Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi, jika
tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian, kejadian trauma dada
terjadi sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi, serta
sekitar sepertiga dari kematian yang terjadi berbagai rumah sakit (Sharma, 2002).
Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara lain, tension pneumothoraks,
pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade jantung (Suarjaya,
2012). Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering menyebabkan terjadinya
trauma pada toraks. Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi
penyebab kematian kedua didunia pada tahun 2020 menurut WHO (Word Health
Organitation) (Sharma, 2008).
Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan pada
kejadian trauma diluar rumah sakit, serta merupakan kegawat daruratan yang harus
di berikan penanganan secepat mungkin untuk menghindari dari kematian (Jain,
2008). Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti dipopulasi, dikarenakan
pada literatur literatur, angka insidennya di masukan pada insiden cedera dada atau
trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh pasien menderita
trauma, merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks (Suarjaya, 2012).
Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan gejala dari pneumotoraks
terdesak menyebabkan banyak penderita meninggal setelah atau dalam perjalanan
menuju kerumah sakit.
Sebenarnya penanganan pneumotoraks terdesak dapat dilakukan dengan
bantuan hidup dasar tanpa memerlukan tindakan pembedahan, sebelum mengirim
pasien ke pusat pelayanan medis terdekat, sehingga disini diperlukan pengatuhan
untuk identifikasi awal dari gejala pneuomotoraks terdesak, memberikan bantuan
hidup dasar, dan mengirimnya ke tempat pelayanan medis terdekat, untuk
mengurangi tingkat mobiditas dan mortalitas.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penanganan kegawat daruratan pada pasien dengan Tension
Pneumotoraks?

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini terdiri atas 2 hal yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus :
1. Tujuan Umum
Sebagai tugas untuk memenuhi mata kuliah keperawatan kegawat
daruratan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi tension pneumothoraks.
b. Untuk mengetahui cara penanganan kegawat daruratan pada pasien
dengan tension pneumothoraks.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
2.1 Definisi
Pneumothorax adalah adanya udara yang terdapat antara pleura visceralis dan
cavum pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Pada
kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkan oleh karena adanya kerobekan pleura visceralis sehingga saat inspirasi
udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis
ini disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat
keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumothorax (Pratama, 2014).
Kedua disebabkan karena robeknya dinding dada dan pleura parietalis
sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang
yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih
melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada
saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk
ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral.
Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura
keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.

2.2 Etiologi
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya:
1. Pneumotoraks primer: terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya.
2. Pneumotoraks sekunder: merupakan komplikasi dari penyakit paru yang
mendahuluinya.
3. Pneumotoraks traumatik: terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya
bisa bersifat menembus(luka,tusuk,peluru atau tumpul(benturan pada
kecelakaan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari
tindakan medis tertentu (misal torakosentesis) (Alsegaf,2004).

2.3 Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya
paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu
bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam
rongga pleura akan kembali normal.
Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman
dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis
kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium
Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat
pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-
jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus.
Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak
ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma.
Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat
menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat
mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak
ditangani, pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam
beberapa menit.
Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam
struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk
ke dalam kavum pleura. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan
kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
2.5 Tanda dan Gejala
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps.
Gejalanya bisa berupa :
 Nyeri dada yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
 Sesak nafas
 Dada terasa sempit
 Mudah lelah
 Denyut jantung cepat
 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala
lain yang mungkin ditemukan :

 Hidung tampak kemerahan


 Cemas, stress, tegang
 Tekanan darah rendah (hipotensi)
2.6 Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang
sehat juga dapat terkena dampaknya.
Tension pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat.
Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu
pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy,
trachea berubah.

Diagnose banding :

 Acute myocardial infarction


 Emphysema
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
 Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
 Pemeriksaan EKG
 Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
 Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
 Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
 Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
 Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

2.8 Penatalaksanaan Medis


a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan
tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut
plastik yang steril merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok
(selofan) dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu
ujungnya dibiarkan tebuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat
dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah
kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan
mengembang.
b. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan
paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan
untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk
mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera
dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut
dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi
mekanik. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan
skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal
pleurektomi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Faktor waktu sangat penting pada saat pertolongan pertama pasien dengan
kasus kegawat daruratan, sehingga diperlukan suatu sistem penilaian yang mudah
& dikenal sebagai Initial Assessment yang meliputi :
1. Persiapan
Persiapan penderita berlangsung dalam 2 (dua) keadaan :
a. Fase Pra Rumah Sakit
Dimana titik berat dilakukan terhadap : menjaga airway, kontrol
perdarahan dan syok, immobilisasi penderita dan pengiriman penderita
secepatnya ke rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang
paling layak dan cocok untuk penderita tersebut dengan menggunakan alat
transportasi yang memadai. Pada waktu ini diperlukan koordinasi yang
baik antara petugas lapangan dengan petugas atau dokter di rumah sakit
yang dituju sehingga memungkinkan rumah sakit mempersiapkan tim
trauma yang sudah siap pada saat penderita tersebut datang di rumah sakit.
b. Fase Rumah Sakit
Rumah Sakit mempersiapkan untuk penderita yang datang, mulai dari
ruangan/ daerah resusitasi, persiapan SDM baik yang ada ataupun yang
bisa dipanggil setiap setiap saat baik dokter, perawat sampai petugas
laboratorium juga perlengkapan alat yang akan dipergunakan termasuk
cairan dan obat-obatan sudah dipersiapkan dan dicoba terlebih dahulu.
2. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
b. Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan
Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension
pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh
penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh
penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama
sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3. Triase
a. Adalah suatu cara pemilahan (sortir) penderita berdasarkan pada kebutuhan
ABC, yaitu airway dengan kontrol vertebra cervikal, breathing dan
circulation dengan control perdarahan.
b. Triase ini juga berlaku di UGD rumah sakit atau di lapangan disertai rumah
sakit yang akan dirujuk, dimana hal ini merupakan tanggung jawab tenaga
pra rumah sakit (dan pimpinan tim lapangan).
c. Pada saat Triase ini dapat terjadi 2 (dua) kemungkinan :
1) Jika personel dan fasilitas serta peralatan memadai, maka pasien dengan
ancaman kematian segera akan ditolong terlebih dulu.
2) Jika personel dan fasilitas serta peralatan tidak mencukupi maka yang
paling mungkin hidup dan memerlukan waktu, peralatan serta personel
paling sedikit akan dilayani terlebih dulu.
4. Primary Survey (ABC).
1) Airway
a. Assessment :
1. Perhatikan patensi airway
2. Dengar suara napas
3. Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding
dada
b. Management
1. Inspeksi jalan nafas secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-
lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
2. Re-posisi kepala, pasang collar-neck
3. Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral /
nasal)
2) Breathing
a. Assesment :
1. Periksa frekwensi napas
2. Perhatikan gerakan respirasi
3. Palpasi toraks
4. Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
1. Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2. Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks (toracocentesis)
3) Circulation
a. Assesment :
1. Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2. Periksa tekanan darah
3. Pemeriksaan pulse oxymetri
4. Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management :
1. Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2. Torakotomi emergency bila diperlukan
3. Operasi Eksplorasi vaskular emergency
4. Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks,
penderita sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam
jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan
intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada
mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan
kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi selain
menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan
gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam
kehidupan meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan
menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line.
Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan
control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada)
diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi
kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.
4) Disability
1. Pemeriksaan pupil
2. Pemeriksaan kesadaran dengan GCS (Eye, Verbal, Motorik)
5. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE,
yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada
thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan
dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema
subkutan, Penurunan tekanan darah.
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan
keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat
dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar
klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung
gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan
jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam
atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas
menurun/ hilang (auskultasi  mengindikasikan bahwa paru tidak
mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada :
hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada
tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental:
ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat
bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru
(empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
3.1. Diagnosa Keperawatan
1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea,
perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, pelebaran
nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan
keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan
kedalaman pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang
menerima informasi ditandai dengan kurang menerima informasi,
mengekspresikan masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.
4. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
5. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil

1. Pola Tujuan : Setelah Mandiri Kesulitan bernafas


pernafasan dilakukan asuhan Awasi kesesuaian pola dengan ventilator atau
tak efektif keperawatan 1 X 24 jam pernapasan bila peningkatan tekanan
b/d menggunakan
penurunan pola pernafasan pasien ventilasi mekanik, jalan nafas diduga terjadi
ekspansi efektif. catat perubahan komplikasi.
paru Kriteria Hasil : tekanan udara.
(akumulasi
 Menunjukkan Auskultasi bunyi nafas Area atelektasis tak ada
udara/caira
pola pernapasan bunyi nafas dan sebagian
n, nyeri,
normal atau area kolaps menurun
ansietas
efektif dengan bunyinya. Evaluasi
Gas Darah dalam dilakukan untuk
rentang normal. mengetahui pertukaran
 Bebas sianosis gas dan memberi data
dan tanda/ gejala evaluasi perbaikan
hipoksia pneumothoraks.

Kaji pasien adanya Sokongan terhadap dada


area nyeri, nyeri tekan dan otot abdominal
bila batuk. membuat batuk lebih
efektif atau mengurangi
trauma.

Evaluasi fungsi Distres pernapasan dan


pernapasan, catat perubahan pada tanda
kecepatan/ pernapasan vital dapat terjadi sebagai
sesak, dispnea, akibat stres fisiologi dan
terjadinya sianosis, nyeri atau dapat
perubahan tanda vital. menunjukkan terjadinya
syok sehubungan dengan
hipoksia / perdarahan.

Catat pengembangan Pengembangan dada


dada dan posisi trakea sama dengan ekspansi
paru. Deviasi trakea dari
area sisi yang sakit pada
tension pneumotoraks.

Bila dipasang selang Tak adanya gelembung


dada pada pasien, udara dapat menunjukkan
evaluasi ekspansi paru lengkap
ketidaknormalan atau (normal) atau tidak
kontinuitas gelembung adanya komplikasi.
botol penampung.

Kolaborasi Mengidentifikasi
Kaji hasil foto thoraks kesalahan posisi selang
endotrakeal,
mempengaruhi inflamasi
paru.

Awasi hasil Gas Mengkaji status


Darah pertukaran gas dan
ventilasi

Berikan oksigen Untuk menurunkan kerja


tambahan sesuai nafas dan menghilangkan
indikasi. distres respirasi dan
sianosis

Pemasangan WSD Mengeluarkan udaran


atau darah yang masuk ke
rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing"
tetap baik.

2. Resiko Tujuan : Mandiri Menurunkan resiko


tinggi Setelah dilakukan asuhan Anjurkan pasien untuk obstruksi drainase atau
trauma keperawatan 1 X 24 jam menghindari berbaring terlepasnya selang.
penghentia atau menarik selang.
n napas b/d resiko trauma dapat Kaji tujuan/ fungsi unit Untuk mengetahui
kurang dicegah. drainase dada dengan informasi tentang
pendidikan Kriteria Hasil : pasien bagaimana system
keamanan/ - Mencari bantuan untuk bekerja memberikan
pencegaha mencegah komplikasi. keyakinan untuk
n - Memberi perawatan menurunkan ansietas
untuk menghindari pasien.
lingkungan dan bahaya
Identifikasi perubahan Intervensi tepat waktu
fisik.
atau situasi yang harus dapat mencegah
dilaporkan pada komplikasi serius.
perawat.

Observasi tanda distres Pneumothoraks dapat


pernafasan bila kateter memburuk karena
toraks lepas atau mempengaruhi fungsi
tercabut. pernafasan dan
memerlukan intervensi
darurat.

3. Kurang Tujuan : Setelah Mandiri Memberikan


pengetahua dilakukan asuhan Kaji patologi masalah pengetahuan dasar untuk
n mengenai keperawatan 1X24 jam individu pemahaman kondisi
kondisi klien dan keluarga dapat dinamik dan pentingnya
aturan mengerti tentang kondisi intervensi terapeutik.
pengobatan kesehatan klien.
Identifikasi Untuk menurunkan
b/d kurang Kriteria Hasil :
kemungkinan terjadi potensial komplikasi.
menerima
 Pasien dapat komplikasi jangka
informasi.
mengidentifikasi panjang.
tanda atau gejala
Kaji ulang praktik Mempertahankan
kesehatan yang baik kesehatan umum
yang memerlukan contoh nutrisi baik, meningkatkan
evaluasi medik istirahat dan latihan penyembuhan.
 Mengikuti
Kaji ulang tanda / Berulangnya
program
gejala yang pneumotoraks
pengobatan dan
memerlukan evaluasi memerlukan intervensi
menunjukkan
medik cepat, contoh medik untuk mencegah/
perubahan pola
nyeri dada tiba-tiba, menurunkan potensial
hidup yang perlu
dispnea, distres komplikasi.
4. Inefektif bersihan dicegah agar
pernapasan lanjut.
jalan napas tidak
berhubungan menimbulkan
dengan masalah baru
peningkatan
sekresi sekret dan Tujuan : Jalan napas
a. Jelaskan klien tentanga. Pengetahuan yang
penurunan batuk lancar/normal
kegunaan batuk yang diharapkan akan
sekunder akibat Kriteria hasil :
efektif dan mengapa membantu
nyeri danò Menunjukkan batuk yang
terdapat penumpukan mengembangkan
keletihan. efektif.
sekret di sal. kepatuhan klien terhadap
ò Tidak ada lagi
pernapasan. rencana teraupetik.
penumpukan sekret di
b. Ajarkan klien tentangb. Batuk yang tidak
sal. pernapasan.
metode yang tepat terkontrol adalah
ò Klien nyaman.
pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak
efektif, menyebabkan
c. Napas dalam dan frustasi.
perlahan saat dudukc. Memungkinkan ekspansi
setegak mungkin. paru lebih luas.
d. Lakukan pernapasand. Pernapasan diafragma
diafragma. menurunkanN frekuensi
napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
e. Tahan napas selama 3e. Meningkatkan volume
- 5 detik kemudian udara dalam paru
secara perlahan-lahan, mempermudah
keluarkan sebanyak pengeluaran sekresi
mungkin melalui sekret.
mulut.
f. Lakukan napas ke dua,f. Pengkajian ini membantu
tahan dan batukkan mengevaluasi keefektifan
dari dada dengan upaya batuk klien.
melakukan 2 batuk
pendek dan kuat. g. Sekresi kental sulit untuk
g. Auskultasi paru diencerkan dan dapat
sebelum dan sesudah menyebabkan sumbatan
klien batuk. mukus, yang mengarah
pada atelektasis.
h. Untuk menghindari
h. Ajarkan klien tindakan pengentalan dari sekret
untuk menurunkan atau mosa pada saluran
5. Perubahan viskositas sekresi : nafas bagian atas.
kenyamanan : mempertahankan
Nyeri akut hidrasi yang adekuat;
berhubungan meningkatkan
dengan trauma masukan cairan 1000i. Hiegene mulut yang baik
jaringan dan reflek Tujuan : Nyeri sampai 1500 cc/hari meningkatkan rasa
berkurang/hilang.
spasme otot bila tidak kesejahteraan dan
Kriteria hasil :
sekunder. ò Nyeri berkurang/ dapat kontraindikasi. mencegah bau mulut
diadaptasi. i. Dorong atau berikanj. Expextorant untuk
ò Dapat mengindentifikasi perawatan mulut yang memudahkan
aktivitas yang baik setelah batuk. mengeluarkan lendir dan
meningkatkan/menurunk menevaluasi perbaikan
an nyeri.
ò Pasien tidak gelisah. j. Kolaborasi dengan tim kondisi klien atas
kesehatan lain : pengembangan parunya.
Dengan dokter,
radiologi dan
fisioterapi.
ò Pemberian expectoran.
ò Pemberian antibiotika.a. Pendekatan dengan
ò Fisioterapi dada. menggunakan relaksasi
dan nonfarmakologi
a. Jelaskan dan bantu lainnya telah
klien dengan tindakan menunjukkan keefektifan
pereda nyeri dalam mengurangi nyeri.
nonfarmakologi danb. Akan melancarkan
non invasif. peredaran darah,
sehingga kebutuhan O2
b. Ajarkan Relaksasi : oleh jaringan akan
Tehnik-tehnik untuk terpenuhi, sehingga akan
menurunkan mengurangi nyerinya.
ketegangan otot
rangka, yang dapatc. Mengalihkan perhatian
menurunkan intensitas nyerinya ke hal-hal yang
nyeri dan juga menyenangkan.
tingkatkan relaksasid. Istirahat akan
masase. merelaksasi semua
c. Ajarkan metode jaringan sehingga akan
distraksi selama nyeri meningkatkan
akut. kenyamanan.
d. Berikan kesempatan
waktu istirahat bila
terasa nyeri dane. Pengetahuan yang akan
berikan posisi yang dirasakan membantu
nyaman; misal waktu mengurangi nyerinya.
tidur, belakangnya Dan dapat membantu
dipasang bantal kecil. mengembangkan
e. Tingkatkan kepatuhan klien terhadap
pengetahuan tentang: rencana teraupetik.
sebab-sebab nyeri, danf. Analgetik memblok
menghubungkan lintasan nyeri, sehingga
berapa lama nyeri akan nyeri akan berkurang.
berlangsung. g. Pengkajian yang optimal
akan memberikan
f. Kolaborasi denmgan perawat data yang
dokter, pemberian obyektif untuk mencegah
analgetik. kemungkinan komplikasi
g. Observasi tingkat dan melakukan intervensi
nyeri, dan respon yang tepat.
motorik klien, 30
menit setelah
pemberian obat
analgetik untuk
mengkaji
efektivitasnya. Serta
setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.

3.2 Intervensi
3.3 Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual. Tekhnikal yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan evaluasi
kemudian didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta
bagaimana respon klien.

3.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam
dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif dan formatif. Biasanya evaluasi
menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER sebagai tolak ukur pencapaian
implementasi. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai :
a. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan pada tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai