Anda di halaman 1dari 29

STRATEGI PASSIVE DESIGN DALAM MEWUJUDKAN KENYAMANAN

THERMAL PADA BANGUNAN TRADISIOANAL BALI

Mata Kuliah :

EKOLOGI ARSITEKTUR

Disusun oleh :

I Made Yoga Pradnyana (1605522027)

Dewa Alit Bagiada (1605522028)

I Gede Kristiadi Putra (1605522030)

Putu Airlangga Bonanza Jusur (1605525091)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

2018
ABSTRAK

Pada daerah tropis mempinyai suhu udara dan tingkat kelembaban yang

tinggi (T>28°C, RH >70%) yang mana merupakan suatu kendala untuk

mendapatkan kenyamanan, namun hal ini dapat diatasi dengan menciptakan aliran

udara di dalam ruangan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sirkulasi udara di

dalam ruangan tidak hanya ditentukan oleh kecepatan udara exterior tetapi juga oleh

penempatan element passive design. Suatu bangunan berventilasi alamiah dalam

tercapainya situasi nyaman. Beberapa alternative design arsitektur seperti

keberadaan balkon dan penataan tata ruang interior. Pada tudy ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh dari passive design.

Kata kunci : Passive desain, kenyamanan thermal, design arsitektur

,kecepatan udara di dalam ruangan.


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu, Puja dan puji syukur panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas rahmat-nyalah kami dapat menyelesaikan laporan observasi

ini. Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah memberikan kami

nasihat serta terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ekologi arsitektur

Ibu Ni Made Swanendri, ST., MT. Jika tidak karena bimbingan beliau makalah ini

tidak akan berjalan dengan lancar dan hingga kami dapat membuat makalah ini

dengan baik. Kami berharap agar laporan observasi ini dapat berguna dengan baik,

bagi semua pihak yang terkait dan para pembacanya. Namun dari segala aspek yang

terdapat dalam laporan observasi ini tidak luput dari segala kekurangannya, besar

harapan kami untuk mengharapkan kritik dan saran dari ibu dan pembaca yang

dapat menjadi koreksi kami dalam memperbaiki penulisan dan penyusunan karya

tulis ilmiah selanjutnya.

Om Santih, Santih, Santih Om

Tim Penyusun

Denpasar, 12 Desember 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia berada dalam garis katulistiwa atau tropis jika dilihat secara

geografis, namun secara termis (suhu) tidak semua wilayah Indonesia merupakan

daerah tropis. Daerah tropis menurut pengukuran suhu adalah daerah tropis dengan

suhu rata-rata 20º C, sedangkan rata-rata suhu di wilayah Indonesia umumnya dapat

mencapai 35º C dengan tingkat kelembaban yang tinggi, dapat mencapai 85%

(iklim tropis panas lembab). Hal itu beraitan dengan kenyamanan yang tercipta

pada setiap penghuni bangunannya. Suhu nyaman termal untuk orang Indonesia

berada pada rentang suhu 22,8°C - 25,8°C dengan kelembaban 70%. Ada banyak

studi tentang berbagai cara untuk mengevaluasi kenyamanan termal untuk

mengetahui apakah lingkungan termal cocok untuk hidup nyaman.

Kriteria desain tertentu untuk kenyamanan termal telah mempengaruhi

desain bangunan dan sistem kontrol atau tindakan adaptif sebagaimana dalam

penelitian Brager dan Dear (2000); ASHRAE (2004). Langkah yang paling mudah

untuk mengakomodasi kenyamanan tersebut adalah dengan melakukan

pengkondisian secara mekanis (penggunaan AC) di dalam bangunan yang

berdampak pada bertambahnya penggunaan energi listrik. Cara yang paling murah

memperoleh kenyamanan termal adalah secara alamiah melalui pendekatan

arsitektur, yaitu melalui pemnfaatan passive design, mengakomodasi bentukan


arsitekturya tanpa bantuan alat mekanis untuk memanfaatkan energi di alam. Dalam

makalah ini akan dibahas bagaimana strategi untuk menciptakan kenyamanan

thermal.

1.2 Rumusan masalah adapun rumusan masalah yang di dapat, yaitu:

1. Bagaimana menciptakan kenyamanan thermal pada bangunan tradisional

Pinggan ?

2. Bagaimana pengaruh Passive Design dalam kenyamanan termal pada

bangunan tradisional Pinggan ?

1.3 Tujuan penulisan Dari rumusan masalah diatas, didapatkan tujuan penelitian

sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana menciptakan kenyamanan termal pada bangunan.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh Passive Design dalam kenyamanan

termal pada bangunan tradisional Pinggan.

1.4 Manfaat penulisan adapun manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini,

baik secara ilmiah maupun praktis, yaitu:

1. Bagi masyarakat hasil observasi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan

bacaan bagi masyarakat untuk menambah sumber informasi serta

wawasan masyarakat.

2. Bagi Universitas tempat mahasiswa mengeyam pendidikan, hasil dari

observasi ini dapat dimanfaatkan untuk menambah sumber

referensi/literature yang dapat dijadikan bahan sebelum mahasiswa

melakukan observasi/penelitian.
3. Bagi Mahasiswa, observasi ini berguna menambah pengetahuan

mahasiswa mengenai Arsitektur Tropis, terutama kenyamanan thermal

pada bangunan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Arsitektur Tropis

Pengertian Arsitektur Tropis Menurut Marcus Pollio Vitruvius (1486)

arsitektur adalah kesatuan dari kekuatan/kekokohan (firmitas), keindahan

(venustas), dan kegunaan/fungsi (utilitas). Menurut Francis DK Ching (1979)

arsitektur membentuk suatu tautan yang mempersatukan ruang, bentuk, teknik dan

fungsi. Menurut Amos Rappoport (1981) arsitektur adalah ruang tempat hidup

manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata

budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya

masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus memperngaruhi arsitektur. Sedangkan

menurut JB. Mangunwijaya (1992) arsitektur sebagai vastuvidya (wastuwidya)

yang berarti ilmu bangunan. Dalam pengertian wastu terhitung pula tata bumi, tata

gedung, tata lalu lintas (dhara, harsya, yana).

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian

yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan

lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan
perkotaan, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain

perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses

perancangan tersebut (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur). Sedangkan

menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ar·si·tek·tur /arsitéktur/ adalah

seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan/atau

metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan (sumber :

http://kbbi.web.id/arsitektur).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tropis tropis /tro·pis/ a 1

mengenai daerah tropik (sekitar khatulistiwa): penyakit khas khatulistiwa (beriklim

panas) seperti malaria; 2 beriklim panas (sumber : http://kbbi.web.id/arsitektur).

Pengertian tropis berasal dari kata tropicos dalam bahasa Yunani Kuno

berarti garis balik. Daerah tropis dapat dibagi dalam dua kelompok iklim utama

yaitu tropis basah dan tropis. Indonesia termasuk dalam daerah tropis lembab yang

ditandai oleh kelembaban udara yang relatif tinggi pada umumnya di atas 90%,

curah hujan yang tinggi, serta temperatur rata-rata tahunan di atas 18ÛC dan

biasanya sekitar 23ÛC dan dapat mencapai 38ÛC dalam musim kemarau. Lebih

khusus lagi, Indonesia termasuk dalam daerah sekunder hutan hujan tropis (tropis

lembab).

Arsitektur tropis merupakan representasi konsep bentuk yang

dikembangkan berdasarkan respon terhadap iklim yang dialami oleh Negara

Indonesia yaitu tropis lembab. Konsep arsitektur tropis, pada dasarnya adalah

adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, dimana kondisi tropis membutuhkan


penanganan khusus dalam desainnya. Pengaruh utama berasal dari kondisi suhu

tinggi dan kelembaban tinggi, dimana pengaruhnya ada pada tingkat kenyamanan

ketika pengguna berada dalam ruangan. Tingkat kenyamanan seperti tingkat sejuk

udara dalam bangunan, oleh aliran udara, adalah salah satu contoh aplikasi konsep

bangunan tropis. Meskipun konsep bangunan tropis selalu dihubungkan dengan

sebab akibat dan adaptasi bentuk (tipologi) bangunan terhadap iklim, banyak juga

interpretasi konsep ini dalam tren yang berkembang dalam masyarakat; sebagai

penggunaan material tertentu sebagai representasi dari kekayaan alam tropis,

seperti kayu, batuan ekspos, dan material asli yang diekspos lainnya.

2.2 Pasif Desain dalam Bangunan

Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui

pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi

matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan

arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu

“mengantisipasi” permasalahan iklim luar.

Pada dasarnya metoda pendinginan pasif didasarkan pada pengendalian

panas dari sumber matahari melalui media bangunan seperti bahan bangunan,

bukaan, shading hingga arah orientasi bangunan. Penggunaan passive design disini

merupakan pemilihan lokasi, topografi, orientasi, proporsi bangunan, bentuk denah,

pemilihan material, konstruksi, dan penghalang sinar matahari untuk gedung.

Perancangan kenyamanan termal secara pasif didasarkan pada beberapa prinsip

antara lain adalah :


- Orientasi, area lokasi terhadap equator, arah utara untuk wilayah dibagian

selatan equator dan arah selatan untuk wilayah dibagian utara equator. Hal tersebut

menyangkut sinar matahari yang masuk ke bangunan ketika dibutuhkan dan

menghindarinya ketika tidak dibutuhkan.

- Glazing, digunakan untuk menangkap panas jika dibutuhkan di dalam

ruangan atau pembayangan (shading) dan penghalang sinar matahari untuk

menahan panas matahari.

- Thermal Mass, untuk menyimpan panas jika dibutuhkan atau sebagai heat

sink jika untuk pendinginan.

- Insulasi, untuk mereduksi kehilangan panas atau panas yang masuk

melalui atap, dinding, pintu, jendela dan lantai.

- Ventilasi, untuk memasukkan udara segar dan pendinginan melalui angin.

- Zoning, untuk merencanakan susunan ruang dalam sesuai dengan area

pemanasan alami yang terjadi dengan kebutuhan ruangan.

2.3. Aktif Desain dalam Bangunan

Aktif design, biasanya berbicara tentang teknologi hemat energi dan

perkembangannya yang didorong oleh industri. Dalam rancangan aktif, energi

matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik inilah

yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif,

secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif.

Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan

akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan visual harus dicapai.
Strategi perancangan aktif dalam bangunan dengan sel solar belum dijumpai di

Indonesia saat ini. Penggunaan sel solar masih terbatas pada kebutuhan terbatas

bagi penerangan di desa-desa terpencil Indonesia.

2.4 Kenyamanan Thermal dalam bangunan

Gambar : Diagram temperature untuk kenyamanan termal

Sumber : Comfort zones during winter and summer

Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh

manusia, bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur, tetapi dikondisikan oleh

lingkungan dan benda-benda disekitar arsitekturnya atau kondisi pikir seseorang

yang mengekspresikan kepuasan dirinya terhadap lingkungan thermalnya.

Menurut Karyono (2001), kenyamanan dalam kaitannya dengan bangunan

dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana dapat memberikan perasaan

nyaman dan menyenangkan bagi penghuninya. Sedangkan menurut ASHERE


(1989) (American Society of Heating Refrigating AirConditioning Engineer),

mendefinisikan kenyamanan thermal sebagai suatu pemikiran dimana kepuasan

didapati. Oleh karena itu, kenyamanan adalah suatu pemikiran mengenai persamaan

empiric. Meskipun digunakan untuk mengartikan tanggapan tubuh, kenyamanan

thermal merupakan kepuasan yang dialami oleh manusia yang menerima suatu

keadaan thermal, keadaan ini alami baik secara sadar ataupun tidak sadar.

Pemikiran suhu netral atau suhu tertentu yang sesuai untuk seseorang dinilai agak

kurang tepat karena nilai kenyamanan bukan merupakan nilai yang pasti dan selalu

berbeda bagi setiap individu.

 Faktor kenyamanan dalam ruang

Menurut Fanger(1972) kondisi kenyamanan termal juga dipengaruhi oleh

faktor iklim dan faktor individu. Faktor iklim yang mempengaruhi kondisi termal

terdiri dari: suhu udara, suhu radiasi rata-rata, kelembaban udara relatif, dan

kecepatan angin serta pergerakan udara di dalam ruang. Sedangkan faktor individu

yang menentukan keadaan suhu nyaman adalah jenis aktivitas serta jenis pakaian

yang digunakan.

1. Temperatur udara

Temperatur udara antara suatu daerah dengan daerah lainnya

sangat berbeda. Perbedaaan ini disebabkan adanya beberapa faktor,

seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu tempat, arah angin,

arus laut, awan, dan lamanya penyinaran. Satuan yang umumnya


digunakan untuk temperatur udara adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur

dan Kelvin.

Adapun batas-batas kenyamanan akibat faktor temperatur udara

untuk daerah khatulistiwa adalah 19°C TE (batas bawah) - 26°C TE

(batas atas) (Lippsmeier, 1994). Pada temperatur 26°C TE umumnya

manusia sudah mulai berkeringat. Pada temperatur 26°C TE – 30°C TE

daya tahan dan kemampuan kerja manusia mulai menurun. Temperatur

lingkungan mulai cukup sulit diterima dirasakan pada suhu 33,5°C TE–

35,5 °C TE, dan pada suhu 35°C TE – 36°C TE kondisi lingkungan tidak

dapat ditolerir lagi. Kondisi udara yang tidak nyaman cenderung akan

menurunkan tingkat produktifitas seperti halnya terlalu dingin atau

terlalu 20 panas, sedangkan produktifitas kerja manusia dapat

meningkat pada kondisi suhu (termis) yang nyaman (Talarosha, 2005).

2. Kelembaban udara dan kelembaban relatif

Kelembaban udara adalah kandungan uap air yang ada di udara.

Kelembaban udara menjadi faktor penting dalam kenyamanan termal

pada saat suhu udara mendekati atau melampaui ambang batas

kenyamanan dan kelembanan udara lebih dari 70% serta kurang dari

40%. Pada kondsi di dalam ruang, kelembaban udara ini mempengaruhi

pelepasan kalor dari tubuh manusia. Kelembaban udara yang tinggi akan

menyebabkan kalor di dalam tubuh manusia sulit dilepaskan, sehingga

kondisi ini akan menciptakan rasa tidak nyaman.


Untuk mengimbangi kondisi kelembaban yang tinggi ini

dibutuhkan kecepatan angin yang cukup di dalam ruang, sedangkan

kelembaban relatif adalah rasio antara jumlah uap air di udara dengan

jumlah maksimum uap air dapat ditampung di udara pada temperatur

tertentu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban udara,

yakni radiasi matahari, tekanan udara, ketinggian tempat, angin,

kerapatan udara, serta suhu.

3. Kecepatan Angin

Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan adanya gaya

yang diakibatkan perbedaan tekanan dan perbedaaan suhu (Satwiko,

2009 :5). Kecepatan angin pada daerah beriklim tropis lembab

cenderung sangat minim. Kecepatan angin umumnya terjadi pada siang

hari atau pada musim pergantian. Peranan udara yang bergerak ini

sangat membantu mempercepat pelepasan kalor pada permukaan kulit.

Angin membantu mengangkat uap-uap air yang menghambat pelepasan

kalor. Akan tetapi jika angin ini terlalu kencang maka kalor yang

dilepaskan tubuh menjadi berlebih sehingga akan timbul kondisi

kedinginan yang mengurangi kenyamanan termal.

4. Insulasi pakaian

Faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan termal adalah jenis

dan bahan pakaian yang digunakan. Salah satu cara manusia untuk
beradaptasi dengan keadaan termal di lingkungan sekitarnya adalah

dengan cara berpakaian,misalnya, mengenakan pakaian tipis di musim

panas dan pakaian tebal di musim dingin. Pakaian juga dapat

mengurangi pelepasan panas tubuh. Pada penelitian Henry dan Nyuk

(2004) mengenai ‘Thermal comfort for naturally ventilated houses in

Indonesia’disebutkan bahwa penghuni ruang dapat beradaptasi terhadap

kondisi termal dengan menyesuaikan jenis pakaian dengan kondisi iklim

yang ada.

5. Aktivitas

Aktivitas yang dilakukan manusia akan meningkatkan proses

metabolisme tubuhnya. Semakin tinggi intensitas aktivitas yang

dilakukan, maka semakin besar peningkatan metabolisme yang terjadi

di dalam tubuh, sehingga jumlah energi panas yang dikeluarkan

semakin besar.

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan termal ruangan

dari segi arsitektural (Latifa, N.L., Harry Perdana, Agung Prasetya, dan Oswald

P.M. Siahaan, 2013), yaitu:

1. Desain Bangunan

Pada iklim tropis, fasad bangunan yang berorientasi Timur-Barat

merupakan bagian yang paling banyak terkena radiasi matahari (Mangunwijaya,

1980). Oleh karena itu, bangunan dengan orientasi ini cenderung lebih panas

dibandingkan dengan orientasi lainnya. Selain orientasi terhadap matahari, orientasi


terhadap arah angin juga dapat mempengaruhi kenyamanan termal, karena orientasi

tersebut dapat mempengaruhi laju angin ke dalam ruangan

2. Desain Bukaan

Bukaan berfungsi untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan dan

mengurangi tingkat kelembaban di dalam ruangan. Bukaan yang baik harus terjadi

cross ventilation, sehingga udara dapat masuk dan keluar ruangan Pengaruh

perletakan dan orientasi bukaan terhadap angin.

3. Pengaruh Luar

Perletakan vegetasi di area sekitar bangunan dapat mengurangi radiasi panas

matahari ke bangunan baik secara langsung maupun tidak langsung. • semakin jauh

jarak pohon dari suatu bangunan, maka pergerakan udara di dalam bangunan yang

tercipta akan menjadi lebih baik Jarak pohon terhadap bangunan dan pengaruhnya

terhadap ventilasi alami.

4. Radiant Cooling

Ada dua jenis utama dari sistem Radiant Cooling :

a). Tipe pertama adalah sistem yang memberikan pendinginan melalui

struktur bangun an.

b). Tipe kedua adalah sistem yang memberikan pendinginan melalui panel

khusus

5. Vegetasi

Menggunakan tanaman merupakan cara yang lebih murah dan lebih

baik.Menanam tanaman disekitar gedung. Dengan menanam disekitar gedung dapat


mengurangi pemanasan karena cahaya matahari. Selain itu tanaman juga dapat

menyejukan udara dan menghasilkan oksigen.

(Sumber : https://www.slideshare.net/kansaamirah/pendinginan-pasif)

BAB IV

TINJAUAN OBYEK

Obyek : Bale saka roras Pinggan, Arsitektur tradisional Pinggan

Lokasi Obyek : Desa Pinggan, Kec. Kintamani, Kab. Bangli, Prov. Bali

Gambar Eksterior Bale Sake Roras

Sumber : Data Pribadi


Gambar : Denah bale saka roras
Sumber : Vernadoc

Gambar : Tampak depan bale saka roras


Sumber : Vernadoc
Gambar : Tampak samping bale saka roras
Sumber : Vernadoc

Gambar : Potongan bale saka roras


Sumber : Vernadoc
Gambar : Potongan bale saka roras
Sumber : Vernadoc

Gambar : Site Plan


Sumber : Vernadoc

Pola Rumah di Desa Pinggan berbentuk grid memanjang, dimana


setiap keluarga memiliki 2 rumah yang saling berhadapan. Obyek yang
kami pilih terletak dibagian paling selatan, yaitu bale saka roras. Karena 2
bangunan yang paling selatan tersebut saja yang masih mempertahankan
arsitektur bali aganya, sedangkan bangunan disampingnya sudah banyak
mengalami perubahan.

Bale saka roras milik Ketut Ludja, yang terletak di Pinggan,


Kintamani adalah salah rumah atau bale yang masih mempertahankan
arsitektur bali aga sampai saat ini. Dimana bale terlihat masih kuno, dengan
ciri khas rumah Desa adat Pinggan. Penerapan material yang menyatu
dengan alam yang mudah didapatkan disekitar Desa Pinggan, karena
Pinggan adalah daerah perkebunan dan sebagian besar masyarakatnya
berprofesi sebagai petani.

Bangunan bale ini mempunyai bentuk yang berbeda dengan bale –


bale yang ada di Bali pada umumnya dan ruang yang terdapat pada bale ini
juga berbeda dengan bale – bele yang ada di Bali pada umumnya. Ada tiga
bagian bale, yaitu : 1. Tempat tidur, 2. Dapur, 3. Teras.

Fungsi

Dari segi fungsi, bale ini diperuntukan sebagai tempat memasak,


penyimpanan prabot rumah tangga, penyimpanan hasil perkebunan, sebagai
tempat upacara manusa yadnya dan sebagai tempat peristirahatan dll. Bale
ini memang berfungsi untuk melakukan kegiatan Dapur, namun pada bale
ini juga terdapat tempat tidur dan terdapat teras sebagai ruang untuk
melakukan aktivitas kebudayaan di Bali.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Penerapan Prinsip Passive design pada bangunan Tradisional Pinggan


Passive Desain adalah tentang mengambil manfaat dari aliran energi alam
untuk mengelola kenyamanan termal. Bangunan harus berorientasi dengan tepat
dan bahan bangunan harus dapat mencegah dan meminimalkan perolehan panas.

4.1.1 Orientasi bangunan

Prinsip dasar pertama pada sebuah passive design adalah orientasi, di mana
fasad selatan bangunan harus berorientasi ke arah khatulistiwa di belahan
bumi utara. Ada bangunan Tradisional di Pinggan berorintasi menghadap ke arah
natah,dimana bangunannya saling berhadapan, sehingga dinding dan bukaan ada
yang beberapa mengarah kea rah matahari langsung, membuat ruangan menjadi
lebih cepat panas di pagi dan sore hari karena sudut cahaya matahari mencapai titik
terendah pada waktu tersebut.

4.1.2 Bukaan

Bukaan pada bangunan Tradisional Pinggan hanya melalui pintu masuk


rumah, demi meminimalisir masuknya angin, agar penghuni rumah tidak
kedinginan pada malam hari. Dan kesan hangat tetap terasa

4.1.3 Landscape

Penerapan vegetasi pada landscape rumah tradisional bali cukup dominan terlihat
pada bagian selatan, berupa tumbuhan tebu dan tumbuhan hias lainnya.

4.1.3 Thermal Mass


Konsep massa termal menganggap materi padat atau cair yang menyerap
dan menyimpan kehangatan dan melepaskannya ketika dibutuhkan. Dimana,
kelebihan panas matahari dapat disimpan dan digunakan ketika matahari tidak
bersinar atau di mana tidak ada matahari sama sekali, seperti pada
malam hari.

4.1.5 Overstek
Overstek Adalah perangkat yang sangat berpengaruh di passive design
karena dapat membantu dalam mengurangi overheating selama musim panas. Pada
rumah tradisional Pinggan ini memiliki overstek yang cukup lebar yaitu selebar
50cm pada atap yang berbentuk limasan.

4.1.6 Bentuk dan Pola ruang

Bangunan arsitektur tradisional di Pinggan mempunyai bentuk persegi dan


tertutup dengan dinding anyaman bambu, terkecuali ruang teras. Untuk
meminimalisir masuknya angin.

Pola ruang yang berbeda dengan bale – bale yang ada di Bali pada
umumnya. Dimana pada bale ini terdapat tiga ruangan, yaitu : 1. Ruang tidur, 2.
Dapur, 3. Teras. Perbedaan yang sangat menonjol adalah ruang tidur yang
menjadi satu dengan dapur. Alasan mengapa kedua ruang tersebut menjadi satu
adalah, agar pada malam hari saat beristirahat tidak kedinginan. Karena suhu di
daerah Pinggan yang sangat dingin, maka ruang tidur dan Dapur dijadikan satu,
untuk mendapatkan kehangatan.

4.1.7 Elemen pembentuk

 Elemen Atas

Gambar : Elemen Atas (penutup atap)

Sumber : Data Pribadi


Bangunan Tradisional Bali, Desa Pinggan menggunakan penutup
atap sirap bambu, dimana bambu yang dipotong lancip menyerupai patok
dengan panjang 20 cm, yang disusun rapi dan serapat mungkin sebagai
elemen penutup atap.Kontruksi atap menggunakan Kayu Jati, bambu utuh,
bambu setengah dan bambu yang sudah dibelah. Material penutup atap
menggunakan bambu karena bambu adalah bahan yang mudah dicari di
Desa Pinggan, dan bambu dapat memberikan kesan hangat kedalam ruang.

 Elemen Bawah

Gambar : Tanah dan Plesteran

Sumber : Google.com

Elemen bawah pada interior masih menggunakan tanah liat


sedangkan pada eksterior sudah menggunakan plesteran. Pada bagian
interior sengaja dibiarkan masih menggunakan tanah, agar kesan hangat
masih terasa dan juga agar sisa abu pada cangkem paon mudah hilang dan
tidak melekat pada plesteran.

Elemen Samping
Gambar : Elemen Samping (Anyaman bamboo)

Sumber : Data Pribadi

Bahan dinding pada rumah tradisional bali adalah terbuat dari anyaman
bambu yang merupakan material dengan massa thermal tinggi. Material dengan
massa termal bekerja dengan baik sebagai penyimpanan panas baik untuk panas
maupun dingin saat panas dan dingin cukup lambat.

4.1.8 Interior

Gambar :Interior bagian timur

Sumber : Data Pribadi


Gambar :Foto interior bagian timur

Sumber : Data Pribadi

Pada interior ruangan sebagian besar dipenuhi oleh alat – alat dapur.
Di bagian timur terdapat kayu jati dipotong dengan ukuran yang berbeda –
beda, ada yang tebal dan tipis, kayu jati tersebut didesain seperti rak yang
difungsikan sebagai tempat meletakkan alat – alat dapur.
Gambar : Denah dan Tampak selatan interior

Sumber : Vernadoc
Gambar : Cangkem paon

Sumber : Data pribadi

4.2 Pengaruh terhadap kenyamanan thermal


Kondisi kenyamanan di lingkungan indoor dipengaruhi oleh kenyamanan
termal, kualitas udara dalam ruangan, dan parameter kenyamanan visual dan
pendengaran. Kondisi kenyamanan termal terdiri dari beberapa faktor, seperti
kelembaban relatif, laju aliran udara, dan suhu berseri-seri. Kondisi kenyamanan
visual terdiri dari cahaya, warna, pandangan, sementara, kondisi kenyamanan
pendengaran terdiri dari faktor-faktor seperti suara dan kebisingan. Bagian ini
difokuskan pada salah satu faktor yang paling efektif pada kondisi lingkungan,
yang merupakan kenyamanan termal.

BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Passive desain adalah suatu tindakan yang mengambil manfaat dari
aliran energi alam untuk mengelola kenyamanan termal. Bangunan harus
berorientasi dengan tepat. ciri khas rumah Desa adat Pinggan adalah dengan
Penerapan material menyatu dengan alam yang mudah didapatkan disekitar
Desa Pinggan, karena Pinggan adalah daerah perkebunan dan sebagian
besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Dan sebagian besar
menggunakan material yang dapat menghantarkan panas, karena suhu di
daerah Pinggan sangat dingin.

Pada rumah tradisional Pinggan ini bahan dindingnya terbuat dari


material anyaman bambu yang merupakan material dengan massa thermal
yang tinggi. Material dengan massa thermal bekerja dengan baik sebagai
penyimpanan panas baik untuk panas maupun dingin saat panas dan dingin
cukup lambat. Tiap bangunannya terpisah pada jarak yang tidak jauh.

5.2 Saran

Kondisi kenyamanan di lingkungan dipengaruhi oleh kenyamanan thermal


visual dan pendengaran. Sehingga sebaiknya dalam merancang sebuah bangunan
menggunakan bahan-bahan deangan massa thermal bekerja dengan baik sebagai
penyimpanan energi panas maupun dingin, saat panas dan dingin cukup lambat.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/6806/4/TA313643.pdf

http://e-journal.uajy.ac.id/6931/3/MTA202035.pdf

Anda mungkin juga menyukai