Contoh Makalah Bank Perkreditan Rakyat
Contoh Makalah Bank Perkreditan Rakyat
Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan Belanda,
Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR)
dan Lumbung Desa, yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh agar
dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir) yang membebankan dengan bunga
sangat tinggi.
Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal masyarakat dengan istilah
Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saat itu hanya ada di Jawa dan
Bali.
Th.1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD) yang
terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan, Pemerintah Kolonial
Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama lembaga yaitu Instansi
Kas Pusat (IKP).
Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bank-bank Pasar yang terutama
sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa
keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto
1988 dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan
subur.
Bank-bank yang didirikan antara 1950-1970 didaftarkan sebagai Perseroan Terbatas (PT), CV,
KOPERASI, MASKAPAI ANDIL INDONESIA (MAI), YAYASAN, DAN PERKUMPULAN.
Pada masa tersebut berdiri beberapa lembaga keUangan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah ;
Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa barat, Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah,
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat, dan
Lembagai Perkreditan Desa (LPD) di Bali.
Pada tangal 27 Oktober 1988 Pemerintah menetapkan kebijakan diregulasi PerBankan yang dikenal
sebagai Pakto 88, sebagai kelanjutan dari Pakto 88, Pemerintah mengeluarkan beberapa Paket
ketentuan dibidang perbankan yang merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya. Sejalan
dengan itu, Pemerintah menyempurnakan UU No.14 Th.1967, .
Bank Umum ; Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ; Bank yang melaksanakn kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Berawal dari rasa keinginan untuk membantu dan mensejaterakan para petani, pegawai, dan buruh
untuk melepaskan diri dari jerat para pelepas uang (rentenir) yang selalu memberikan kredit dengan
bunga tinggi,maka dengan itu lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Sekilas ini dapat
dipaparkan runtutan sejarah pendirian BPR di indonesia:
Ø Abad ke-19 : dibentuklah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, serta Bank Dagang Desa. Pasca
kemerdekaan Indonesia: didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
Ø awal 1970an : Kemudian didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
Ø 1988 : Kemudian pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 yaitu (PAKTO 1988)
melalui adanya Keputusan Presiden RI No.38 yang telah menjadi momentum awal pendirian BPR-
BPR baru. Kebijakan tersebut telah memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha
“Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR
Ø 1992 : Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR telah diberikan landasan hukum
yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum yang ada di indonesia.
Ø PP No.71/1992 Sebagai lembaga Keuangan bukan bank yang telah memperoleh izin usaha dari
Menteri Keuangan serta lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank
Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang telah
dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan serta
tata cara yang telah ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu hingga dengan 31 Oktober
1997.
Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan bahwa BPR adalah Bank
yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR
terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil serta masyarakat di daerah pedesaan pada
dasarnya. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau
Koperasi.
· Memberikan kredit.
· Menerima jenis simpanan berupa giro dan ikut serta dalam melakukan lalu lintas pembayaran.
· Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pelaku pedagang valuta asing
(dengan izin Bank Indonesia).
· Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada butir 1
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan
pengusaha mikro, kecil dan menengah. BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur
dalam Undang-Undang Perbankan yang berfungsi tidak hanya sekedar menyalurkan kredit dalam
bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi tetapi juga melakukan penghimpunan dana
masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lain yang dipersamakan dengan
itu.
Sebagaimana halnya dengan Bank Umum, masyarakat yang menyimpan dana di BPR juga dijamin
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), selama penempatan yang dilakukan tersebut memenuhi kriteria
yang telah ditentukan LPS. Sebagai perbandingan, dari bulan Oktober 2012 hingga Maret 2013, jika
LPS menjamin simpanan dalam rupiah pada Bank Umum dengan tingkat bunga 5,5% maka untuk
BPR, LPS menjamin hingga tingkat bunga 8%. Hal ini membuat deposito berjangka yang ditawarkan
BPR memiliki tingkat bunga yang lebih menarik dibanding Bank Umum. Berikut ini beberapa fakta
menarik seputar perkembangan BPR konvensional (non-syariah) di Indonesia berdasarkan data yang
diolah dari statistik perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia hingga Maret 2013.
Hingga akhir Maret 2013, kredit yang disalurkan oleh BPR konvensional mencapai 52,6 triliun rupiah
sementara dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito (dana pihak
ketiga) mencapai sekitar 45,5 triliun rupiah. Rata-rata kredit yang diberikan selama 6 bulan (Oktober
2012 hingga Maret 2013) sekitar 50,5 triliun rupiah sedangkan dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun rata-rata mencapai 44,6 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam kurun waktu 6
bulan terakhir (hingga Maret 2013), BPR konvensional berhasil dengan baik menjalankan fungsi
utama perbankan yaitu fungsi intermediasi.
Tercatat ada sembilan provinsi di mana BPR konvensional berhasil menyalurkan kredit rata-rata di
atas 1 triliun rupiah selama 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013) yakni: Jawa Tengah (Rp. 11,39
triliun), Jawa Barat (Rp. 7,97 triliun), Jawa Timur (Rp. 5,92 triliun), Bali (Rp. 4,77 triliun), Lampung
(Rp. 4,31 triliun), Kep. Riau (Rp. 2,51 triliun), D.I. Yogyakarta (Rp. 2,41 triliun), DKI Jaya (Rp. 1,06
triliun) dan Sumatera Barat (Rp. 1,05 triliun). Total penyaluran kredit di sembilan provinsi tersebut
mencapai 82% dari total 50,5 triliun rupiah. Hal yang sama dalam hal penghimpunan dana di
kesembilan provinsi tersebut melalui BPR konvensional hingga akhir Maret 2013 yang mencapai 38
triliun rupiah dari total sebesar 45,5 triliun rupiah. Ini membuktikan bahwa perputaran uang dan
perekonomian yang diharapkan merata ke seluruh pelosok Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa,
Bali, Sumatera, dan sekitarnya.
Dari total 1.653 BPR konvensional di Indonesia yang tercatat pada statistik Bank Indonesia, sebanyak
1.277 BPR berada di kesembilan provinsi tersebut di atas. Untuk soal kemampuan BPR dalam
penghimpunan dana maka Lampung dan Kep. Riau sepertinya menjadi jagonya. Dengan jumlah
hanya 26 BPR pada akhir Maret 2013, Lampung berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 3,29 triliun
sementara Kep. Riau yang tercatat memiliki 40 BPR berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 2,74
triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah dengan 259 BPR yang menghimpun dana Rp 10,69 triliun
atau Jawa Timur dengan 331 BPR yang menghimpun dana sebesar Rp 4,98 triliun.
Dari segi jumlah debitur pada akhir Maret 2013, maka Jawa tengah (816.778 rekening), Jawa Barat
(746.516 rekening) dan Jawa Timur (666.656 rekening) mengakumulasi 68,85% total debitur BPR
konvensional di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan kredit sangat tinggi di ketiga
provinsi tersebut.
Kep. Riau menunjukkan kondisi yang berbeda dari delapan provinsi lainnya yang tersebut di atas
karena hingga akhir Maret 2013, penghimpunan dana melebihi penyaluran kredit. Dengan jumlah
deposito sebanyak 13.401 rekening pada akhir Maret 2013, dana yang berhasil dihimpun dari
instrumen ini mencapai Rp 2,35 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah yang memiliki 141.598
rekening deposito (33,37% dari total rekening deposito BPR konvensional secara nasional) yang
hanya berhasil menghimpun Rp. 6,02 triliun.
Rata-rata suku bunga kredit dalam mata uang rupiah Bank Umum dalam 6 bulan yang berakhir pada
Maret 2013 untuk kredit modal kerja sebesar 11,54%, kredit investasi sebesar 11,27% dan kredit
konsumsi sebesar 13,43%. Sedangkan pada BPR: kredit modal kerja sebesar 30,91%, kredit investasi
sebesar 26,76% dan kredit konsumsi sebesar 25,97%.
Pada bulan Desember 2012 lalu, Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang mengatur tentang
pemberian kredit atau pembiayaan oleh Bank Umum dan bantuan teknis dalam rangka
pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Disebutkan secara bertahap hingga tahun 2018,
Bank Umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan UMKM paling rendah 20% dari total kredit
atau pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat dilakukan secara langsung kepada UMKM atau tidak
langsung melalui kerjasama pola executing, channeling atau secara sindikasi. Pembiayaan tidak
langsung dapat dilakukan antara lain melalui BPR.
Menyimak statistik perbankan BPR konvensional hingga Maret 2013 dan keberhasilan BPR dalam
melakukan fungsi intermediasi, masih terbuka luas kesempatan bagi Bank Umum untuk melakukan
channeling melalui BPR. Keuntungan yang diperoleh oleh Bank Umum melalui cara tersebut antara
lain adalah dapat mengandalkan BPR dalam infrastruktur serta pengalamannya menilai resiko kredit
debitur UMKM, yang selama ini mungkin belum didalami oleh Bank Umum. Dalam jangka panjang
dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia tersebut, diharapkan dapat menekan suku bunga
kredit BPR konvensional karena semakin meningkatnya supply dan kemudahan akses dana dari Bank
Umum melalui penyaluran kredit langsung atau tidak langsung kepada UMKM tersebut.
· Bank Perkreditan Rakyat yang biasa disingkat dengan BPR adalah salah satu jenis bank yang
dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada
umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. (BI)
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana
sebagai usaha BPR. (Gunadarma)
Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan
menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada
masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena
proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan sangat mengerti akan
kebutuhan Nasabah.
BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun
1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998.
Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bawah ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum
dan BPR.
· Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu.
Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, maupun Kredit Konsumsi.
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia
kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR.
Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
Menerima simpanan berupa giro.
Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan
kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :
Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas
maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan
oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-
perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah
tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas
maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan
oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor,
anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta
perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan
keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga),
anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10%
dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Landasan hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank
yangkegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di
daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat menjalankan usahanya secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.
Kegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh BPR sangat terbatas dibandingkan dengan Bank
Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan
kredit serta menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka,
sertifikat deposito dan/ atau tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan menerima simpanan
berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain yang
diperkenankan.
Selain itu, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai
pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia), melakukan penyertaan modal, dan melakukan
usaha perasuransian. Adapun wilayah kantor operasionalnya dibatasi dalam 1 (satu) propinsi.
Dalam rangka memperkuat fundamental industry perbankan serta memberikan arah dan strategi
perbankan ke depan telah disusun Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu
kerangka dasar sistem perbankan di Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah,
bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu sampai sepuluh tahun berlandaskan
visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien, guna menciptakan kestabilan
system keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mencapai visi tersebut, salah satu sasaran yang ingin dicapai yaitu menciptakan struktur
perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong
pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Melalui kebijakan tersebut diharapkan
dapat tercapai struktur perbankan yang terdiri dari empat strata bank yaitu :
Bank internasional yang memiliki kapasitas dan kemampuan beroperasi di wilayah internasional
serta memiliki modal diatas Rp50 triliun;
Bank nasional yang memiliki cakupan usaha sangat luas dan beroperasi secara nasional serta
memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan Rp50 triliun;
Bank dengan fokus usaha tertentu yaitu bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha
tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank serta memiliki modal antara
Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun; serta
BPR dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.
Dalam rangka mencapai visi tersebut di atas, program-program API telah memberikan perhatian
pada perlunya penguatan permodalan, kelembagaan dan manajemen BPR, serta penyempurnaan
pengaturan dan pengawasan BPR.
Disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah
pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik dari aspek pembiayaan
maupun penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani
kebutuhan masyarakat tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:
Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di BPR.
BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan pelayanannya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR dapat menjangkau dan
melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
Posisi BPR yang strategis tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan BPR
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.
Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi bisnis, bank juga melakukan berbagai kegiatan, seperti
telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan
terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan
cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun
dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pin-jaman atau kredit.
Dari kegiatan jual beli uang inilah bank akan memperoleh ke-untungan yaitu dari selisih harga beli
(bunga simpanan) dengan harga jual (bunga pinjaman). Disamping itu kegiatan bank lainnya dalam
rangka mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana adalah memberikan jasa-jasa
lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperlancar kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana.
Dalam praktiknya kegiatan bank dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap jenis bank
memiliki ciri dan tugas tersendiri da-lam melakukan kegiatannya, misalnya dilihat dari segi fungsi
bank yaitu antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan rakyat, jelas memiliki
tugas atau kegiatan yang berbeda.
Kegiatan bank umum lebih luas dari bank perkreditan rakyat. Artinya produk yang ditawarkan oleh
bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan untuk
menentukan produk dan jasanya. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat mempunyai keterbatasan
tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit. Untuk le-bih jelasnya berikut ini akan dijelaskan
kegiatan masing-masing jenis bank dilihat dari segi fungsinya.
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan
adalah jumlah jasa bank yang dilaku-kan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai
persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga
dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai
berikut:
- Simpanan Tabungan
- Simpanan Deposito
- Kredit Investasi
- Kredit Perdagangan
Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan
BPR. Larangan ini meliputi hal--hal sebagai berikut :
- Mengikuti Miring
Asas BPR
BPR berasaskan pada Demokrasi Ekonomi dengan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi itu
sendiri adalah sistem ekonomi yang dijalankan di Indonesia berdasarkan pasal 33 UUD 1945 yang
memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight
liberalisme, etatisme dan monopo
a. WNI
Tangerang, Bekasi )
c. Rp. 1 milyar ( diluar wil. ibukota prov.Jawa, Bali & wil. pulau Jawa & Bali.
mikro.
realisasi kegiatannya.
d. Proyeksi keuangan bulanan untuk th.pertama, dan tahunan untuk dua tahun
berikutnya.
e. Perencanaan SDM.
Jumlah anggota direksi min.2 orang (min D3). Jumlah anggota dewa komisaris min.2orang & min.
50% anggota memiliki pengalaman bidang perbankan.
b. Memberikan kredit.
a. Menerima simpanan berupa giro & ikut serta dlam lalulintas pembayaran.
Sebelumnya fungsi perizinan dilaksanakan Departemen Keuangan, sementara fungsi pengawasan &
pembinaan kegiatan operasional BPR diserahkan pada BRI menurut UU No.7 th.1992.
Bank Kredit Desa terdiri dari Bank Desa & Lumbung Desa.
SUMBER
1. http://nofrianus.wordpress.com/2011/02/28/sejarah-singkat-bank-perkreditan-rakyat-bpr/
2. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/05/24/fakta-menarik-seputar-perkembangan-
bpr-konvensional-di-indonesia-562899.html
3. http://kliping.mediabpr.com/p/apa-itu-bank-perkreditan-rakyat-bpr.html
4. http://belajarperbankangratis.blogspot.com/2012/07/peeran-bpr-dalam-sistim-keuangan-
di.html
5. http://bprkita.blogspot.com/2010/11/asas-fungsi-tujuan-bpr.html
6. http://udin.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11201/Kegiatan+Bank.doc
7. http://46372ishere.blogspot.com/2011/02/bank-perkreditan-rakyat.html