Objek Sengketa Pada Peradilan Tata Usaha Negara PART II
Objek Sengketa Pada Peradilan Tata Usaha Negara PART II
Berdasarkan Pasal 53 ayat (1), mengenai siapa yang mempunyai hak menggugat atau pihak
penggugat adalah mereka yang kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (4), maka hanya orang atau badan hukum perdata saja yang
berkedudukan sebagai subjek yang mengajukan gugatan.
Muchan ,SH memberikan kesimpulannya bahwa untuk dapat berperan sebagai Penggugat harus
memenuhi persyaratan :
1. Berbentuk individu atau badan hukum perdata, berarti suatu perkumpulan atau organisasi yang
tidak berbadan hukum dengan akta autentik, tidak dapat tampil sebagai penggugat.
2. Terkena langsung oleh akibat hukum yang timbul dari berlakunya suatu Keputusan Tata Usaha
Negara.
3. Menderita kerugian yang konkrit, artinya kerugian yang dapat dinilai dengan uang (gelwaarde)
Seorang yang belum dewasa tidak mempunyai kecakapan (onbekwaan) melakukan perbuatan
hukum atau menghadap dimuka Pengadilan, sehingga tidak dapat sebagai Penggugat di dalam peradilan
Tata Usaha Negara. Badan hukum perdata yang dapat mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha
Negara adalah badan atau perkumpulan atau organisasi atau koperasi dan sebagainya yang didirikan
menurut ketentuan-ketentuan KUHPerdata (BW) atau peraturan lainnya, yang telah merupakan badan
hukum (rechtspersoon).
Martiman P,SH mengemukakan bahwa untuk adanya perkumpulan yang dianggap sebagai
badan hukum perdata dan berhak menggugat di Peradilan Tata Usaha Negara diperlukan 3 (tiga) syarat,
yakni :
Mengenai siapa yang dapat berkedudukan sebagai Tergugat telah dirumuskan di dalam Pasal 1
ayat (6) UU No.5 tahun 1986, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha Negara, keputusan mana dianggap oleh Penggugat telah merugikan
kepentingannya. Tergugat dapat berbentuk tunggal dapat juga berbentuk jamak.
Kemudian mengenai apa yang menjadi objek sengketa Tata Usaha Negara secara jelas dapat
diketahui dari definisi/rumusan yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (4) UU No. 5 tahun 1986 yang dikutip
diatas. Objek sengketa Tata Usaha Negara harus memenuhi unsur-unsur penetapan tertulis
sebagaimana yang dirumuskan dan disyaratkan dalam Pasal 1 ayat (3). Jika salah satu unsur tidak
terpenuhi makan Keputusan yang demikian tidaklah merupakan objek sengketa/gugatan. Timbulnya
sengketa Tata Usaha Negara tersebut berkenaan dengan masalah sah atau tidaknya suatu keputusan
Tata Isaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Megara, sehingga pengajuan
gugat balik atau rekovensi tidak dikenal dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Dapat disimpulkan bahwa yang sebenarnya disertakan dalam suatu proses di Pengadilan Tata
Usaha Negara adalah pelaksanaan dari suatu wewenang pemerintahan menurut hukum public yang
diterapkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Yang disengketakan itu selalu merupakan salah
satu bentuk tindakan hukum pemerintah yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
sebagaimana yang secara umum ditugaskan kepadanya menurut Pasal 1 ayat (2) UU No.5 tahun 1986
tersebut.
Indroharto, SH secara global mengetengahkan beberapa cirri-ciri dasar dari Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu :
1. Dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara itu sendiri selalu tersangkut dua kepentingan yaitu
kepentingan umum dan kepentingan individu. Dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara yang
selalu menjadi permasalahan adalah mengenai sah tidaknya penggunaan wewenang
pemerintahan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut hukum publik. Dalam
konkritnya, yang disengketakan itu selalu berupa salah satu bentuk tindakan hukum Tata Usaha
Negara yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berupa suatu
Beschikking menurut pengertian Pasal 1 ayat (3) UU No.5 tahun 1986.
2. Dalam kenyataannya, unsure pokok berinteraksi dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara itu
adalah :
Para hakim staf kepaniteraan;
Para pencari keadilan yang akan mengajukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara
( seseorang atau badan hukum perdata )
Pada badan atau pejabat tata usaha Negara yang selalu berkedudukan sebagai tergugat
Mereka baik berkedudukan sebagai suatu instansi resmi maupun sebagai jalannya
proses suatu perkara karena kejelasan-kejelasan maupun alat-alat bukti berada
ditangannya.
3. Tujuan dari gugatan di peradilan Tata Usaha Negara adalah selalu untuk memperoleh putusan
Hakim yang menyatakan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tidak sah atau batal
(pasal 53 ayat 1) UU No.5 tahun 1986. Dalam proses Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
tidak dikenal gugatan rekonvensi maupun pembarengan beberapa gugatan bersama-sama
(samenloop van vorderingen)
4.