartwright (1984) menyatakan bahwa rating scale dapat


digunakan dalam situasi ketika performa yang diobservasi memiliki aspek atau
komponen yang berbeda dan setiap aspek atau komponen tersebut akan dinilai
dalam suatu skala atau dimensi yang berasal dari dua sisi yang berlawanan.
Rating scale juga disebut dengan checklist dengan bentuk yang berbeda dengan
perilaku yang akan diobservasi sudah disusun dan kemungkinan atau pilihan
jawaban telah disediakan untuk mengindikasikan derajat tertentu dari perilaku
yang dimunculkan. Untuk mempermudah pembaca berikut akan diberikan contoh
rating scale.

Cotoh kasus perilaku hidup bersih dan sehat siswa disekolah SMU X

Tanggal :6 Maret 2009

Nama :Nikita (siswa kelas 3)

Observer :Moreno

Deskripsi aktivitas :Perubahan perilaku siswa SMU X setelah mengikuti


seminar dengan tema “perilaku hidup sehat dan bersih”
41
Petunjuk :Lingkarin salah satu pilihan jawaban dari empat pilihan
keterangan yang tersedia pada bagian sebelah kanan
(T=tidak pernah, K=kadang-kadang, S=selalu, X=tidak
terobservasi) sesuai dengan perilaku yang dimunculkan

No All item Keterangan

1. Subjek terlihat membuang sampah pada T K S X


tempat sampah yang telah disediakan

2. Subjek mencuci tangan sebelum makan T K S X

3. Subjek menggosok gigi setelah makan T K S X

4. Subjek tidak jajan disembarang tempat T K S X

5. Subjek tidak pernah meludah sembarangan T K S X

e) Behavioran tallying dan charting

Salah satu kelebihan dari metode behavioral tallying dan charting adalah bukan
hanya mampu melakukan kuntifikasi atau perhitungan dari perilaku yang di
observasi, tetapi juga mampu mengubah hasil kuantifikasi tersebut menjadi
bentuk grafik. Lebih spesifik lagi, metode ini mampu menguantifikasikan perilaku
yang muncul dalam suatu rentang waktu yang ditentukan. Misalnya berapa kali
seorang pemain basket memasukkan bola kedalam ring basket dalam waktu satu
menit.

Tallying atau perhitungan dapat dilakukan dengan syarat batasan perilaku yang
akan di observasi harus jelas tiap unitnya dan tidak tumpang tindih dengan
perilaku lainnya yang menyebabkan sulitnya perilaku dihitung. Akan tetapi, perlu
diingat bahwa tidak semua perilaku mudah dihitung atau dikuantifikasikan karena
beberapa perilaku tidak memiliki batasan yang jelas atau tidak dapat dilihat per

42
unitnya karaena perilaku tersebut kompleks dan tumpang tindih (overlapping)
satu sama lain. Contoh dari perilaku tersebut, misalnya menangis, merenung,
mendengarkan musik, dan lain sebagainya. Ketika seseorang menangis, banyak
perilaku yang muncul dan batasannya saling tumpang tindih. Salah satu cara
untuk menguantifikasi perilaku yang batasan nya tidak jelas diatas adalah dengan
menghitung durasi waktunya setiap perilaku tersebut muncul.

Dari kelima metode observasi yang telah dijelaskan, peneliti harus jeli dalam memilih
metodeobservasi yang disesuaikan dengan tujuan observasi serta batasan perilaku yang telah
ditentukan. Ketepatan memilih salah satu memilih metode observasi harus benar-benar
diperhatikan karena salah atu error dalam observasi dapat terjadi karena peneliti tidak dapat
memilih metode yang sesuai. Ketepatan memilih metode observasi juga menentukan keakuratan
hasil observasi yang didapat. Jika metode yang dipilih tidak sesuai dengan tujuan observasi,
maka hasilnya tidak akan mampu menggambarkan apa yang hendak dicari walaupun
penggunaan metode tersebut benar dan sesuai dengan prosedurnya (Herdiansyah, 2010).

2.2.6 Jenis-jenis observasi

Dari segi proses teknik pelaksanaannya, observasi dapat dibedakan menjadi participant
observation (observasi berperan serta) dan non participant observation, selanjutnya, dari
segi kerangka kerjanya observasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu observasi terstruktur dan
observasi tak berstruktur.

1) Observasi berdasarkan teknik pelaksanaannya yaitu:

a) Participant observation (observasi berperan serta)

Observasi partisipasi yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil
bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti atau pengamat ikut
serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung dan pengamat ikut sebagai peserta
rapat atau peserta pelatihan. Hal yang perlu diperhatikan dalam observasi,
khususnya observasi partisipasi ialah:

 Pencatatan harus dilakukan diluar pengetahuan orang-orang yang sedang diamati

43
 Observer harus membina hubungan yang baik (good rapport)

Kelebihan dan kelemahan observasi partispasi adalah sebagai berikut:

Kelebihan observasi partisipasi adalah individu-individu yang diamati tidak tahu


bahwa mereka sedang diobservasi sehingga situasi dan kegiatan akan berjalan
lebih wajar. Adapun kelemahan dari observasi partisipatif, pengamat harus
melakukan dua kegiatan sekaligus, ikut serta dalam kegiatan disamping
melakukan pengamatan.

b) Non participant observation (observasi tak berperan serta)

Observasi tak berpartisipasi yaitu observasi yang dilakukan dengan cara tidak ikut
ambil bagian atau tidak ikut melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti atau
pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan penelitian akan tetapi pengamat hanya
berperan mengamati kegiatan. Observasi ini bisa juga dilakukan melalui perantara
baik teknik maupun alat tertentu.

Kelebihan dan kelemahan observasi non partisipasi adalah sebagai berikut:

Kelebihan observasi non observasi adalah pengamat dapat lebih terfokus dan
seksama dalam melakukan pengamatan. Kelemahannya karena peserta tahu
kehadiran pengamat sedang melakukan pengamatan, maka perilaku atau kegiatan
individu-individu yang diamati bisa menjadi kurang wajar atau dibuat-buat.

2) Observasi dari segi kerangka kerjanya yaitu:

a) Observasi terstruktur

Observasi terstruktur adalah observasi yang mana semua kegiatan observer telah
dirancang secara sistematis atau telah ditetapkan terlebih dahulu tentang apa yang
akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan
apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati.

44
b) Observasi tak terstruktur

Observasi tak terstruktur adalah observasi yang semua kegiatan observer tidak
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana
tempatnya. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara tahu secara pasti
tentang apa yang akan diamati.

Contoh observasi terstruktur dalam jurnal Atrisman (2017):

ANALISIS KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK DALAM PRAKTIKUM BIOKIMIA


PERCOBAAN LIPID PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik observasi terstruktur dan wawancara
terstruktur. Instrumen penelitian yang digunakan yaaitu lembar observasi dan pedoman
wawancara. Teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu dilakukan validasi isi lembar observasi
oleh 2 orang validator Dosen FKIP Kimia UMP. Hasil validasi dinyatakan valid dan layak
digunakan sebagai instrumen penelitian dengan kriteria koefesien validasi sangat tinggi. Teknik
analisis data yang diperoleh dari lembar observasi yang sudah dinilai oleh 5 orang observer
terhadap masing-masing mahasiswa dijumlah skor total (skor mentah) dan dibagi jumlah skor
keseluruhan (skor maksimal) dan dikalikan 100 % dan selanjutnya menentukan kategori
kemampuan untuk masing-masing mahasiswa berdasarkan skala kategori kemampuan
psikomotorik.

Data hasil penelitian ini, diperoleh dari tahapan-tahapan berikut ini:

a. Deskripsi Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan berbagai informasi yang akan diperlukan dalam
pelaksanaan penelitian. Informasi tersebut mengenai jadwal perkuliahan praktikum
Biokimia, jumlah subjek penelitian, ketersediaan alat dan bahan yang akan digunakan
pada saat praktikum percobaan lipid penentuan bilangan penyabunan dan persiapan
administrasi untuk mendapatkan surat izin penelitian bahwa peneliti akan melakukan
penelitian di laboratorium terpadu UMP.

45
b. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan

penelitian ini, dilakukan pada tanggal 1 Juni 2015 di laboratorium terpadu FKIP UMP.
Pada saat penelitian, peneliti dibantu oleh lima orang observer untuk mengisi lembar
observasi sesuai kemampuan psikomotorik yang dimiliki oleh praktikan, dimana masing-
masing observer dapat menilai 5 sampai 6 orang praktikan pada saat praktikum sedang
berlangsung. Setelah praktikum selesai, selanjutnya peneliti menganalisis data yang
sudah diperoleh, kemudian mendapatkan hasil keseluruhan kemampuan psikomotorik
tiap-tiap mahasiswa.

2.2.7 Langkah-langkah observasi

Menurut Hasanah (2016) Tahapan atau proses observasi tersebut meliputi pemilihan
(selection), pengubahan (provocation), pencatatan (recording), dan pengkodeaan
(encoding), rangkaian perilaku dan suasana (tests of behavior setting), in situ, dan untuk
tujuan empiris.

a. Pemilihan (selection) menunjukkan bahwa pengamatan ilmiah mengedit dan


memfokuskan pengamatannya secara sengaja atau tidak sengaja. Pemilihan
mempengaruhi apa yang diamati, apa yang dicatat, dan apa yang disimpulkan.
Peneliti dapat menentukan pilihannya atas sejumlah gejala alam, sosial, dan atau
kemanusiaan yang dianggap dapat memberikan informasi sesuai dengan
kebutuhannya. Tentu dalam hal ini peneliti melakukan pemilihan subjek amatan,
dengan melibatkan semua atau sebagian kemampuan indrawiah.

b. Pengubahan (provocation), berarti observasi yang dilakukan bersifat aktif, tidak


hanya dilakukan secara pasif. Peneliti boleh mengubah perilaku atau suasana tanpa
mengganggi kewajaran, kealamiahan (naturalness). Mengubah perilaku berarti
dengan kesengajaan mengundang respon tertentu, misalnya mengubah perilaku orang
lain dengan menggunakan pengaruh teladan atau keteladanan seseorang pada kondisi
tertentu. Bryan & Lindlof (1995: 140) menyebutkan bahwa Bryan dan Test (1967)
pernah melakukan manipulasi dan menstimuli perilaku subjek penelitian, tanpa
mengganggu kewajaran, situasi alamiah (naturalness). Bryan dan Test (1967)

46
mencoba memberikan perilaku keteladanan memberikan sumbangan pada kegiatan
amal bagi The Salvation Army. Apa yang dilakukan oleh Bryan dan Test,
menunjukkan bahwa aspek keteladanan mampu mempengaruhi perubahan perilaku
atau memprovokasi tindakan seseorang melakukan apa yang distimulasikan
kepadanya.

c. Pencatatan (recording) adalah upaya merekam kejadian-kejadian menggunakan


catatan lapangan, sistem kategori, dan metode-metode lain. Setiap kejadian
hendaknya memerlukan pencatatan. Mengamati tanpa diimbangi dengan pencatatan
mengakibatkan pengamat lupa terhadap apa yang diamatinya. Kemampuan pengamat
lebih lemah dari yang seharusnya diingat, dan kemampuan ingatan berbeda-beda. Hal
ini dapat terjadi karena ada kemungkinan seseorang lebih tertarik pada fenomena
tertentu, dan justru lebih gampang mengingatnya, daripada harus mengingat-ingat
fenomena yang akan diteliti dan harus diingatnya. Sebaliknya, subjek amatan justru
lebih mudah berubah apabila mengetahui bahwa dia sengan diamati dan dicatat
tingkah lakunya (ini berbeda dengan pengamatan pada benda, atau hewan).

d. Pengkodean (encoding) berarti proses menyederhanakan catatan-catatan melalui


metode reduksi data (Miles dan Huberman, 1984:16). Kegiatan ini dapat dilakukan
dengan menghitung frekuensi bermacam perilaku. Rangkaian perilaku dan suasana
yang ada, menunjukkan bahwa observasi melakukan serangkaian pengukuran yang
berlainan pada perilaku dan suasana. Pengkodean juga dapat dilakukan untuk
menyederhanakan pengamatan yang berlangsung secara cepat. Penggodean dapat
dilakukan menggunakan kata-kata kunci (key words), yang nantinya disempurnakan
menjadi kalimat berita secara utuh, setelah pengamatan berlangsung.

e. In situ, berarti pengamatan kejadian dalam situasi alamiah (naturalistic), meskipun


tanpa menggunakan manipulasi eksperimental. Mengamati secara in situ dapat dilihat
dari pengamatan perilaku mahasiswa di kelas. Salah satunya pada saat mengamati
mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah metodologi penelitian kualitatif, pada
program doktoral di IAIN Walisongo, tanggal 6 Desember 20014. Pengamatan in situ
merupakan proses mengamati hal-hal apa saja yang riil atau nyata, berdasarkan

47
pengalaman riil di tempat kejadian berlangsung (Santana, 2009: 127). Menurut
penulis, observasi yang dimaksudkan di sini diartikan sebagai seluruh kegiatan atau
aktivitas ilmiah empiris, diawali dengan kegiatan mengamati gejala atau realitas
bersifat empiris.

2.2.8 Kelebihan dan kelemahan observasi

1) Kelebihan observasi

Adapun kelebihan metode observasi (Herdiansyah,2009) adalah sebagai berikut:

a. Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai keandalan yang


tinggi karena biasanya peneliti sendiri yang mengamati secara saksama setiap detail
perilaku yang batasan perilaku yang diobservasi sudah ditentukan sebelumnya.
Terkadang, observasi juga dilakukan untuk mengecek validitas dari data yang telah
diperoleh sebelumnya (jika observasi yang dilakukan berulang-ulang)

b. Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan oleh subjek hingga kepada hal
yang detail, pekerjaan-pekerjaan rumit yang kadang-kadang sulit untuk diterangkan,
tetapi dengan menggunakan metode observasi hal tersebut mampu diungkap

c. Dapat menggambarkan lingkungan fisik dengan lebih detail, misalnya tata letak
ruang peralatan, penerangan, gangguan suara, dan lain-lain.

d. Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang dibutuhkan, untuk
menyelesaikan satu unit pekerjaan tertentu.

2) Kelemahan observasi

Disamping kelebihan, metode observasi juga memiliki kelemahan berikut:

a. Pada umumnya, orang yang diamati mereka terganggu atau tidak nyaman, sehingga
akan melakukan pekerjaannya dengan tidak semestinya. Atau karena diamati,

48
perilakunya tidak alamiah. Bisa saja dilebih-lebihkan (faking good) atau dikurang-
kurangi (faking bad)

b. Suatu perilaku yang dimunculkan pada saat dilakukan observasi terkadang tidak
mempresentasikan perilaku dan kondisi yang sebenarnya. bahkan, perilaku yang
dituju tidak muncul pada saat observasi dilakukan

c. Adanya bias peneliti seperti peneliti yang terlalu baik atau terlalu “pelit” dalam
memberikan penilaian terhadap perilaku yang muncul. Dalam istilah psikologi, hal
ini biasa disebut dengan generousity effect, yaitu kecenderungan dari peneliti atau
observer untuk memberikan penilaian yang baik atau buruk ketika kondisi atau
keadaannya meragukan

d. Orientasi peneliti. Misalnya ketika seorang yang diobservasi berpakaian rapi dan
bertingkah laku sopan, tetapi peneliti juga merupakan orang yang sangat menjunjung
tinggi kerapian dan kesopanan, kecenderungan untuk memberikan penilaian yang
netralakan terganggu. Contoh lainnya, ketika peneliti mengobservasi dan
memberikan penilaian kepada dua orang subjek yang salah satunya adalah kerabat
atau orang yang satu marga atau satu suku bangsa, sementara subjek lainnya orang
yang berbeda suku bangsa, maka kecenderungan untuk menilai lebih baik kepada
subjek yang satu suku bangsa lebih besar. Dalam istilah psikologi, hal ini disebut
sebagai hallo effect.

2.2.9 Contoh Kisi-Kisi Observasi

JENIS
INDIKATOR PERNYATAAN
NO. ASPEK DESKRIPSI PERNYATA
ITEM ITEM
AN
Menurut Slameto
1. Minat (1995:57) minat Minat dan Siswa Pernyataan
dan adalah perhatian siswa memiliki Tertutup dan
kecenderungan
perhatian terhadap pelajaran minat Terbuka
yang tetap untuk
memperhatikan saat guru terhadap
dan mengenang menjelaskan

49
beberapa kegiatan.
Kegiatan yang
diminati
seserorang,
diperhatikan terus
menerus yang
disertai rasa
senang. Sedangkan
menurut Pasaribu
dan Simanjuntak
(1986:47) minat
merupakan gejala
kejiwaan yang
pelajaran.
berhubungan
dengan sifat subjek
Siswa
terhadap objek.
Berdasarkan kedua memiliki
pendapat di atas perhatian
dapat disimpulkan
terhadap
bahwa minat
merupakan rasa pelajaran.
suka yang dimiliki
seseorang
terhadap suatu
objek sehingga rasa
suka tersebut
menimbulkan
suatu aktivitas yang
positif tanpa ada
yang menyuruh.

Menurut Dimyati
2. Semangat dan Mudjiono Semangat siswa Siswa PernyataanT
siswa (1999:51) siswa untuk mengerjakan ertutup
yang memiliki
melaksanakan tugas dengan
semangat belajar
yang tinggi akan tugas-tugas yang sempurna.
aktif bertanya diberikan oleh guru
kepada guru atau
siswa lain apabila

50
tidak memahami
persoalan yang
dihadapinya. Ketika
guru
menyampaikan
materi pelajaran,
siswa terkadang
belum dapat
langsung
memahami apa
yang disampaikan
guru. Demikian
pula apabila guru
memberikan suatu
tugas kepada siswa
dan siswa kurang
paham tentang
tugasnya. Siswa
yang memiliki
semangat belajar
tinggi akan
langsung bertanya
kepada guru atau
temannya yang
lebih mengerti
tentang materi
pelajaran yang
telah dijelaskan
oleh guru. Hal ini
juga berlaku
apabila siswa
merasa belum
paham mengenai
tugas yang
diberikan oleh
guru. Bila siswa
yang memiliki
semangat belajar
tinggi, biasanya
selama
mengerjakan tugas-
tugas, ia akan

51
langsung bertanya
kepada guru atau
kawannya tentang
tugas tersebut.

Sesuai dengan
3. Tanggung pendapat Dimyati Tanggung jawab Siswa Pernyataan
jawab dan Mudjiono siswa untuk mengumpulka Tertutup
(1999:90) bahwa
melaksanakan n tugas tepat
kemauan
merupakan tugas-tugas yang waktu.
tindakan mencapai diberikan
tujuan belajar.
Siswa dikatakan
memiliki tanggung
jawab dalam
mengerjakan tugas-
tugas belajarnya
bila mendapat
tugas untuk
mengerjakan soal-
soal dari guru,
siswa tersebut
mengerjakan
sendiri tugasnya
tanpa mencontoh
pekerjaan
kawannya.
Menurut Djamarah
(2000:76) ketika
guru memberikan
tugas maka siswa
langsung
mengerjakan tugas
tersebut. Hal ini
menunjukkan
bahwa siswa
tersebut
mempunyai
tanggung jawab

52
yang tinggi
terhadap tugas
yang diberikan oleh
guru karena siswa
merasa tugas
tersebut
merupakan suatu
kewajiban yang
harus diselesaikan
tanpa menunda
waktu.

Menurut Dimyati
4. Rasa dan Mudjiono Rasa senang dalam Siswa Pernyataan
senang (1999:28) rasa mengerjakan tugas menunjukkan Tertutup.
senang siswa
dari guru rasa senang
terhadap tugas
yang diberikan oleh saat diberikan
guru dapat tugas oleh
diwujudkan melalui
guru.
partisipasi dalam
mengerjakan tugas
tersebut. Apabila
guru membentuk
siswa dalam suatu
kelompok belajar
siswa langsung
bergabung dalam
kelompok
belajarnya dan
bersama-sama
mengerjakan tugas
dari guru. Dalam
kelompok belajar
tersebut siswa
tidak
menggantungkan
diri pada orang
lain. Hal tersebut
sesuai dengan

53
pendapat
Djamarah
(2000:162) yang
menyatakan bahwa
semua anggota
kelompok
seharusnya
memiliki
kesempatan untuk
berpartisipasi
memberikan
sumbangan
pemikirannya.

menurut Haryanto
5. Keaktifa (1997:259) bahwa Respon yang Siswa Pernyataan
n interaksi aktif ditunjukkan siswa menunjukkan tertutup.
dengan guru dapat
terhadap stimulus respon yang baik
dilihat pada saat
guru mengajar di yang diberikan ketika diberikan
depan kelas, siswa guru stimulus oleh
bertanya dan guru
guru.
menjawab. Dari
kedua pendapat
tersebut dapat
disimpulkan bahwa
reaksi siswa
terhadap stimulus
yang diberikan oleh
guru dapat dilihat
bila guru bertanya
kepada siswa
kemudian siswa
memberikan
respon balik
dengan menjawab
pertanyaan dari
guru, dan bertanya
kepada guru
apabila ada suatu

54
hal yang belum
dimengerti.

55
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan
tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan responden untuk mencapat
tujuan tertentu.

2. Bentuk wawancara ada 3 : Wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur dan


wawancara tidak terstruktur.

3. Bentuk pertanyaan dalam wawancara adalah: Pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup,


pertanyaan netral-mengarahkan, dan pertanyaan primer-sekunder.

4. Observasi yang telah dijelaskanoleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa observasi
merupakan suatu cara yang digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap suatu
objek penelitian secara langsung guna memperoleh suatu data yang akan mendukung
hasil dari penelitian tersebut.

5. Metode dalam Observasi adalah : Anecdotal Record, Behavioral Checklist, Participation


Charts, Rating Scale, Behavioran Tallying dan Charting.

3.2 SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat mneambah pengetahuan serta wawasan
pembaca. Selanjutnya pemakalah mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
makalah ini untuk kedepannya.

56
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Atrisman. 2017. Analisis Kemampuan Psikomotorik Dalam Praktikum Biokimia Percobaan


Lipid Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Universitas
Muhammadiyah Pontianak. Ar-Razi Jurnal Ilmiah, Vol. 5 No. 1, ISSN. 2503-4448.
Kalimantan Barat: Universitas Muhammadiyah Pontianak.

Hasanah, Hasyim. 2016. Teknik-Teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode Pengumpulan Data
Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial). Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 1, Semarang:
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Semarang

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika

Hidayah, Lilatul, U. 2018. Penggunaan Instrumen Lembar Wawancara Pendukung Tes


Diagnostik Pendeteksi Miskonsepsi Untuk Analisis Pemahaman Konsep Buffer-
Hidrolisis. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 12, No. 1. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang

Margono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Pertiwi, Citra, F. Analisis Pengetahuan Konsep (K3) Laboratorium Kimia Di Man 2 Kota
Semarang. ISBN : 978-662-61599-6-0 Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang.

Sudaryono. 2013. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sugiyono. 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

57
Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi
Aksara

Supriadi. 2018. Analisis Model Mental Mahasiswa Pendidikan Kimia Dalam Memahami Jenis
Reaksi Kimia. J. Pijar MIPA, Vol. XIII No.1, ISSN 1907-1744 (Cetak), ISSN 2410-
1500 (Online). Indonesia: Universitas Mataram.

58

Anda mungkin juga menyukai