BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Penyebab.
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan
dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri,
tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain,
tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai
berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida
Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).
C. Rentang Respon Emosi.
Manusia adalah mahluk Sosial untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan mereka harus
membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi
jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi masih
tetap dipertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan. Perilaku yang teramati pada respon Sosial
maladaptive mewakili supaya individu untuk mengatasi ansietas yang betrhubungan
dengan kesepian, rasa takut , kemarahan, malu, bersalah dan merasa tidak aman.
Seringkali respon yang terjadi meliputi manipulasi, narkisme dan impulsive.
a. Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial budaya yang umum berlaku atau individu tersebut
masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalahnya. Respon ini meliputi:
1. Menyendiri (solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan
Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal di mana individu mampu untuk
saling memberi dan menerima.
4. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
2. Tergantung (dependent)
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya
untuk berfungsi secara sukses.
3. Manipulatif
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak bisa membina hubungan sosial secara
mendalam.
4. Impulsif
Individu impulsive tidak mampu membicarakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan.
5. Narcisisme
Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang rapuh secara terus-menerus, berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang
lain tidak mendukung.
Respon adaptif Respon maladaftif
• Menyendiri
• Otonomi
• Kerjasama
• Saling tergantung
• Merasa sendiri
• Menarik diri
• Tergantung
• Manipulatif
• Impulsif
D. Manifestasi Perilaku.
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
• Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
• Menghindar dari orang lain (menyendiri).
• Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
• Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
• Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
• Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
• Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi).
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
• Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
• Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
• Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
b. Pembicaraan.
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c. Aktivitas Motorik.
Kegiatan yang dilakukan tidak berfariatif, kecenderungan mempertahankan pada satu
posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
d. Emosi.
Emosi dangkal.
e. Efek.
Efek dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
f. Interaksi selama wawancara.
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, diam.
g. Persepsi.
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
h. Proses Berfikir.
Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
i. Kesadaran.
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan dengan dunia
luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan (secara
kualitatif).
j. Memori.
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang.
k. Kemampuan Penilaian.
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan, selalu
memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
l. Tilik Diri.
Tak ada yang khas.
6. Kebutuhan Sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin mundur
dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB / BAK, mandi, berpakaian dan istirahat
tidur.
1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi singkat.
4. Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendorong pengulangan perilaku
tersebut.
5. Obat-obat anti psikosis menolong orang untuk menurunkan gejala psikosis pada
seseorang sehingga memudahkan interaksi dengan orang lain.
Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal b.d. ketidakmampuan untuk percaya kepada
orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, menarik diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Klien
mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang lain.
Kriteria Hasil :
• Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang
lain.
• Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
• Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi verbal
terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien.
2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagaimana perilaku dan
pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik mengatakan
secara tidak langsung.
5. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang memuaskan
kembali.
1. Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana klien dimengerti oleh orang lain,
sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
2. Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan dan komunikasi
pasien.
3. Teknik ini untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,
serta pasien dengan lingkungannya.
4. Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan mendorong
pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
5. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan.
Diagnosa 3 : Sindrom kurang perawatan diri b.d. menarik diri, regresi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Klien
makan sendiri tanpa bantuan.
Kriteria Hasil :
• Klien makan sendiri tanpa bantuan.
• Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
• Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan
melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
1. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
pasien.
2. Dukung kemandirian pasien, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat melakukan
beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.
4. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut pasien sulit
melakukannya.
5. Buat catatan secara rinci tentang makanan dan cairan. 1. Keberhasilan menampilkan
kemandirina dalam melakukan aktifitas akan meningkatkan harga diri.
2. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan.
3. Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung pengulangan perilaku
yang diharapkan.
4. Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.
BAB IV
STRATEGI PENERAPAN TEKNIK KOMUNIKASI PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL
MENARIK DIRI
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa saja
yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-
hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien
lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman
saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
Daftar Pustaka
• Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta. ECG
• Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG
• Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika